BOW and ARROW
.DancingChen present…
Fusion Saeguk, Romance, Mystery, Drama | T | Yaoi/BL, Lu/Min, OOC, OC, AU, AT, bashing chara, typo(s), italic is flashback—This story and OC belongs to me. Luhan&Xiumin belongs to God, himself and their family. Joseon history belongs to Taehan Minguk. Hope u like this story ^^)/ Thank's for reading…
PROLOGUE
1584, tahun ke-17 pemerintahan Raja Seonjo, raja ke-14 Dinasti Joseon.
Setelah para sarjana yang mendukung Raja Seonjo terbagi menjadi dua fraksi yaitu Fraksi Barat dan Fraksi Timur. Fraksi Barat mendapat simpati lebih besar dari Raja SeonJo, karena Sim Ui Gyeom yang merupakan pemimpin mereka memiliki suatu hubungan dengan sang ratu. Namun, lama-kelamaan kepercayaan itu memudar akibat dari keraguan Sim Ui Gyeom untuk membantu Fraksi Barat mendapatkan kekuasaan.
Di sisi lain, Fraksi Timur mempengaruhi untuk mempercepat masa reformasi namun, kemudian Fraksi Timur malah mendesak untuk memperlambat reformasi tersebut. Perpecahan politik itu menyebabkan negara menjadi lemah, karena jumlah dari pasukan militer juga menjadi salah satu permasalahan dalam agenda untuk direformasi.
Raja Seonjo menghadapi banyak kesulitan dalam berurusan dengan kedua ancaman baru ini, mengirimkan banyak komandan militer yang berpengalaman ke perbatasan Utara, sementara itu juga menghadapi para pemimpin Jepang di bagian selatan.
Bagaimanapun juga, setelah Toyotomi Hideyoshi mempersatukan Jepang, Jepang segera membuktikan diri mereka akan menjadi ancaman yang lebih besar dan banyak orang Korea mulai takut kalau negeri mereka akan diambil alih oleh Jepang. Banyak pejabat mencemaskan pertahanan dari kerajaan, mendesak raja untuk mengirim para delegasi ke Hideyoshi, tujuan utama mereka adalah untuk mencari tahu apakah Hideyoshi sedang mempersiapkan untuk invasi atau tidak. Bagaimanapun juga, dua faksi pemerintahan tidak dapat mencapai kata sepakat mengenai kepentingan nasional ini sehingga sebuah persetujuan dibuat dan satu delegasi dari setiap faksi dikirim ke Hideyoshi. Ketika para utusan itu kembali ke Korea, laporan mereka justru menambahkan kontroversi dan kebingungan.
1591, saat delegasi itu kembali, Hideyoshi mengirimkan delegasi miliknya dan meminta izin untuk melewati semenanjung Korea yang saat itu Jepang merencanakan akan menyerang China. Tentu saja Raja Seonjo menolak permintaan itu kemudian ia mengirimkan signal ke China bahwa Jepang akan menyerang mereka.
Hingga pada akhirnya, 1592, Jepang menyerang Korea hingga perang terjadi.
Pemuda berpakaian pengawal kerajaan dengan gigih menunggangi kudanya dan menghalau para musuh dari tanah kelahirannya dengan panah dan pedang. Ia bertaruh nyawa untuk itu. Tak peduli apapun, tekadnya untuk melayani Yang Mulia Raja ia buktikan sekarang. Namun, tujuan utamanya adalah melindungi negara ia cintai.
Disisi lain, pemuda yang merupakan pemanah handal sedang menembakkan anak panahnya. Ia selingi juga dengan tembakan dari senapan api. Bubuk mesiu[1] mengotori tangannya, namun ia tak peduli dengan semua itu. Ia bukanlah seorang pengawal kerajaan, namun ia adalah seorang yang ingin melindungi negaranya dengan caranya sendiri.
CHAPTER 1 (PERTEMUAN)
1584, Anseong.
