Disclaimer: Their parents and God
Rating: T
Chapter: 1/3
Cast: All ViViD member
Genre: Romance, hurt/comfort, Gend-Bend (Iv as girl), M-Preg
==Enjoy==
Ryoga mencium puncak kepala Reno yang terlelap berlinangan air mata. Bekas 'pertarungan' mereka beberapa saat yang lalu memenuhi pandangan pemuda berpiercing itu. Tidak salah namun juga tidak benar mereka melakukannya diluar pernikahan. Toh mereka sudah cukup umur. Masih teringat perkataan Reno beberapa jam yang lalu saat Ryoga tahu bahwa Reno memiliki genital ganda.
::Flashback::
"R, Reno?.."
"Gomenasai Ryo sudah membohongimu selama setahun ini…" lirih Reno menunduk.
"Kau boleh meninggalkanku…" sambung pemuda cantik itu. Ryoga tersentak dengan kata-kata Reno. Apakah sikapnya saat ini membuat Reno berpikiran bahwa ia akan meninggalkannya?
"Baka. Kenapa harus begitu? Aku kan sudah bilang, aku akan bersamamu selamanya. Tidak peduli seperti apapun kau. Tidak peduli kau sudah disentuh oleh mantanmu. Aku akan tetap bersamamu. Selamanya…" ucap Ryoga memeluk tubuh ringkih itu, meski jiwanya merasa ragu bahwa ia barusan berkata seperti itu.
Merasa bisa mempercayai Ryoga yang sudah bersamanya selama tiga tahun, pemuda cantik itu menangis dalam pelukan Ryoga. Dan entah bagaimana awalannya, yang ia tahu ia berakhir terlelap di atas kasur apartment-nya dengan tubuh hanya ditutupi selimut.
Ryoga mengelus bekas air mata Reno. Keraguannya membuncah, tidak siap jika harus punya anak dan hidup selamanya dengan Reno. Ia masih muda, masih ingin bermimpi dan mewujudkan segala khayalannya. Yap, jiwa anak muda yang berpikiran pendek. Semua karena nafsu, setan mengerikan yang tidak dapat dihentikan dalam sekali jentikan jari.
Rasa bersalah menyusupi relung hati pemuda itu. Kenyataanya, ia sudah menduakan hati yang tulus mencintainya selama ini. Ryoga mengeratkan genggamannya pada jemari lentik Reno. Jujur, dalam hati ia merasa sakit luar biasa bila harus mengikari janjinya.
Namun ia juga begitu mencintai mantan gadisnya ketika SMP dulu. Ia mencintai orang itu seperti ia mencintai Reno. Tepat seperti kata orang zaman dulu, ketika kau fokus mengerjakan dua hal yang berbeda dalam waktu yang sama, hasilnya tidak akan maksimal.
Ryoga mencium lembut telapak tangan Reno penuh kasih sayang. Dengan perlahan dan berat hati ia turun dari kasur berseprei berantakan itu. Tatapannya melekat pada tubuh yang diselimuti kain tebal berwarna biru laut. Setelah selesai memakai pakaiannnya, Ryoga mengetikkan sesuatu di ponsel-nya.
'Drrt drrt'
Getaran ponsel Reno menandakan masuknya email. Ryoga tersenyum miris dan melangkah pergi, membuka pintu apato, dan menghilang ditelan gelap malam….
.
.
=Morning=
.
.
"Nghh…" Reno mengerang pelan saat sinar matahari menembus jendela kamarnya, mengenai wajahnya yang berantakan.
Dengan perlahan ia bangkit dan duduk di atas kasur. Ia menoleh ke kanannya, dan tak menemukan Ryoga di sana. Kamarnya masih seperti biasa. Hanya pakaiannya berserakan sembarangan. Reno membuka selimutnya dan melirik kearah genital wanitanya yang terdapat cairan berwarna merah bercampur putih. Reno tahu dengan jelas apa yang ia lihat.
