Hello Everyone! Ini adalah cerita saya yang pertama ! Jadi perkenalkan saya 'KensyEcho' *ga penting sih* .. Setelah membaca Fanfic yang lain, munculah hasrat untuk mencoba membuat Fanfic juga.. Hehe.. Semoga ceritanya ngga aneh dan memuaskan X'D

Warning : Cerita fiksi, tidak ada hubungannya dengan sejarah asli ; Shonen-ai ; Mendramatisir tingkat akut ; Cerita super panjang (mungkin) ; Banyak OOC ; Human name used..

Rated : T untuk kata-kata kasar Lovino..


Summary:

Akan datang sebuah kapal bajak laut dari sebuah negeri asing bernama 'Natuna' kepada setiap anak malang di berbagai penjuru dunia di tengah malam saat hari hujan. Bajak laut berjubah merah dengan kapak besar yang ia sangga di pundaknya itu membawa mereka pergi jauh, jauh sekali, dan mereka tidak pernah kembali. Naasnya, Lovino harus mengahadapi situasi yang sama seperti dongeng tersebut. Sebenarnya bukan dia yang dipilih, tapi ialah yang memilih. "Untuk kapten bajak laut ku tersayang dari negeri Natuna"

Kalau Anda tidak suka, tidak perlu dibaca^^


CHAPTER 1 : It Isn't Only An Imagination ..


DUAAK !

.. Untuk kesekian kalinya, tubuh itu terhempas ke tanah ..

.. Beberapa luka meninggalkan bekas di sekujur tubuhnya ..

.. Membuat kulit halus itu tergores disana-sini ..

'Sial!'

.. Hanya sebuah kata pahit yang terucap dari bibirnya yang lembut ..

.. Kali ini ia tidak menangis ..

.. Kali ini ia tidak menjerit ..

.. Berharap seseorang mengulurkan tangannya dan mengangkatnya tinggi ..

.. Tinggi ..

.. Hingga ia lupa bahwa dirinya hanyalah Romano kecil ..

...

.. Tapi ..

.. Itu hanyalah harapan yang telah lama pupus ..

.. Karena ia tahu ..

.. Sekeras apapun ia menangis, sekeras apapun ia menjerit ..

.. Tak akan ada seorang pun yang menghampirinya ..

.. Membantunya mengangkat kepala ..

.. Menghapus duka lara di hati kecilnya ..

.. Atau menangkapnya saat ia terjatuh ..

.. Tak akan ..

.. Ia tahu, ia kuat! ..

.. Ia takkan menangis lagi ..

.. Karena laki-laki tidak menangis ..

.. Ia bisa menghadapi semua itu sendiri! ..

.. Karena ia tak pernah percaya pada orang lain ..

.. Kali ini pun ia mencoba bangkit dengan kekuatannya sendiri ..

.. Sambil melemparkan tatapan muak pada dunia tempat ia berpijak ..

.. Dan dunia tempat ia dibuang ..

"Hei, kau tidak apa-apa! Ada yang sakit?"

.. Tapi ..

'Tinggalkan aku sendiri, BASTARD!'

.. Kenapa ..

(Tersenyum) "Biarkan aku membantumu berdiri .."

.. Kenapa kau membuatku kembali berharap ..

.. Bahwa suatu hari nanti akan datang seseorang ..

.. Yang menemukan tubuh kecil ini? ..


»«

Hetalia Axis Powers © Hidekaz Himaruya

For My Beloved Pirate Captain From Natuna © KensyEcho

»«


Tanah itu basah oleh sekumpulan titik-titik air yang jatuh dari gumpalan awan kelabu di langit. Para pelaut mengeluh karena cuaca tak mengizinkan mereka menerjang ombak di samudera lepas. Bukan hanya mereka, orang-orang yang beberapa saat lalu membanjiri seluruh pelosok kota, berangsur-angsur menghilang dari jangkauan mata. Beberapa orang mengatakan, hujan adalah lambang kesedihan. Ada juga yang mengatakan bahwa hujan adalah bentuk ratapan alam bagi manusia yang dilanda duka. Tapi baginya, hujan tak seburuk itu. Hujan adalah berkah terindah yang Tuhan berikan dalam hidupnya. Karena pada hari hujanlah 'dia' datang. Seseorang yang tidak ia kenal. Bahkan ia tak bisa mengingat wajahnya jelas. Tapi satu hal yang tak pernah bisa ia lupakan. 'Dia' adalah orang pertama yang mengulurkan tangan dan memberikan senyuman tulus padanya. Ia datang dari tempat dimana kita bisa melihat deraian ombak besar yang pecah dihantam karang. Pelabuhan. Laut.

