DISCLAIMER : MASASHI KISIMOTO
Pairing : Narusaku
Rated : T
Genre : Friendship, romance maybe
Warning : OOC, OC, AU, TYPO, MAINSTREAM THEME etc.
Story by me seriello
DONT LIKE DONT READ MINNA BUT I HOPE U READ THIS AND LIKE IT:V
.
.
.
.
"Kenapa ini? Kenapa nilai mu semua nya ampas!"
Pria berambut pirang cerah itu tampak menatap putra nya tajam seakan-akan dengan tatapan nya ia bisa mengoyak seluruh tubuh putranya.
Yang ditatap hanya acuh menaikan kedua kaki nya diatas meja sambil sesekali memetik senar gitarnya.
Cuek.
"Naruto! Ayah sedang bicara pada mu! Dimana sopan santun mu?" Kali ini suara seorang wanita yang terdengar menegurnya.
Kini pemuda dengan surai pirang itu menurun kan kaki nya dan merubah posisi duduk nya.
"Salah kan guru nya, kenapa soal-soal nya sulit sekali. Bahkan kalau kalian tau. Soal ini harusnya setara dengan ujian masuk perguruan tinggi. Wajar kan kalau aku tidak bisa mengerjakannya?" Sanggah nya sambil tetap bersikap santai, kadang-kadang dia cekikikan menatap layar handphone membaca balasan di sosmed dari kawan-kawan nya.
"Ibu tidak percaya, kanapa kau sekarang sebobrok ini?" Ditatap nya wanita dengan surai merah itu, Naruto hanya memutar bola matanya bosan.
Ah ayolah ia lemah jika harus melihat tatapan khawatir ibu nya.
"Aku tidak tau bu, kemampuan berfikir orang kan ada batasnya." Bela nya lagi masih nampak tidak perduli dengan apa yang terjadi.
"Dulu saat ujian masuk kau bisa mengerjakannya. Padahal ujian masuk ke Konoha Gakuen itu kan tidak mudah! Jangan membohongi Ayah, Naruto!" Minato jelas kesal melihat tingkah anak nya yang kelewat batas itu,kali ini ia perlu menggebrak putra nya.
"Ya itu kan dulu yah, sekarang kan beda." Lagi-lagi Naruto terkesan meremehkannya.
"Tapi kan tidak sampai seanjlok ini! Hampir semua pelajaran hasil nya buruk sekali, bahkan kau dibawah nilai rata-rata! Sebenarnya apa saja yang kau lakukan disekolah?" Pria paruh baya itu nampak mengurut batang hidung nya sampai ke dahi mencoba menghilangkan sakit dikepala nya.
"Harusnya kau tau jika memang kemampuan berfikir mu menurun, jangan memperburuk imej mu dengan membolos sekolah, membuat onar dan menentang guru-guru yang menegur mu!" Minato nampak menggebrak meja dengan geram. Istrinya-Kushina, kaget melihat suami nya semarah ini sedangkan bocah yang menjadi pusat kemarahan malah memasang wajah tak perduli.
Ya, Naruto sesantai ini menghadapi orang tua nya.
"Bisa-bisa kau akan di keluar kan dari sekolah!" Seru ayah nya lagi.
"Tak masalah, ini bukan kali pertama nya kan? Lagi pula masih banyak sekolah yang mau menerima ku. Siapa juga yang mau sekolah ditempat aneh seperti itu." Jawaban Naruto yang kelewat santai itu jelas membuat kedua nya semakin murka.
"Ayah tidak mau tau! Kalau ujian akhir ini nilai mu makin anjlok, Ayah akan memindahkanmu ke tempat terpencil! Awas saja kalau kau masih berperilaku semena-mena!" Ancam sang Ayah yang hanya dijawab dengan dengusan masa bodo.
"Ya ya ya terserah Ayah dan ibu saja, aku tak perduli. Pindah ke tempat terpencil kek, tempat terisolasi atau apapun itu aku akan tetap hidup kok, tenang saja." Jawab nya sambil bangkit dari posisi nya dan meraih tas serta gitar nya, melesak keluar rumah sambil setengah berlari.
