Bagaimana


disclaimer :

Sherlock Holmes is original work of Sir Arthur Conan Doyle, any additional characters are based on Sherlock BBC

.

.

.

.

.

"Bagaimana filmnya?" Sherlock bertanya sambil lalu. Tangannya memetik dawai biolanya dengan asal-asalan, menghasilkan nada tak beraturan. Yang ditanya sedang membuka mantel bepergiannya, tidak menjawab. Dari ekspresinya, ia seolah memberi tanda bahwa dari awal sebaiknya tak usah bertanya saja. Semua tergambar jelas di roman muka.

"Buruk ya?" Sherlock melirik. Sang figur berambut pirang pasir itu menghempaskan diri di sofanya yang biasa, masih membisu. Tangannya tergerak membuka laman surat kabar, sengaja membuat dinding untuk memblokir pandangan sang kawan.

"Ayolah, John." Kesal karena diabaikan, Sherlock menaikkan suara. Dikesampingkan alat musik geseknya; mencodongkan tubuh, mendekatkan jarak pada yang tengah (pura-pura) membaca dan duduk. "Seburuk apa? Apa wanita Wales itu seburuk itu?"

John akhirnya memutuskan. Diturunkannya koran, menarik napas panjang. "Hentikan."

Sherlock hendak membantah, berbasa-basi apa yang salah, tapi John menyerang balik. Membuat protesnya tertelan kembali.

"Aku tidak mau kau ikut campur." Penekanan di setiap suku kata. Mengisyaratkan kesungguhan yang nyata. Dilemparnya tatapan mengancam, bahwa untuk kali Sherlock harus diam.

Bagaimana bisa?

"Oke, kencanmu kacau—" Padahal sudah diperingatkan. "—lagi. Wanita Wales itu sudah punya suami 'kan?"

John menarik bibir. Seperti hendak tersenyum, padahal menahan kesal terselubung. "Bisakah kau diam? Aku tidak butuh deduksimu kali ini. Jangan ikut campur kehidupanku, Sherlock. Aku tidak menyukainya."

Sherlock terperangah. Bibirnya terbuka, tak jadi mengucapkan kata membela. Kali ini John marah. Dan Sherlock bertanya-tanya apa dia yang salah. Padahal dia sudah memberi petunjuk-petunjuk. Betapa hubungan itu terlalu beresiko buruk. Padahal Sherlock sudah berkali-kali mengatakan, daripada ditipu lebih baik membujang. Padahal—

"Aku mengatur hidupku sendiri." John bangkit berdiri. "Dan kau aturlah milikmu."

Dengan kata-kata itu, ia berlalu. Membanting pintu. Meninggalkan lawan bicaranya terpaku.

Bagaimana jika hidupku bergantung pada hidupnya? Bagaimana jika setiap ia jatuh cinta, aku harus menanggung luka? Bagaimana jika setiap ia patah hati, aku harus menahan diri menyelamati? Bagaimana kukatakan bahwa aku tak ingin ia pergi menemui wanita itu? Bagaimana kukatakan bahwa mereka tak pantas mendapatkan dirimu?

John.. bagaimana kuungkapkan bahwa sesungguhnya aku cemburu?

Menatap balik kayu. Remangnya ruangan, menyamarkan. Sosok yang memetik dawai biolanya pelan. Memainkan melodi lagu dengan jemarinya. Menyuarakan hatinya yang bimbang, penuh dilema.

.

.

.

.

.

fin


a/n :

duh

kapan saya dapat ide buat fandom lain :'''3