Matanya masih menatap rindu pada bisikan rinai hujan dari balik jendela tak bergeming sedikit pun. Ia masih tetap duduk manis bertopang dagu di tempat yang sama padahal sudah berjam-jam waktu berlalu. Matanya menatap dingin pada setiap tetesan air yang jatuh dari langit. Tapi tatapan itu kosong. Tubuhnya ada disana tapi jiwanya seakan melayang jauh.

"Menyebalkan Ve~ Masa' cuma gara-gara hujan, ibu tidak membolehkan aku pergi keluar..." Ucap Feliciano Vargas gelisah sambil berjalan kesana-kemari. Berbeda dengan saudara kembarnya yang tak kunjung beranjak dari posisinya semula melihat hujan, adiknya yang lahir beberapa menit setelah ia lahir itu tidak bisa menghentikan langkahnya menjelajahi setiap sudut ruangan tersebut. Suara derap kaki Feliciano berburu dengan suara hujan diluar, membuat suasana semakin gaduh dan mengusik Lovino Vargas yang juga menghuni ruangan itu.

Lovino yang merasa terusik pun beranjak dari tempat duduknya dan langsung menatap adiknya dengan tatapan kesal. "Tch, bisa diam ga sih! Memangnya kau mau kemana, hah? Ini kan sudah jam 10 malam! Tidur sana!"

"Aku mau pergi bersama Arthur dan Alfred Ve~ Sebentar lagi mereka datang!"

"Hah? Si maniak teh dan si maniak junk food itu? Untuk apa?" Kali ini Lovino berbicara kepada Feliciano sambil berhadap-hadapan dengan nada 'mengadili' khas seorang Lovino Vargas.

"Mau melihat 'penampakan' di laut dekat sini Ve~. Kata Arthur, di malam saat hari hujan, akan muncul sesuatu yang bagus! Aku ingin melihatnya Ve~"

"Apa! Hahahaha.." Lovino sontak tertawa terbahak-bahak sambil memegangi perutnya yang mendadak sakit akibat tawa lepasnya setelah mendengar hal tidak masuk akal (menurut Lovino) yang baru saja diucapkan oleh orang yang berdiri di depannya itu. Feliciano hanya bisa terbengong-bengong melihat perilaku kakaknya yang menggila. Feliciano mengembungkan pipinya lalu menunduk ke bawah dengan tatapan kesal, "Jangan tertawa seperti itu Ve~"

Setelah sekian lama, Lovino pun berusaha meredam tawanya yang berlebihan –coret- kelewatan sambil menarik sebuah kursi kecil disampingnya lalu duduk sambil melipat kaki dan bertopang dagu, "Maniak teh sialan! Seenaknya meracuni pikiran adikku oleh dongeng-dongeng anak kecil seperti itu!"

"Tapi ini sungguhan Ve~! Arthur pernah menunjukkan foto seorang putri duyung dari atas sebuah kapal besar milik bajak laut yang datang dari negeri bernama 'Natuna' di tengah malam saat hari hujan untuk mencari anak-anak malang yang tersesat dan.."

"Itu hanya fiksi karangan imajinasi manusia-manusia yang kelewatan!" Sela Lovino sebelum Feliciano sempat melanjutkan ucapannya.

Feliciano tahu, ia tidak akan pernah bisa menang melawan mulut tajam kakaknya. Ia tahu itu, makanya ia memutuskan untuk menyerah. Ia menghela napas berat sambil sesekali menggumamkan kekesalan dari bibir kecilnya lalu menghempaskan tubuhnya ke sebuah tempat tidur besar yang ada di belakangnya.