"Astaga Naruto kau mau kemana?!!! Kau bahkan belum ganti baju!!" Teriakan ibu nya itu membahana terdengar sampai keluar rumah membuat Naruto hanya menyeringai tipis.
.
.
.
.
"Ku mohon Tsunade, izin kan putri mu menjadi guru les putra ku."
Kushina nampak memohon didepan seorang wanita pirang yang notabene nya adalah kepala sekolah Naruto, putra nya.
Tsunade hanya menghela nafas iba. Ia tau akhir-akhir ini reputasi Naruto anjlok sampai kedasar paling rendah, putra sahabat karib nya ini benar-benar berubah.
Entah itu karena lingkungan sekolah atau apa tapi yang jelas sejak masuk SMA, Naruto benar-benar tak terkendali.
Sedikitnya Tsunade merasa bersalah. Jika memang perubahan Naruto karna lingkungan sekolah nya, maka jelas ia juga harus disalahkan karna sekolah ini adalah tanggung jawabnya, beserta bocah-bocah pembuat onar didalam nya.
Tapi sejujurnya Tsunade tidak sepenuh nya salah. Dia sudah bersikap tegas pada anak-anak nakal di sekolahnya, bahkan sekolah ini punya reputasi prestasi terbaik, siswa-siswa berprestasi ada banyak disini.
Bahkan sejujurnya di sekolah ini tidak sedikit anak nakal. tapi urusan nilai, semua nya tetap stabil. untuk masuk ke sekolah ini bukanlah hal yang mudah. mereka harus melewati berbagai macam tes termasuk tes tulis. jadi tidak heran, meskipun mereka nakal tetap mereka pintar. Tapi entah apa yang terjadi pada Naruto. Nilai nya selalu mengalami kemerosotan akhir-akhir ini, dan ini lah yang membuat Tsunade dan keluarga Naruto sendiri bingung. Padahal teman-teman nya tak ada yang seperti ini.
"Aku sangat ingin membantu mu, tapi kembali lagi ku serah kan pada putri ku supaya ia yang memutuskan." Ucapnya sambil menoleh kearah gadis merah muda yang duduk di samping kiri nya, putri nya itu nampak sedang berpikir.
Ya wajar saja kalau Sakura-putrinya Itu mencemaskan perihal hal ini, karena pria yang akan dihadapi nya adalah Naruto.
Sakura jelas tidak bodoh untuk mengetahui bahwa reputasi anak dari wanita merah yang tengah terisak ini termasuk bocah yang senantiasa Keluar masuk Ruang BK.
Jadi, Wajar kalau ia sedikit ragu.
Tapi melihat seorang ibu yang menangis mengkhawatirkan masa depan putra nya jelas membuat Sakura tergerak.
"Aku mau." Jawab nya kemudian yang langsung membuat Kushina tersentak. Dipeluk nya gadis merah muda itu.
"Terimakasih banyak Sakura-chan." Ucapnya yang dijawab anggukan oleh Sakura. Ibu nya tersenyum melihatnya.
Tsunade percaya putri nya mampu membawa perubahan.
.
.
.
.
"Hei! Kau terlambat duren!"
Teriak pemuda dengan tato segitiga merah terbalik dikedua sisi pipi nya, putra sematawayang keluarga Inuzuka.
Naruto hanya mendengus dan menyambar kentang yang tersedia diatas meja, melempar gitar nya ke sofa disisi teman lainnya yang tengah tertidur dengan posisi duduknya, ah fakta bahwa keluarga Nara itu tukang tidur seperti nya benar adanya.
"kau pasti tau kan? apa yang menghambatku datang kemari." Jawab nya sambil diselingi tawa bercanda,masih asik mencelupkan kentang goreng kedalam saus dan menyantapnya.
"Kau pasti kena marah lagi soal raport sekolah." Tebak putra bungsu keluarga Uchiha yang langsung di jawab dengan gelak tawa Naruto.
"As always! Kau pasti sudah tau itu, bung!" Jawabnya sebelum kemudian menenggak cola yang entah milik siapa sampai tandas hanya dengan sekali tegukan.
