.

.

.

Ueki menarik napasnya dalam dan memandang sayu langit musim panas yang mulai memerah karena senja dari jendela laundry nagara. Shouko menatapnya dari kasir dan perlahan mendekati adik laki-lakinya itu, -sekarang giliran kakak perempuannyalah yang bicara.

Shouko mengambil duduk di depan Ueki dan menyodorkan teh hangat untuk adikknya dengan bonus senyumnya.

"Warna langit kali ini sudah sangat mirip seperti rambut ai saat kepanasan ya kan?"

Ueki terhenyak kaget, apa yang dipikirkannya ditebak mentah-mentah.

"Ah.. aku terlalu banyak memikirkannya akhir-akhir ini.. aku merindukan gadis itu.." Shouko merajuk.

"Aku juga.." Ueki berbisik menyetujui.

"Kau tidak terlambat Kou.. kau tau itu.." Shouko tersenyum sambil menyeruput tehnya.

"Berpikirlah dari sisi Ai.. sekali-dua kali, dia memang rumit (aku juga)"

Ueki memandang kakaknya dengan kebingungan.

"Gadis seperti Ai, adalah gadis yang bukan menolongmu dalam banyak hal tanpa alasan.. dia pun menyukaimu, minimal menyukai sesuatu yang ada dalam dirimu, entah itu prinsip atau apapun itu, jika itu akhirnya berubah jadi cinta, maka rasa ingin menolongmu tetap akan ada, dia akan lebih mendahulukan pertolongan untuk mu dibanding cintanya, gadis seperti itu tidak lagi menginginkan cinta yang dibalas atau apapun itu, dia ingin kau bahagia, meski itu tidak dengan dia, terlebih karena kau sangat bebal soal beginian, dan sekarang dia hanya perlu dipahamkan kalau kau.. ingin kebahagiaan itu terwujud.. terutamanya jika itu bersama-sama dengan Ai.. bukan gadis lain"

.

.

.

Ueki menerawang mata kakak perempuannya.

"Aku.. tidak begitu paham.. tapi aku akan melakukan sesuatu karena ucapanmu kak, terimakasih"