Rak berisi makanan ringan ditelusurinya. Dengan earphone yang masih setia menutupi kedua telinga, ia berjongkok untuk sekedar mencari makanan yang kekasihnya pesan. Iris berwarna senada laut itu mengedar ke kiri dan kanan, minimarket masih sepi. Yah... mungkin kebanyakan dari mereka masih terlelap di kasur empuk dengan suhu ruangan yang sejuk berkat pendingin ruangan.

"Disini juga tidak ada. Habiskah?"

Anak rambut diselipkan ke belakang telinga. Karena cemilan yang dipesan ternyata habis, ia berinisiatif membeli cemilan lainnya. Dengan sigap berdiri dan mengambil beberapa bungkus Horeo dan 2 susu kotak rasa strawberi.

Sembari menuju kasir, ia memeriksa ponsel yang sedari tadi berada di kantong rok. Jari kecil menyentuh layar ponsel dengan lembut, membuka menu sampai pada akhirnya masuk ke sebuah aplikasi karaoke.

"Wow...,"

Mulut kecil yang tertutupi masker membentuk huruf vokal o. Ada kira-kira 50 notifikasi disana, kebanyakan isinya adalah komentar-komentar dari para kenalan. Sebagian besar komentar berisi hal yang sama, misalnya...

Ah, how old are you? Your voice is cute...

Imut uh...

Kurva membentuk sempurna, well, siapa juga yang tidak akan senang jika dirinya dipuji oleh orang lain?

Sadar masih berjalan, sang gadis menegakkan wajahnya ke depan. Dilihatnya seorang kasir berkacamata sedang memeriksa sesuatu yang gadis itu tak tahu apa. Sesampainya di depan meja kasir, ia menaruh semua yang dibawa untuk segera dibayar dan dibawa pulang.

"Ini saja kak?"

"Iya,"

Sembari menunggu kasir menyelesaikan tugas, ponsel dengan aksesoris bunga sakura itu kembali dimainkan. Jemari lihai mengetik ini dan itu, senyum tak kunjung luntur kala membalas satu-persatu komentar yang masuk ke notifikasinya.

"Haha, bodoh...," sesekali diselingi tawa kecil yang entah mengapa malah membuat sang kasir tersenyum.

"45.900 rupiah kak,"

"Oh iya, sebentar,"

Ponsel diletakkan begitu saja ke meja kasir, tangan membuka tas kecil yang sedari berada di pinggul kiri. Sementara si pembeli sibuk mencari alat tukar untuk membayar, sang kasir malah mencuri-curi pandang.

Bukan, bukan ke arah pembeli perempuan di depannya. Melainkan ke arah ponselnya. Dan senyum semakin lebar.

"Ini uangnya," uang diberikan bersamaan diambilnya ponsel.

"Kembaliannya," sedikit tersenyum, " Uhm omong-omong...," sang kasir membuka percakapan, "Main stoole juga?"

"Eh? Iya,"

Percakapan yang mana menjadi awal dari cerita ini.

.

.

.

.

.

"Kau main juga?! O-oh tentu saja boleh,"

Tak pernah menyangka di benak sang kasir bahwa gadis di depannya ini orang yang sangat bersemangat.

"Id-ku seaying,"

"Okay, sebentar," tidak terlalu lama untuk menemukan id sang gadis, "Yang ini?" ponsel disodorkan untuk memastikan.

"Tepat sekali,"

Segera di-klik profil dengan gambar sebuah karakter. Dahi sang kasir sedikit mengkerut, karena tombol 'follow' yang seharusnya berwarna biru malah terlihat abu-abu di netranya yang berarti id sang gadis sudah diikutinya sejak lama, "Hmm...,"

"Ada apa?"

"Apa nama id-mu sebelumnya?"

"Eh? Uhm... yayeling,"

Dan seketika netra biru jernihnya melebar.

.

.

.

.

"Tak kusangka kita akan bertemu disini haha,"

"Takdir memang punya rencananya sendiri,"

Keduanya tertawa lepas. Sang kasir kini sudah berganti pakaian karena waktu kerjanya sudah berakhir. Tetapi mereka masih berada di sekitar minimarket.