Dengan pandangan kosong ia turun dari tempat tidur. Mencoba menstabilkan jalannya yang terseok-seok akibat selangakangannya yang sakit, Reno bersandar pada dinding dan memunguti pakaiannya satu persatu. Kemudian ia berjalan menuju kamar mandi yang tak jauh dari kamarnya. Memasukkan seluruh baju-baju kotor ke dalam keranjang cucian, Reno membersihkan diri.
'Srrrsssshhhhh'
.
.
.
Menghela nafas berat, Reno membiarkan tetes-tetes air hangat menyegarkan pikirannya yang kalut. Ia menangis. Entah menyesali perbuatan mereka tadi malam atau menangis karena tidak menemukan Ryoga disampingnya pagi ini. Reno takut, ia kalut. Perasaan yang sama menghantui dirinya ketika dulu Tora meninggalkan dirinya setelah tahu tentang 'anugerah'-nya.
'Aku yakin ini anugerah, bukan suatu kekurangan yang harus membuatku malu. Aku spesial.' Batin Reno memantapkan hati.
'Kyut'
Setelah beberapa jam lamanya mendinginkan pikiran, Reno keluar dari kamar mandi berbalut handuk di pinggangnya. Ia lalu mengambil satu stel pakaian. Setelah merapikan diri, Reno meraih ponsel silver-nya. LED biru-putih berkedip-kedip.
From : Ryoga-kun
Subject : Gomen ne
Gomenasai, Reno-chan… Sayonara.. Aku tidak ingin membuatmu sakit lebih dari ini. Kau anugerah bagiku, tetapi aku tidak bisa menjagamu selamanya. Aku menyesal karena harus memilih gadis itu. gomen ne, Reno… Gomenasai
"U, uso .."
Reno menutup mulutnya. Meyakinkan dirinya bahwa ia salah membaca email dari Ryoga. Tetapi berkali-kali ia ulangi pun jawaban yang ia temukan tetap sama, kenyataan bahwa Ryoga meninggalkannya demi mengejar seorang gadis yang lebih 'sempurna' dari dirinya.
Sungguh, hatinya terasa sakit. Rasanya double lebih sakit dari Tora yang mengatakan sayonara padanya dulu sekali. Reno terduduk lemas di atas kasur. Tetes demi tetes air mata turun membasahi pipi berisi-nya. Bibirnya mengatup rapat. Tangannya mencoba menghapus air matanya yang turun dengan derasnya.
"Kupikir… Kupikir aku bisa mempercayaimu… Kenapa?.." bisiknya pilu.
'Drrrt drrrtt'
Ponsel Reno bergetar beberapa kali, menunjukkan bahwa seseorang sedang menghubunginya. Reno menoleh ke arah benda elektrik itu, mendapati nama sahabatnya, Ah− Ralat, sahabat mereka.
"Moshi moshi?.." jawabnya parau.
"Reno! E, eeh?! Daijobu desu ka?" balas Shin khawatir
"Hai.. Daijobu… Ada apa?..."
"Ah ya, ada yang ingin kuceritakan padamu. Aku sudah menyuruh Ko-ki dan Iv datang, Kau juga. Ini tentang Ryoga… Aku melihatnya bersama Emi, mantan SMP-nya itu. Datanglah ke 4th Avenue café yang biasanya." Penjelasan Shin membuka tabir yang tersembunyi.
'Yappari… Beginikah kau membalasku, Ryo?...' batin Reno tersenyum miris.
"Reno?..." Panggil Shin menyadarkan Reno. Pemuda cantik itu memaksakan senyum yang tentu saja tidak akan terlihat oleh Shin.
"Baiklah, aku akan datang. Tunggu aku."
==4th Avenue Café==
"Well… Apa yang terjadi di sini?" Tanya Tetsu menggaruk belakang kepalanya saat mendapati pelanggan kesayangannya duduk termenung tanpa ada niatan membuka pembicaraan.
"Tidak ada yang terjadi, Tetsu-san. Hanya sedikit kesalah-pahaman." Jawab Shin memaksakan senyum.
"Ah, aku tidak melihat Ryoga. Dimana dia?" tanyanya lagi.
"Dia tidak bisa ikut ke sini. Maaf." Jawab Iv berdusta. Tetsu mengangguk mengerti dan pergi meninggalkan mereka.
