A/N : Peran wanita di ff ini, kalian bisa bayangin Heechul waktu sering jadi cosplay. Kalau ada yang tahu gimana gesreknya dia, pasti tahu kalau dia sering dandan jadi cewek. Badannya ga kalah dari GB bahkan sering lebih cantik. Kalau ga bisa, kalian bisa bayangin aktris lain yang sampai ke imajinasi kalian.

=Selamat Membaca=

Seorang wanita turun dari sebuah mobil sedan mewah berwarna hitam. Dengan anggun, wanita berusia empat puluh tahun itu memasuki sebuah mansion megah. Kaki jenjang beralaskan heels menapaki lantai marmer yang begitu mengkilap.

Meski sudah berkepala empat, tubuhnya masih begitu ramping bak model papan atas. Dress ketat berwarna maroon membuat lekuk tubuhnya terlihat dengan jelas. Handbag dan kaca mata hitam yang menyempurnakan penampilannya, ia serahkan pada para maid yang berada di dekatnya.

"Apa mereka di rumah?" tanyanya sambil melangkahkan kakinya menapaki setiap tangga.

"Tuan muda Seungcheol, Jisoo dan Jeonghan ada di dalam Nyonya," jawab salah satu maid.

Wanita yang memiliki empat anak itu menghentikan langkahnya. Dahinya berkerut seolah memikirkan sesuatu.

"Lalu di mana pangeran kecilku?" tanyanya lagi.

"Sepertinya di salah satu kamar tuan muda, Nyonya."

Ia kembali melanjutkan langkahnya. Menuju kamar Seungcheol yang bersebelahan dengan kamar anak-anak lainnya. Seungcheol adalah anak tertua yang menyelesaikan pendidikannya di Seoul. Hanya saat liburan Seungcheol mengunjunginya yang pada saat itu masih menetap di Jepang. Mereka baru beberapa bulan berpindah di Mansion bersar yang ada di Gangnam.

Tanpa mengetuk pintu, wanita berparas cantik itu langsung masuk ke dalamnya. Di dalam kamar yang tampak berantakan itu, ia tidak menemukan pangeran kecilnya. Hanya Seungcheol yang tengah serius dengan alat-alat olahraganya.

"Seungcheol-ie, di mana pangeran kecil eomma?"

Pemuda berusia dua puluh lima tahun itu tersentak mendengar suara yang tiba-tiba. Namun ia langsung menghela nafas saat mengetahui Heechul yang memasuki kamarnya.

"Won-ie sedang duduk di kas… mwo?" mata Seungcheol langsung membulat. Makhluk manis yang sedari tadi ia yakini duduk di ranjangnya tidak lagi terlihat.

"Eomma, tadi Won-ie duduk di sini," ucap Seungcheol sambil mencari adiknya di semua sudut kamarnya.

"Haaah."

Wanita cantik itu menghela nafas. Tanpa menutup pintu, ia langsung melangkah keluar. Sedangkan Seungcheol langsung terburu-buru mencari kaosnya. Menutup tubuh kekarnya yang selalu ia jaga.

"Josh, di mana pangeran kecil Mommy?"

Sama seperti sebelumnya, Heechul memasuki kamar anaknya tanpa mengetuk pintu. Jisoo atau yang sering ia sebut Joshua tengah asyik menonton anime. Bahkan ia tidak menyadari Heechul yang sudah berdiri di belakangnya.

Heechul menghela nafas untuk yang ke dua kalinya. Jisoo tidak jauh berbeda dengan Seungcheol. Mereka selalu terlarut dengan kegiatan masing-masing. Pemuda tampan yang baru saja kembali dari Amerika itu tampak begitu menikmati tayangan yang ia putar di laptopnya.

"Josh… kau dengar Mommy?" ulang Heechul yang masih menggunakan kesabarannya.

Sedangkan Seungcheol yang mengintip di depan pintu sudah meringis. Ia yakin ratu mansion mereka sebentar lagi akan mengeluarkan omelannya. Bukan sekali dua kali mereka terkena omelan karena adik terkecil mereka.