Anseong, kota dengan seni budaya dan perdagangan yang cukup maju. Beberapa kelompok pedagang sukses berada di Anseong, namun sebagian besar berpindah ke Hanyang yang merupakan ibukota Joseon.
Dia adalah Shi Luhan, berasal dari Anseong, seorang anak salah satu anggota kelompok pedagang yang sangat ingin berkarir ke Hanyang. Ia tak ingin berjualan kesana, tetapi ia sangat bertekad untuk melayani Yang Mulia Raja sebagai pengawal kerajaan. Ia berencana akan mengikuti ujian pemilihan pegawai kemiliteran yang baru. Sebenarnya Ayah-nya melarangnya untuk terlibat politik dan menyarankannya untuk berdagang. Sederhana saja, Ayah Luhan berpikir, bagaimana jika seluruh anak pedagang di Joseon memilih untuk ikut ujian itu? Bisa saja perdagangan Joseon diambil alih oleh orang-orang dari Qing dan Jepang.
Luhan tetap bersikeras dengan pendiriannya. Ia yakin takdirnya bukan menjadi pedagang. Jadi, tak ada alasan Ayah-nya untuk bisa melarang tekad anaknya itu. Ia hanya dapat membiarkan anak semata wayangnya berlatih untuk menjadi seorang pengawal kerajaan, mulai dari belajar memanah, menggunakan pedang, menunggangi kuda, melempar tombak hingga menggunakan senapan.
Luhan menepuk-nepuk kuda miliknya. Kuda inilah yang akan menemani Luhan untuk mencapai Hanyang nantinya. Baru saja ia meminta izin pada Ayah dan Ibunya untuk pergi ke Hanyang. Rencananya Ayah Luhan akan bergabung ke kelompok pedagang yang cukup besar yang berada di Hanyang jikalau Luhan lulus ujian.
Luhan menarik tali kekang kudanya dan memulai perjalanan dengan menuntun kudanya. Ia sangat senang. Ia hanya tak menyangka Ayahnya akan mengizinkannya untuk pergi mengadu nasib ke Hanyang.
[Flashback]
"Itu bukanlah hal yang mudah, Nak." ujar Ayah Luhan sambil menganyam daun pandan yang kering.
"Aku tahu, Abeoji[2]. Tetapi aku belum mencoba hal itu, jadi aku belum tahu seberapa sulitnya itu." Luhan bersikeras.
"Jangan keras kepala. Kau bisa menyesal nantinya." sahut Ayahnya masih berkonsentrasi pada anyamannya.
"Aku mohon Abeoji. Apa kau tak ingin melihat anakmu ini sukses sesuai dengan yang diinginkannya? Aku tak ingin menjadi pedagang karena aku tak cocok dengan pekerjaan itu." rengek Luhan berusaha meyakinkan Ayahnya.
"Baiklah, baiklah. Akan ku izinkan kau untuk ikut ujian itu. Tetapi, ingat, jika kau gagal segeralah pulang. Itu artinya bukan takdirmu untuk menjadi seorang pegawai militer atau sipil kerajaan."
"Baiklah, aku mengerti." jawabnya.
[Flashback End]
Sebulan lagi boksi[3] untuk pemilihan pegawai kemiliteran yang baru akan diadakan. Sebenarnya hanya perlu beberapa hari untuk sampai ke Hanyang, namun Luhan lebih memilih mendahului datang ke Hanyang. Selain takut ada beberapa kendala saat perjalanan, konon mencari sebuah penginapan yang murah menjelang ujian sangatlah sulit.
Luhan kembali menepuk-nepuk kudanya kemudian ia menaikinya
"Aku tak ingin terlambat, jadi bergeraklah!" kata Luhan. Kakinya menepuk bagian sisi kanan dan sisi kiri kuda tersebut. Tangannya menggerakkan tali kekang kudanya. Kuda itupun berlari. Perjalanan menuju Hanyang dimulai.
(Bow and Arrow)
1584, Hanyang, Kediaman Sarjana Park Chanyeol.