"Orang tua mu seperti nya tidak akan tinggal diam melihat kau yang semakin merosot prestasinya." Kali ini seorang pemuda dengan surai merah bata menghampiri nya, duduk disebelahnya kemudian ikut memakan kentang goreng nya.
"Ya kau memang benar, mereka mengancam akan memindahkan ku ke tempat terpencil. Ah ayolah dijaman seperti ini, dimana letak tempat terpencil?" Tanya nya masih dengan nada bercanda, menyenderkan punggungnya pada sofa empuk milik keluarga Uchiha.
"Jika boleh usul, aku akan lebih memilih membuang mu ke hutan aokigahara." Celetukan pemuda merah itu membuat semua yang hadir diruangan tertawa menanggapi nya-minus orang yang tertidur dipojok sana.
"Bangsat!" Seru Naruto sambil meninju lengah pemuda merah itu, masih dengan cengiran lebarnya.
Ah ayolah, hanya tempat ini yang mampu membuat nya bahagia, bisa tertawa sepanjang bercerita. Bersenda gurau dengan teman-teman nya tanpa rasa tegang yang melanda seperti saat berbicara dengan orang tua nya.
.
.
.
.
"Aku tidak tau Ino, seperti nya aku memang harus membantu bibi Kushina. Aku kasihan melihatnya." Sakura duduk di tengah-tengah pintu yang menghubungkan antara balkon dan kamar nya, menatap langit malam beserta bintang dan mencoba menikmati angin malam.
"Tapi kan Sakura kau tau sendiri seperti apa Naruto, meskipun dia bukan ketua gang hebi tapi dia yang paling berbahaya disana. Kau tentu tidak lupa kan? Insiden tawuran antara hebi dan geng ryu dulu? Dia mampu menghajar 10 anggota ryu yang tersisa sendirian dan karna itu dia jadi incaran gang-geng lain diluar sana yang terhubung dengan ryu, dan kau pasti tau kalau itu berbahaya. Aku takut kau terbawa-bawa karena mereka tau kau berdekatan dengan incarannya." Penjelasan Ino yang panjang kali lebar lewat telepon itu membuat Sakura tersenyum miris.
Jelas ia tidak lupa insiden mengerikan itu, saking heboh nya bahkan berdampak besar pada sekolah. Saat itu akan diadakan olimpiade sains seperti biasa dan karena insiden itu, membuat Konoha Gakuen didiskualifikasi serta selama tiga bulan tidak boleh mengikuti perlombaan lainnya.
Tentu saja Sakura marah karna ia sudah bekerja keras untuk menghadapi olimpiade tersebut, tapi gara-gara pemuda pirang dengan teman-temannya itu membuatnya harus didiskualifikasi.
"Iya aku tau Ino, tapi kalau saja kau melihat wajah sedih bibi Kushina, kau juga pasti sependapat dengan ku." Sakura menatap bintang-bintang diatas sana yang berkerlip memendarkan cahaya nya.
"Ya terserah kau lah ya, yang jelas aku hanya bisa berdoa semoga kau baik-baik saja dan mampu membantu keluarga Namikaze itu, aku juga sedikitnya merasa aneh dengan perubahan bocah itu, padahal dulu dia tidak separah ini." Ino mendengus mengingat bocah pirang yang dulu sangat populer di SMP.
Ino dan Naruto tidak lah bersekolah ditempat yang sama, jadi jelas dia tidak tau banyak soal Naruto, tapi sedikitnya dia tau bahwa Naruto pernah populer dimasanya.
Iya sekarang pun masih populer sih meskipun konteks populernya berbeda.
Sekarang bocah bodoh periang itu populer karena sikap berandalnya.
.
.
.
.
"Naruto, kemari kau!"
Seru Kushina begitu mengetahui sesosok bayangan dengan rambut pirang melewati ruang tengah dengan santai.
Sekaleng cola masih bertengger di tangan kanan nya, Naruto melenggang menghampiri asal suara sambil menuntaskan isi nya.
"Ada apa?" Tanyanya begitu menemukan sosok ibunya tengah berdiri didepan meja makan, membersihkan sisa-sisa makan malam yang dilewatkan Naruto.
