Dimalam dengan bulan yang menggantung bagai mata kucing, seolah mengawasi tiap gerik makhluk dibawahnya yang tidak pernah diam. Gemerlipnya menyerupai bintang dalam kisah ini, dialah Sang Pengawas. Menyaksikan sebuah drama yang dimainkan oleh anak-anak manusia.
Suatu malam, ditengah musim dingin yang menjadi latar, tirai Takdir dibuka perlahan. Ingin mengisyaratkan bahwa kisah ini tidak semudah menendang krikil ditepi jalan usainya.
…
In The Christmas Tree
WonKyu
Crime (?), Family (?), Romance, Hurt (?)
…
…
Seorang pemuda memasukkan kedua tangannya kedalam saku jaketnya yang lusuh. Menyusuri jalan-jalan Ibukota yang tidak pernah renggang. Wajahnya tidak begitu tampak karena atasan jaket yang digunakan menutup sampai hidung bangirnya. Selain itu, topi biru yang dia gunakan semakin menyembunyikan paras tampannya.
Kaki jenjangnya semakin melangkah cepat saat bulir-bulir putih turun secara perlahan ditiap celah kota. Salju kembali turun.
Grep!
Tubuh bidangnya sedikit terhuyung kedepan saat seseorang dengan tiba-tiba merangkul pundaknya dengan cukup kuat. Dia mendesah. Kebiasaan dari rekan kerjanya itu seringkali membuatnya kesal.
Dia menoleh, dan senyum jahil menyapanya. Bibirnya berdecak pelan.
"Jangan kesal begitu. Kau tahu, aku baru mendapatkan informasi menarik dari Master."
"Mwo?" Tanyanya datar, kembali melanjutkan perjalanannya menuju tempat kerja.
"Kau ingat para Yakuza yang datang tempo hari?"
"Hm."
"Mereka memberikan penawaran menarik pada Master. Penawaran ini bernilai jutaan won jika kau mau ikut serta."
Kaki-kaki mereka berbelok ketika sampai pada sebuah tikungan dengan jalan yang temaram dan cukup sepi.
"Penawaran apa?"
Laki-laki yang tengah merangkul pundak si pemuda tersenyum ketika merasa ada ketertarikan yang tampak. Dibisikkannya sesuatu pada telinga pemuda itu sembari menyeringai, yang sontak menghentikan langkahnya.
"MWO?!"
.
.
.
20, December 2013
"Umma, Kyu mau cokelat~" seorang anak laki-laki merengek pada sang ibu ketika tadi dia melihat seorang anak perempuan sedang melahap sebatang cokelat sampai belepotan disekitaran bibir kecilnya.
"Tadaa~" Sang Noona tidak tahan dengan rengekan imut adik laki-laki kesayangannya lantas mengambil sebatang cokelat dan memberikannya.
"Ahra! Gigi-gigi Kyuhyun baru mulai tumbuh." Gertak sang ibu, yang sedang memasukkan tiga kotak susu rasa cokelat untuk putranya kedalam troli belanja.
"Aiii~ Sebatang cokelat tidak akan membuat Kyuhyun ompong, Umma." Balas sang Noona cuek.
"Tapi dokter bilang untuk tidak memberikan makanan manis dulu karena perkembangan gusinya nanti bermasalah." Kini wanita itu mengambil daging sapi.
Ahra masih acuh pada ucapan sang ibu dan tetap mengambil beberapa cemilan untuknya dan untuk Kyuhyun. Umma-nya itu memang cerewet sekali kalau sudah menyangkut si bungsu. Sedang yang menjadi objek pembicaraan masih dengan khusyuknya mengulum cokelat, sampai tepi bibirnyapun belepotan.
Acara belanja hari itupun usai setelah membawa dua troli berukuran besar pada kasir. Memang banyak, karena untuk pesediaan musim dingin. Nyonya Cho berdalih dengan alasan tidak akan sempat nantinya untuk berbelanja lagi jika mendekati natal. Pasti pusat perbelanjaan akan sangat padat.
