Judul: Stalking God Yato

Penulis: Riza Ailhard

Karakter: Yato, Yukine, Hiyori

Karakter tambahan: OC misterius

Setting/Timeline: Katakan saja setelah Yukine sembuh dari infeksi ayakashi

Disclaimer: Noragami, Yato, Yukine, Hiyori, serta aura romantisnya pertemanan antara mereka sepenuhnya milik Adachitoka. Saya hanya mengobrak-abriknya saja dengan penggalan ide cerita versi saya. Heuheu.

Summary: Tertangkap oleh mata Yato, Hiyori sedang berkencan dengan seorang laki-laki.


Chapter 1: Opening

Salju yang turun sejak tengah malam membuat daratan bumi menjadi berwarna putih. Bahkan, di beberapa daerah, salju yang menutupi jalanan lumayan tinggi, hingga sebetis orang dewasa. Di jalanan, terlihat sebuah alat berat yang sedang digunakan petugas untuk menyekop dan menyingkirkan salju yang menutupi ruas jalan. Akhirnya, jalan itu bisa dilalui kembali oleh beberapa kendaraan.

Di halaman sebuah rumah kayu sederhana, seorang dewa berpakaian jersey sedang memegang sekop. Di dekatnya, ada seorang anak laki-laki berambut pirang yang memegang angkong sorong yang dipenuhi tumpukan salju. Dewa berjersey itu menyekop salju yang menutupi jalan setapak melingkar disekitar rumah dan juga dari teras hingga pagarnya.

"Yak, setelah ini, pekerjaan selesai!" serunya riang. Dewa berjersey itu tampak bersemangat walaupun bayaran setiap pekerjaannya hanya 5 yen. Ia memberikan sekop itu kepada anak laki-laki yang ada di dekatnya. Ia beralih memegang angkong sorong dan membawa tumpukan salju itu ke bagian halaman yang memang dibiarkan tertutup salju. Setelah meratakannya, ia pun membereskan peralatan yang telah digunakannya.

Seorang anak perempuan kecil muncul dari dalam rumah sambil membawakan senampan minuman hangat dan beberapa roti. Dibelakangnya, seorang nenek tua berwajah ramah tersenyum dan menyapa kedua laki-laki itu.

"Sudah selesai, ya, Nak?"

Walaupun kedengarannya tidak sesuai, sang dewa berjersey Yato tidak ambil hati jika ia dipanggil sedang sebutan "nak". Tampangnya yang memang awet muda memang mengelabui siapapun. Padahal umurnya ribuan tahun lebih tua dari si nenek tua yang ada dihadapannya.

"Ya, Nenek. Kami akan mengembalikan peralatan ini di gudang," ujar dewa berjersey itu. Kemudian ia menoleh ke anak laki-laki yang ada disebelahnya. "Yukine, bisa kau kembalikan ini ke gudangnya?"

"Oke." Yukine pun berlalu ke gudang sambil membawa peralatan yang ditumpuk rapi diatas angkong sorong. Ia melewati jalan setapak menuju belakang rumah yang sudah dibersihkan sebelumnya oleh Yato.

"Terima kasih sudah menolong kami, anak muda. Tanpa bantuanmu, mungkin salju itu akan menumpuk terus karena aku tidak sanggup lagi melakukan pekerjaan keras seperti itu. Dan lagi, hanya aku dan cucuku yang tinggal di rumah ini," ujar nenek tua itu dengan tulus.

"Ah, iya, sama-sama. Aku juga senang sudah membantu," balas Yato dengan ramah. Yukine kembali dari gudang belakang dan bergabung dengan mereka.

"Ayo, Nak. Diminum dulu selagi masih hangat," ujar sang nenek mempersilakan Yato dan Yukine untuk menyicipi makanan yang disuguhkan cucunya. Keduanya duduk di lantai kayu dan meneguk teh gingseng hangat. Minuman yang cocok sekali di musim dingin yang mulai menuju puncaknya.

Cucu perempuan si nenek itu kembali ke dalam, namun ia tidak langsung ke dalam, gadis itu malah mengintip di balik dinding. Ia melihat neneknya yang masih mengobrol dengan Yato. Sementara itu, matanya melirik ke Yukine yang sedang melahap roti isi kacang buatannya. Ada ekspresi "wah rotinya enak" dari wajah Yukine saat ia mengunyah gigitan pertamanya walaupun hanya sepersekian detik. Detik selanjutnya, anak laki-laki itu menyadari kalau ia sedang diperhatikan seseorang. Matanya bertemu dengan mata si cucu perempuan nenek yang sontak membuatnya berlari ke dapur dengan wajah merah.