Lovino hendak menutup jendela disampingnya ketika tiba-tiba terlihat berkas-berkas cahaya remang-remang berpendar-pendar yang mengarah lurus ke arah jendela itu. Lovino membuka jendela itu dengan penuh rasa penasaran dan mulai menerawang ke sekitar halaman rumahnya dari balik jendela. Matanya berhenti ketika ia melihat dua sosok anak laki-laki berambut pirang seumurannya sedang berdiri di luar halaman rumahnya sambil memainkan sebuah senter yang menghasilkan berkas cahaya yang baru saja ia lihat.

"Yah~ Malah si preman yang keluar!" Ucap salah seorang dari mereka yang berambut pirang lebih terang dan beralis tebal.

Lovino kenal betul kedua orang itu. Mereka adalah teman sekelas Vargas bersaudara yang baru saja disebut-sebut oleh Feliciano. "Tch" Ia menatap mereka berdua dengan tatapan benci sebelum akhirnya ia bergegas ke dapur untuk mengambil payung dan menuruni tangga dengan langkah perlahan agar penghuni rumah yang telah terlelap itu tidak terbangun.

"Fratello!" panggil Feliciano dari depan pintu kamarnya dengan suara lantang hingga membuat Lovino yang sedang mengendap-endap tersentak kaget layaknya seorang maling yang ketahuan merampok oleh sang pemilik rumah.

"Sst! Diam bodoh!" Lovino berusaha berbicara sepelan mungkin sambil mengisyaratkan untuk diam dengan meletakan telunjuk kanan di mulutnya. Ia menerawang ke sekitar lalu melambai-lambaikan tangannya kepada Feliciano untuk mengikutinya sampai akhirnya mereka berhasil keluar dari rumah tanpa harus membangunkan kedua orang tua mereka.

"Ciao~ Arthur, Alfred! Maaf menunggu Ve~" Feliciano berlari ke arah dua orang anak yang tadi memainkan senter kearah jendela kamar Vargas bersaudara sebagai sebuah isyarat.

"O-oi, good evening lil Italian! Jadi kan kita ke pelabuhan? Akan kutunjukkan sesuatu yang bagus! Siapa tahu saja kita bisa bertemu bajak laut berjubah merah legendaris itu juga!" ucap Arthur penuh semangat dengan aksen britishnya. Feliciano memberikan sebuah senyum simpul khasnya setelah mendengar apa yang baru saja dikatakan Arthur. "Let's go!" Arthur pun menarik tangan Feliciano dan berlari kearah Alfred, sang pemuda Amerika yang sudah lebih dulu melangkahkan kaki.

"Oi, berani-beraninya kalian menghiraukan aku yang sejak tadi berdiri disini!"

Mendengar kalimat itu, mereka bertiga pun langsung menghentikan langkah mereka dan membalikkan badan kearah Lovino. Lovino menyilangkan kedua tangannya di depan dada dengan tangan kanan menggenggam payung. Ia menatap tegas kearah mereka bertiga seperti seekor elang yang sedang memperhatikan gerak-gerik mangsanya hingga bisa membuat bulu kuduk berdiri. "S-slow bro, kami kira, kau tidak akan tertarik dengan hal-hal seperti ini dan tidak akan ikut.." Ucap Alfred santai, berusaha menenangkan pemuda di depannya.

"Aku memang tidak tertarik dengan hal-hal bodoh seperti itu. Ini sudah jam 9.30 malam! Dunia berbahaya di malam hari." balas Lovino sok bijaksana.

"Alah, masa' keturunan keluarga mafia Italia macam 'Godfather' takut? Nyali premanmu yang biasanya kemana Lovino Vargas?" tantang Arthur dengan tangan dilipat di depan dada dan muka setengah mengejek.

"Sial kau alis tebal maniak teh brengsek! Pokoknya aku tidak mau sampai Feliciano sekarat gara-gara ulah tolol kalian! Jadi.." Lovino menunduk untuk menyembunyikan wajahnya yang berubah merah. "A-Aku ikut! Aku tidak percaya kalau kalian bisa menjaga Feli!"

"Fratello!" ucap Feliciano kegirangan, "Pasti akan menjadi lebih seru kalau fratello ikut!"

Dan dalam hati Arthur berkata, Oh ya?

