Lantai empat adalah gedung Agensi Detektif Bersenjata. Dan saat ini akan diadakan rapat antar para anggota inti. Ekspresi serius mereka ketika Fukuzawa masuk ke ruangan menunjukkan seberapa penting masalah yang akan dibahas.

Fukuzawa memindai wajah-wajah di ruangan tersebut. Mencatat dalam hati bahwa Dazai menghadiri pertemuan kali ini, yang cukup langka terjadi.

"Baiklah, seperti yang kalian ketahui. Beberapa hari lagi kita akan memasuki bulan Ramadhan." Fukuzawa mulai berbicara setelah duduk dengan nyaman di kursinya.

"Karena itu ... "

"Kita perlu menyusun strategi untuk mendapat keuntungan maksimal." Di tempat lain, lebih tepatnya gedung tinggi Port Mafia, Mori Ougai sedang memimpin pertemuan dengan tema yang sama.

"Bos, saya telah membuat daftar lokasi tempat hiburan malam dan pesta miras di seluruh Yokohama ini." Lapor Chuuya, setumpuk kertas yang baru dicetak pagi tadi tersusun rapi di mejanya.

"Bagus, kita akan membereskan semuanya paling lambat sehari sebelum Ramadhan." Mori mengetuk-ngetukkan jari telunjuknya ke permukaan meja. "Lalu ... Tentang keamanan malam. Kaji-kun, tentunya kamu tidak memiliki niat membuat ledakan ketika shalat tarawih diadakan, kan?"

"Te-tentu saja tidak, Bos." Kaji menjawab dengan terbata. Akutagawa dan Chuuya melirik ahli bom itu dengan tatapan tidak yakin. Kemarin Kaji baru saja dengan berapi-api menceritakan rencananya untuk membagi-bagikan bom lemon sebagai ganti petasan yang sering diledakkan ketika pelaksanaan shalat tarawih berlangsung.

"Aku senang mendengarnya." Mori tersenyum. "Lalu Akutagawa-kun, jangan membunuh orang sembarangan." Perhatiannya teralih ke orang dengan kecenderungan melakukan kekerasan paling tinggi.

"Aku tidak akan melakukan tindakan di luar misi, Bos. Lagipula tidak ada gunanya membunuh kalau tidak diakui Dazai-san." Akutagawa sedikit mengerti hal-hal yang bisa membuat Dazai mengakuinya sejak pertarungannya melawan bos Guild.

"Begitukah? Tapi Dazai-kun yang sekarang mungkin akan lebih menghargai jika kau berhenti membunuh secara total, lho." Mori menanggapi dengan analisa yang membuat Akutagawa tertegun selama beberapa menit untuk merenungkannya.

"Kabar baiknya, akan disediakan anggaran khusus untuk sahur dan berbuka." Mori mengumumkan. Meski tidak ada reaksi berlebihan dari anggota rapat yang mendengarnya, tapi ekspresi mereka yang berubah cerah itu tidak bisa disembunyikan.

"Baiklah, terakhir Hirotsu-san akan mengumumkan pembagian tugas razia."

"Target. Kita akan menentukan target khatam Al-Qur'an selama sebulan. Kunikida, jelaskan." Fukuzawa menyilahkan muridnya yang dulu guru matematika itu.

Kunikida berdiri. "Pertama, untuk target khatam sekali, maka harus membaca sebanyak 4 halaman setelah tiap-tiap shalat fardhu." Pria berkacamata itu membacakan dengan lantang hitung-hitungan yang dibuatnya semalam.

Dazai tiba-tiba mengangkat tangan dengan ekspresi serius. "Apa kau yakin itu tidak salah, Kunikida-kun? Dalam perhitunganku, harusnya bukan 4 halaman, melainkan hanya 2 lembar."