Keempatnya terdiam. Hari masih pagi. Namun sudah banyak pelanggan yang memilih sarapan di sini. Meski begitu, Shin berhasil mendapatkan tempat yang aman baginya untuk bercerita. Shin menghela nafas dan menyeruput teh-nya. Ia tidak tahu harus darimana bercerita.
"Reno−"
"Daijobu Shin…. Ceritakan saja." Potong Reno lembut.
"Baiklah… *sigh* Jadi… Tadi pagi aku pergi ke apato Ryoga untuk menyerahkan data yang ia minta. Tapi… Begitu masuk… Ryoga tengah berpelukan dengan Emi. Tanpa busana….."
"….." Reno terdiam mendengar penuturan sahabatnya. Iv yang duduk di samping Reno hanya bisa menggenggam tangan pemuda itu yang mulai mendingin.
'tes'
Sebutir air mata turun. Shin buru-buru menghapus air mata Reno dengan tangannya sementara Ko-ki dan Iv panik sendiri. Reno lalu menegakan kepalanya dan mengusap kelopak matanya dan berkata bahwa ia baik-baik saja. Meski ragu, ketiganya tak membahas sikap Reno lagi.
Reno sudah biasa disakiti. Ketika Aoi-senpai selingkuh dengan Uruha dan meninggalkannya, ketika Tora pergi dengan Saga, sikap Reno hanya tersenyum. Namun dengan Ryoga... Ada sesuatu yang berbeda. Dan Shin yakin, se-percaya apa Reno pada Ryoga.
==2 weeks later==
"Uph! HOEEK!"
Ini kali ketiganya memuntahkan sarapannya di pagi hari. Selama seminggu ini Reno sering memuntahkan makanannya. Reno merinding sembari mengelap mulutnya. Setelah mencuci tangan dan berkumur, Reno merebahkan dirinya di atas kasur.
'Tanggal tiga belas. Seharusnya sudah waktunya… Bahkan melebihi. Apa terlambat?' batin Reno melihat kalender. Di angkat Sembilan dilingkari merah tanda seharusnya ia mendapat tamu bulanan.
"J, Jangan-jangan…" Reno berbisik ngeri.
"M, mana mungkin. Tapi… Harus kupastikan." Tekadnya. Reno meraih PONSEL dan mengetikkan nama Shin dalam kontaknya.
To: Shin
Subject: -
Shin, belikan aku alat tes kehamilan. Hayaku!
'SEND'
==x==
'GUBRAAAKK!'
Shin sukses terjatuh dari kursinya saat membaca email masuk dari Reno. Memang bukan pertama kalinya Reno mengirim email yang 'sedikit' membuatnya malu, tapi yang satu ini benar-benar tidak ia sangka. Iv yang sedang merajut scarf untuk Shin menautkan alisnya bingung. Apalagi melihat ekspresi Shin yang mencurigakan.
"Kenapa Shin? Something wrong with your phone? " Tanya gadis itu menghentikkan kegiatannya lalu membantu Shin berdiri.
"H, habis membaca email dari Reno." Jawab Shin menahan malu sambil menunjukkan ponsel-nya.
"C, chotto, chotto! K, kenapa dia butuh alat seperti itu? Dia kan.. LAKI-LAKI!" balas Iv menekankan pada kata terakhir. Shin mengangkat bahu tanda ia tidak mengerti.
"Kita belikan saja. Baru dia akan menjelaskan. Reno memang begitu bukan?"jawabnya enteng.
"Iya sih…."
==Reno's apato==
"Reno… Kenapa kau butuh alat ini?" Tanya Iv berusaha tidak menunjukkan nada curiga.
Reno membeku sesaat. Ia menghela nafas panjang. Sudah saatnya ia jujur pada sahabat yang menemaninya selama entah berapa tahun. Dengan segenap keberanian ia mencoba bercerita soal 'kegiatan'-nya dengan Ryoga malam itu, mengesampingkan resiko rahasianya akan terungkap.
"Memangnya pria seperti aku dan Reno bisa hamil?" pertanyaan polos yang memang secara logika tidak perlu dipertanyakan meluncur dari bibir Shin.