Akhirnya mereka berempat pun berjalan di tengah hujan lebat malam itu menuju sebuah pelabuhan yang dekat dari rumah Vargas bersaudara. Pelabuhan memang tidak pernah sepi, dan begitu juga pelabuhan satu itu. Mereka berlarian di sekitar pelabuhan sambil bercanda riang tentang berbagai koleksi cerita dongeng Arthur tentang rahasia lautan dan sebagainya. Hanya Lovino yang sama sekali tidak tertarik dengan semua cerita yang dilontarkan Arthur. Lovino hanya mengikuti mereka bertiga dari belakang. Mereka berlari, ia berjalan.

Awan kelabu mulai menghitam di langit malam, menghalangi sang rembulan untuk menyampaikan cahaya hangatnya. Hari sudah semakin larut. Tapi tak ada dari mereka yang menyadari waktu yang semakin berlalu. Lovino sudah mulai merasakan letih tak tertahankan dari sekujur tubuhnya sampai akhirnya ia berhenti mengikuti mereka bertiga dan hanya menunggu disebuah kursi panjang yang terbuat dari besi di sekitar pelabuhan. Berkali-kali ia menguap dan berkali-kali pula matanya hampir mengatup dan dirinya terbawa ke alam mimpi. Suasana disana semakin sepi, hingga sebuah teriakan dari suara yang tidak asing memecah keheningan di pelabuhan.

"LET ME GO , YOU FUCKING BASTARD!"

Lovino terperanjat dari kursinya, berusaha mencari darimana suara itu berasal. Ia berlari kesana kemari, berusaha menerawang ke sekitar dan sesekali meneriakkan nama mereka bertiga. "FELI! ARTHUR! ALFRED! JAWAB AKU!" Keringat dingin mulai bercucuran dari seluruh tubuhnya. Ia hampir putus asa.

Lovino memutar tubuhnya kearah sebuah gang kecil di samping pelabuhan dan ia melihat Alfred kecil keluar dari gang itu sambil meneriakkan sesuatu dalam bahasa inggris. Lovino langsung berlari ke arah gang kecil itu dengan sisa tenaganya dan ia mendapati Alfred sedang berusaha melakukan hal heroik untuk menyelamatkan Arthur dan Feliciano yang akan diculik oleh sebuah komplotan pemuda berbaju serba hitam.

"Dannazione!"

Lovino berubah brutal dengan memukuli para penculik itu dengan sebuah tongkat besi yang ia temukan. Ia bersama Alfred yang sudah terluka disana-sini, berusaha melepaskan Arthur dan Feliciano yang berada di tangan mereka. Berkali-kali tubuh Lovino terhempas ke tanah, berkali-kali pula ia berusaha bangkit tidak peduli dengan rasa sakit dan darah yang mengucur dari beberapa bagian tubuhnya, yang ada di dalam pikirannya hanya satu, 'Menyelamatkan Feli'. Satu pukulan keras Lovino berhasil melepaskan Arthur dari tangan mereka. Arthur langsung berlari ke arah Alfred dan bersembunyi di balik jaket coklatnya dengan tatapan takut dan tubuh bergetar.

'Tinggal Feli'

"Alfred ayo kita pergi dari tempat ini!" Arthur menarik tangan Alfred dengan kedua tangannya saat Alfred hendak membantu Lovino menolong Feliciano.

"T-Tapi.. Feli..! Kita harus.." Arthur tidak mempedulikan ucapan Alfred. Ia terlihat sangat ketakutan saat berusaha menarik Alfred keluar dari area perkelahian itu. Akhirnya Arthur berlari bersama Alfred meninggalkan Lovino dan Feliciano sendirian.

"BRENGSEK KALIAN!"

Lovino menatap tubuh Alfred dan Arthur yang semakin menjauh dengan penuh emosi seakan tubuhnya bisa meledak saat itu juga. Ia terlalu terfokus pada Arthur dan Alfred yang berlari meninggalkan mereka hingga ia tak sadar, salah seorang dari mereka telah berdiri dibelakangnya.

Bunyi hentakan keras terdengar dari gang itu. Tubuh Lovino terhempas ke tanah. Tanah di sekitarnya berubah merah oleh darah yang terus bercucuran dari tubuh Lovino. Pandangannya mulai kabur, telinganya mulai sulit menangkap suara disekitarnya.

"Kasihan sekali, kau dikhianati oleh temanmu ya?"