-ooo-

"Apa benar kau mau melakukan pekerjaan apapun hanya dengan bayaran lima yen?" tanya Yukine penasaran. Baginya, bagaimanapun, terkadang itu tidak sepadan dengan pekerjaan yang dilakukan tuannya. "Kalau aku berada diposisimu, aku akan meminta bayaran lebih," lanjutnya jujur.

"Kau kira sudah berapa lama aku menjadi dewa, hah, bocah? Tidak masalah hanya dibayar lima yen, asalkan mereka ingat padaku dan kembali menghubungiku jika butuh pertolongan," ujarnya sambil memakan roti isi kacang yang dibawa pulang dari rumah si nenek. Yukine hanya mendesah saja menerima jawaban itu. Ia tidak ada keinginan lagi untuk berbuat curang seperti dulu. Ingatannya kembali ke saat ia "dihukum" dengan upacara pensucian dan menyengat Yato. Ia tidak mau membuat dirinya maupun Yato berada dalam keadaan itu lagi.

Lagipula, tanpa meminta bayaran tambahan, Yukine sudah mendapatkan bekal makanan dari cucu si nenek tadi.

"Kakak!" Langkah keduanya terhenti. Mereka menoleh ke belakang. Gadis kecil itu menghampiri mereka. Bisa diperkirakan umurnya tiga atau empat tahun lebih muda dari Yukine. Gadis itu membawakan kotak yang dibungkus dengan kain. Ia menyerahkannya kepada Yukine sebelum mereka berdua keluar dari pintu pagar.

"Ka-kakak, terima kasih sudah membantu kami. I-ini sekedar bekal untuk dibawa pulang," ujarnya terbata-bata. Pipinya terlihat merah jambu. Bola matanya hazelnya cukup berani untuk menatap mata Yukine. Tatapan mata itu berlangsung beberapa detik hingga akhirnya Yato merusak chemistry diantara Yukine dan gadis kecil itu dengan menyambar kotak bekal itu.

"Terima kasih, gadis manis! Aku akan menerimanya dengan senang hati!" ujar Yato kegirangan sambil mencium aroma dibalik kotak itu. Yukine melihatnya dengan tatapan menyebalkan, sedangkan si gadis kecil masih terlihat kaget. Anak laki-laki berambut pirang itu mengalihkan perhatiannya kepada si gadis kecil.

"Terima kasih, ya."

Tak disangka ucapan terima kasih dari Yukine membuat wajah si gadis kecil makin merah dan membuatnya membalas ucapan itu dengan terbata-bata.

"Sa-sa... sama-sama!"

Yukine tersenyum mengingat kejadian barusan.

"Hei, bocah, kau mikir apa, hah? Belum waktunya kau memikirkan soal cewek," omel Yato membuyar lamunan Yukine. Shinki kesayangannya langsung merengut.

"Apaan sih," gumamnya ketus.

Saat melintasi jalan menuju kuil Tenjin, Yato merasa seperti melihat sosok yang dikenalnya. Seorang gadis, ia berjalan keluar dari kuil Tenjin menuju utara. Ia menjadi begitu bersemangat dan ingin memanggilnya.

"Hiyo—"

Akan tetapi panggilannya seketika terpotong setelah menyadari kalau gadis ras manusia yang dikenalnya itu tidak sendirian. Bahkan gadis itu tidak melihatnya sedikitpun atau menyadari keberadaannya. Padahal mereka hanya berjarak beberapa meter dibelakangnya.

"Yato, itu Hiyori, kan? Dia sama siapa?" tanya Yukine.

"Itu juga yang ingin aku ketahui, Yukine," jawabnya. Sejenak, ia memperhatikan orang yang ada disamping Hiyori. Keduanya tampak akrab dan terus mengobrol sambil berjalan. Dugaan sementara, orang itu laki-laki berumur 30 tahunan dan Yato belum pernah melihat Hiyori berjalan dengan orang seperti itu.

"Jangan-jangan..."


Bersambung.

AN: Angkong sorong itu bak pasir yang biasa dipakai tukang bangunan. Nggak tahu juga sih alat itu compatible apa enggak buat ngangkut salju. Well, ini fanfic pertama saya di fandom Noragami. Terima kasih telah membaca. Yang mau review, silakan. Thanks.