Anggota agensi tercenung untuk beberapa detik, mencerna informasi dari Dazai untuk mempertimbangkan benar salahnya. Ranpo yang pertama bersuara, "Itu sama saja, kan." Yang membuat Kunikida ingin melempar rekannya yang cengengesan tadi ke luar jendela.

"Tapi ... Aku sebenarnya sedikit lega ketika mendengar 2 lembar, itu terasa lebih ringan daripada 4 halaman." Atsushi bicara dengan ragu, tidak ingin terkesan membela Dazai dan membuat Kunikida tambah emosi.

"Benar," Kenji berkomentar singkat, menyatakan dia setuju dengan pernyataan Atsushi.

"Aku juga," dukung Kyouka.

"Itu yang disebut permainan pikiran, Kunikida-kun. Menurutmu mana yang lebih jauh antara 3 kilometer dengan 3000 meter?" tanya Dazai dengan mata bersinar oleh rasa kemenangan.

"Tentu sama saja!" jawab Kunikida kesal. Dia yang sangat mahir mengubah bentuk satuan agaknya tidak terlalu terpengaruh dengan perbedaan angka.

"Lanjutkan." Fukuzawa memotong sebelum Dazai kembali menanggapi.

"Baik," sahut Kunikida, kembali menekuri catatannya. "Untuk menamatkan 2 kali dalam sebulan, kalian harus membaca 4 lembar setiap selesai shalat 5 waktu." Meskipun begitu, Kunikida mengikuti cara Dazai yang mengubah istilah halaman menjadi hitungan lembar.

"Berarti untuk menamatkan 3 kali, kita harus membaca 6 lembar setiap selesai shalat, begitu?" sela Yosano.

"Benar sekali, Yosano-sensei."

"Jadi, begini perintahnya." Fukuzawa angkat bicara, membuat Kunikida buru-buru kembali ke posisi duduk. "Selain Atsushi dan Kyouka, yang lainnya harus khatam minimal 2 kali selama Ramadhan."

Ranpo berhenti mengunyah snack. "Sachou, aku juga?" celetuknya memastikan.

"Tentu, Ranpo."

Dan Ranpo kembali membuka bungkus makanan ringan lain, tidak menyuarakan protes karena keputusan Fukuzawa sudah final. Di sisi lain, Kunikida terlihat sangat serius, matanya memancarkan tekad bahwa dia akan melewati target tersebut.

"Eh, kenapa kami pengecualian?" Atsushi mempertanyakan.

"Kalian belum lancar, kan." Dazai yang menjawab. "Atsushi-kun akan dibimbing oleh Tanizaki-kun. Kyouka-chan bisa belajar pada Haruno-san."

"Baiklah," Atsushi sadar kemampuannya pas-pasan. Salahkan ketua panti yang selalu membuatnya takut berlebihan setiap mengeja iqra, sehingga tajwidnya hancur-hancuran. "Mohon bantuannya, Tanizaki-san!" Tanizaki mengangguk-angguk dengan gugup. Berkilah bahwa bacaannya masih di bawah anggota lain, yang disangkal Naomi dengan pujian bertubi-tubi pada kakak tercintanya.

Kyouka sendiri bukannya buruk dalam membaca Al-Qur'an. Hanya saja untuk waktu yang cukup lama, sejak kematian orang tuanya, gadis 16 tahun itu tidak lagi membuka kitab mulia tersebut. Jadi dibutuhkan seseorang untuk membantunya kembali mengingat aturan-aturan dasar.

Fukuzawa menghela napas. "Tanizaki, Naomi, jaga sikap kalian selama Ramadhan."

"Dimengerti, Sachou!" Kakak beradik itu menyahut kompak. Tidak sepenuhnya paham sikap mana yang harus dijaga.

"Dazai, hentikan juga usaha bunuh dirimu." Fukuzawa beralih ke anggota agensi yang paling tidak bisa dipahami cara berpikirnya.

"Baik, Sachou." Dazai menyanggupi tanpa pikir panjang, membuat anggota agensi lain sedikit meragukannya.