"Di sini Mom." Tanpa melihat, Jisoo hanya menunjuk kursi yang berada di sebelahnya.

"Di sini di mana, Josh?"

"Di si… eh…." Jisoo terkejut mendapati kursi sebelahnya kosong. Padahal ia yakin tengah menonton anime bersama adiknya.

"Di mana?" tanya Heechul dengan melipat tangannya. Membuat Jisoo memberikan cengirannya sambil menggaruk tengkuknya.

"Tadi my baby duduk di sini Mom. Kami menonton bersama. Tapi sepertinya sekarang sedang bersama Seung—"

"Tidak… tidak… tidak… Won-ie tidak sedang bersamaku," potong Seungcheol cepat. Ia tidak ingin menjadi satu-satunya orang yang bersalah. Bagaimanapun Wonwoo adalah tanggung jawab mereka bersama.

"Oh ya Tuhan… kalian benar-benar."

Heechul kembali melanjutkan langkahnya. Tujuannya adalah kamar Jeonghan yang terletak tidak jauh dari kamar Wonwoo. Sedangkan kamar Wonwoo ia lewati begitu saja, karena mereka semua tahu Wonwoo tidak suka berada di kamar seorang diri.

"Semoga my angel bisa diandalkan," gumamnya yang masih bisa didengar Jisoo dan Seungcheol yang mengekor di belakangnya.

Pemuda tertua di antara keduanya menghentikan langkahnya sejenak. Berbisik pada salah satu maid yang baru saja lewat dari arah yang berbeda.

"Beri tahukan pada yang lain untuk mencari uri Won-ie," bisiknya yang langsung diangguki.

Saat pintu kamar itu terbuka, ia tidak menemukan siapapun di dalamnya. Kamar yang tampak begitu bersih dan rapi itu kosong. Pangeran kecil yang ia cari-cari tidak tampak. Bahkan anaknya yang selalu menemaninya selama di Jepang juga tidak terlihat.

"Kaa-chan sudah pulang?" tanya Jeonghan sumringah yang baru saja keluar dari kamar mandi. Ia langsung berlari kecil ke kasurnya, mengambil salah satu tumpukan majalah dan mendekati Heechul.

"Kaa-chan, lihatlah ini! Mereka mengeluarkan produk terbaru. Sepertinya perawatan kulit ini sangat bagus. Dan Kaa-chan lihat juga yang ini! Baju ini edisi terbatas," celoteh Jeonghan semangat sambil menunjukkan majalah di tangannya. Tanpa menyadari wajah Heechul yang sudah tidak bersahabat.

"Jadi, sudah berapa lama membaca majalah fashion ini, Hanie-chan?"

"Sepertinya hampir dua jam Kaa-chan." Lagi-lagi Jeonghan masih tidak menyadari situasi. Membuat Jisoo dan Seungcheol merutuki kerja otak Jeonghan yang sangat lambat.

"Kalau begitu tunjukkan di mana pangeran kecil. Apa ada di dalam majalah itu hem?" tanya Heechul yang diiringi senyuman manis. Senyuman yang membuat wajah ceria Jeonghan memudar. Berdiri dengan tampang bodoh seolah baru menyadari seseuatu yang salah.

"Tadi duduk di kasur sambil membaca majalah," cicit Jeonghan sambil memutar kepalanya perlahan menghadap ranjangnya. Dan langsung meringis saat tidak mendapati Wonwoo di sana.

"Jadi?" suara lembut Heechul justru terdengar mengerikan di telinga ketiganya. Membuat Jeonghan hanya mampu meringis tanpa bisa menjawab.

Heechul keluar dari kamar Jeonghan yang langsung diikuti sang empunya kamar. Jisoo dan Seungcheol juga tidak tertinggal. Mengikuti sang ibu yang bisa marah layaknya singa kapan saja.

"Ommo!"

Ketiganya terkejut saat Heechul dengan tiba-tiba membalikkan tubuhnya. Berkacak pinggang memandangi anaknya satu persatu.

"Kalian bertiga sudah hampir beruban tapi tidak bisa menjaga adik kalian."

Ucapan Heechul membuat Jeonghan refleks memegangi rambut sebahu miliknya. Ia bergidik ngeri membayangkan rambutnya mulai memutih.

