Story of Us
.
.
.
Summary : Because only the warm-hearted Emperor who can stand with the icy Empress. Kumpulan drabble/ficlet tentang pairing Muneyoshi Kugayama x Fuyumi Irisu. Rated T to M for some reasons. Enjoy reading :)
Disclaimer : I own nothing except the plot :)
Warning : OOC, romance gagal, abal, ngasal dan masih banyak kekurangan di sana-sini. Enjoy reading aja minna-san :)
.
.
.
Suasana tegang di rapat Komite Festival Kebudayaan akhirnya melunak setelah Irisu Fuyumi mengungkapkan solusi yang dinilai cukup cerdas dan rasional untuk mengakhiri perdebatan antara Klub Musik dan Klub Drama.
Para audience yang menghadiri rapat terdiam seribu bahasa ketika Fuyumi berbicara dengan lugas – namun tegas – menandakan bahwa ia tak ingin diinterupsi apalagi dibantah saat mengemukakan pendapatnya.
Sebagian orang terperanjat… Sebagian lagi merasa iri karena tak memiliki pesona layaknya Fuyumi, yang mampu menundukkan setiap hadirin di ruang rapat terperangah dengan keahliannya mengendalikan situasi.
Hampir semua orang terlihat tak nyaman duduk di tempat mereka. Mencoba tak beradu pandang dengan sang Empress – which is dengan kejernihan mata birunya yang seolah berdaya magis – mampu menyibak segala rahasia terdalam yang berusaha disembunyikan setiap orang.
Hanya satu orang – di kursi paling ujung dekat papan tulis – tetap memasang senyum di wajah tampannya. Tak terpengaruh dengan aksi mengagumkan sang Empress yang tengah bermain-main dengan kondisi psikologi para anggota komite pasca ketegangan yang berlangsung di awal rapat.
Tak ada yang mampu mendefinisikan senyuman sang ketua OSIS. Mereka malah bertanya-tanya, kenapa Kugayama Muneyoshi masih tetap dapat menorehkan senyum kala Irisu Fuyumi menggiring mereka ke tepi jurang? Semua anggota rapat merasa diabaikan oleh sang ketua.
Para hadirin menghela napas penuh kelegaan saat Irisu menyudahi siksaan mentalnya. Tanabe Jirou berdeham beberapa kali. "Baiklah. Terima kasih atas sarannya, Irisu-san," mengangguk pelan pada sang Empress sebelum beralih pada sang ketua OSIS di sebelahnya.
"Bagaimana menurutmu, Kaichou-sama? Apakah saran dari Irisu-san bisa diterapkan untuk memecahkan permasalahan antara Klub Musik dan Klub Drama?"
Meski ketegangan telah mereda, situasi tak lantas berubah normal. Atmosfer perseteruan dan intimidasi masih terasa di ruang rapat tersebut.
Kendati mengutarakan penyelesaian yang brilian, Fuyumi juga menciptakan suasana yang tak mengenakkan bagi sebagian anggota rapat – khususnya mereka yang tengah berdebat.
Muneyoshi mengelus dagunya. "Well…" Tampak berpikir sejenak, sebelum melanjutkan ucapannya. "Saran dari Empress-san cukup bagus. Kami akan mempertimbangkannya."
Muneyoshi membetulkan posisi duduknya, menarik kursi ke depan dan meletakkan kedua sikunya di atas meja.
"Selain itu… Adakah yang ingin menyampaikan pendapat lain mengenai masalah ini?" Sepasang orbs merah tua menyisir sekeliling, mengamati ekspresi semua orang satu persatu.
"Haha. Jangan tegang seperti itu dong. Tenang saja. Aku tidak menggigit kok," canda sang ketua – berusaha mencairkan suasana. "Semua pendapat akan dipertimbangkan dan akan kita diskusikan bersama untuk menentukan keputusan yang baik bagi semua pihak."
Tak ada yang mampu menolak ketulusan serta kesungguhan hati yang terbersit dalam tatapan sang ketua – yang dalam sekejap saja telah mampu melenyapkan keraguan dalam hati mereka.
