Movie
Rise of The Guardians
FanFiction
※THE WORDS※
Story: Ama
Editing: Ami
Disclamer: Rise of the Guardians film based on William Joyce's The Guardians of Childhood book series andThe Man in the Moon short film by Joyce and Reel FX. Peter Ramsey directed the film, while Joyce and Guillermo del Toro were executive producers. Produced by DreamWorks Animation and distributed by Paramount Pictures.
Enjoy Reading
CHAPTER I
"A GIRL"
Dalam kecemerlangan bulan purnama, suatu bayangan hitam bergerombol dari ke dalaman bumi, di sela-sela dinding lubang raksasa di padang tandus—di ujung dunia. Membumbung tinggi ke angkasa menuju hutan, melewati padang pasir, dan melintasi samudera. Mengeluarkan suara koakkan-koakkan yang memenuhi langit malam sementara bayangan-bayangan hitam itu terbang berputar-putar dan cahaya kemerahan memantul di bawah sinar rembulan, seakan membentuk sekelebat-sekelebat bintang merah di langit malam yang dingin membekukan tulang.
Akan tetapi tiupan angin dingin memaksa pandangan menjauhi kepergian bayangan-bayangan itu yang mulai menyebar ke segala arah di tengah-tengah samudera. Seolah ada hentakan keras dengan cepat menembus waktu yang berputar mundur. Kembali melewati padang pasir, menuju hutan dengan lebatnya pepohonan, menciptakan guratan-guratan dalam daging pohon yang lunak, dan mencabik-cabik kulit pepohonan muda di sekeliling hutan rimbun itu. Sinar rembulan yang sebelumnya dimiliki, tiba-tiba dirampas dari pandangan dan diseret ke dalam bayangan gelap ke dalam bumi yang tidak tersentuh oleh sinarnya yang cemerlang.
Di dalam kegelapan yang lembab, berlumpur dan berbau apak lumut, terdengar desisan-desisan, coletehan, gerutuan-gerutuan yang tidak jelas—membahana, menyusup di setiap dinding gua yang gelap. Di bagian terdalam gua, berjejer dua cahaya merah yang bersinar, menggumamkan sesuatu yang tidak jelas dengan suara-suara yang seakan mampu merobek jiwa. Mengeliat dan mencakar-cakar dinding gua, menyisakan ribuan bekas-bekas cakaran di dinding-dinding itu.
"Ukkkkkhhh… sa… sa… kiiiitttt!" desisnya dengan suara serak, mencabik udara lembab dan dingin. "Haah… haah… haah," ia memegang tenggorokannya yang pucat dan kurus. Terlihat garis-garis halus memenuhi permukaan kulitnya, menandakan betapa keringnya kulit itu.
Desahan yang terdengar serak dan beratnya perlahan-lahan semakin terdengar dan semakin membahana, sehingga pada akhirnya berubah menjadi lengkingan keras yang mengoyak udara dan memekakkan telinga. Memaksa dan menyeret pandangan melesat keluar lubang terdalam, membiarkan hidung kembali menghirup udara segar nan dingin dan mengembalikan sinar rembulan yang cemerlang. Namun teriakan yang melengking dengan serak itu tetap terdengar sampai ke langit tanpa awan seolah meledakkan energi dan jiwa kehidupan. Dalam diam, bulan seolah mendengarkan dan menyaksikan, cahayanya semakin cemerlang menerangi lubang di ujung dunia—lubang terdalam dan tergelap di bumi.
※※※
Di kutub utara, di sebuah tebing gunung es—memiliki jembatan alami yang menghubungkan antara gunung es yang satu dengan gunung es yang lain—berdiri menara-menara dan bangunan-bangunan megah serta cahaya-cahaya keemasan yang berpendar di setiap jendela-jendelanya. Bahkan cahaya-cahaya itu tampak berpendar pudar meskipun berada di bawah lapisan tebing es. Bangunan-bangunan itu dicat dengan indah menggunakan warna merah teh, sangat mendominasi daerah sekitarnya yang diselimuti oleh es dan salju putih. Salah satunya terdapat bangunan besar yang memiliki kubah, serta beberapa menara berjejer di sekitarnya. Siapa pun dapat menebak bahwa itu adalah bangunan utamanya. Bangunan-bangunan dan menara-menara itu sesungguhnya tidak terlihat oleh manusia, namun dapat terlihat jika "mempercayainya di dalam hati" bagi insan-insan kecil yang diselimuti oleh mimpi masa kanak-kanak, dan akan melihat bahwa bangunan itu dan penghuninya adalah nyata. Tidak terkecuali mereka, mereka yang terpilih oleh Man in The Moon untuk melindungi anak-anak di seluruh dunia, itulah mereka THE GUARDIANS.