Naruto melempar kaleng yang sudah kosong Tadi kedalam tong sampah yang berada di pojok ruangan samping kulkas, dia tersenyum sumringah ketika kaleng itu berhasil melesak masuk tong tanpa halangan.
"Ibu sudah berbicara pada kepala sekolah mu itu, dan putri nya bersedia menyanggupi untuk menjadi guru les mu mulai besok, ibu tau kau sering bolos pelajaran di sekolah tapi kali ini tolong jangan bolos dari les privat mu." Sorot mata Kushina nampak tajam berusaha membuat Naruto gentar tapi ternyata salah, bocah itu malah asik mencomot garlic bread dan mencelupkan nya kedalam saus selada lalu menyantapnya dengan semangat.
"Kau ini dengar ibu tidak sih?!" Seru Kushina kesal, ayolah dia sekarang seperti tidak sedang berbincang dengan putra nya.
Sikap Naruto sekarang terlalu asing bagi nya, ya walaupun sebenarnya tidak begitu asing juga.
"Aku dengar ibu, anak dari kepala sekolah ya? Siapa dia namanya?" Naruto nampak memasang pose berfikir yang ditanggapi dengan gelengan tidak percaya dari Kushina.
"Sakura, nama nya Sakura. Masa kau tidak hapal teman sekelas mu sendiri? Kau bahkan sekelas dengan nya sejak kelas 1 SMA!" Seru Kushina tak menyangka anak nya bisa setidak perduli ini.
"Ahh aku kan tidak menghapal isi absen, bu." Jawab Naruto asal, lebih tepatnya sih ya dia selalu datang setelah absen selesai.
Kushina hanya menghela nafas menghadapi sikap masa bodo anak nya ini. Kushina sendiri tak mengerti putra nya kenapa bisa separah ini.
"Naruto, ibu ingin tau sebenarnya kenapa kau jadi begi-."
"Ibu aku lelah tadi dirumah Sasuke ada pesta penyambutan kepulangan Itachi dari spanyol, jadi sekarang aku perlu istirahat." Naruto tak memberikan waktu untuk Kushina menyelesaikan ucapannya sama sekali.
Bahkan Bocah itu kini sudah melesak menjauh menuju kamar nya. Kushina mendudukan dirinya diatas kursi meja makan, meratapi perubahan Naruto yang signifikan.
Bocah itu benar-benar.
Benar-benar berubah 180 derajat.
.
.
.
.
Naruto melangkah kan kaki nya menyusuri koridor sekolah, dia bukan tidak tau bahwa tatapan para siswa disepanjang koridor itu tengah memperhatikannya, dia hanya memilih bersikap masa bodo saja.
Tentu Naruto paham gaya pakaian nya lah yang menjadi pusat perhatian. Kemeja putih yang tidak dimasukan kedalam celana, jas yang ia sampir kan asal di bahu kiri nya serta tas yang kelihatan tidak bawa apa-apa juga gitar akustik yang selalu dibawanya di tangan kanan nya dan jangan lupakan headband yang terpatri di jidatnya, padahal itu bukan lah properti yang harus dipakai ke sekolah. Itu saja sudah cukup menarik perhatian, ditambah lagi imej dirinya yang telah buruk dimata mereka.
Tetapi Naruto tidak perduli.
Ini adalah hidup nya hanya antara dia dan kami-sama, bukan mereka yang sok ikut campur dengan dunia nya.
SREK!
Naruto menggeser pintu kelewat keras sampai-sampai membuat para murid yang ada di dalam nya tertegun, memandangi nya dengan pandangan yang sulit diartikan. sebagian menatapanya takut, sebagian lain menatapnya sinis, dan sebagian lagi menatap nya penuh binar, Cih para Fansgirl.
"Woy! Tumben kau datang jam segini, ada angin apa nih?" Kiba,pemuda dengan tato dipipi nya itu merangkul bahu Naruto akrab.
Penampilannya tak beda jauh seperti diri nya. Memang yang paling berani menunjukan sikap berandalnya hanya lah Naruto dan Kiba, sedangkan sisa nya dari mereka itu 'berandal elegan'.