Sekelompok orang menyusup ke sekitar pepohonan yang berada di rumah Park Chanyeol. Dia adalah seorang sarjana. Mereka berpakaian seperti pengelana berwarna serba hitam lengkap dengan busur panah dan anak panah yang digendong di bagian punggung mereka. Begitu pula dengan sebilah pedang yang digantung di pinggang bagian kiri hingga mencuat ke bagian belakang. Satu-satunya yang terlihat dari mereka adalah mata karena hampir seluruh tubuhnya tertutupi pakaian. Tak ada yang tahu siapa mereka. Kurang lebih jumlah mereka tujuh orang dan salah satu dari mereka adalah seorang pemimpin yang mengatur mereka.
Sang pemimpin memberikan kode dengan menggerakan matanya, memberikan mereka instruksi untuk bergerak sesuai dengan yang direncanakan. Dua dari mereka bergerak ke sisi kiri rumah sedangkan dua lainnya bergerak ke sisi kanan dan sisanya masuk melalui pintu depan rumah. Sang pemimpin akan masuk melalui jendela yang berada di belakang rumah yang tepat menghubungkannya dengan bilik Park Chanyeol.
Brak!
Mereka masuk secara bersamaan. Park Chanyeol yang saat itu tengah menulis melepas kuasnya karena terkejut. Dua orang yang masuk dari depan tadi mengarahkan pedang mereka ke leher Park Chanyeol.
"Si—siapa kalian?" tanya Park Chanyeol dengan suara bergetar.
Mereka hanya diam.
Park Chanyeol memutar bola matanya, sibuk mencari benda yang dapat ia gunakan untuk melawan orang-orang yang tak dikenalnya ini. Sial! Pedang yang menjadi tamengnya berada jauh dari jangkauan tangannya.
"Kutanya, siapa kalian?" bentak Park Chanyeol kemudian karena jawaban yang ia tunggu tak kunjung tiba.
Mereka tak menjawab lagi.
Tangan Park Chanyeol tampak bergetar. Sekarang ia sangat takut. Entah siapa yang telah mengutus sekelompok orang ini untuk menyerangnya, Park Chanyeol tak dapat menduga. Kalaupun ia dapat menebak itu, pasti mereka akan membunuhnya tak lama lagi dan akhirnya tak dapat mengungkap identitas mereka.
Sang pemimpin memberikan kode pada dua orang yang memegang pedang sekali lagi. Tanpa ragu mereka menggerakan pedang itu secara bersamaan. Pedang yang tajam itu melukai leher Park Chanyeol. Ia meregang nyawa malam itu. Salah satu dari mereka mengambil buku yang ditulis oleh Park Chanyeol tadi. Kemudian mereka bertolak dari kediaman Park Chanyeol.
(Bow and Arrow)
Brak!
Raja Seonjo menggebrak meja yang berada di depannya. Matanya menatap tajam ke seluruh ruangan. Para menteri menunduk karena melihat amarah Raja Seonjo yang begitu memuncak.
Baru saja seorang pegawai kepolisian melaporkan bahwa Sarjana Park Chanyeol tewas terbunuh saat sedang menulis sebuah buku yang akan digunakan sebagai pedoman berperang. Buku tersebut sangat penting dan buku itu dibuat karena sebagai bentuk antisipasi untuk menghangdapi Jepang yang dapat menyerang kepan saja. Di dalam buku tersebut juga ditulis tak-tik jitu yang dapat digunakan untuk mengusir musuh dari tanah air. Namun, sekarang buku yang hampir selesai itu hilang.
"Bagaimana ini bisa terjadi?" tanya Raja Seonjo dengan nada menahan amarah.
"Jeonha[4]." sahut para menteri serentak dan lantang.
"Jeonha, ini berada di luar dugaan." kata seorang menteri—Menteri Kim yang berdiri di sisi kiri Raja.