"…"
"Dalam beberapa kondisi bisa." Jawab Reno akhirnya.
"Dalam… beberapa 'kondisi'?" Iv menaikan alisnya heran.
"Ya! Jika kau seorang pria dengan genital ganda dan menyandang status hermaphrodite atau apalah itu kau bisa saja hamil!" seru Reno tidak sabar.
Shin dan Iv membulatkan bibir. Namun lima detik berikutnya keduanya menganga lebar.
.
.
.
Reno = laki-laki ; Laki-laki tidak melahirkan bahkan hamil
.
.
.
Rumus yang otomatis terbentuk di dalam otak pasangan bahagia itu.
"Baka. Aku bergenital ganda."
"USO!"
"Aku menstruasi tiap bulan."
"BOHONG!"
"Dan saat ini aku telah mengalami penundaan. Kupikir… Mungkin aku… hamil…"
"WHUAAAAATTT?!"
'Ctik'
Perempatan tanda marah terbentuk di kepala Reno saat melihat reaksi lebay kedua sahabatnya. Memang selama ini ia menyembunyikan rapat-rapat soal status gender-nya itu. Dengan tangan mengepal ia menjitak kepala keduanya, menimbulkan tumpukan bagia es krim bernama benjol.
Well, meski Iv seorang gadis tetap saja ia tidak ampun-ampun dengannya. Maklum, Iv sifatnya tomboy, jadi ia tidak akan mudah marah atau ngambek. Minimal juga bersumpah-serapah atau melontarkan umpatan lainnya.
"Ittaaiiii!" rintih Shin dan Iv. Dengan kesal Reno mengambil tas plastic berisi alat tes kehamilan dan berjalan menuju kamar mandi.
'Deg deg deg'
Jantung Reno berdegup tak karuan. Begitu juga dengna Shin dan Iv yang harap-harap cemas menunggu di kamar Reno. Menunggu sepuluh menit… Dan… Reno pun membaca hasilnya.
"….."
"USOOOO DAAAAA!"
Mendengar jeritan Reno yang ada di dalam kamar mandi, Iv dan Shin buru-buru bangun dari tempat tidur dan berlari menuju asal jeritan. Ketika pintu dibuka, Reno hanya memakai kemeja putih yang menutupi pinggul dan sebagian pahanya. Ia terduduk lemas dengan alat tes ditangannya. Tubuhnya sedikit bergetar menatap alat itu lekat-lekat.
"B, bagaimana?" Tanya Iv khawatir. Shin diam saja dan berusaha menahan nosebleed yang hampir keluar akibat pemandangan indah paha Reno yang terkenal mulus tak bercela itu.
"Ivuuuu.. Shiin…. Aku…" ucap Reno terputus. Ia memberikan hasilnya ke pada Iv. Dan setelah membaca penjelasan cara memahami hasil tes, mulut Iv sontak terbuka lebar.
"HAH?! ASHJGDJSKJHD! DIA HAMIL SHIN!" jerit Iv tidak percaya.
Reno menunduk dalam-dalam, tak berani menatap kedua sahabatnya. Iv dan Shin saling pandang, bingung dengan apa yang harus mereka lakukan. Iv menghampiri Reno dan mengelus bahunya, mencoba menenangkan pemuda cantik itu. Sementara Shin memutar otak, mencari cara –atau seseorang- yang bisa member solusi.
'Chotto… King bilang kalau kakak perempuannya baru saja melahirkan dua hari yang lalu…' batin Shin.
Maka Shin pun keluar dari kamar mandi. Ia membuka flip ponsel-nya dan mengetikkan nama Ko-Ki. Lalu ia menekan tombol hijau tanda perintah 'menelpon'. Tidak lama berselang, Ko-ki sudah mendapat perintah untuk datang ke apato Reno sekarang juga.
"Baiklah aku mengerti. Nanti kalian harus cerita ya!" ucap Ko-ki. Shin mengiyakan dan menutup telpon.
"Eh, tadi menelpon siapa?"