"Jadi, apa yang sedang kau lakukan disini Ying? Jalan-jalan?" minuman teh kemasan ditenggak oleh sang kasir berkacamata, matanya tak lepas dari sang gadis.

"Uhm ya, kini kuliah sedang masuk masa liburan. Jadi aku memutuskan untuk pergi jalan-jalan bersama yang lain," senyum gadis bernama Ying itu mengembang bagai bunga. Menambah taraf kecantikan alami yang ia punya, "Kalau tidak salah, dulu kau pernah bilang kalau domisilimu di Lombok kan? Lalu kenapa sekarang ada di Bali?"

Sang kasir mengusap pelan tengkuknya, "Ergh itu, aku pindah sementara ke sini,"

"Begitu,"

"Hmm, karena kita sudah meet up, bagaimana kalau kita oc sebuah lagu?"

Iris biru Ying berbinar, "Setuju!"

"Baiklah, mau lagu apa?"

"Terserah kau saja, kak Taufan,"

Panggilan itu sudah hampir dilupakannya, Taufan merasa de-javu. Tapi hanya sebentar, karena masker pink gadis di sampingnya menarik perhatiannya, "Oh, apa kau sedang sakit? Kalau begitu oc-nya tidak usah saja,"

"Tidak! Aku tak apa," masker itu dibuka secara brutal membuat Taufan sedikit tercengang, "Ayo! Karakuri Pierrot!"

"Baik," Taufan memerah melihat senyuman gadis yang menjadi kenalannya di scule 4 tahun lalu itu.

Earphone sudah terpasang rapi, satu untuk Taufan dan satu untuk Ying. Keduanya bersiap-siap bernyanyi walau keadaan sekitar mulai ramai. Nada mulai terdengar, intro lagu merambat ke sebelah telinga masing-masing.

"Senang bertemu kalian!"

Kalimat yang sering sekali diucapkan sebelum bernyanyi.

Lagu yang mereka nyanyikan hanya berdurasi 1 menit 30 detik. Tak heran liriknya sangat sedikit.

Taufan agak hilang konsentrasi. Ada hal aneh yang terjadi dengan jantungnya saat berdekatan dengan Ying. Jarak tubuhnya yang hanya beberapa jengkal dari Ying membuat parfum yang dipakai gadis itu sangat tercium.

Aroma teh.

Itu sebabnya di pertengahan lagu hingga akhir suaranya agak sumbang. Taufan hanya bisa berharap dalam hati agar lagunya tetap bagus saat di dengar orang banyak.

"Terima kasih,"

Satu lagi, kalimat yang sering diucapkan setelah bernyanyi.

"Awawa... siapa ini?!"

Kedua matanya tiba-tiba ditutup dari belakang. Ying mulai panik dan mencoba berdiri, "Kak Taufan, apa kau tahu siapa yang ada di belakangku?"

Taufan ragu menjawab jika dirinya terus dipelototi oleh pelaku, "Aku tidak yakin, Ying,"

"Argh, lepas!"

"Ying bodoh! Aku sudah menunggu selama 3 jam,"

.

.

.

"Baiklah," Ying mengambil napas pelan, "Halilintar, perkenalkan, dia kak Taufan. Aku kenal dengannya lewat stoole,"

"Ada alasan kenapa kau memanggilnya 'kak'?" pemuda yang baru saja datang itu melirik tajam Taufan.

"Karena dia lebih tua dariku. Dan kau juga harus memanggilnya dengan sopan, Halilintar,"

"Hei," Taufan reflek memandang iris darah milik Halilintar, "Memangnya berapa umurmu?"

Melirik Ying dan Halilintar sesaat, Taufan tertawa pelan, "Ahaha, bisakah kita tidak usah membicarakan soal umur? Aku agak sensitif soal itu,"

"Jawablah,"

"Halilintar, hentikan,"

"Baiklah, kalau kau memaksa...," sebenarnya Taufan agak kesal, tapi mengingat ada Ying disini mau tak mau ia harus bisa menahannya, "25,"

"Puas Halilintar?" Ying berkacak pinggang, wajahnya sedikit merah menahan marah.

