"Morning Talk"
Assassination Classroom © Matsui Yusei
Morning Talk © Suki Pie
Warning : ooc, haha. Dan plotless, ehehe.
.
"Saya tidak mendapatkan keuntungan komersil macam apa pun atas pembuatan fanfiksi ini."
.
.
.
Sepiring kudapan pancake mentega berlapis tiga, satu tutup botol penuh kental madu, dua cangkir teh kamomil hangat, dan jarum jam pada angka setengah tujuh pagi. Meja makan berpelitur mahoni itu sebenarnya besar, dan lebar pula. Namun ketika Asano Gakushuu menjejakan kaki di lantai ruang makan dan mendapati Pak Tua berjas dasi itu sudah menempati salah satu kursi, ruangan jadi terasa sempit.
Bukannya bermaksud jadi anak durhaka, tapi dari sekian banyak maid dan butler yang berada di rumahnya, kenapa harus Pak Tua itu yang ia temui pagi ini, sih?
"Aneh melihatmu berada di sini, Ayah."
Enam puluh sekon berjalan lambat, hening itu pecah ketika akhirnya Gakushuu melontarkan pertanyaan lebih dulu. Seperti biasa, nadanya sinis dan tak ada ramah sekali.
Well, mungkin ia memang anak durhaka.
"Tidak ada alasan khusus," jawab Gakuhou tenang. Setenang ia meraih cangkir teh miliknya dan menyesapnya dengan elegan. "Sekali-kali, sarapan bersama anak tidak ada salahnya, bukan?"
Sebelah alis Gakushuu terangkat, namun bibirnya tetap bungkam dan memilih untuk menarik kursi di hadapan Gakuhou, lantas meletakkan tas sekolah di sampingnya sebelum duduk dengan nyaman.
"Aneh," kelakar Gakushuu sekali lagi. "Ayah tidak terbentur sesuatu kan tadi pagi?"
Astaga, garingnya. Gakuhou tidak tahu harus merasa terharu atau miris mendengarnya.
"Kuhargai perhatianmu itu." Cangkir diletakkan kembali, halus. "Tapi lain kali, tidak perlu kau katakan."
"Hm…" anggukan singkat diberikan. Gakushuu sudah terlalu sibuk dengan garpu dan pisau makan, memotong pancake dengan hati-hati, lalu melahapnya langsung. "Lalu, siapa yang membuat pancake ini?"
Sang ayah mengernyit. "Kenapa tiba-tiba bertanya?"
"Terlalu manis," ungkap Gakushuu jujur. "Dan lembek."
"Oh. Kau percaya kalau aku yang membuatnya?"
Kunyahan berhenti sejenak.
"Ayah tidak bercanda, kan?"
Alih-alih menjawabnya dengan kalimat retoris, Asano senior hanya mengedikkan bahu tak acuh. Menikmati sarapan di depannya lebih penting, pikirnya. Abaikan saja pertanyaan skeptis si anak. Abaikan saja.
"Bercanda tidak berada dalam kamus hidupku." Gakuhou membalas tegas, agak keki juga memang. "Kalau tidak enak, tidak perlu dimakan."
"Aku tidak bilang ini tidak enak," sela pemuda itu kalem. "Hanya—"
"—aneh melihatku memasak?"
Dehaman kikuk dilakukan. "Begitulah. Ayah tahu sendiri."
Percakapan berhenti sejenak. Ada denting piring dan garpu yang berbenturan, kecapan mulut ketika mengunyah, dan dua pasang mata yang enggan bersitatap. Gakushuu pikir, pagi seperti ini memang terlalu aneh untuknya.
"Bagaimana dengan sekolahmu?"
Pecah kembali. Gakushuu mendongak dan menatap sang ayah yang sudah memandangnya lebih dulu. "Baik-baik saja, terutama dengan kelas E itu—jika Ayah pertanyakan. Ujian akhir sekolah sebentar lagi, aku pasti akan mendapat posisi pertama lagi."
Biasanya, Asano Gakuhou akan berkomentar lebih sarkatik jika sudah menyangkut soal akademik Gakushuu. Biasanya.
Dan Gakushuu mendadak dikejutkan ketika pria itu malah bertanya, "Lalu, ada seseorang yang menarik perhatianmu akhir-akhir ini?"
Bola mata membelalak.
Ya, Tuhan. Ada apa sih dengan Pak Tua itu?
"Tidak ada," jeda sejenak, lalu, "… kurasa."
Satu tarikan simpul. Tipis, tipis sekali. Namun Asano Gakushuu cukup cerdas untuk mengetahui bibir ayahnya melengkung ke atas. Bukan sinis, tidak juga antagonis, tetapi lebih ke arah manusiawi.
"Cepat habiskan sarapanmu. Setelah ini kita berangkat."
Sendok nyaris dilepas. "… maaf?"
Gakuhou mengangkat bahu sambil lalu. "Berangkat ke sekolah bersama tidak ada salahnya, bukan?"
end
A/N : ada apalah dengan hubungan ayah anak ini? 8"D/hayatilelah.
Sankyuuu udah bacaa XDD
