Assalamu'alaikum!:)
NarutoMasashi Kishimoto
Chara: anggota Akatsuki, Sasori, Sakura, Sasuke, Naruto, Ino, Sai (akan muncul seiring dengan waktu)
Warning: masih ada typo, kadang saya buat cerita setengah hati karena tiba-tiba ilang ide di tengah cerita, kurangnya latar, tema pasaran, OOC, dan masih banyak lagi:'))
TOKOH UTAMA [AKASUNA NO SASORI]
A.K.A BOCAH
Wkwkwk~
Genre: friendship, semi-humor, kid story
Selamat membaca~
;D
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
_KIDS STORY_
Hangatnya sinar matahari mulai menembus sela-sela jendela yang tidak tertutup rapat, sedikit mengganggu kelopak mata besar yang saat ini tertutup rapat. Biar kita lihat di luar sana, saat kicauan burung yang bersuka ria memulai pagi untuk mencari makan, malah membuat seorang bocah bergumam kesal dalam tidurnya karena merasa terganggu oleh kicauan berisik itu. Surai merah gelapnya semakin berantakan saat tangan mungilnya menggaruk kepala kasar, lalu kembali merapat selimut sebelum setelahnya memeluk guling.
Suhu dingin dipagi hari, adalah salah satu dari sekian hal yang membuat seorang Akasuna Sasori cilik terperdaya. Lihatlah, kasur adalah medan magnet yang sangat kuat saat pagi hari.
Terdengar derit pintu dari kamarnya. Menampakkan seorang wanita bersurai coklat dengan lipatan baju yang menumpuk di tangan. Wanita itu menampilkan senyum lembut, berjalan perlahan tanpa suara menuju lemari si-Sasori cilik. Merapikan beberapa pakaian Sasori sebelum benar-benar mendekati ranjang putranya.
Wanita itu membuka gorden jendela. Membuat banyak cahaya menembus kamar luas Sasori yang sebelumnya gelap, sekaligus menerangi muka Sasori yang tidak terlindungi oleh apapun. Sasori yang merasakan silau dalam tidurnya merengek manja, lalu menarik selimut untuk menyembunyikan mukanya.
Kaa-san Sasori terkikik geli melihat tingkah putranya. "Sa-kun, bangun sayang~" wanita itu menggoyang dengan lembut pundak putranya. Sasori menggeliat, namun tak mengindahkan tubuh kecilnya untuk beranjak barang sejengkal.
"Ini sudah pagi Sa-kun, ayo bangun~" nada lembut kembali terdengar.
Saat wanita itu membuka perlahan selimut Sasori, bocah berumur lima tahun itu kembali menggeliat, kelopak yang masih tertutup mengerut, iris hazelnya yang tersembunyi bergerak gelisah.
"Kaa-chan, Sasori masih gamau bangun," rengek Sasori yang tidak ingin membuka mata.
Kaa-sannya menggeleng-gelengkan kepala tidak setuju. Lalu menjepit hidung Sasori gemas. Awalnya Sasori tenang saja, namun semakin lama ia gelisah dalam tidur, ia menggerak-gerakkan tubuh walau matanya masih terpejam, sampai—
"—Uwah!!" Hazelnya muncul berkilau dari persembunyian. Wanita itu melepaskan jepitan di hidung putranya, membiarkan Sasori mengambilnya nafas banyak. Sasori bangun dari tidur, sudah tidak merasa ngantuk lagi, tergantikan dengan rasa kesal.
"Kaa-chan, Sasori susah nafas," ucap Sasori yang kesal. Pipinya yang tembem memerah lucu, kaa-sannya jadi gemas untuk mencubit pipi Sasori. Sasori dicubit mengaduh kesakitan, padahal cubitan kaa-sannya tidak sakit, ia hanya manja saja pada kaa-san.
"Aa, Kaa-chan Sasori gamau dicubit!"
Wanita itu tertawa, sesaat setelah merajuknya Sasori terganti dengan rengekan manja minta digendong. Wanita itu menurutinya dan mengendong tubuh kecil Sasori. "Sa-kun, kan udah gede? Kok masih minta gendong,"
Sasori menggelengkan kepala, menyembunyikan mukanya di cekuk leher kaa-san. Ia masih ingin digendong.
"Sasori masih kecil, nanti kalau Sasori udah bosen digendong, baru Sasori sudah besar Kaa-chan," wanita itu lagi-lagi dibuat tertawa mendengar ucapan polos putranya. Sangking gemasnya, ia sampai mencolek hidung mancung yang saat ini masih mungil kepunyaan Sasori.