"Kami menyetujui saran dari Irisu-senpai," ujar seorang siswi berkuncir dua – salah satu anggota Klub Drama yang duduk di sebelah Satoshi. Tampak malu-malu, namun tersirat jelas dari sikapnya bahwa ia mengambil keputusan itu tanpa paksaan.
"Klub Musik juga tidak keberatan dengan saran Irisu-san," sahut seorang siswa yang gaya rambutnya mirip vokalis OLDCODEX – hanya agak lebih pendek di bagian jambang karena tak ingin menyaingi ketua Klub Mading.
Muneyoshi mengangguk paham. "Baiklah kalau begitu. Berarti… Kalian semua menerima solusi dari Empress-san?" Sekali lagi ia bertanya kepada para anggotanya sebelum mengambil keputusan.
Setelah hampir satu menit tak ada yang mengajukan keberatan dan bantahan, sang ketua OSIS pun memutuskan bahwa perdebatan antara Klub Musik dan Klub Drama telah selesai.
Rapat kemudian ditunda beberapa menit dan akan dilanjutkan kembali setelah jam istirahat.
"Yokatta… Akhirnya selesai juga… Rasanya seperti menunggu keputusan eksekusi hukuman mati saja." Satoshi Fukube mengelus dada setelah memastikan Fuyumi sudah berada cukup jauh untuk mendengar keluhannya.
Jirou yang masih sibuk merapikan beberapa dokumen di meja mengamini ucapan sang junior karena untuk beberapa saat, ia pun merasakan hal yang sama.
"Irisu-senpai benar-benar seorang ratu yaa. Aku tak bisa membayangkan kalau dia yang menjadi ketua OSIS. Untunglah dia tidak mencalonkan diri saat pemilihan," tambah Satoshi.
"Irisu-san sempat dicalonkan menjadi ketua OSIS. Tapi dia langsung mengundurkan diri keesokan harinya. Tampaknya ia tak terlalu berminat terjun dalam sebuah organisasi." Jirou mengetuk-ngetukan ujung dokumennya ke meja.
"Irisu-san juga tidak bergabung dalam klub mana pun," papar Jirou yang pernah sekelas dengan Fuyumi saat tahun pertama.
"Ohh. Begitu toh. Syukur deh, Irisu-senpai mengundurkan diri. Ngomong-ngomong… Kugayama-senpai juga tidak mengikuti klub mana pun kan?!"
Jirou mengangkat bahu. "Yap! Sepertinya tanpa harus menjadi anggota klub mana pun, mereka berdua sudah cukup populer di sekolah ini."
"Kalau aku berasal dari keluarga terpandang dan kaya raya seperti Irisu-senpai, mungkin aku juga akan terkenal yaa. Hehehe." Satoshi berangan-angan, tapi sesaat kemudian moodnya kembali down.
"Tapi Irisu-senpai terkenal karena kelihaiannya memanipulasi psikologi orang lain demi melancarkan urusannya kan?! Pantas saja ia dijuluki The Empress." Tanpa ragu ia mengungkapkan opininya tentang sang Empress di depan Jirou.
Di luar dugaan, Jirou malah tertawa mendengar penuturan Satoshi yang blak-blakan. "Hahaha. Pendapatmu ada benarnya juga, Fukube."
"Tapi… Bukan karena itu Irisu-san dijuluki The Empress," imbuhnya sembari mengusap sebulir air mata yang menyembul di ujung matanya.
"Hah? Masa? Lantas karena apa?" Satoshi terbelalak mendengar pernyataan senpainya.
"Karena Kugayama yang pertama kali memanggilnya seperti itu. Lagipula… Meski dijuluki The Empress, tak ada seorang pun yang berani memanggil Irisu-san dengan sebutan "The Empress" kecuali Kugayama."
"Eeee? Hontou ni?!"
.
.
.
Feel free to critic and review. Thanks anyway :)