"Ya kau tau, ibu ku terlalu berisik mengenai nilai ku jadi aku sengaja 'kabur' terlalu pagi." Katanya yang kemudian disusul gelak tawa.
Sejujurnya tidak semua yang berada di lingkungan Naruto itu 'berandalan secara terang-terangan'. Mereka yang tergabung dalam gang hebi, gang yang diketuai oleh Uchiha Sasuke bukan lah gang biasa. Terdiri dari anak-anak orang kaya, pintar, tampan, dan juga berandalan. Dari gang ini mereka menunjukan 'sisi lain' dari para keturunan kalangan atas yang tentu mereka sembunyikan dari kalangan umum.
Mereka 'beraksi' di luar sekolah menggunakan topeng dan tentu tanpa menggunakan seragam. mereka terlalu menjaga Nama baik keluarga mereka.
Ya seperti yang dikatakan tadi, mereka 'berandalan elegan' mereka menutupi jati dirinya dengan imaje tenang nya berbeda dengan Naruto dan Kiba yang seakan-akan tidak perduli dengan reputasi harga diri, keluarga atau semacamnya.
"Ku dengar bibi Kushina menyuruh putri kepala sekolah untuk mengajari mu ya?" Shikamaru-pemuda dengan kuncir tingginya yang sedari tadi tampak tak perduli kini menghampiri sahabat-sahabat nya.
"Dari mana kau tau soal itu?" Naruto mengernyit penasaran. jelas heran, dia kan belum bercerita apa-apa pada teman-teman nya.
"Aku tak sengaja tadi mendengar beberapa murid perempuan menggosipkan hal itu." Jawab Shikamaru santai sambil menarik sebuah kursi lebih dekat kearah kerumunan teman-temannya dan menduduki nya.
"aku baru tau, kau ternyata tertarik juga dengan obrolan para gadis." Sindir Sasuke, yang masih fokus dengan buku Sastra nya sedangkan Shikamaru hanya menanggapi nya dengan dengusan bosan yang kemudian ditanggapi dengan gelak tawa kawan-kawannya.
"Seperti yang kau tau, begitulah memang." Naruto menjawab nya dengan acuh sambil menenggak orange jus milik Gaara, pria berambut merah bata.
"Omong-omong putri kepala sekolah itu yang mana?" Tanya nya sambil mengedarkan pandangannya keseluruh penjuru ruangan, ibu nya bilang mereka sekelas kan?
"Tuh." Gaara menunjuk seorang gadis merah muda dengan dagu nya.
Gadis itu tengah berbincang dengan putri keluarga Yamanaka dan juga seorang gadis cepol dua.
"Kau tidak tau putri kepala sekolah? Dia kan populer. Lagi pula ya kita sudah berada di kelas yang sama selama 3 tahun. masih saja kau tidak tau dengannya." Gerutuan itu Muncul dari bibir seorang pemuda dengan kulit pucat nya, Sai. Si penggila seni.
Sedetik Naruto terpesona, gadis itu seakan-akan menghipnotisnya.
Ayolah, memang separah apa dia membolos sekolah sampai-sampai tak menyadari ada gadis secantik ini dikelas nya.
Ia terhipnotis oleh pesona seorang gadis yang bagaikan bunga sakura di musim semi, ya walaupun ia menutupi nya dengan tawa menggelegar lalu berkata.
"Aku tak yakin gadis baik-baik sepertinya pulang dengan keadaan tetap 'polos' setelah mengajari ku." Canda nya sambil tertawa yang kemudian disusul tawa mesum dari teman-teman nya.
Kebisingan itu jelas menyita perhatian Sakura, dia menoleh dan mendapati pemuda pirang tengah tertawa lepas tanpa beban.
'Benar-benar seorang berandalan' gumam Sakura.
Bagaimana bisa pemuda itu tertawa layaknya tak punya masalah sedangkan kemarin dia lihat dengan mata kepala nya sendiri ibu dari pemuda itu tengah menangisi tingkah laku nya, miris sekali.