"Bagaimana bisa seorang yang sedang menulis sebuah buku yang sangat penting tidak mendapat pengawalan yang ketat? Bagaimana bisa?" tanya Raja Seonjo dengan keras. Tangannya memijat pelan pelipisnya. Ia kehilangan seorang sarjana yang berbakat dalam bidang peperangan dan buku yang sangat penting bagi kelangsungan kerajaan hilang.
"Jeonha, para pengawal kerajaan sudah melakukan pengawalan yang ketat saat Sarjana Park Chanyeol mulai menulis bukunya, namun di pertengahan ia menulis buku tersebut, ia menghalau seluruh pengawal. Ia tak ingin terganggu oleh pengawalan dari kerajaan. Jeonha, itulah yang hamba dengar." kata menteri yang berada di sebelah Menteri Kim—Menteri Yoon.
"Cepat, sekarang temukan buku itu! Aku tak ingin buku itu jatuh ke tangan yang tak pantas." perintah Raja Seonjo.
"Ya, Jeonha." sahut seluruh Menteri.
(Bow and Arrow)
Keamanan makin ditingkatkan di wilayah Hanyang terutama bagi orang-orang yang biasa keluar masuk kota. Tak hanya di Hanyang, keamanan juga ditingkatkan di wilayah istana mengingat ujian untuk mencari pegawai kemiliteran yang baru tinggal menghitung hari. Selain untuk menemukan buku itu, hal ini dilakukan untuk menangkap pembunuh Park Chanyeol.
(Bow and Arrow)
Tiga minggu berlalu. Hari itu adalah hari terakhir Luhan melakukan perjalanan. Gerbang besar yang membatasi Hanyang dengan wilayah di luar Hanyang sudah tampak di depan matanya. Luhan menahan kudanya untuk berhenti. Selama perjalanan ia tak mendapatkan halangan yang berarti. Luhan menuruni kudanya dan menuntunnya menuju gerbang yang di jaga para prajurit kerajaan.
Seorang pengawal manggunakan cheollik[5]berwarna hijau merentangkan salah satu tangannya bermaksud untuk menghalangi Luhan yang akan melewati pintu gerbang. Luhan menghentikan langkahnya dan melihat pengawal itu bingung.
Pengawal tadi mengambil sebuah gulungan yang diletakan di atas meja yang berada dekat dengannya kemudian membuka gulungan kertas itu ke arah Luhan. Beberapa tulisan berhuruf China tampak.
"Perintah dari Yang Mulia Raja Seonjo. Untuk menindaklanjuti pembunuhan seorang Sarjana bernama Park Chanyeol dan buku yang sangat penting hilang, maka setiap orang yang keluar dan masuk ke Hanyang ataupun wilayah istana akan diperiksa." jelasnya panjang.
Luhan mengangguk mengerti.
Ia membiarkan pengawal itu dan seorang pengawal lain untuk memeriksa dirinya dan barang bawaannya. Luhan menyipitkan matanya. Ia mendengar kalau itu soal pembunuhan dan buku yang penting telah hilang, tentu saja Luhan penasaran akan hal itu.
"Apa kau mengatakan pembunuhan?" tanya Luhan.
"Ya." jawabnya singkat sambil tetap memeriksa barang bawaan Luhan.
"Apa aku boleh tahu lebih jauh tentang hal itu?" tanya Luhan lagi.
"Cari tahu saja sendiri! Lagipula sepertinya kau bukan orang asli Hanyang. Jadi, lebih baik kau diam." katanya dengan nada ketus.
"Apa tak sebaiknya aku tahu? Aku adalah calon pengawal kerajaan." cerita Luhan.
"Ah, kau akan mengikuti ujian itu? Lebih baik kau fokus ke ujian itu dan tidak mengurus urusan yang bukan urusanmu sebelum kau ditugaskan secara resmi." sahutnya.
Luhan mengangguk canggung.
"Kau boleh masuk. Semoga berhasil."
Luhan tersenyum, "Terima kasih."