"Aku harus lebih rajin merawat rambutku," batinnya cemas.

"Tadi Won-ie duduk dengan tenang Eomma," jawab Seungcheol mencoba mencari celah untuk selamat.

"Won-ie memang duduk dengan tenang. Tapi kalian terlalu sibuk dengan kegiatan masing-masing. Kalian tahu adik kalian itu tidak betah didiamkan. Apa kalian pikir Won-ie mau menunggu kalian yang asyik dengan barbel? Menonton? dan membaca majalah?" omel Heechul yang sama sekali tidak ada jawaban. Karena jawaban hanya akan membuat omelan itu semakin panjang.

"Ohh… ya Tuhan… lama-lama aku cepat tua kalau seperti ini," keluh Heechul sambil mengibaskan tangannya seolah kepanasan.

"Mommy, di sini full ac Mom."

"Ah… kau benar Josh." Seketika Heechul menghentikan pergerakannya.

"Sekarang cepat cari pangeran kecil Mommy. Coba kalian cek di seluruh ruangan, di bawah tempat tidur, bawah meja—"

"Mom. my baby bukan kucing Mom," protes Jisoo untuk kedua kalinya.

"Aigoo… aigoo… kau benar Josh. Pangeran kecil Mommy bukan kucing. Dia anak kucing yang sangat menggemaskan."

"Mom… please!" lagi-lagi Jisoo protes dengan wajah jengahnya. Ia kesal karena adiknya di samakan dengan kucing. Heechul memberikan cengiran lebarnya. Namun beberapa detik kemudian wajahnya kembali normal saat teringat tujuan awalnya.

"Cepat… cepat cari sekarang! Kalau sampai uri aegyi sakit lagi, akan Mommy potong milik kalian," ancam Heechul membuat ketiganya merapatkan kakinya bersamaan.

"Kenapa Kaa-chan semakin mengerikan saja," keluh Jeonghan yang langsung di tegur dengan pelototan Seungcheol. Kode agar Jeonghan diam dan cukup bergerak mencari Wonwoo.

"Eomma, mungkin Won-ie ada di ruang bermain bersama Shin ahjussi."

Seungcheol memberikan usulannya. Karena biasanya Wonwoo sering ditemani salah satu orang kepercayaan keluarganya.

Tanpa bertanya lagi, Heechul langsung menuju ruangan yang Seungcheol maksudkan. Karena besarnya mansion yang mereka tinggali, membuat mereka membutuhkan waktu untuk mencapainya.

"Ahjussi, di mana Won-chan?" tanya Jeonghan saat berpapasan dengan pelayan Shin.

"Saya tidak bersama tuan muda Wonwoo sejak beberapa jam yang lalu. Karena tuan muda Wonwoo ingin bersama para hyung-nya."

Seungcheol, Jeonghan dan Jisoo langsung memalingkan wajahnya. Tatapan mata Heechul seolah menguliti mereka hidup-hidup.

Mereka berempat dibantu pelayan lainnya mencoba mencari Wonwoo. Bukan tanpa alasan Heechul bahkan seluruh penghuni mansion itu terlalu mengkhawatirkan Wonwoo. Karena Wonwoo berbeda dari Seungcheol, Jeonghan dan lainnya. Si bungsu dari keluarga Choi itu terlalu mudah sakit. Bahkan sering dilarikan ke rumah sakit hanya karena masalah kecil.

Lama berputar di lantai dua, mereka tetap tidak menemukan keberadaan Wonwoo. Akhirnya mereka turun ke bawah melanjutkan pencarian.

"Oh ya Tuhan, kenapa rumah ini terlalu besar?" keluh Heechul saat melewati lorong yang dindingnya dihiasi berbagai lukisan mahal.

"Untuk mencapai pintu saja sejauh ini," keluhnya lagi.

"Padahal Kaa-chan sendiri yang mendesainnya. Menolak desainku yang lebih bagus," protes Jeonghan yang mendapat jeweran dari Seungcheol.

"Kalian potong sebagian rumah ini. Terlalu besar dan menyusahkanku," ucap Heechul saat berpapasan dengan beberapa pelayan.