"Ah, eh, itu… Ko-ki… Kemarin kan dia bilang kalau kakaknya melahirkan. Jadi kurasa… Ia tahu harus bagaimana…"jawab Shin seadanya.
Reno yang dari tadi diam saja tiba-tiba berlari menuju kamar mandi lagi. Dan sekali lagi ia memuntahkan isi perutnya. Shin dan Iv yang melihatnya dengan pandangan iba hanya bisa membantu seadanya. Menenangkan Reno, dan membuat pemuda itu merasa lebih baik.
==x==
Ryoga menciumi leher Emi, membuat wanita itu mendesah. Dalam dua minggu ini Emi tinggal bersama Ryoga di apatonya. Dan entah sudah kali ke berapa mereka bercinta. Namun tiba-tiba, Ryoga berhenti. Ada perasaan janggal merasuki dirinya.
Sesuatu telah terjadi. Sejujurnya bercinta dengan Emi hanyalah pelampiasan atas penyesalan yang mendalam dari malam saat ia meninggalkan Reno. Sendirian, di atas kasur itu. Ia menyesal. Sangat menyesal telah 'memakai' lalu membuang kekasih yang sudah menemaninya dengan tulus selama dua tahun itu.
"Hmmf? Doushitte, Ryo-chan?~" Tanya Emi dengan nada erotis.
"Nande mo nai… Aku hanya…"
"Kepikiran soal Reno? Duh, lupakan saja dia… Tidakkah kau jijik dengan orang seperti itu? Dari luarnya saja kelihatan lelaki, ternyata hanya casing." Cibir Emi.
'PLAKK!'
"Diam, tidak ada yang berhak menjelek-jelekannya meski itu kau, Emi." Balas Ryoga sinis menampar wajah cantik gadis di sebelahnya. Emi tersentak, namun ekspresinya justru tersenyum sadis.
"Oh? Haruskah kulenyapkan Reno dari otakmu, Ryo-chan?~ Atau… Kulenyapkan saja dia." Ucap Emi dengan nada kejam.
Ryoga hanya diam membisu. Dalam hati ia merasa heran, kenapa ia malah membela Reno yang ia tinggalkan? Padahal ia sangat ingin melupakan segala tentang Reno. Aromanya, lekuk tubuhnya, mata bronze-nya, senyumannya, uluran tangannya, kehangatannya, ketulusannya, semua ingin Ryoga lupakan.
"Gomen." Bisiknya entah untuk siapa. Emi tersenyum dan mencium bibir Ryoga lembut.
==Reno's apato==
"Dan… Begitulah ceritanya."ucap Shin mengakhiri cerita. Ko-ki manggut-manggut sembari melipat tangannya.
"Jadi, Ibu Reno sebenarnya laki-laki? Dan Reno juga mewarisi gen Ibunya?" Tanya Ko-ki meyakinkan.
"Yup. Ibuku meninggal tiga tahun yang lalu dan Ayah saat ini bekerja keras untukku di Korea… Aku tidak tahu apa yang harus kulakukan jika beliau tahu bahwa aku hamil…" bisik Reno memeluk kedua kakinya.
'puk'
Tepukan hangat dari tangan Iv membuat Reno menatap teman-temannya. King tersenyum dan berdiri dari kasur.
"OSHH! Mulai sekarang aku akan membagi pengalaman kakak perempuanku! Dan aku juga akan menjagamu, Reno!~" ucapnya ceria. Reno terhenyak.
"Hei! Bukan hanya kau! Kita juga!" protes Iv berkacak pinggang.
"Lihat Reno? Kau punya teman yang baik. Tenang saja, kita akan menjagamu, apapun yang terjadi. Kita cari solusinya bersama-sama ^^" ucap Shin mengelus kepala Reno.
"HEI SHIN! JANGAN CARI KESEMPATAN KAU!" Seru Iv melempar bantal ke wajah playboy Shin.
"Duh!"
Dan lemparan Iv tadi mengawali perang bantal antara Ko-ki dan Shin. Untung hanya bantal, bukan barang-barang lainnya. Reno yang tidak mau ikut-ikut hanya bersembunyi di balik kasur sambil tertawa lepas.