Luhan menuntun kuda miliknya. Ia menarik napasnya dalam, menghirup udara Hanyang untuk pertama kalinya. Luhan mengadah ke langit. Hari beranjak sore. "Kita akan cari penginapan setelah ini. Malam akan segera tiba." katanya berbicara pada kuda miliknya.
(Bow and Arrow)
Malam tiba. Luhan masih beberkeliling di pasar yang sepi, ia hanya berharap menemukan sebuah penginapan yang tidak membuatnya bermalam di tempat seadanya. Secercah cahaya timbul di ujung jalan. Mungkin disana terdapat sebuah penginapan. Luhan tersenyum seraya menuntun kudanya ke tempat itu.
Luhan kembali tersenyum, ia tak sia-sia menuju ke tempat itu. Disana ada sebuah penginapan. Luhan tersenyum senang ketika melihatnya. Sebenarnya uang yang dibawa Luhan cukup untuk menyewa sebuah rumah sederhana selama sebulan, namun Luhan masih memikirkan jika ia lulus. Ia tidak akan hanya tinggal di Hanyang selama sebulan, namun berbulan-bulan. Walaupun ia mendapat gaji, setidaknya ia juga harus berhemat.
Kekecewaan muncul saat Luhan makin mendekat. Antrian panjang disana. Sepertinya antrian ini adalah calon peserta ujian. Luhan menghela napasnya. Selain terancam tidak akan mendapat bagian kamar di penginapan itu, dia juga ternyata memiliki banyak saingan saat ujian nanti. Mungkin kebanyakan dari mereka adalah saingan berat.
Luhan ikut berdesak-desakan. Setidaknya ia harus berjuang mendapatkan sebuah kamar malam ini. Luhan tiba di pintu masuk penginapan. Si pemilik penginapan menjaga disana. Ia memilah tamunya yang akan dibiarkan masuk ke dalam penginapan miliknya.
"Apa kau peserta ujian?" tanya si pemilik penginapan.
"Ya." sahut Luhan.
"Kau perlu membayar 7 nyang[6] untuk semalam." katanya dengan angkuh sambil mengadahkan tangannya, "Kau sanggup?"
Luhan mengernyit. 7 nyang terlalu mahal untuk satu malam.
"7 nyang? Apa kau mengambil keuntungan yang sangat banyak untuk ini? Apa itu termasuk makanan yang aku dapat?" tanya Luhan tak terima, "Apa kau tak bisa memberiku 4 nyang untuk semalam?" tawarnya.
"Tidak ada menawar lagi. Itu hanya untuk biaya kamar. Jika kau ingin makanan juga, kau harus menambah 2 nyang untuk setiap malamnya." sahutnya angkuh, "Itu harga pas, jika kau tak mau, kau boleh pergi dan carilah penginapan yang lain."
"Baiklah, aku akan membayar ini." sahut Luhan pada akhirnya. Mungkin ia harus bertahan selama seminggu disini, mengingat sangat sulit untuk mencari penginapan. Lagipula hari sudah sangat larut.
"Mana uangmu?" pinta si pemilik penginapan.
Luhan meraih sesuatu dari balik jeogori-nya. Sebuah kantung hitam yang lusuh, namun tampak berat dan berisi.
"Di dalamnya ada uang 65 nyang. Kubayar untuk seminggu penuh lengkap dengan makanan." kata Luhan melempar uang itu kasar pada si pemilik penginapan.
"Ternyata kau orang kaya." gumam si pemilik penginapan, "Silahkan masuk, Tuan. Kamar anda di sebelah sana." katanya.
Luhan menuju kamar yang ditunjuk dan memberikan kudanya pada pelayan penginapan. Luhan masuk ke dalam kamar setelah melepas jipsin[7] miliknya. Luhan menutup pintu kamarnya yang lumayan sempit, namun setidaknya sanggup menampung seorang yang berbadan seukuran dirinya. Luhan meraba pintu berbingkai kayu yang bagian dalamnya dilapisi hanji[8] berkualitas rendah. Lebih buruk dari keadaan rumahnya di Anseong.