Selesai dengan segala macam pembayaran, mereka menggeret berkantong-kantong belanjaan kesebuah kursi dibawa pohon natal berukuran besar, dengan hiasan kemerlip lampu kecil dan gantungan yang lucu seperti boneka salju, topi natal, boneka Sinter Claus dan lainnya.
"Ahra, Kyu, kalian tunggu disini. Ada barang yang Umma lupa beli. Jangan kemana-mana. Sebentar lagi Appa akan datang, arrachi?"
"Nde~" jawab Ahra dan Kyuhyun serempak. Setelahnya Nyonya Cho mengusel rambut ikal putranya dan berbalik kembali memasuki toko yang menjual barang-barang dapur.
Ahra sibuk memainkan ponselnya dan Kyuhyun sibuk dengan snack dan boneka beruang berwarna caramel yang sejak awal dalam pelukannya. Sesekali Ahra menoleh kearah adiknya lalu mengelus rambut ikal Kyuhyun.
"Aigoo~ makanlah pelan-pelan, Kyu. Lihat remah-remahnya sampai seperti ini." Dengan cekatan Ahra beringsut jongkok didepan Kyuhyun dan membersihkan sisa snack yang mengotori baju adiknya.
"Noona, Kyunnie haus~"
"Ah kita lupa membeli minuman tadi. Tunggu disini, Noona akan membeli minuman untukmu. Jangan menerima ajakan orang asing. Kalau orang itu menyakiti Kyunnie, Kyunnie teriak. Arrachi?"
"Hehe. Arrachi, Noona."
"Kyunnie pintar~" Ahra mengecup lembut kening adiknya sebelum beranjak dan menuju sebuah konter yang menyediakan berbagai minuman.
.
.
.
"Ingat, kau hanya perlu membawa anak kecil dan voila! Jutaan won akan kau dapatkan."
Kata-kata sahabat sekaligus rekan kerjanya disebuah bar masih tergiang sampai sekarang. Padahal itu sudah tiga hari yang lalu. Siwon lagi-lagi harus berdecak dan tanpa sadar memasuki sebuah pertokoan yang ditiap sudutnya dihias dengan perlengkapan natal.
Pikirannya mulai bergelut. Sebentar lagi masa sewanya akan habis dan bibi pemilik apartemen mengancam akan mengusirnya jika dia tidak melunasi hutang sewa selama tiga bulan ini dia menunggak.
Biaya hidup di Korea tidaklah murah dan sejak berumur delapan tahun, dia sudah harus bisa menghidupi dirinya sendiri karena semenjak kematian kedua orang tuanya, tidak ada satupun sanak keluarga yang berbelas kasih ingin merawatnya.
Siwon menghela sebentar dan duduk dibawa pohon cemara berukuran besar yang terletak ditengah pertokoan. Pemuda berusia enam belas tahun itu hanya bisa menatap kosong pemandangan didepannya.
Ia iri. Sungguh. Melihat begitu banyak keluarga yang berbelanja bersama, membeli perlengkapan untuk menghias pohon natal. Rasanya dia ingin kembali kedelapan tahun yang lalu, dimana keluarganya masih utuh dan tiap tahunnya merayakan natal bersama diruang keluarga yang sederhana setelah pulang dari Katedral Myengdong.
Pemuda itu menoleh kesisi kirinya dan mata dibalik topi biru itu memandang kaget seorang anak kecil sedang memainkan tangan boneka beruangnya. Pikirannya mulai bergelut. Antara sisi jahat dan sisi baik.
Dia butuh uang untuk meneruskan hidup. Hanya mengandalkan uang gaji dari pekerjaan sebagai bartender tidaklah cukup. Siwon beberapa kali juga sudah mencoba untuk melamar dibeberapa tempat, namun semuanya berakhir dikantor polisi karena sebuah perkelahian.
Dia tidak suka dikasihani. Tapi ada beberapa pelanggang yang membuatnya naik pitam karena sebuah penghinaan.