Sebuah suara yang samar-samar itu sangat menusuk perasaannya. Mengingatkannya pada nasib yang selalu ia sesalkan. Pada setiap kenangan pahitnya. Kenangan yang membuatnya berpikir kalau..

"A…Aku.. tak.. butuh.. aku tak pernah percaya pada siapa.. pun…"

Suara tawa menggema memecah keheningan malam. Sementara tubuh Lovino tak sanggup lagi untuk bangkit. Ia terlalu lemah. Pandangannya mulai kabur karena benturan keras yang menghantam kepalanya dan karena air mata yang mulai membasahi wajahnya.

Di sana, ada seseorang yang harus ia lindungi. Satu-Satunya harta yang ia punya. Feliciano, saudara kembarnya. Tapi ia sungguh tidak berdaya dan tidak berguna disaat akhirnya ada seseorang yang membutuhkannya. Ia sungguh menyesal..

Ia membuka matanya lebar, berusaha mengumpulkan sisa-sisa tenaga yang masih ia miliki untuk mencoba bangkit. Ia mencoba menahan berat tubuhnya di tangan kanannya. Tapi ia tersungkur ke tanah lagi. Ia mencoba. Terus. Terus mencoba walaupun sekujur tubuhnya benar-benar terasa perih dan sakt.

Dan satu kata yang menjadi sumbangan energi untuknya, "Fe..li..."

Walaupun pandangannya kabur, ia masih dapat melihat samar-samar, komplotan penculik itu berjatuhan satu persatu. Ia mengerjapkan matanya berulang kali, tidak percaya dengan apa yang baru saja ia lihat.

'Siapa?'

'Siapa yang menjatuhkan mereka?'

"Aku akan melindungimu.."

Seorang pria berjubah merah tengah berdiri di depannya. Sebuah kapak besar berayun dengan lincah dan menumbangkan semua komplotan itu. Tubuh Feliciano yang tidak sadarkan diri itu terhempas ketanah. Kejadian yang baru saja ia saksikan itu benar-benar membuatnya lega. Feli selamat.

"Kau tidak apa-apa?"

Pria berjubah merah itu berjalan mendekati tubuh Lovino yang masih tesungkur tak berdaya di tanah. Lovino kenal suara itu. Suara pria itu tidak asing baginya. Tapi ia tidak bisa mengingat siapa orang yang telah menyelamatkannya dan adiknya itu.

Pandangan Lovino semakin kabur, air matanya terus menetes tak tertahankan. Pikirannya mulai melayang, hingga kegelapan merasuki tubuhnya.

.

. .

Per il moi amato capitano pirata da Natuna, kapan kau akan menjemputku?


Selesai sudah Chapter 1 yang terkesan endingnya maksa karena aku harus cepat-cepat menyelesaikannya. Lagipula, saat aku sedang menyelesaikan cerita ini, teman fb ku bilang, "Kak, liat situs ini deh!" Dan kata-kata umpatan Lovino langsung keluar seketika dari mulutku setelah membuka situs itu.. Aku lagi enak-enak mikir habis ini kayak gmana ya? Eh temen aku itu ngagetin aku pake situs menyebalkan itu. Jadinya gak mood and ending ga jelas ==

Maaf jika chapter ini super garing atau ngegantung karena sengaja aku buat ngegantung.. Tapi aku harus buat.. Buat pengenalan.. Maaf juga belum ada pairing lebih jauh di chapter ini.. Di chapter 2 akan aku ceritakan semuanya tentang masa lalu Lovi *mi amor* dan tentang legenda itu.. Tapi aku harus buat.. Buat pengenalan.. Maaf juga belum ada pairing lebih jauh di chapter ini.. Dan chapter selanjutnya mungkin agak telat karena liburan sekolah telah usai ;A;

Btw, pasti pada bisa nebak kan cwo berjubah merah itu siapa? Ehem Ehem..

Terima kash karena telah membaca fanfic abal ini.. Semoga memuaskan para pembaca! Sebenarnya saya sendiri masih bingung genre fanfic ini apa hehe..

Saya ingin mendengar komentar tentang fanfic pertamaku ini.. Mohon dikoreksi bila ada salah ketik atau salah grammar karena b. ing saya parah banget..

Sekali Lagi Terima Kasih Banyak!

Grazie! Grazias!