Mereka berlima datang dan berkumpul di aula raksasa itu karena panggilan darurat dari salah satu di antara mereka, hanya saja mereka datang bukan untuk menikmati hangatnya perapian sambil menikmati minuman hangat. Semuanya disebabkan oleh seorang pria berambut putih, berkulit pucat—memiliki senyuman menawan dengan bola mata beririskan biru safir—yang menggenggam sebuah tongkat kayu yang ujungnya membengkok seperti bulan sabit. Keempat teman-temannya menatap tidak percaya kepadanya yang tersenyum tipis setelah ia menceritakan sebuah masalah yang melandanya. Masalah yang membuatnya menekan tombol darurat agar teman-temannya datang dan berkumpul di kutub utara. Saat ini ia tampak menunggu tanggapan dari teman-temannya mengenai masalahnya itu.
"APAAAA?!" teriak salah satu dari mereka dengan suara tinggi penuh emosi, bahunya langsung naik sembari mengepal kedua tangannya dan telinga panjangnya menegang karena amarah. "Kamu menekan tombol darurat itu dan memanggil kami untuk mendengarkan masalahmu, Jack?! Bisakah kalian mempercayai pria ini?" ucapnya jengkel pada ketiga temannya yang lain tentang masalah si pria rambut putih yang didengarnya. Dua di antara mereka mengangkat bahu dan seorang pria kecil yang tubuhnya dipenuhi oleh pasir keemasan membuat visual tanda tanya di atas kepalanya, sehingga si telinga panjang itu menepuk dahinya dan mengeleng-gelengkan kepalanya sembari tertunduk.
"Hey… hey, ayolah Bunny," tanggap Jack menenangkan temannya yang jelas tidak terima dengan alasan perbuatannya, "aku hanya merasa ada sesuatu terhadap gadis itu, sesuatu yang tidak dapat dijelaskan," tambahnya membela diri, meskipun ia sadar bahwa perbuatannya sangat keterlaluan menekan tombol darurat dan memanggil teman-temannya hanya untuk mendengarkan masalahnya.
"Itu masalahmu, Snow Ball, bukan kami!" geram Bunny menekan sambil menjulurkan kedua tangannya ke arah si pria berambut putih itu. "Hohohow, tunggu dulu, apakah kamu jatuh cinta padanya, Jack?" tanya Bunny curiga diiringi senyumannya yang menggoda, membuat ketiga temannya yang lain terhenyak kaget mendengar pertanyaan Bunny yang blak-blakan.
"APA?!" respon Jack tidak kalah kaget dengan ketiga temannya. "Ouou… tidak… tidak, tentu saja tidak! Aku tidak memiliki perasaan itu padanya, tidak!" tolak Jack berdengus dan menggelengkan kepalanya. "Tidak seperti yang kamu pikirkan!" tegas Jack pada Bunny yang masih tampak curiga dengan senyumannya yang menggoda itu.
"Jadi…, apa yang membuatmu bingung? Jika kamu memang merasa tidak jatuh cinta padanya, Jack?" tanya seorang peri berwarna hijau toska mengkilap, terbang mendekati Jack bersama tiga ekor makhluk mungilnya—tampak salah satunya memiliki jambul berwarna emas dan dua lainnya memiliki jambul biru—menepatkan tangannya di bahu kiri Jack sambil memasang wajah khawatir ke arah Jack.
"Aku tidak tahu, Tooth? Sangat sulit untuk menjelaskannya, dan aku juga tidak merasakan hal yang buruk padanya, aku hanya… uugghh," Jack bingung dan kesal, ia memegang keningnya dengan alis berkerut. "Aku tidak memiliki kata-kata yang tepat untuk mengatakannya," tambah Jack.
"Terserah apa yang kamu katakan, Jack," Bunny tidak peduli dengan alasan Jack yang berbelit-belit dan tidak jelas, "aku bisa melihatnya, kamu sangat peduli padanya, dan sekarang kamu mengatakan bahwa kamu tidak bisa menjelaskan apa yang kamu rasakan padanya dengan baik," kata Bunny memperjelas maksud Jack.