"Setidaknya aku sedikit nyaman berada disini." gumam Luhan sambil mengambil kasur yang dilipat di sudut kamar.
(Bow and Arrow)
Pagi tiba. Walaupun matahari belum benar-benar menampakkan rupanya, Luhan sudah mandi dan bersiap-siap. Rencananya hari ini Luhan akan mencari tahu buku yang dimaksud pengawal kerajaan yang ditemuinya kemarin. Luhan akan ke perpustakaan kota hari ini.
Luhan mengambil ikat kepala yang tergantung di dinding dan memakainya. Setelah itu ia mengambil paerangi[9] yang diletakan di sebuah meja di kamarnya. Ia juga mengambil sebilah pedang yang diletakan di sisi kiri badannya. Luhan keluar dari kamarnya dan memakai jipsin miliknya.
Luhan menuju ke tempat kuda. Ia berhenti ketika sampai di depan tempat kuda.
"Ah sebaiknya aku berjalan kaki saja. Mungkin akan lebih menyenangkan." gumam Luhan. Ia berbalik dan memulai misinya hari ini.
Luhan berkeliling di pasar yang lumayan besar di Hanyang. Matahari mulai menampakkan wujudnya. Suasana disini sangatlah ramai. Pedagang yang sibuk menjajakan dagangannya dan para pembeli yang sibuk menawar. Luhan tertawa kecil. Suasana ini tak jauh beda dengan keadaan pasar di Anseong. Luhan terbiasa membantu Ayahnya untuk berjualan di pasar. Mengingat ia akan segera meninggalkan pekerjaan itu dan akan menjadi seorang pegawai kemiliteran kerajaan, Luhan agak sedih. Tetapi, itulah keputusan dan tekad yang diinginkan Luhan.
Di tengah kerumunan orang-orang yang sibuk, sekelompok polisi kerajaan tampak berjalan makin mendekati Luhan. Satu diantara mereka memakai jeogori berwarna biru dan yang lainnya berwarna hijau. Luhan mengernyit. Mungkin mereka sedang menuju ke pintu masuk Hanyang.
Luhan hanya menoleh mereka yang melewatinya. Luhan tak terlalu memikirkan hal itu karena Luhan pikir itu bukan urusannya. Ia mendekati salah satu pedagang kain yang sedang menjajakan dagangannya pada orang yang hanya sekedar lewat di depan dagangannya.
"Permisi." kata Luhan.
"Apa yang kau inginkan anak muda? Apa kau mau membeli selembar kain?" tanya pedagang itu semangat. Walaupun ia berjualan kain yang sebagian kualitasnya bagus, namun penjual itu tak memakai hanbok[10] yang terlalu bagus. Bahkan chima[11] yang dikenakannya tampak lusuh.
"Ah tidak. Maaf aku hanya ingin bertanya sesuatu pada anda, Nyonya." sahut Luhan, berusaha agar tidak menyinggung perasaan penjual itu.
"Apa yang ingin kau tanyakan, Nak?" tanya wanita parubaya itu lembut. Walaupun tampak raut kekecewaan di wajahnya.
"Aku ingin tahu, apa disini ada perpustakaan?" tanya Luhan.
"Perpustakaan?" tanya wanita itu memperjelas, "Tak ada perpustakaan di sekitar sini. Perpustakaan hanya ada di dalam wilayah istana." jawab wanita itu.
"Apa tak ada tempat lain untuk mencari buku?" tanya Luhan lagi.
Wanita itu berpikir sebentar, "Jalanlah dan diikuti jalan ini." kata wanita itu sambil menunjuk jalan dengan tangannya, "Di depan sana kau akan menemui sebuah toko buku."
Luhan mengangguk, "Terima kasih."
Luhan meninggalkan pedagang itu. Ia melangkah lagi sesuai dengan petunjuk pedagang itu. Tak lama, Luhan menemukan sebuah toko buku yang tampak cukup tua. Menurut Luhan bangunannya juga sepertinya sudah tak layak pakai.