Wanita itu menurunnya Sasori di depan kamar mandi. "Kaa-chan siapin seragam buat Sa-kun dulu ya, udah tidak ngantuk kan? Yang semangat ya, kan kemarin Sa-kun sendiri yang semangat empat lima suruh kaa-chan bangunin Sa-kun pagi-pagi sekali buat persiapan rekreasi."
Korneanya melebar kaget, Sasori hampir melupakan sesuatu yang seru! Muka bocah lima tahun itu tetiba bersinar cerah. Memeluk kaki kaa-sannya semangat.
"Oh iya Sasori lupa! Uwah, Sasori nggak sabar Kaa-chan. Ayo Kaa-chan, Sasori ingin mandi, Sasori ingin mandi!"
Wanita itu mengangguk, Sasori yang digandeng memasuki kamar mandi senang-senang saja, apalagi jika bermain bebek-bebek kecil yang bisa mengambang di bathtubnya, lalu saat ditekan mengeluh suara 'picha' yang Sasori sangat suka.
Jika berurusan dengan mandi, Sasori jagonya, ia sampai tahan satu jam bermain dengan busa dan berenang-renang dalam bathtub lebih dari satu jam. Kadang ia membuat kumis dan jenggot samaran dengan busa, atau mengumpulkan banyak busa di atas kepalanya. Membentuk busa itu menjadi gunung di atas surai merahnya. Atau tanpa sengaja memakan gelembung-gelembung yang terbang, dan saat Sasori merasakan sensasi unik yang aneh terkena lidahnya, bocah cilik itu akan langsung memeletkan lidah dengan ekspresi mengerut tidak suka.
Kaa-sannya sampai kewalahan memandikan Sasori. Sampai-sampai Sasori merengek tidak ingin beranjak dari air jika kaa-sannya tidak mengingatkan Sasori tentang rekreasi. Sasori pun menurut—walau aslinya sangat berat meninggalkan air—dan keluar dengan handuk yang membalut area pinggang hingga kakinya.
Rambut Sasori dikeringkan, dan setelahnya ia memakai seragam sendiri. Lalu turun ke bawah untuk makan bersama. Tou-sannya sudah terlebih dahulu duduk manis di kursi, menunggu Sasori dan kaa-san untuk ikut duduk bersama. Sarapan pun dimulai, dengan Sasori yang terkadang berceloteh dan kaa-san atau pun tou-sannya menanggapi.
Nanti, ia akan rekreasi sekolah tiga hari, lalu kaa-san dan tou-sannya akan ikut. Kata sensei Sasori, orang tua boleh ikut, namun hanya mengawasi dari jauh, tanpa boleh ikut bercengkrama, karena Sasori dan teman-teman akan diajari mandiri dan bersisi sejak dini. Sasori tidak tahu apa itu bercengkrama dan bersosialisasi, ia hanya mengangguk-ngangguk saja sok mengerti.
Bagi Sasori, yang penting jalan-jalannya. Sasori sudah senang.
_KIDS STORY_
Kendaraan-kendaraan besar berjejeran di luar sana, Sasori menoleh ke sana kemari, ia tampak takjub dengan mobil berbentuk persegi panjang yang sangat raksasa. Tubuh kecilnya sampai berasa akan ditimpa oleh kendaraan giant itu. Sasori tidak tahu nama mobil itu saja, jadi ia menyebutnya mobil kotak.
"Tou-san, mau masuk mobil kotak!" tunjuknya ke arah bis yang berada di barisan ke dua, berwarna coklat.
Tou-sannya terseyum. "Saso masuk dulu ya ke sekolah, tou-san sama kaa-san tunggu di sini."
"Eh?" Sasori memiringkan kepala menggemaskan. "Kalian nggak ikut Sasori? Sasori sendirian?"
"Tidak, Sasori kan ada teman-teman. Kaa-san sama tou-san naik mobil lain, nggak naik bus. Sasori disana nanti main-main sama temen, nggak main sama kami," jelas lelaki berambut senada dengan Sasori. Sasori semakin bingung, sampai menggaruk-garuk pipinya.