Yah, setidaknya ia masih memiliki sahabat yang bisa ia andalkan. Namun bayangan Ryoga yang saat itu bersumpah tidak akan meninggalkannya selalu hadir. Reno tidak membecinya. Karena Reno mengerti bahwa Ryoga adalah salah satu orang yang pernah membahagiakan dalam hidupnya.
"Eh, sekarang bagaimana? Apa kita perlu 'bicara' pada Ryoga?" Tanya Iv di sela-sela kegiatan melemparnya, membuat lengan bajunya sedikit tersingkap. Akibatnya ketiga pemuda di sana dapat melihat dengan jelas lengan yang lumayan kekar dalam ukuran perempuan milik Iv.
"psst, aku tidak mengerti bagaimana bisa kau punya pacar semenyeramkan Ivu." Bisik Ko-ki.
"lho, dia imut kok kalo lagi tsundere-mode." Balas Shin.
"A, ahaha tidak perlu Ivu… Aku tidak ingin jadi beban baginya. Biarlah dia hidup bahagia di luar sana. Jangan sampai dia tahu kalau aku mengandung anaknya." Ujar Reno lembut mengelus perutnya yang belum buncit itu. Semua terdiam mendengar penuturan Reno.
'Ya Tuhan.. Ryoga… bagaimana bisa kau sakiti ketulusan Reno?...'
== Shin's Mansion ==
Gackt duduk dengan santai di ruang keluarga sambil membaca sesuatu di iPad-nya. Shin yang baru saja pulang langsung dicegat oleh Chiaki. Chiaki memeluk hangat Shin. Shin yang kaget atas perlakuan jarang Ibunya hanya bisa membalas pelukan.
"Okaeri." Bisik perempuan paruh baya itu.
"Yah.. Tadaima." Balas Shin melepas pelukan.
"Sudah pulang, bocah?" Tanya Gackt dengan nada sakrastik. Shin tidak menjawab dan hanya menatap malas ke arah pria bertubuh tegap itu.
"To the point, aku tidak ingin menikah dengan siapapun selain Iv. Dan jangan berkomentar apapun lagi tentang teman-temanku"
"Apa bagusnya sih, perempuan dengan kelakuan yang sama sekali tidak anggun. Apalagi berteman dengan pasangan homo."
'CTIK'
"Ayah pikir Ayah siapanya Reno dan Ryoga?! Toh dulu sebelum Hyde-san menikah dengan Tetsu-san juga Ayah mencintainya. Itu kah yang Ayah juga sebut normal?" cecar Shin kesal.
'PLAAKK!'
"Tutup mulutmu! Kau membuat Ibumu menangis!" bentak Gackt kesal saat melihat Chiaki terisak.
"AKUI SAJA KALAU AYAH PERNAH MENCINTAI HYDE-SAN MESKI IA LAKI-LAKI!" Shin menjerit nyalang membuat Gackt makin geram, sebelum ia melayangkan tamparan berikutnya, Chiaki sudah memeluk tangan kekar suaminya.
"Yamette… Aku tidak apa-apa… Apa yang Shin katakan benar.. Sudalah Gaku… Kita tidak bisa mengelak lagi… Hentikan…" bisik Chiaki miris.
"Chiaki…."
"Maafkan kami Shin… Tapi… Kau.. Terpaksa menikah dengan anak teman Ayah…" Chiaki berkata lirih sembari menutupi mulutnya. Shin tersentak dan menatap orang yang telah melahirkan dan membesarkannya.
"Lalu bagaimana dengan Iv?! Mau aku kemanakan Iv?! Aku sangat mencintainya!" jerit Shin frustasi. Gackt mencengkram bahu Shin.
"Apapun yang terjadi, kau harus menikahi orang pilihan Ayah. Hanya sebagai status tak masalah, pokoknya kau harus menjaga anak ini!Karena… Ayah dari orang yang akan kau nikahi… Sudah meninggal… Dua hari yang lalu…" Jelas Gackt dengan mata berkaca-kaca. Shin terpaku. Ia menggeleng lemah dan beranjak pergi.
