Mangsa by terajima Yuji

Story by aicweconan

Hidden story of Miyusawa: true love in lies

AU, setting di Thailand.

Phi adalah panggilan untuk kakak, senior atau orang yang lebih tua lainnya ini beda dengan senpai, Phi lebih general ke kakak.

Nong adalah panggilan untuk adik, junior atau orang yang lebih muda.

Ini adalah hidden story dari ff drama Thailand ai diwattpad, week feminine, tapi ini adalah cerita masa lalu miyusawa di ff itu jadi kalian tidak perlu baca weak feminine nya. Well, welcome to my imagination,. Thanks for reading.

Oh, ya selain miyusawa tidak ada chara lain, hampir semua oc.

Seorang pemuda berjalan dengan lesu, ia memainkan sarung tangan penangkapnya dengan remasan kesal. Berjalan dengan menghentakkan kaki jenjangnya.

Eijun Sawamura, nama pemuda berambut cokelat pekat itu. Ia sedang dalam keadaan tak baik. Karena sesuatu yang disebut haid pertamanya, tentu saja ia adalah laki-laki. Namun hari ini bukan hanya perempuan yang punya rahim dan vagina tapi laki-laki juga ada yang punya harim bahkan melahirkan anak.

Ini akibat dari perang nuklir lebih dari delapan puluh enam tahun lalu, Perang dunia ketiga yang hampir memusnahkan manusia dan isi bumi. Kini semua kembali damai, Namun tidak semua kembali ada akibat yang harus ditanggung. Dimulai dari jarangnya makanan organik dan daging, serta kepunahan banyaknya binatang yang beberapa adalah makanan bagi manusia, terbaginya dunia menjadi tiga praksis, dan juga terbaginya gender seks manusia.

Super male, super female, normal male, normal female, feminin male dan maskulin female.

Keenam gender itu masih dalam dua gender utama yang sama dengan yang dulu yaitu, perempuan alias female dan laki-laki alias male.

Ada banyak faktor biologis yang rumit hingga seseorang bisa dimasukan dalam salah satu dari enam sub gender. Misal feminin male, seorang feminin male ia punya hormon progesteron, dan estrogen, sedikit testosteron atau sama dengan normal male, bisa punya penis, rahim dan vagina tapi tidak semua punya, bisa saja salah satunya juga keduanya dan ciri fisik laki-laki.

karena adanya variasi biologis mengakibatkan sub gorden punya subtipe, subtipe ada di feminin male, super male, maskulin female.

pada feminin male dan maskulin female subtipe tergantung pada organ reproduksinya. Untuk feminin male jika hanya hormon kewanitaannya saja yang muncul tapi tidak memiliki vagina maka tipenya adalah tipe A, vagina dan penis tipe B sedangkan tipe C adalah yang tak berfungsi atau tak memiliki penis namun hormor testosteronnya normal laki-laki.

Eijun adalah feminin male type B yang memiliki kromosom Y kecil atau bisa ditulis y saja. Ini adalah kromosom seks yang cukup rumit, akibat radiasi nuklir yang lambat laun berevolusi jadi sempurna dan tak terjadi kecacatan akibatnya, evolusi ini cepat karena para ilmuwan yang bisa membuat efek samping dari kromosom y ini menjadi minimal, dan bisa hidup normal. Tapi di masyarakat mereka tetap dipandang sebelah mata.

Ini adalah hukum tak tertulis dalam masyarakat bahwa feminin male adalah manusia terlemah, mereka dibatasi dengan moral dan etika, posisi mereka sama dengan perempuan. Mereka hanya dianggap manusia yang tak bisa membela diri. Seringkali mereka tak diperbolehkan melakukan sesuatu yang dianggap hanya bisa dilakukan oleh gender maskulin, seperti olahraga misalnya.