"Ye?" tanya mereka bingung.

"Tolong jangan didengarkan ahjussi," pinta Jisoo sambil tersenyum. Ia terlalu paham dengan sifat Heechul yang memiliki segudang keanehan.

"Kalian masih belum menemukannya?" Heechul bertanya pada setiap yang ia temui. Tapi anak bungsunya seolah jarum yang teramat kecil. Begitu sulit untuk ditemukan.

"Di mana pangeran kecilku? Apa yang dia lakukan? Bagaimana kalau dia sampai terluka?"

Seisi mansion itu sibuk mencari si bungsu. Karena semua akan terkena imbas kalau sesuatu yang tidak diinginkan terjadi pada Wonwoo. Apalagi baru sebulan yang lalu Wonwoo keluar dari rumah sakit.

"Uri aegyi berkulit putih. Jadi sulit menemukannya di ruangan yang bercat seperti ini. Mungkin kalau mansion ini di cat dengan warna hitam, aku jadi lebih menemukan pangeran kecilku."

Ketiga anaknya hanya mampu menggelengkan kepalanya. Namun mereka bersyukur tidak ada yang memiliki sifat seaneh Heechul di antara mereka berempat.

"Mulai besok, ubah seluruhnya dengan cat warna hitam?"

"Hah?"

Mata para maid membola sempurna. Mulut mereka terbuka lebar karena perintah Heechul. Tidak terbayangkan bagaimana seramnya seluruh mansion megah itu berubah menjadi warna hitam.

"Jangan didengarkan ahjumma," ucap Jisoo sambil tersenyum ramah. Mencoba memberi pengertian pada yang lainnya agar tidak mengiyakan ucapan ibunya.

"Salah Kaa-chan yang tidak mau mengikuti usulanku. Padahal sangat indah kalau seluruhnya di cat warna pink."

Dan kali ini bukan hanya Seungcheol yang memprotes, Jisoo juga langsung menunjukkan wajah tidak senangnya.

"Kenapa? Apa yang salah dengan warna pink?" sewot Jeonghan.

"Itu sama saja kau membuat mata kami iritasi setiap hari."

Jeonghan mencebikkan bibirnya kesal. Padahal ia sangat berharap mansion mereka berwarna pink. Tapi tidak ada yang menyetujui usulannya. Bahkan Jisoo yang biasanya menjadi malaikat penolongnya ikut menolak.

Tidak menemukan keberadaan Wonwoo di dalam mansion, Heechul dan ketiga anaknya memutuskan untuk keluar. Pelayan yang biasanya berjaga di luar ikut menyibukkan diri di dalam. Sehingga sama sekali tidak ada yang memeriksa di halaman depan dan belakang.

"Eomma, itu Won-ie."

Keempatnya mengikuti arah telunjuk Seungcheol. Dan memang benar, Wonwoo sedang berjongkok tidak jauh dari gerbang mansion mereka.

"Ommo… kenapa uri aegyi ada di sana? Eomma yakin tadi tidak ada siapapun selain penjaga."

Dengan heels-nya, Heechul berlari kecil menghampiri anaknya yang tengah berjongkok. Menundukkan kepalanya seperti tengah memegang sesuatu.

"Aigoo… Wonwoo sayang. Kenapa bisa ada di sini? Bagaimana kalau sampai terjadi sesuatu? Kenapa tidak di dalam saja? Kenapa tidak meminta Shin ahjussi untuk menemani? Dan apa yang kau lakukan di bawah terik matahari seperti ini sayang? Ya Tuhan bagaimana kalau sampai dehidrasi? Dan bagaimana kalau kulit putihmu sampai alergi karena sinar matahari? Kau tidak terluka kan sayang?" cerca Heechul panjang lebar.

"Mom… tenanglah! Bagaimana my baby bisa menjawabnya kalau pertanyaan Mommy sepanjang itu?" tegur Jisoo yang membuat Heechul langsung mengatupkan bibirnya.

"Mama, belikan Won-ie ini."