"Satu hal yang pasti, Jack," kata seorang pria berjanggot putih yang panjang menutupi dadanya. Ia memakai baju berwarna merah yang lengannya disingsingkan hingga sikunya, tampak sebuah tato di kedua lengannya—khas dengan huruf celtic bertuliskan "naughty" di lengan kanannya dan "nice" di lengan kirinya—ia mendekati Jack sembari diikuti oleh pria kecil dengan pasir emas di seluruh tubuhnya. "Ia membuatmu bingung dan tidak ada kata-kata yang tepat untuk menjelaskan perasaanmu, kecuali… yeah, kamu tahu, hahaha…," tawanya sembari melihat ke arah ketiga temannya yang tampak tersenyum kecil dan tertawa cekikikan karena mengerti maksud dari si pria berjanggot putih itu, "kamu benar-benar jatuh cinta padanya," sambungnya dengan nada rendah yang berat, wajahnya begitu dekat dengan wajah Jack dan jari telunjuknya yang besar menempel di hidung Jack.
Seketika kedua alis Jack langsung berkerut mendengar perkataan pria berjenggot itu, "North…, aku serius!" kata Jack dengan suara rendah, namun terdengar menekan, "sekarang kamu juga berpikiran sama seperti seseorang di sana, Si Ekor Kapas," tunjuk Jack dengan tongkatnya ke arah Bunny yang sedang menertawakan dirinya dan berdengus kesal karena kedua temannya yang lain juga masih menertawakannya, meskipun tidak se-ektrim Bunny.
"Yeah, kamu tahu, ketika seseorang jatuh cinta pada orang lain..., terkadang hal itu membuatnya bingung, dan tidak tahu harus melakukan apa, seperti kamu sekarang, Jack," kata North menjulurkan kedua tangannya ke arah Jack sembari mengangkat bahunya.
"Teman-teman dengar…," ucap Jack mencoba mendapatkan perhatian dari teman-temannya, "aku benar-benar tidak memiliki perasaan yang spesial padanya," kata Jack menegaskan sekali lagi kepada teman-temannya untuk meluruskan kesalahpahaman yang terjadi.
"Jadi…, lalu apa? Mungkin suatu hal yang kecil, yang dapat kamu rasakan darinya, sesuatu yang dapat kamu katakan," North memberi solusi pada Jack, meskipun ia sedikit ragu kalau Jack akan menemukannya.
"Aku tidak yakin, tapi…," Jack agak lama menjawabnya dan tampak berpikir keras, ragu. Jack berjalan ke arah bola dunia , "Aku hanya merasakan… sesuatu… bahwa ia bisa melihatku," sambung Jack dengan alis sedikit berkerut dan seketika membalikkan badan melihat teman-temannya.
Semua teman-taman Jack terpaku diam di tempatnya, mencerna maksud Jack. Tidak lama kemudian mereka tertawa. North tertawa paling keras dengan nada yang berjenjang-jenjang. Bunny tertawa terkekeh-kekeh sambil menumpukan kepalanya dan tangannya memukul-mukul ringan bahu North. Tooth Fairy tertawa tertahan sambil menutupi mulut dengan jari-jemari mungilnya yang diikuti oleh ketiga minifairies-nya. Pria kecil bertubuh pasir emas itu juga tampak tertawa cekikikan, meskipun ia tidak mengeluarkan suara.
"Haaahhh," desah Jack pasrah. Ia memutar bola matanya melihat reaksi teman-temannya yang sedang menertawakannya lebih keras dari sebelumnya. Kini ia merasa seperti seorang badut yang mengeluarkan lelucon konyol.
"Jack… Jack," ucap North berjalan mendekati Jack sambil menggelengkan kepalanya, masih dengan iringan nada tawa, "apakah kamu sedang bercanda?" tambah North dengan tawa yang mulai mereda. "Kamu memang lucu, ceria, dan setiap waktu selalu bersenang-senang, yeah, itulah center-mu, tapi bukan berarti kamu harus bercanda berlebihan seperti itu, " sembari berkecak pinggang dengan sebuah senyuman ceria menghiasi wajahnya.
"Hahaha... itu lucu sekali, Jack, sudah lama aku tidak tertawa seperti ini," ucap Bunny dengan nafas yang tertahan di bawah perutnya.