Eijun jatuh cinta pada baseball sejak kecil, ia ingin bermain baseball, jadi pitcher. Di kampungnya dulu, ia bermain bersama teman-teman laki-lakinya. Eijun adalah anak laki-laki keras kepala namun ia adalah tipe melankolis kalau tidak dibilang cengeng. Ia tak suka temannya dihina, menangis saat tim SD-nya kalah. Eijun masuk tim baseball putra SD, walau itu sedikit melenceng dari kebiasaan yang mana harusnya Eijun masuk tim putri.

baseball memang punya dua kategori, putra dan putri, biasanya feminin male masuk kategori putri. Lapangan untuk putri lebih pendek dari putra itu meringankan para pemain namun tak jarang yang menganggapnya rendah karena terlalu banyak perubahan dari baseball putra, baseball putri juga kurang tenar.

Saat SMP Eijun masih bisa bermain di tim putra, hanya saja saat kelas dua SMP, ayahnya harus pindah ke daerah tenggara area liberalis. Bernama pulau Thai, tempat di mana lima puluh persen dari populasi gender ketiga dunia berada.

Eijun tidak menolak untuk pindah, namun saat itu timnya sedang berada dalam turnamen musim panas SMP, ia meminta untuk tidak ikut pindah ke Thai dulu, setidaknya sampai turnamen untuk tim SMPnya berakhir. Tapi ibu Eijun khawatir, tak mungkin membiarkan anak yang belum genap lima belas tahun hidup sendiri.

Eijun dan keluarganya akhirnya pindah ke Thai sebelum Eijun naik kelas tiga SMP, ibu Eijun berpikir supaya anaknya bersekolah di sekolah yang aman bagi feminin male. Karena di area Thai walau mereka memiliki sistem cukup baik untuk gender ketiga namun tetap saja ada orang yang percaya gender ketiga tak pantas hidup, terutama feminin male. Kebetulan juga Eijun harusnya mendapatkan haid pertamanya di usianya sekarang, itu akan jadi resiko berbahaya bagi feminin male jika orang ekstrimis tahu seorang feminin male yang belum mendapat gelang IDnya berkeliaran seorang diri.

Gelang ID adalah gelang elektronik yang mirip smartphone pada jaman dulu namun gelang ID adalah gabungan dari smartphone dan kartu identitas. Ada tiga warna yang berbeda untuk menunjukkan gender masing-masing.

Biru metalic untuk super male dan maskulin female, abu/hitam metalik untuk normal female dan male, pink metalik untuk feminin male serta super female.

Semua gelang bisa dilacak dan merekam apa yang penggunanya lakukan juga kondisi tubuh pengguna. Gelang itu didapatkan saat kau balid, saat orang tua tahu anaknya haid atau mimpi basah, kalau tidak saat umurmu lima belas tahun. Dari pengajuan sampai gelang siap digunakan butuh waktu dua minggu. Ada banyak kasus anak feminin male yang hilang atau diserang oleh orang yang percaya bahwa feminin male harus dibunuh dan musnah dari bumi.

Ibu Eijun memutuskan memasukkannya ke sekolah khusus feminin male. Mereka menyediakan bus sekolah khusus juga, jadi ia pikir sekolah itu bagus.

Namun Eijun tak suka sekolah itu karena terlalu fokus pada kesopanan dan etika konyol yang harus dimiliki feminin male, hanya feminin male sedangkan super male dan normal male bisa melakukan apapun yang mereka suka? berkata kasar pun wajar? haha... Lagipula di sana tak ada club baseball, yang ada hanya klub senam indah.

Karena itu akhirnya Eijun selalu bolos pelajaran etika dan cara bicara sopan, ia memanjat pagar sekolah yang cukup tinggi untuk bermain baseball bersama anak-anak kecil di taman dekat sekolahnya.

Seperti sekarang, ia sedang berjalan menuju taman dekat sekolahnya yang sebenarnya Eijun harus berada di kelas etika berbicara. Eijun heran kenapa pelajaran di sekolah itu tak ada yang normal, ya... Memang ada yang namanya matematika, kimia atau ipa tapi itu hanya empat puluh persen dari total pelajaran. Selebihnya hanya etika, etika dan etika, yaaah... Memang penting etika tapi bukan artinya harus seperti pembantu dan tuan, kan?