Wonwoo mendongak ke arah Heechul. Menyerahkan selembar kertas yang sedari tadi ia genggam. Remaja berkulit putih itu memandang ibunya dengan pandangan memelas.

"Oh… ya ampun."

Heechul terkejut membaca kertas yang Wonwoo berikan. Ia sangat tahu Wonwoo sangat menyukai cheese burger. Selama di Jepang, Heechul selalu menjaga makanannya. Hanya selama berada di Gangnam Wonwoo mencoba salah satu varian burger yang sangat ia sukai.

"Jadi, berada di luar dan berjongkok seperti bayi kucing yang hilang karena ingin cheese burger sayang?" tanya Heechul.

"Mom," tegur Jisoo lagi dengan nada kesalnya.

"Itu berbeda. Burger-nya tersenyum. Won-ie mau yang itu Mama," pinta Wonwoo sekali lagi.

"Tapi—"

"Kaa-chan, biarkan Won-chan memakannya." Jeonghan mencoba membela Wonwoo. Membuat remaja berusia lima belas tahun itu tersenyum manis.

"Kau terlalu memanjakannya, Hanie-chan," protes Heechul.

"Bahkan Kaa-chan lebih parah," cibir Jeonghan yang sengaja diabaikan.

Wanita cantik itu menghela nafasnya. Ia tahu akan sulit menolak keinginan anak bungsunya. Apalagi ada tiga anaknya yang selalu menuruti keinginan Wonwoo.

Ia memperhatikan Wonwoo dan brosur di tangannya bergantian. Melihat wajah Wonwoo yang memelas saja, ia tidak tega untuk menolaknya. Meski ia melakukannya untuk kesehatan Wonwoo sendiri.

Wonwoo memang remaja berusia lima belas tahun. Tapi karena suatu kejadian yang menimpanya lima tahun lalu, membuat anak bungsunya bersikap layaknya anak kecil. Begitu polos dan sangat kekanakan. Sangat berbeda dengan remaja seusia dengannya.

"Baiklah! Mama akan membelikannya. Kalian tunggulah di dalam. Mama akan meminta mereka untuk membeli secepatnya."

Si bungsu langsung tersenyum cerah. Membuat Jisoo yang sedari tadi memperhatikan adiknya ikut tersenyum. Tidak ada yang lebih membahagiakan selain melihat senyum di wajah adik kesayangannya.

.

.

Wonwoo keluar kamar setelah mandi dan berganti pakaian. Remaja itu sangat manis dengan baju lengan pendek berwarna baby blue yang dipadukan celana putih di atas lutut. Poni yang menutup dahinya terlihat sedikit basah. Membuat remaja berkulit putih pucat itu tampak begitu segar.

Ia berlari kecil menuju ruang keluarga. Pelayan yang melihat Wonwoo berlarian meringis takut. Mereka takut Wonwoo akan terjatuh. Dan mereka akan terkena semburan saat Heechul tahu anak bungsunya berlarian di dalam mansion.

Tampak berlebihan memperlakukan anak seusia Wonwoo dengan begitu hati-hati. Tapi hal itu tidak berlaku untuk Wonwoo. Selain karena ia anak bungsu yang sangat disayang, ketahanan tubuh Wonwoo sangat berbeda. Apalagi ia benar-benar seperti anak kecil yang begitu polos dan menggemaskan.

"Hyung, di mana Mama?" tanya Wonwoo saat sudah berada di ruangan keluarga.

Jisoo, Jeonghan dan Seungcheol yang sedang duduk di sofa langsung menoleh. Mereka tidak perlu bertanya Wonwoo bertanya pada siapa. Meski mereka memanggil Heechul dengan sebutan berbeda, tapi Wonwoo menyamakan ketiganya.

"Kaa-chan sedang ada urusan sebentar Won-chan. Kemarilah duduk di sebelah Nii-chan!" ajak Jeonghan pada adiknya. Tapi jangankan menurut, menoleh pun Wonwoo enggan. Hanya diam dengan wajah yang ditekuk.

"Won-ie tidak mau Hanie Hyung. Won-ie mau Mama."