"Kemudian, kita memperoleh dana yang cukup besar dari pemerintah sebagai penghargaan atas kontribusi agensi dalam menjaga keamanan Yokohama, terutama ketika berhadapan dengan Guild. Aku berpikir akan menggunakan dana tersebut untuk menggelar takjil gratis di pinggir jalan depan agensi. Bagaimana menurut kalian?"

"Setuju!" Kelihatannya semua lumayan antusias untuk merealisasikan rencana yang satu ini. Kyouka mengusulkan crepe sebagai menunya, ditimpali Atsushi dengan saran ochazuke. Dan Ranpo membacakan daftar makanan ringan yang menurutnya cocok untuk berbuka puasa.

Kunikida mengangkat tangannya, isyarat minta izin untuk bicara. "Apa kita tidak akan melakukan razia tempat maksiat?" ungkapnya setelah Fukuzawa mengangguk kecil.

"Itu tidak dibutuhkan, Kunikida-kun. Port Mafia yang akan bergerak untuk membereskan itu." Seperti biasa, serahkan pada Dazai untuk membaca pergerakan Port Mafia. "Saat ini mereka mungkin sedang bagi-bagi tugas ..."

"Akutagawa-senpai, sudah dapat daftarnya?" Higuchi setengah berlari menghampiri Akutagawa yang baru turun dari lantai atas.

"... Ya." Akutagawa menjawab singkat. "Kita mulai pembersihan nanti malam."

"Baiklah!" sahut Higuchi penuh semangat. "Oh iya, Senpai, katanya ada hadits yang bilang kalau ... Puasa orang yang belum minta maaf ke sekitarnya gak diterima?"

"Dapat dari mana?"

"Hmm, pas SD. Guruku bilang begitu." Higuchi mengingat-ingat sumber berita tersebut. "Orang-orang juga sering saling minta maaf sebelum Ramadhan, medsosku penuh dengan itu soalnya, hehe."

"Dazai-san bilang itu hadits palsu," kata Akutagawa. "Selain itu, meminta maaf harusnya dilakukan setelah melakukan kesalahan. Bukan tanpa alasan." Pemuda itu berargumen. "Dan aku ... Lebih punya alasan untuk meminta maaf."

"Tapi karena ketidak kompetenanku, Senpai jadi luka parah waktu itu!" Agaknya Higuchi masih menyimpan rasa bersalah, atau dia memang tipe orang yang hobi menyalahkan diri sendiri.

"Dan karena kelemahanku, kau terkena peluru saat menyelamatkanku," balas Akutagawa.

"Eh? Tapi itu bukan kesalahan Senpai!" Bawahan Akutagawa itu masih ngotot. Cara logika Higuchi bekerja yang seperti standar ganda itu membuatnya urung mendebat. Jadi Akutagawa hanya bergumam 'Diam, Higuchi.' untuk membuat pembahasan ini berhenti.

Akutagawa diam-diam teringat kejadian beberapa tahun lalu. Ketika dia melakukan hal yang mirip dengan Higuchi barusan. Lalu Dazai menjelaskan padanya panjang lebar yang diakhiri dengan kesimpulan bahwa berdasarkan interaksi mereka, lebih masuk akal jika Dazai yang minta maaf. Dan seperti Higuchi, waktu itu Akutagawa juga menyangkalnya habis-habisan.

Ango duduk di depan layar komputernya. Seperti biasa dia lembur dan tidak mendapat waktu tidur yang cukup. Sementara rekan-rekannya mengobrol tentang jadwal imsakiyah yang sudah keluar, dia masih harus menulis laporan panjang tentang ancaman keamanan Yokohama minggu ini. Seorang pengebom berhasil menyusup masuk dan keberadaan pastinya belum diketahui. Ini bisa saja menjadi ancaman untuk hari-hari ke depan yang seharusnya damai dan kondusif. Ah, tapi kota ini tidaklah lemah.