"Cih anak muda jaman sekarang tidak tau terimakasih." Kalimat yang dilontarkan oleh Sakura itu membuat Ino dan Tenten saling pandang. Bingung dengan Apa yang di bicarakan Sakura.
"Apa maksudmu forehead?" Tanya Ino bingung melihat Sakura tiba-tiba melontarkan kata-kata tak jelas untuk siapa.
"Itu! Dia jelas terlahir dari keluarga kaya raya, dia punya segala nya yang ia inginkan tapi sikap nya benar-benar keterlaluan, aku iba pada ibu nya yang kemarin menangis tersedu-sedu mengkhawatirkan masa depan bocah itu." Gerutu Sakura sambil terus menandangi Naruto dari meja nya. Tenten dan Ino lantas mengikuti arah pandangannya.
Merasa ditatap berlebihan oleh gadis diujung sana membuat Gaara risih.
"Hei bung! Sepertinya dia mendengar ucapan mu tadi." Naruto mengikuti arah pandangan Gaara pada gadis di sudut sana. Dia menyeringai.
"Ahh aku seperti nya akan di terkem oleh nya." Gelagak Naruto memelas seolah-olah ketakutan sambil memegangi dadanya membuat Sakura yang melihat itu mengernyit heran.
'kenapa bocah itu?'
"Hei sakura-chan! Kau tak tergoda dengan ketampanan ku kan? Ahh tatapan mu itu seakan-akan ingin melahapku bulat-bulat." Goda nya dengan suara keras membuat seisi kelas menatap nya heran.
Pipi Sakura merona.
Apa tadi Naruto menggoda nya?
'Cih menyebalkan.'
.
.
.
.
BRAK!
"Ini kumpulan soal-soal, kita mulai dari Fisika saja."
Gadis berambut merah muda itu kini berada di kamar serba orange milik Naruto, menjatuhkan kumpulan kertas soal-soal yang jika dikilo kan bisa jadi mencapai 5 kilogram dilantai kamar pemuda itu. Naruto hanya menatap nya bosan.
"Nanti sajalah, aku masih tak menemukan semangat belajar ku." Jawab nya enteng sambil kembali memetik senar gitarnya, memainkan sebuah instrumen abstrak.
Pemuda itu kini tengah duduk dilantai balkon, membiarkan angin sore menerpa kulit wajahnya yang kecoklatan.
"Jangan main-main Naruto! Aku sudah cape-cape datang kemari bukan untuk melihat mu malas-malasan tau!" Protes nya kesal.
"Ya kalau begitu kau pulang saja. Tak ada yang menyuruh mu kemari kan?" Tanya nya enteng membuat Sakura geram.
"Hei! Ibu mu yang menyuruh ku kemarin." Balas nya sengit, sambil menghampiri sosok Naruto berada.
"ya kalau begitu. Kau belajar saja dengan ibu ku."
BUG!
"Aduhh!" Naruto meringis kesakitan setelah lengannya dihantam bogeman mentah dari Sakura.
"Yang serius bodoh! aku benar-benar ingin membantu mu tau!" Sakura mendengus, menggembungkan kedua pipi nya kesal sambil mendudukan diri nya dihadapan pemuda pirang itu.
"Hei, jangan bertingah imut seperti itu. kau tau kan aku bukan pemuda yang polos yang tak berani berpikiran macam-macam saat berduaan dikamar begini, aku tak jamin kalau aku tak menerkam mu nanti." Naruto mendekatkan wajahnya kearah gadis merah muda itu yang sukses Membuat Sakura menormalkan kembali wajahnya, bertingkah cuek meskipun semburat merah tetap muncul.
Sial, pemuda ini menggoda nya.
Ah ayolah, kenapa sekarang dia jadi seperti Hinata? gadis dari keluarga Hyuga yang selalu malu-malu dalam berkata. Cih, Sakura tidak seperti itu, sungguh.
"Ya maka nya ayo belajar!" Sakura menarik-narik lengan baju Naruto.
"Ck! Sekarang aku tau kenapa wanita itu selalu merepotkan seperti apa kata Shikamaru." Cibir nya sambil menatap kumpulan kertas dengan bosan. Akhirnya dia bangkit dan mengambil salah satu kertas secara acak, membaca nya dalam hati.