Kali ini giliran Jeonghan yang menekuk wajahnya. Ia sudah mengajarkan Wonwoo untuk menyebutnya berbeda. Tapi Wonwoo sama sekali tidak pernah mau melakukannya.

Di banding dengan Jisoo dan Seungcheol, ia paling lama menghabiskan waktuya bersama Wonwoo selama di Jepang. Karena Jeonghan tetap menyelesaikan pendidikannya di tempat ibu dan adiknya tinggal.

"Aigoouri dongsaeng-ie sedih karena tidak ada eomma, hem? Kemarilah! Hyung baru saja menemukan kafe yang menjual cheese burger yang enak."

Tanpa dipinta kedua kalinya, Wonwoo langsung mendekati Seungcheol. Membuat pemuda paling tua itu memasang senyum kemenangannya. Ia tahu Jeonghan dan Jisoo kesal karena Wonwoo memilih bersamanya.

"Jadi Won-ie boleh memakannya, Cheol-ie Hyung?"

"Tentu saja," jawab Seungcheol semangat. Ia duduk dengan melebarkan kakinya. Menuntun Wonwoo untuk duduk di antara kedua pahanya.

"Lihatlah ini! Kita bisa meminta Eomma untuk ke sana lain waktu." Seungcheol menunjukkan ponsel di tangannya. Sedangkan tangan lainnya ia gunakan untuk memeluk sang adik dari belakang.

Wonwoo tidak bisa menyembunyikan rasa senangnya. Matanya tampak berbinar memandangi ponsel yang Seungcheol pegang. Tampaknya, Seungcheol sangat paham cara menaklukkan Wonwoo yang berada dalam mood yang tidak baik.

Dari jarak sedekat itu, memudahkan Seungcheol untuk mencium pipi adiknya. Dan Wonwoo tidak keberatan meski Seungcheol mencium pipinya berulang kali. Membuat Jeonghan mencebikkan bibirnya kesal.

Namun lain halnya dengan Jisoo. Pemuda yang baru saja menjabat sebagai CEO di salah satu perusahaan Heechul itu tenang dengan gadget-nya. Padahal biasanya, ia sangat over protektif pada si bungsu.

"Soo-ya, kenapa kau tersenyum mengerikan seperti itu?" tanya Jeonghan curiga saat melihat Jisoo tersenyum.

Senyum mengerikan yang Jeonghan maksud bukan dalam arti sebenarnya. Karena Jisoo justru tersenyum manis dan begitu tenang. Namun Jeonghan terlalu memahami semua saudara-saudaranya.

"Baby, bagaimana kalau kita liburan? Memancing, memanggang, bersepeda, dan bermain apapun sepuasnya?" tanya Jisoo pada Wonwoo yang masih asyik dengan ponsel Seungcheol.

"Liburan? Kita liburan Hyung-ie?" Wonwoo bertanya balik. Mata sipitnya tampak berbinar seperti puppy yang begitu menggemaskan.

"Iya, dan kita menginap di salah satu villa milik Mommy."

"Woaah… benarkah? Villa yang membuat kita bisa melihat pegunungan itu?"

Wonwoo langsung berdiri dari duduknya. Membuat Seungcheol memberikan tatapan membunuhnya. Dan bukan Jisoo namanya jika terpengaruh. Ia tetap tersenyum lembut menanggapi pertanyaan Wonwoo. Namun Jeonghan dan Seungcheol tahu Jisoo tersenyum penuh kemenangan di balik senyum lembutnya.

"Itu benar. Kita pernah ke sana beberapa tahun yang lalu. Hyung sudah membicarakannya dengan Mommy. Dan Mommy setuju karena udara segar baik untuk kesehatanmu, baby."

"Shua Hyung yang terbaik," pekik Wonwoo girang. Ia langsung duduk di pangkuan Jisoo. Mengecup pipi sang kakak berulang kali.

"Dia pasti sudah tertawa seperti setan di dalam hatinya," geram Jeonghan yang hanya bisa memandang dari tempat duduknya.

.

.

Seungcheol meraba ponselnya dengan mata setengah terbuka. Jam di ponselnya menunjukkan pukul setengah sebelas malam. Awalnya ia hanya berniat untuk beristirahat, tapi sepertinya ia ketiduran.