"Tapi,"
"—Oii Sasorii,"
Teriakan cempreng yang berasa dari kiri Sasori terdengar memengkak telinga. Sasori menoleh, dan mendapati teman pirang dengan rambut panjang diikat kuda berlari sambil melambaikan tangan menghampiri Sasori. Namun tidak lama kemudian, muncul anak dengan rambut hitam ikutan berlari dari arah belakang dan menyenggol teman pirangnya. Teman pirangnya jadi terjatuh, dia mengaduh kesakitan, lalu celingak-celinguk dengan bola matanya yang besar mencari pelaku yang telah menyenggolnya.
"Sasori-chaan, ohayou! Sasori apa kabar?" Sasori menatap bingung anak yang menyapanya.
Deidara—teman pirangnya—yang ternyata sudah berada di depannya, menjitak kesal kening anak berambut hitam. "Hei Tobi, sakit tahu kalau jatuh, un! Jangan dorong-dorongan gitu dong, un. Kau ini juga ngapain pakai topeng segala, un??"
Deidara melepas paksa topeng punya Tobi, membuat wajah Tobi yang polos menatap Deidara ingin menangis.
"Huwaaa, Tobi kan nggak jahat sama Dei-chan, kok Dei-chan jahat. Kembalikan topeng Tobi! Huhuhu," Deidara dan Sasori sweatdrop dengan Tobi yang tiba-tiba nangis. Deidara langsung saja menepuk-nepuk sayang kepada Tobi, sampai tangisnya mereda.
"Deidara, bukannya kau ya yang disakiti sama Tobi? Itu tadi kamu didorong?" perkataan Sasori kecil membuat Deidara melongo, seolah berkata dalam hati. 'iya juga ya' Deidara langsung saja mendorong kebelakang—bahasa mudahnya menjendul—kepala Tobi hingga oleng.
"Kamu gimana sih?! Harusnya yang minta maafkan kau, un," tunjuk Deidara ke muka Tobi, sangat kesal merasa dibodohi. Padahal sendirinya yang bodoh.
Sasori diam saja, ia kan tidak ikut-ikut, cuma ikut lihat saja, sampai tidak sadar kalau dirinya sudah ditinggal oleh kaa-san dan tou-sannya.
Tobi mengusap-usap kelopaknya yang sembab. "Ihh, Tobikan anak baik. Tapi yaudah deh, kata kaa-chan mengalah itu baik, Tobi ingin baik, jadi Tobi mengalah. Tobi minta maaf ya sama Dei-chan."
Deidara menatap bingung Tobi. Otak Deidara cilik berpikir. Tobi meminta maaf padanya, tapi ia merasa kalau ia yang seperti orang jahat. Alhasil Deidara ikutan berkaca-kaca ingin menangis.
"Deidara kok kayak orang jahat ya, yaudah deh aku maafin, un. Tapi Tobi tetep ngeselin!"
Tobi mewek. Bibirnya melengkung sedih. "Tobi anak baik kok! Nggak ngeselin, suer."
Sasori memutar mata bosan—et dah, bocah sudah tahu reaksi memutar mata bosan—lalu saat ia menoleh, matanya melotot kaget, dan berakhir berkaca-kaca ingin menangis.
"Huwaaaa!!!" Sasori menangis kencang. Membuat Deidara dan Tobi terjengkang kaget, melihat Sasori yang menangis membuat mereka ikut-ikutan.
Mereka bertiga berpelukan. Sasori yang menangis ikutan bingung, kenapa mereka berdua ikutan nangis?
"Kalian ngapain nangis—hiks!" tanya Sasori dengan suara sumbang dan tidak jelas, masih dalam keadaan menangis.
Tobi geleng-geleng. "Co—hiks—ba tanya Dei-chan, hiks, huhuhu, Tobi gatau."
"Deidara nemenin Sasori-danna nangis, huhuhu. Soalnya juga kebelet mau nangis, un, huwaaa—"
Aslinya Sasori bingung maksud dari perkataan Deidara dan Tobi apa. Sasori mengedikkan bahu. Yang penting ia ingin melanjutkan tangisnya saja, karena ditinggal tou-san dan kaa-san.
Sampai seorang guru menghampiri mereka bertiga. Guru itu tampak kebingungan. Ditanya tidak menjawab, dipuk-puk malah bertambah tangisnya. Alhasil ketiga-tiganya digendong sekaligus oleh guru Orochimaru.
Tidak salah memang kalau bocah-bocah itu bertambah kencang nangisnya, orang di pergelangan tangan Orochimaru ada gelang dari ular asli yang dibekukan. melilit seperti hidup beneran ditangannya.