"Kalian bisa menertawakanku seperti itu karena kalian belum pernah bertemu dengannya… oh bukan, melihat dari kejauhan misalnya atau mungkin kalian ingin mendekatinya," ucap Jack mulai sakartis dengan penekanan dalam intonasi suaranya, "sebab… kalian tahu, dia tidak bisa melihat kalian… yang kasatmata," tambah Jack mulai bosan dengan tingkah teman-temannya terutama Bunny.
"Koreksi! Maksudmu kita, Jack!" Bunny mendengus seiring dengan tawa kecil, menunjuk Jack dengan salah satu jari kelincinya yang besar dan berkuku runcing sedikit mencuat dari sela-sela ujung jarinya sembari memiringkan kepalanya kesatu sisi. Seakan terdengar membalas ejekan Jack, meskipun yang dikatakannya adalah kebenaran.
Jack hanya bisa memandang Bunny datar tanpa ekspresi, karena memang ia tidak dapat membalas perkataan Bunny. Itu membuat Jack kesal, ia tahu itu adalah kenyataannya.
"Maaf Jack, bukan bermaksud begitu, hanya saja itu mustahil," ucap Tooth sambil menggenggam jari-jemarinya secara bersilang di depan perutnya, "seperti yang kamu katakan sebelumnya bahwa ia adalah gadis yang berumur sekitar balasan tahun dan kamu merasa ia bisa melihatmu," jelas Tooth dengan sopan sambil terbang mendekati Jack. "Tidak ada yang bisa melihat kita kecuali anak-anak yang mempercayai keberadaan kita, Jack," tambahnya lagi.
"Aku tahu itu, Tooth," kata Jack pelan, kepalanya tertunduk dengan ekspresi sedikit kecewa.
Ia membalikkan badannya, berjalan sembari melihat bola dunia yang dihiasi bintik-bintik cahaya emas di setiap pulau-pulaunya. Cahaya-cahaya dari anak-anak yang mempercayai keberadaan mereka. Tampak bola matanya bersinar keperakan menatap bola dunia itu karena terpaan dari sinar bulan melalui jendela besar persegi di kanan atas kubah. Kedua alisnya bertaut diiring dengan bibirnya yang mengatup rapat, menghirup udara dalam-dalam, kemudian menghembuskannya dengan panjang. Ia pun tertunduk menatap lantai.
"Rasanya itu akan luar biasa jika seandainya ia bisa melihatku, melihat kalian…, kita bisa berbicara dan berbagi tentang sesuatu yang baru dengannya," tambah Jack menongak ke arah bulan yang bersinar cemerlang di malam yang cerah tanpa awan di kutub utara. Ia cukup lama memandanginya seolah meminta kepastian terhadap apa yang ia rasakan.
"Jack…, tugas kita sebagai guardian adalah untuk menyenangkan dan melindungi anak-anak, bukan mengharapkan hal-hal yang mustahil seperti itu," kata North mengingatkan Jack.
"Tidak," balas Jack dengan nada sedikit meninggi, membalikkan badan menghadap teman-temannya, "tidak seperti itu, maksudku… kita tentu tetap melakukan hal itu. Aku hanya ingin melakukan sesuatu yang berbeda disamping kita menyenangkan dan melindungi anak-anak," jelas Jack emosional, tampak dari raut wajahnya yang gelisah, "ketika aku memiliki waktu luang dan ketika aku menginginkannya," tambah Jack memalingkan wajahnya ke arah lain sambil menghembuskan nafas panjang, lagi.
Semua teman-temannya terdiam di tempat mendengarkan Jack, ekspresi mereka tampak kebingungan dan kehilangan kata-kata untuk membantunya atau sekedar menghiburnya. Jack tertunduk dan melihat huruf kapital G yang setiap sisinya memiliki ketajaman dan runcing di lantai. Ia tepat berdiri di tengah simbol guardian yang bentuknya seperti pentagram yang di bawahnya terdapat Guardian Of Stone—matanya terpejam—suasana di ruangan utama itu sedikit tegang dan sunyi karena terpangaruh oleh perasaan Jack. Keempat teman-temannya menatap Jack dengan cemas.