Dengan masih mengantuk, ia memperhatikan sisi ranjangnya. Biasanya ia akan mendapati Wonwoo tidur dengan memeluk guling di sebelahnya. Tapi ia tidak menemukan wajah polos yang sering menemaninya tidur.

"Di mana Won-ie? Apa ia tidur dengan Joshua?" batinnya.

Mencoba menahan kantuknya, ia mendial nomor Jisoo. Karena terlalu malas bergerak ke kamar Jisoo langsung.

"Jo, uri Won-ie tidur bersamamu?" tanyanya.

"My baby… tidak berada di—"

"Apa?" teriak Seungcheol.

Jisoo yang juga masih setengah terpejam langsung terperanjat. Kantuknya langsung menguap karena suara teriakan Seungcheol.

"Jadi di mana uri Won-ie, Jo? Kemarin malam Won-ie sudah tidur dengan Jeonghan. Jadi malam ini seharusnya tidur bersama di antara kita berdua."

Jisoo langsung memutus telefon secara sepihak. Ia melompat dari ranjangnya tanpa menunggu lanjutan Seungcheol. Mereka berdua tahu Wonwoo tidak bisa tidur seorang diri. Dan mereka semua tahu Wonwoo tidak mau tidur dengan Heechul semenjak mereka pindah ke Gangnam.

Seungcheol dan Jisoo sama-sama keluar dari kamar. Tujuan mereka adalah kamar Jeonghan. Mereka berharap menemukan Wonwoo di dalamnya.

"Jeonghan, apa Wonwoo—"

Ucapan Seungcheol terputus begitu saja. Di kasurnya, Jeonghan tengah sibuk menelfon sambil terus tersenyum seperti orang idiot.

"Kalian tidak sopan. Memasuki kamarku tanpa izin. Seharusnya kalian—"

"Jadi Won-ie tidak bersamamu?" pekik Seungcheol.

Sontak, Jeonghan langsung menghentikan omelannya. Ia justru terdiam dengan wajah bodoh andalannya. Lagi-lagi ia begitu lamban untuk berpikir.

Mereka berdua langsung terburu-buru menuju kamar Wonwoo. Jeonghan yang baru sadar dengan keadaan juga ikut melompat dari kasur. Akan sangat membahayakan kalau adiknya menghilang di tengah malam seperti ini.

Saat pintu kamar itu terbuka, mereka langsung menghela nafas lega. Mereka bersyukur menemukan adik mereka duduk manis di atas ranjangnya.

"Ternyata Won-ie di sini," ucap Seungcheol sambil tersenyum lega.

"Won-ie mau tidur tapi Cheol-ie hyung dan Shua hyung sudah tidur. Won-ie di sana, hyungdeul tidak mau membuka mata menemani Won-ie. Hanie hyung juga tidak mau menemani Won-ie. Lebih memilih berbicara dengan orang lain," adu Wonwoo dengan wajah sedihnya. Bibirnya melengkung ke bawah membuat ketiganya merasa bersalah.

"Sorry baby."

"Mianhae Won-ie."

"Gomen ne Won-chan," ucap mereka berbarengan sembari mendekati ranjang Wonwoo.

Karena ranjang Wonwoo memang berukuran cukup besar, ketiganya naik ke atasnya. Seungcheol berada di pinggir paling kiri. Diikuti Jisoo di sebelah kanan. Dan Jeonghan tepat di samping Jisoo. Jadi Wonwoo berada di tengah-tengah Seungcheol dan Jisoo.

"Sekarang tidurlah. Hyung akan menemani Won-ie."

Wonwoo mengangguk. Remaja berkulit putih itu membaringkan tubuhnya. Diikuti Seungcheol dan lainnya. Namun ia tidak langsung memejamkan mata, karena Wonwoo belum merasakan kantuk.

Mereka berempat berbaring dengan tenang. Memilih posisi telentang dengan memandang langit-langit kamar. Sesekali suara berisik karena Jeonghan meminta bertukar tempat dengan Jisoo. Namun langsung saja ditolak mentah-mentah.