"Tentu,"

Menghembuskan napas, Ying kembali melanjutkan 'acara' perkenalannya, "Dan kak, kau mungkin sudah dengar tadi, tapi tetap harus kuperkenalkan. Namanya adalah Areka Halilintar, dia ini-"

"-kekasihku,"

"Kau selalu saja memotong ucapanku,"

Taufan merasa tatapan Halilintar kepadanya semakin tajam kala menyebut Ying sebagai 'kekasih'nya tadi. Ia merasa, itu adalah sebuah kode agar Taufan mengerti kalau menganggu hubungan orang itu tidak baik.

Taufan tentu saja tahu, ia tidak bodoh, "Ah tentu saja, Ying gadis yang imut jadi pasti hatinya sudah ada yang punya,"

"Eh? Uhm... ti-tidak kok,"

Halilintar melihat tingkah kekasihnya. Ying yang malu-malu karena dipuji pemuda lain selain dirinya membuat aura gelap Halilintar semakin terasa.

"Sudah jam segini, Hali, ayo kembali ke penginapan!"

"Aku baru saja sampai,"

"Siapa peduli? Ayo cepat! Ah kak, sampai jumpa lagi!"

Taufan sadar dari lamunannya, "...ya, sampai jumpa,"

Dan setelah itu Taufan melihat betapa mesra pasangan yang baru beberapa menit yang lalu mengobrol dengannya dari arah belakang. Punggung Ying dan Halilintar lama-lama menjauh dan menghilang di tengah keramaian.

.

.

Disclaimer: Boboiboy punya Animonsta Studio/Monsta.

.

.

15 Februari 20xx

Selamat siang!

Selamat siang kak^^

Uhm..., maaf jika lancang, tapi namamu yang sebenarnya itu siapa ya? Id-mu di stoole dengan yang ini berbeda soalnya haha.

Ah maaf membuatmu bingung. Namaku Ying Sia, yayeling itu nama penaku saat aku membuat fanfic.

Begitu. Fanfic itu apa ya?

Kak Taufan tidak tau fanfic?!

Sepertinya begitu? Haha.

Hmm, bagaimana menjelaskannya ya? Fanfic adalah sebuah karya buatan fans berupa cerita imajinasi penulis. Karakternya bisa pinjam dari anime, artis, ataupun kartun.

Jadi begitu...

Lampu kamar sudah dimatikan, namun pemilik kamar masih belum mau mengistirahatkan tubuhnya. Duduk bersandarkan bantal, Taufan masih setia membaca isi chat antara dirinya dengan Ying 4 tahun lalu. Percakapan itu masih ada sampai sekarang. Waktu itu kepolosan yang melekat di diri gadis itu membuat pemuda dengan tinggi 175 cm itu penasaran dengannya.

Ibu jari men-scroll lagi ke bawah.

Apa aku boleh menelponmu?

A-apa? Telpon? J-jangan kak.

Kenapa?

Aku malu.

Di stoole kau tidak malu.

Telpon dengan menyanyi kan berbeda.

Taufan tersenyum kecil, mengingat bersikerasnya ia untuk menelpon gadis itu saking penasarannya. Sepertinya ia terlalu memaksa waktu itu...

Kak, boleh aku request lagu darimu?

Boleh. Lagu apa?

Opening ke-14 dari sebuah kartun berambut kuning yang menjadi pemeran utamanya.

Ah, kartun itu ya...?

Tidak mau?

Jika aku hafal ya, okay?

Okay^^

Netranya menutup, Taufan merasa tak enak hati karena belum memenuhi permintaan Ying sampai sekarang, "Harusnya langsung kupenuhi ya...?"

.

.

.

.

Prologue End.

A/n

Sampai jumpa di chapter 1!^^

Terima kasih sudah baca!