Luhan menginjakkan jipsin-nya di lantai toko yang lumayan berdebu. Matanya menangkap gulungan-gulungan kertas yang tersusun di atas rak-rak besar dan buku-buku yang tersusun rapi di rak lainnya. Tidak banyak yang berkunjung. Hanya beberapa orang yang tampak memilih kertas kesukaannya dan memilih buku di rak lainnya. Luhan menghampiri pemilik toko yang duduk di belakang meja kerjanya.
"Permisi." sapa Luhan membuat pria tua yang sedang menulis sesuatu menghentikan pekerjaannya.
Pria itu mengangkat wajahnya dan melihat Luhan yang sedang tersenyum ke arahnya. "Ada yang bisa aku bantu anak muda?" tanyanya dengan suara pelan.
"Aku ingin mencari beberapa buku, mungkin buku yang dapat membantuku untuk lulus di ujian pemilihan pegawai kemiliteran." jelas Luhan.
Pria itu tertawa kecil. Perawakannya terlihat renta, "Kau tak akan pernah menemukan buku seperti itu anak muda. Keyakinan, kedisiplinan dan latihan yang keras akan membuatmu lulus di dalam ujian itu." sambungnya.
Luhan mengangguk, "Ah ya," Luhan tertawa kecil, "Emhh apa anda mendengar tentang kasus Park Chanyeol?" tanya Luhan.
"Park Chanyeol? Sarjana yang pintar dalam tekhnik perang itu?" Pria itu memperjelas pertanyaan Luhan.
"Ya." Luhan mengangguk, "Aku dengar dia tewas terbunuh beberapa minggu yang lalu." jelas Luhan.
"Aku tak tahu tentang hal itu." jawab pria tua itu dengan nada datar, "Jika kau ingin menanyakan hal itu, lebih baik kau tak datang ke tempat ini. Bertanyalah ke tempat lain!" katanya.
Luhan menghela napasnya. Ia berbalik dan meninggalkan pria tua itu. Luhan beberapa kali menoleh ke arah pria tua itu. Mana mungkin kejadian yang sudah berlalu beberapa hari lalu orang Hanyang tak mengetahuinya? Tak ada yang aneh, namun Luhan merasakan sesuatu yang ia tak mengerti hingga…
Bruk!
Luhan menabrak seorang pemuda yang membawa banyak gulungan-gulungan kertas. Gulungan-gulungan kertas itu terjatuh dan berserakan di lantai toko.
"Maafkan aku, aku tak sengaja." kata Luhan meminta maaf sambil memunguti gulungan-gulungan kertas yang terjatuh di sekitar kakinya.
"Tidak apa-apa." jawab pemuda itu sambil merapikan gulungan-gulungan kertas yang sudah berada di atas tangannya lagi.
Luhan tersenyum. Pemuda itu menuju ke meja kerja pria tua tadi. Luhan memperhatikannya.
"Abeoji ini adalah kertas kualitas tinggi yang baru saja dikirim dari Qing." kata pemuda itu. Jadi, pria tua tadi adalah Abeoji-nya.
Pria itu berbalik lagi dan mendekat ke arah Luhan. Sepertinya ia akan mengambil beberapa gulungan kertas lagi. Luhan mengikuti pemuda itu yang melangkah keluar toko.
Luhan mengikuti cukup jauh pemuda itu. Entah pemuda itu akan kemana. Akhirnya, Luhan yang tak tahan ingin bertanya padanya. Luhan meraih tangan pemuda itu dan menghentikannya. Pemuda itu terhenyak dan berbalik melihat Luhan yang ada di belakangnya.
"Apa yang kau lakukan?" tanya pemuda itu melihat pergelangan tangannya yang di genggam Luhan.
"Aku hanya ingin bertanya." jawab Luhan. Sedetik kemudian Luhan menyadari tangannya, "Ah, maaf." katanya.
"Apa yang ingin kau tanyakan?" ulang pemuda itu bertanya.