"Selama ini kita melakukan hal-hal untuk menyenangkan anak-anak… dan itu baik, aku juga melakukannya dengan senang hati karena tanggung jawab itu tidak jauh dari apa yang menjadi kesenanganku," Jack menongak dan tersenyum kepada teman-temannya, senyuman yang mulai merekah dari rasa gelisah yang melandanya dan sedikitnya ada perasaan lega karena teman-temannya tetap mau mendengarkan masalahnya. "Aku sama sekali tidak terbebani dengan hal itu. Fun adalah center-ku, meskipun dari awal aku menyanggah ketika aku ditunjuk sebagai seorang guardian, sampai aku menyadari sebuah perasaan yang membahagiakan ketika melihat wajah anak-anak yang dengan polosnya menikmati permainan dan pertunjukanku," Jack tersenyum yang dibalas oleh keempat temannya. "Tapi… kita terlalu sibuk untuk satu atau dua hal saja, sehingga kita menjalani hal yang sama setiap harinya. Aku… hanya ingin seseorang yang dapat berbagi cerita denganku, tidak hanya dengan kalian, baik sebagai teman maupun sebagai seorang guardian," kembali wajah Jack terlihat sedih dengan senyum tipis.
"Mungkin yang kamu katakan itu ada benarnya, Jack," kata North menyentuh leher belakangnya, "selama ini kita memang tidak selalu sering bertemu karena kesibukan masing-masing. Kecuali kamu Jack, jika kamu ada waktu luang, kamu selalu mengunjungi kami. Kita saja sudah begitu sulit untuk saling bertemu bersama, apalagi jika kamu mengharapkan orang lain di luar sana, Jack," tambahnya memberikan pengertian kepada Jack.
"Itu jelas mustahil, Mate!" timpal Bunny. "Maaf, aku bukan bermaksud mematahkan harapanmu, aku hanya mengatakan kenyataannya," tambah Bunny dengan cepat agar Jack tidak tersinggung dengan perkataannya.
Jack tersenyum yang tampak dipaksakan, "Tidak apa-apa, Bunny," seraya menoleh ke arah Bunny, "aku… aku harus pergi sekarang. Ada sesuatu yang harus aku lakukan, terima kasih telah datang untukku," ia membalikkan badannya, berjalan, dan terbang melewati bola dunia. Kemudian keluar dari jendela persegi di atap kubah yang menampilkan visual bulan memancarkan sinarnya yang terang benderang di langit malam. Keempat guardian lain hanya bisa memandang kepergian Jack dalam diam.
"North, apakah ia akan baik-baik saja?" tanya Tooth tampak khawatir.
"Ia akan baik-baik saja, Tooth, ia akan bisa mengatasinya," kata North menenangkan Tooth yang mulai khawatir kepada Jack.
"Aku harap begitu," kata Tooth tetap cemas.
Pria kecil yang tubuhnya dipenuhi pasir berwarna emas mendekati Tooth dan menepuk-napuk punggung Tooth dengan lembut untuk menenangkan sang peri.
"Terima kasih, Sandy," ucap Tooth membalas senyuman Sandy.
※※※
Jack terbang dengan perasaan bingung dan rasa penasaran di hatinya. Ia tidak ingat kapan ia begitu penasaran dengan seseorang yang menarik perhatiannya itu. Seorang gadis yang umurnya diperkirakan Jack sekitar belasan tahun. Ia adalah pendatang baru di sekitar tempat tinggal Jamie, dan tinggal di rumah besar seorang kakek yang dahulunya adalah seorang sutradara film hollywood, serta sifat si kakek yang ramah membuat masyarakat di sana mengenalnya, termasuk Jack sendiri.
Karena gadis itu pendatang baru di Kota Burgess, tidak semua orang mengetahuinya secara baik, begitu pun Jack, hanya sedikit yang ia ketahui tentang gadis itu ketika ia meminta Jamie menanyai mengenai gadis itu kepada ibunya. Ternyata gadis itu sempat tinggal di sana sampai berumur delapan tahun, namun ia dibawa oleh pamannya ke California karena suatu sebab. Selain informasi itu, Jack tidak dapat menemukan infomasi yang lainnya mengenai gadis itu.
"Haah," Jack mendesah, berusaha meringankan perasaannya yang terasa berat karena rasa penasaran yang menggerogotinya.