"Aku… Tidur duluan. Oyasumi." Pamit Shin lemah.
"Chiaki.. Tadi.. Siapa yang Shin sebutkan, tentang temannya?" tanya Gackt bingung.
"Reno dan.. Ryoga? J, jangan-jangan Reno yang itu?.." jawab Chiaki.
"Entahlah, mungkin..."
.
.
==x==
.
.
== Next Day ==
Hari ini adalah hari minggu. Hari dimana kita tidak perlu sekolah, bekerja, atau kuliah. Hari Minggu adalah hari yang kita butuhkan untuk full bersantai. Sama seperti halnya Reno. Pemuda itu bangun pagi seperti biasanya. Memasak sarapan untuk dirinya dan bayinya, dan berakhir di toilet memuntahkan semuanya. Masih ia ingat dengan jelas pesan Ko-ki sebelum mereka hengkang dari rumahnya kemarin .
::Flashback::
"Pokoknya meski akan dimuntahkan kamu harus tetap makan! Lalu berusahalah untuk tidak mual. Kami akan ke sini menjengukmu tiap siang."
"M, matte! Apa…. Tidak merepotkan?..." Tanya Reno tidak enak
"Huu~ Baka~ Kita yang berjanji akan menjagamu!" balas Shin menyentil dahi Reno. Reno sebernarnya enggan, namun ia tidak tega menolak kebaikan kawannya.
::End of Flashback::
Reno menghela nafas sambil mengelap mulutnya yang basah bekas berkumur. Ia bersandar pada wastafel kamar mandi dan mengelus perutnya.
"Yare, yare…. Kalau kamu menolak semua makanan yang mama berikan, bagaimana kamu bisa tumbuh nak?.." bisiknya pada bayi yang belum bernyawa itu. Namun pandangan sayunya berubah menjadi berbinar.
"Ganbarimasuu~~ Mama akan berusaha~~" serunya semangat. Demi bayinya, Reno akan berusaha untuk tidak memuntahkan makanannya. Itulah tekad keibuan Reno.
'Drrtt drrrttt'
Sebuah email masuk menggetarkan rak rotan bertingkat yang terletak tidak jauh dari tempat Reno bersandar. Kaki-kaki jenjang itu lalu berjalan menuju letak ponsel-nya. Meraih benda kotak berwarna silver, ia membuka pesan masuk yang sempat membuatnya kaget.
From: Rin-chan
Su : Hayaku!
Sumimasen, Reno-kun..
Ada yang ingin nenek sampaikan padamu.. Soal Kamijou-san. Bisakah kau datang kemari?
Reno menaikan satu alisnya. Rin adalah sepupu perempuannya yang berumur enam belas tahun. Dan Rin hanya menghubungi Reno di saat penting saja. Maka Reno pun segera bersiap. Dengan sedikit paksaan, ia menghabiskan segelas susu hangat di pagi hari itu, berusaha tanpa memuntahkannya.
==Reno's Family Main House==
Besar.
Satu kata yang mampu menggambarkan betapa megahnya rumah utama keluarga Reno itu. Dengan suasana yang khas ala rumah tradisional Jepang didukung oleh taman yang luas dan penuh dengan tumbuhan yang beraneka ragam.
Namun, keadaan ini justru membuat Reno enggan untuk pulang ke rumah utama. Lebih tepatnya tidak bisa. Pernikahan orangua Reno sudah terlanjur ditentang oleh neneknya. Reno duduk bersimpuh di ruang tamu, menunggu kedatangan Rin atau neneknya.
'Nenek huh?…' batin Reno.
Reno kecil tidak pernah merasakan kasih sayang dan cinta dari seorang nenek. Ibu Kamijo yang kolot menentang pernikahannya dengan Hizaki, Bishounen blaster Asia-Eropa yang merupakan teman seperguruan Kamijo di waktu ia belajar tarian tradisional Jepang.
Karena mereka kawin lari, maka nenek tidak pernah menyapanya bahkan menatapnya dengan pandangan tidak suka. Sedangkan nenek dari Ibu sudah meninggal ketika Ibunya masih berumur tujuh tahun.