"Apa kau tahu tentang Park Chanyeol?" tanya Luhan.
"Park Chanyeol?" Pemuda itu memperjelas.
Luhan mengangguk. Pemuda itu berpikir sejenak.
Pemuda itu menaikkan salah satu alisnya, "Emhh—aku tak tahu siapa dia. Apa kau ada perlu dengannya?" tanya pemuda itu balik.
"Perlu? Ah tidak. Aku hanya ingin bertanya itu. Siapa tahu kau mengenalnya kan?" jawab Luhan canggung.
"Kalau begitu aku pergi dulu. Ada banyak kertas yang harus ku ambil." kata pemuda itu tersenyum. Ia kembali berjalan menuju ke tempat tujuannya yang tadi.
"Tunggu! Apa aku boleh mengetahui namamu?" tanya Luhan.
"Kim Minseok." jawab pemuda itu.
To Be Continued
Glosarium (Chapter 1):
[1] Bubuk mesiu: disebut juga bubuk hitam, bahan peledak yang terbuat dari campuran belerang, arang dan kalium nitrat.
[2] Abeoji: Ayah.
[3] Boksi: ujian awal.
[4] Jeonha: sebutan untuk raja; Yang Mulia.
[5]Cheollik: adaptasi Korea dari jubah Mongol, diimpor pada 1200-an selama dinasti Goryeo. Cheollik tidak seperti bentuk lain dari pakaian Korea, merupakan penggabungan dari blus dengan rok menjadi pakaian tunggal. Biasanya digunakan pejabat atau pegawai kemiliteran.
[6] Nyang: mata uang Joseon. Uang koin yang terbuat dari perak.
[7] Jipsin: sepatu yang terbuat dari bahan jerami.
[8] Hanji: kertas tradisional Korea, terbuat dari chomok (kulit pohon mulberi); biasanya digunakan sebagai kertas untuk menulis, buku, dinding, lapisan pada pintu atau jendela, lantai sampai peti mati.
[9] Paerangi: topi yang terbuat dari bambu, biasanya digunakan rakyat biasa.
[10] Hanbok: pakaian khas Korea.
[11] Chima: rok terluar yang dikenakan wanita.
A/N: aaaaaaaaa A;A akhirnya bisa post FF ini juga :v padahal rencananya ini mau di post awal desember, tetapi gpplah di post sekarang ^^ ini chapter yeth… ah ya yang FF sebelah yang judulnya WIG itu ampe chapter 3 udah END yak, bukan TBC… Maaf yak arena di chapter 1 ini ga banyak munculin Minseok… Udah tahu konfliknya? #belum pasti…
Ah ya ini FFnya aku ambil sedikit dari sejarahnya Joseon, tetapi banyak disini yang fiksi, namanya juga fusion saeguk. Paling yang beneran sejarah beberapa paragraph di prologue seperti nama tokoh Jepang dan juga raja Seonjo. Kenapa pemerintahan raja Seonjo? Ya, karena pas masa pemerintahan beliau nyambung aja sama ide yang aku pikirkan. Lagipula jarang kan yang pake raja Seonjo, karena kebanyakan yang pake pemerintahan Raja Gojong atau pun Raja Sukjong.
Untuk marga Luhan, aku pake Shi aja yeth .. :3 kemarin ampe muter-muter di google buat cari translate marga Xi kalau ke Korea jadi apa, karena ga ketemu, ya sudah aku pake Shi aja :3
Ah ya, ini sebenarnya terinspirasi dari drama Korea saeguk yang aku tonton terakhir kali yaitu The Three Muskeeters sama Joseon Gunman. Jadi, di FF ini mungkin ada beberapa bagian yang mungkin—sangat—mirip dengan drama tersebut.
Oke mungkin itu aja yang ingin aku sampaikan… Selamat membaca dan selamat menunggu lanjutannya :v #kalaupun ada yang nunggu
Leave your comment please XD Thank you :* #ciumin reader satu-satu.