Cukup lama berperang batin, Siwon menoleh kekanan dan kiri. Keadaan cukup sepi. Lagi pula dia tidak melihat orang tua dari anak kecil ini. Dia berdehem sekilas, menetralisirkan debaran jantungnya. Ini pertama kalinya. Dan sebrandal apapun dirinya, terlibat dalam urusan yang lebih besar seperti ini adalah catatan besar dalam hidupnya.
"Annyeong."
Merasa ada yang berbicara, si anak kecil menoleh, melihat seorang laki-laki seusia Noona-nya sedang duduk disampingnya dan tersenyum.
Matanya berkedip lucu, dan Kyuhyun lupa menjawab salam.
"Dimana Umma dan Appa-mu?"
Bibirnya sedikit mengerucut, "Umma sedang belanja dan Ahra Noona membeli minum. Padahal Kyunnie sudah sangat haus…" jawabnya.
Siwon mencoba untuk sehangat mungkin. Dia lagi-lagi tersenyum, membuat titik di pipinya tercipta. "Hyung juga haus. Kita beli minum bersama, oettae?"
Tampak anak kecil itu sedang berpikir. Telunjuknya mengetuk bibir yang mengerucut imut, membuat Siwon ingin sekali mencubit pipi bulat calon korbannya ini.
Dia ingat kata-kata Umma-nya untuk menunggu disini, tapi dia sendiri sudah sangat haus. Tenggorokannya saja sudah perih karena rasa manis yang tertinggal didalam mulutnya membuat rasa itu berubah pahit.
"Uhm! Kyunnie mau Fruit Punch, ne, Hyung." Anak laki-laki itu tersenyum, membuat pipi bulatnya terangkat dan mata cokelatnya menyipit. Sungguh menggemaskan.
"Palli." Siwon tersenyum semakin lebar melihat anak laki-laki itu, lalu mengulurkan tangannya dan disambut langsung oleh Kyuhyun.
Halus, batin Siwon ketika merasakan kulitnya bersentuhan dengan kulit anak kecil yang digandengnya.
.
.
.
Ahra tersenyum saat pesanannya sudah jadi, padahal sejak tadi dia terus mengomel karena pelayanan yang lama. Gadis itu langsung membawa dua cup Fruit Punch kesukaan adiknya, kembali ke pohon cemara dipusat pertokoan.
Matanya membulat ketika tidak menemukan adiknya duduk disana.
"Omo! Kyunnie-ya!" diputar tubuhya beberapa kali. Mengelilingi kursi yang melingkari pohon natal itu. Adiknya tidak ada!
"Joseumnida, Ahjumma, apa melihat anak laki-laki yang duduk disini?"
"Aniyo. Mianhae." Wanita yang dicegat Ahra pergi.
"Ah, Ahjussi, apa melihat anak kecil duduk disini?"
"Mianhae, aku tidak melihatnya."
Ahra menangis. Dibawa kaki jenjangnya mengelilingi pertokoan, beharap menemukan adik kesayangannya. "Hiks… Kyu, oeddiga? Kyunnie-ya… hiks…".
.
.
.
Bulan yang menggantung dilangit malam itu mula-mula bersembunyi dibalik awan. Kamudian muncul kembali melihat kedua tangan dengan ukuran yang berbeda itu bertautan erat. Bulir putih kembali turun pada malam sebelum natal itu, membuat orang-orang semakin merapatkan jaket mereka.
Senyum yang terukir itu tidak salah. Karena ketika Takdir kembali menampakkan perannya, tidak ada yang punya kuasa untuk menolak apa lagi membantah.
Drama tentang anak-anak Adam itu kembali tersingkap, menampilkan panggung sandiwara yang maha megah bernama Dunia, yang menjadi tempat sebuah cerita singkat antara mereka yang berperan.
Bulan perlahan tersenyum…
…
…
…
T to B to C
…
…
…
Annyeong~~ ^ ^
Sudah berapa lama saya meninggalkan akun ini? :3
Ide sebenernya berasal dari Kayla Omoni, dan saya berusaha ngebut membuatnya sebelum natal nanti.
Terima kasih untuk yang sudah mampir apalagi sampai meninggalkan kesan
Annyeong~ ^ ^v