"Hyung-ie, jatuh cinta itu seperti apa?" tanya Wonwoo lirih. Namun tetap didengar ketiganya.

Sontak saja, Jisoo dan Seungcheol langsung mengalihkan pandangannya. Memandang Wonwoo dengan wajah terkejut. Jeonghan yang berbaring di samping Jisoo, mengangkat sedikit kepalanya. Merasakan keterkejutan seperti yang dirasakan Jisoo dan Seungcheol.

"Kau mengatakan apa, baby?" Jisoo bukan tidak mendengar. Hanya ingin memastikan kalau pendengarannya salah.

"Won-ie ingin merasakan jatuh cinta Hyung," ucap Wonwoo polos.

Ketiganya memasang wajah horror. Kalimat Wonwoo justru lebih menyeramkan dari semua film horror yang pernah mereka tonton.

"Kenapa Won-ie bertanya seperti itu?" tanya Seungcheol yang mulai gusar.

"Won-ie sudah lima belas tahun Hyung-ie. Jadi sudah boleh jatuh cinta kan? Won-ie ingin tahu seperti apa rasanya."

Pertanyaan Wonwoo membuat tenggorokan mereka tercekat. Rasanya kering hingga susah menelan saliva. Bahkan mereka tidak bisa membayangkan kalau sampai adiknya benar-benar jatuh cinta.

"Baby, sekarang tidurlah. Hyung akan menyanyikan lagu penghantar tidur."

"Tapi—"

"Nii-chan tidak akan membantu Won-chan untuk bisa makan cheese burger lagi kalau Won-chan tidak mau tidur," ancam Jeonghan yang sudah hampir kehilangan ide.

Meski cemberut, Wonwoo tetap mengangguk dan mencoba memejamkan matanya. Tidak bisa makan cheese burger adalah mimpi buruk baginya. Selama ini Jeonghan yang selalu membantunya untuk mendapatkan makanan kesukaannya.

"Soo-ya, aku ditengah," pinta Jeonghan pada Jisoo.

"Diamlah! Aku mau menidurkan my baby."

"Aku juga bisa bernyanyi untuknya," protes Jeonghan yang tidak ditanggapi Jisoo.

"Jangan memelukku seperti itu Jeonghan-ah. Kau peluk Seungcheol saja."

"Dia terlalu jauh. Tidak ada ruang kosong di sampingnya. Karena kau tidak membiarkanku memeluk Won-chan, jadi terima akibatnya," ucap Jeonghan sambil tersenyum evil. Melupakan sejenak julukannya sebagai angel.

Mereka berempat mencoba memejamkan mata dengan Wonwoo yang berada dalam dekapan Seungcheol dan Jisoo. Suara lembut Jisoo membuat mata Wonwoo mulai memberat. Namun tidak dengan ketiganya. Jisoo, Jeonghan dan Seungcheol justru masih memikirkan ucapan Wonwoo.

"Aku akan menjaga Won-ie dari predator di luar sana. Aku tidak akan membiarkan siapapun meracuni kepolosannya."

"Tidak akan ada yang boleh menyentuh my baby sedikitpun. Aku tidak akan membiarkan siapa saja mendekati my baby."

"Won-chan tidak boleh jatuh cinta. Hatinya tidak boleh terisi oleh orang lain lagi. Aku akan mengawasinya lebih ketat," batin ketiganya.

.

.

=TBC=

Fict ini hanya untuk kalian yang bisa menerima karakter Wonwoo dalam ff ini. Hanya untuk kalian yang bisa membayangkan Wonwoo jadi anak yang polos dan menggemaskan.

Jangan pusing karena sebutan mereka yang berbeda-beda. Anggap aja keanehan keluarga itu. :D

Aku suka denger orang Jepang nyebut ibu mereka Mama. Lebih akrab di telingaku. Seperti temannya temanku. Dia nyebut ibunya Okaa-chan, tapi adiknya nyebutnya Mama. Jadi aku terinspirasi.

I Hear U dan Yang Tersembunyi di update secepatnya. Kebetulan bulan ini aku lagi minim kegiatan, makanya post ff baru. So, tunggu aja ya ^_^