Alis nya mengernyit. Inner Sakura berteriak kegirangan, dia sudah menyangka ini. Pemuda itu akan mengernyit kebingungan karena tak paham apa maksud dari soal tersebut. Naruto itu jangan kan paham, masuk kelas saat pelajaran Fisika saja tidak.
"Ck, ini jawabannya 12 Ampere." Ucap nya tiba-tiba membuat Sakura terkejut.
"Ah? Apa?" Tanya Sakura memastikan pendengarannya.
Apa dia salah dengar?
"Soal nomor 189 ini jawabannya 12 Ampere, sakura-chan." Jawabnya lagi dengan malas Sambil menunjuk satu soal tentang arus listrik searah.
Sakura membaca soal itu dalam hati.
'Sebuah rangkaian listrik dengan sumber tegangan V memiliki kuat arus 6 A. jika hambatan dibuat tetap, sedangkan sumber tegangan dinaikan menjadi 2V, maka kuat arus akan menjadi?...'
"Dari mana kau tau?" Sakura masih tak percaya dengan pendengarannya sedangkan pria dengan surai pirang itu hanya mendengus.
"Hanya menebak." Jawabnya singkat yang tentu saja tak dipercaya Sakura.
PLETAK!
"Jangan berbohong, Baka!" Sakura menjitak kepala Naruto dengan geram. Mereka baru kenal, atau setidak nya baru dekat. Tapi bocah ini sudah membuatnya emosi terus-terusan.
"Aduh!" Naruto mengelus kepala nya pelan, gadis ini imut tapi kasar ternyata.
"Ck," Naruto mendecak kesal kemudian dia menyambar pena merah muda Sakura dan mulai mencoret-coret buku catatannya. Sakura memperhatikannya dengan seksama.
"Berdasarkan hukum ohm yaitu V sama dengan I dikali R, karna R nilai nya tak pernah berubah maka V1 per V2 sama dengan I1 per I2, kita masukan nilai nya menjadi V per 2V sama dengan 6 per I2 maka 1 per 2 sama dengan 6 per I2 karena I2 yang di cari maka posisi nya di pindah jadi I2 sama dengan 12 A, kenapa 12? Karena ini hasil kali silang dari 6 kali 2, begitu." Tukas nya sambil meletakan kembali pena milik Sakura sedang kan si empunya pena masih spechless melihat apa yang barusan terjadi.
"Naruto, kau bisa mengerjakannya." Ucap Sakura tak percaya, dia menutup mulut nya dengan tangan. Jujur, penjelasan Naruto benar dan tak ada yang salah.
Dia bilang hanya menebak tadi, tapi nyata nya dia tau alurnya.
"Memang bisa." Jawabnya enteng.
"Ya kalau kau bisa kenapa nilai mu selalu jelek!! Baka!. apa kau sedang mencoba mempermainkan ku? kau ini berpura-pura bodoh apa bagaimana? hah?!" Sakura murka kali ini, ia merasa dipermainkan.
"Sudah lah Sakura-chan kau tak akan mengerti. Sebaik nya kau pulang aku akan menemui teman-teman ku sekarang." Naruto lantas berdiri menyambar tas ransel nya dan juga gitar kesayangannya kemudian meninggalkan Sakura yang masih terduduk mematung di lantai tak percaya.
'Apa benar dia berpura-pura bodoh? kalau iya, tapi kenapa?'
"Sungguh, Namikaze Naruto itu diluar dugaan".
.
.
.
.
TBC
.
.
.
.
mampus ngegantung, aduh aku bingung. harusnya lanjutin fic sebelah malah dapet nya ide fic lain yg sama2 gaje nya:")
ga tau ini mau dilanjut apa kaga. ini sebenernya aku publish buat kenang2an aja biar ga ilang:v tapi kalo yg minat banyak bakal aku lanjut insya allah. kira2 ada yg tau kenapa Naru bertingkah kaya gtu?:")
Mohon RnR nya minna:")
16 mei 2019 - seriello