Kemudian ia turun di salah satu atap rumah dan duduk di sana. Ia menongak melihat bulan yang kini tampak ditutupi sedikit awan. Langit yang sedikitnya tidak secerah di kutub utara, namun sinarnya tetap terang. Ia kemudian menumpukan kepalanya ke tongkat miliknya dengan tetap memandang bulan sembari berdesah lemah. Tidak lama kemudian ekspresinya berubah seolah ingin bertanya kepada bulan di atas sana, tapi ia mengurungkan niatnya dan akhirnya ia tertunduk—bola matanya bersembunyi di balik rambut poninya yang putih—tampak bibir merahnya namun pucat itu mengatup dengan rapat sampai ia menggigit bibirnya. Sesaat kemudian ia melepaskan gigitannya, kemudian ia menongak kembali memandangi bulan. "Bisakah… bisakah kamu katakan padaku, apakah ia bisa melihatku? Karena aku tahu, kalau kamu mengetahui tentang dirinya, kamu mengetahui apa yang sedang ia lakukan?" Jack akhirnya bertanya.
Jack menunggu jawaban dari bulan sambil sedikit mengernyitkan matanya memandangi bulan, sampai ia menyadari bahwa sang Bulan tetap diam dan tidak menjawab pertanyaannya."Please…," mohon Jack, sang Bulan tetap diam, hening. "Kenapa kamu tidak ingin mengatakannya padaku? Kamu selalu seperti itu jika aku bertanya tentang sesuatu kepadamu!" ucap Jack sedikit meninggikan suaranya sambil berdiri dari duduknya dan tampak mulai kesal. "Please… apapun tentang dirinya yang kamu tahu!?" mohon Jack lagi, ia sesekali berdecak kesal seraya memejamkan matanya rapat hingga menimbulkan kerutan di dahinya. Giginya bergemeretak pelan menahan emosinya karena merasa diabaikan oleh sang Bulan. Jack dengan sabar tetap menunggu jawaban, namun kumpulan-kumpulan awan sedikit menutupi sinarnya, seolah menolak untuk menjawab permohonan Jack. Kedua alis Jack langsung bertaut dalam karena merasa kecewa kepada sang Bulan, "Baiklah," ucapnya menekan, "aku akan mencari tahu tentangnya… sendirian!" ia membalikkan badan kemudian ia terbang kembali.
Bulan memancarkan cahayanya yang terang ketika kumpulan-kumpulan awan menyingkir di sekitarnya menampakkan bentuknya yang bulat dan indah dengan cahayanya yang terang begitu cemerlang, seolah tersenyum penuh arti melihat kepergian Jack. Saat ini di hati Jack, yang ada hanya rasa penasaran yang mengerogotinya. Pada awalnya ia mengharapkan sang Bulan menjawab pertanyaannya, tapi ia menyadari bahwa melihat sikap sang Bulan yang mengabaikan dirinya itu membuktikan bahwa ia tidak memiliki niat untuk memberitahukannya, sehingga ia sendiri yang akan mencari jawabannya dengan terbang menuju ke rumah Si Gadis. Tidak butuh waktu lama bagi Jack untuk tiba di sana, ia turun di atas pagar beranda di lantai dua rumah besar itu hingga membuat permukaan pagar beranda membeku membentuk liukkan motif cantik keperakan ketika ia menginjaknya. Berandanya membentuk setengah lingkaran yang ukurannya lumayan besar dengan ukiran ornamen tanaman bunga dan daun di setiap sudutnya, jendelanya besar berbingkai putih juga dihiasi oleh ornemen, dan ventelasinya yang berbentuk segitiga berhias liukan simetris dengan sebuah lingkaran di tengah-tengah segitiga. Jendela yang seolah terlihat seperti bingkai foto raksasa.
Jack berjalan menuju jendela, berusaha untuk mengintip ke dalam karena lampu ruangan yang padam. Tapi tiba-tiba, kaca jendela itu membeku membentuk motif-motif dengan desisan-desisannya yang pelan karena merespon emosi Jack yang dipicu oleh rasa penasarannya mengenai Si Gadis yang memenuhi pikirannya. Keningnya langsung bertaut ketika menyadari hal itu.
"Sepertinya ia sudah tidur," ucap Jack menduga sambil melayang mundur ke belakang dan akhirnya ia duduk di pagar beranda menghadap jendela besar berbingkai putih itu.
Pikiran Jack menerawang menembus waktu, ke masa ketika dirinya sedang bermain lempar bola salju bersama teman-teman kecilnya: Jamie, Sophie, Pippa, Cupcake, Caleb, Claude, dan Monty di tempat yang tidak jauh dari rumah Jamie. Ia ingat melihat gadis itu duduk di bangku taman tempat mereka bermain, dan di sana pertama kalinya Jack melihat gadis itu.
Bersambung...