"Reno-nii…" panggil sebuah suara. Reno mendongak, mendapati seorang perempuan berambut hitam sepinggang dengan wajah chubby mengenakan kimono bermotif sakura tengah menatapnya iba.
Dialah Rin. Satu-satunya anggota keluarga Reno yang mau mengakuinya sebagai anak Kamijo. Rin duduk bersimpuh di atas bantal dan menatap mata Reno dalam-dalam.
"Bagaimana kabarmu?" tanyanya.
"Seperti yang kau lihat… Aku baik-baik saja. Dan masih tetap seperti dulu. Tidak ada yang berubah." Jawab Reno kembut. Yup, bukan rahasia lagi keluarga Reno tahu soal kelainan yang dialaminya.
"Hmh.. Berat mengatakan hal ini pada nii-san…"
"Utarakan saja Rin…" balas Reno memiringkan kepala.
"Sebenarnya… Ah, apa kau tahu kalau Kamijo-san bekerja di Korea?" Tanya Rin.
"Ya aku tahu. Ayah selalu mengirimiku email."
"G, gomenasai… Berat untuk memberitahukan ini padamu. Beliau.. Meninggal dalam kecelakaan, dua hari yang lalu."
'DEG'
"Uso…"
"Bus yang membawanya menuju tempat kerja masuk jurang. Beliau… Bersama empat puluh pekerja lainnya meninggal. Tidak ada yang selamat dalam insiden itu…" Jelas Rin menutup mulut. Bahu Reno bergetar pelan. Ia berusaha sebisa mungkin menahan tangisannya.
"Reno-nii-"
'GRAAAK'
Pintu geser itu terbuka dengan cepat, menampakkan sesosok wanita tua berumur delapan puluh tahun dengan rambutnya yang sudah memutih. Namun kerutan di wajahnya tak menghilangkan kecantikan wanita tua itu. Ia masih tetap berwibawa dengan tatapan sinisnya.
"Jadi kau sudah kembali, Reno?" tanyanya dingin.
"Haii… Tadaima, Yukino-sama." Jawab Reno membungkukan badan. Yukino hanya bergumam dan mengambil tempat di sebelah Rin.
"Intinya saja, aku ingin kau menikahi anak lelaki keluarga Kuriyama. Terus terang saja, nenek hanya memberi hukuman yang sepada atas dosa yang dilakukan orangtuamu di masa lalu." Jelas Yukino tajam. Reno menunduk dalam. Ia tidak punya pilihan. Lagipula, ini adalah kesempatan besar untuk menutupi kehamilannya.
"Bagaimana Reno? Setuju tidak setuju kau harus bersikap baik pada calon suamimu."
"Haii… Wakatta.. Yukino-sama." Balas Reno menunduk dalam. Yukino tersenyum tipis.
"Rin, suruh dia kemari." Suruh Yukino pada Rin.
Rin menuruti perintah sang nenek meski dalam hati ia tak setuju. Gadis itu terus memandang Reno dengan tatapan kasihan dan tidak tega. Rin sendiri sudah ditentukan jalan hidupnya oleh sang nenek. Dengan umur enam belas tahun ia sudah ditunangkan dengan anak sulung keluarga Yutaka. Rin berjalan menuju ruang keluarga, dimana calon suami Reno menunggu.
'SREEEKKK'
"Maaf menunggu lama, Kuriyama-san. Silahkan ikuti saya." Ucap gadis itu sopan.
Pemuda tampan dengan marga Kuriyama itu mengangguk dan beranjak dari duduknya. Mereka berjalan beriringan menuju ruangan tempat Reno berada. Pemuda itu tampan. Dengan garis wajah yang lembut dan tatapan sendu seolah tidak ingin berada di tempat ini. Rambutnya yang cokelat muda ditata sedemikian rupa hingga membuatnya terlihat rapi.
"Silahkan…." Ujar Rin mempersilahkan orang itu masuk. Ia membuka pintu dan mendapati Reno mendongak menatapnya dan Yukino yang duduk membelakanginya.
"R, Reno?!"
"K, kau?..."
==TBC==