_KIDS STORY_
"Nah anak-anak! Karena semua sudah berkumpul dan telah diabsen, mari kita berangkat ke desa Konoha!" pemberitahuan dari kepala sekolah itu disambut dengan meriah oleh seruan gembiranya anak-anak sekolah PG tersebut. Tawa dan berjingkrak senang.
Baru saja mereka semua ingin melangkah rapi dalam barisan keluar gerbang untuk masuk ke dalam bis, tiba-tiba muncul seorang anak berambut abu-abu panjang namun kurang dari bahu dengan keseluruhan poni yang tersisir rapi ke belakang berjalan maju dan berhenti di samping kepala sekolah.
"Tunggu dulu!" suara candel ala bocah itu menggema seantero lapangan, guru-guru pun dibuat bingung oleh salah seorang murid kelas A-3 PG, tersebut. Bocah itu tampak bedehem, menirukan perilaku ayahnya sebelum berangkat kerja.
"—Sebelum itu, marilah kita berdoa dengan kepercayaan masing-masing."
GUBRAK, guru-guru menepuk jidat masal. Bocah itu masih saja tenang di tempatnya berdiri.
Sedangkan Sasori dan anak-anak lainnya? Mereka hanya mengangguk-angguk sok mengerti dan menangkup kedua tangan. Guru-guru yang melihatnya sweatdrop, bingung juga dengan bocah sekecil ini sudah terlihat sangat dewasa. Orang-orang dewasa pun sampai hanya bisa geleng-geleng.
Hidan—bocah berambut abu-abu—itu memejamkan mata dengan hikmat, sok-sok serius gitu. Walau image dewasanya hancur karena semakin terlihat menggemaskan.
"Berdoa ... Dimulai!" mulut kecil Hidan berkomat-kamit. "Berdoa ... Selesai!"
Kepala sekolah menghembuskan nafas lega. "Nah, karena sudah selesai, mari ki,"
"Tunggu dulu," Hidan kecil kembali mengeluarkan interupsi. Jiraiya—selaku kepala sekolah—dibuat menahan kedutan disudut bibirnya yang sedang tersenyum lebar.
"Apa, lagi, bocah?" Jiraiya menampilkan senyum manis dengan nada suara yang menyeramkan.
Hidan nyengir. "Salim-saliman dulu Sensei! Biar kalau ada apa-apa di perjalanan, kita udah saling maaf-maafan."
'omaigat, sorry, dorry, strawberry!' Inner Jiraiya ingin sekali mempelontos bocah di depannya ini. Sungguh.
Akhirnya, dengan kesabaran setingkat gedung tertinggi di Jepang. Anak-anak PG pun dapat berangkat setelah melalui proses yang sangat panjang. Anak-anak senang, guru pun lega.
Ya, Sasori pun mengira akan begitu. Sampai ia menjadi bete kuadrat tiga. Ternyata bagi bocah berumur 5 tahun, jalan-jalan tanpa orang tua adalah hal yang menyeramkan. Sasori sih tidak. Namun melihat kebanyakan temannya begitu membuatnya Sasori gemas ingin pergi rekreasi sendiri. Hm, sepertinya Sasori melupakan dirinya yang ditinggal kaa-san dan tou-sannya, buktinya ia sudah tidak merengek lagi.
Di sini, masih di lapangan, Sasori memandang dengan muka pencampuran antara datar dan cemberut. Teman-temannya banyak yang nangis, ada yang mencari ayah ibunya, mencari piranha peliharaan, sampai dengan yang tak mau beranjak dari memeluk tanaman Venus (?)
Sasori mendengus. 'Terus kapan jalan-jalannya?' batinnya penuh sengsara.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
TBC
Halooo-haloo, saya kembali lagi dengan cerita baru. Wkwkwkwk, apa kabar semua?
Oh iya, maaf ya, sebenarnya saya itu mau buat one-shot ttg friendship, cuma karena ternyata ceritanya akan panjang, dan takut kalian bosan, saya buat multichap deh. Nggak banyak kok, mungkin 3 atau 4 akan tamat. Hehehe.
Karena kan, saya kangen dengan persahabatannya Akatsuki. :'v
Maaf kalau humornya garing, atau kaga enak dibaca.
Oh iya, kalau mau bertanya, saya jawab kok (yang penting bukan spoiler) wkwk~
Kritik ataupun saran saya terima dengan baik, dan nanti akan saya balas di PM. :))
Salam