Dasar etika sampah, satu pihak harus lemah lembut jika berbicara tapi pihak lain, memaki pun wajar karena mereka tak punya rahim. Lebih baik ia berlatih jenis lemparan, daripada mendengar ceramah dari nenek tua bau tanah yang tak berguna itu.

Ini hari pertama haid tapi Eijun tak merasa apa pun, memanjat pagar tinggi pun tak masalah baginya, ia tak merasa sakit seperti yang ibunya rasakan. Perbedaannya hanya Eijun berdarah di bagian vaginanya dekat batangnya dan ia ingin menghajar seseorang, entah kenapa. Eijun jadi mudah kesal hari ini, bahkan saat ibunya bertanya kenapa dirinya selalu bolos dan bertanya mau masuk SMA.

Katanya ia tak mungkin bisa masuk SMA bagus nanti kalau terus bolos. Tapi eiju tak peduli karena renCananya saat SMA nanti ia akan kembali ke Nihon. Toh, SMA Nihon ada yang berasrama dan juga di Nihon banyak SMA yang memang fokus ke baseball, salah satunya adalah Seidou. Itu SMA impian Eijun sejak kecil, sekolah itu selalu masuk delapan besar turnamen SMA liberalis. Mereka tak peduli jika siswanya jelek di pelajaran asal kau berbakat di baseball maka ia bisa masuk Seidou.

lama berjalan Eijun sampai ke taman yang biasa digunakan anak-anak bermain. Ada banyak android yang siap disewa untuk menemani atau menjaga anak-anak. Eijun biasanya bermain dengan anak-anak SD yang sedang istirahat karena tepat di depan taman ini ada SD.

Taman itu adalah taman kota yang banyak fasilitasnya, dari mulai lapangan tenis, badminton dan lain-lain, banyak virtual gelas yang bisa diduduki, pohon-pohon buatan yang bisa mengeluarkan oksigen ditata rapi. orang tua berjalan-jalan di sekitar taman, anak-anak berlarian di lapang berumput lembut.

Eijun tersenyum melihat pemandangan di taman itu. Thai tidak sehebat Nihon dalam membangun dan teknologi tapi mereka tetap cepat dalam membangun daerahnya, Eijun kagum dengan semua yang ada di sini. Thai memang tak pernah ikut perang dunia ketiga, namun mereka yang paling hancur setelah perang. Beberapa karena para religius yang merasa paling benar. Perang di Thai berakhir tiga puluh lima tahun lalu dengan banyak korban, ini sebabnya mereka terlihat tingpang dalam teknologi. Di satu sisi sangat Canggih tapi disisi lain kuno juga.

Eijun menggelengkan kepala. Ia terlalu banyak berpikir yang berat-berat, ah. Jadi pusing, lebih baik ia mencari teman-teman kecilnya untuk bermain baseball namun tampaknya mereka belum sampai di sini karena Eijun tak melihat mereka satupun.

Eijun melajutkan perjalannya ke lapangan baseball, mungkin mereka sudah ada di sana. Ada yang tak biasa di taman hari ini, Eijun merasa ini lebih ramai dari biasanya, pemuda itu bisa melihat para gadis dan sebagian feminin male SMA sedang berkya-kya serta bergosip.

"Eh, tim baseball putra SMA Shirat berlatih di sini." Eijun mendengar gadis berompi pink serta rok putih kemerahan sedang asyik mengobrol dengan gadis berompi abu dan rok hitam. Mereka berjalan berdampingan, gadis berompi abu adalah normal female. Dan yang rompi pink adalah super female. Ini adalah hal biasa di Thai, mereka memiliki system seragam untuk gender yang berbeda-beda, jika sudah kelas satu SMP.

Eijun juga memakai rompi pink serta celana putih kemerahan sekarang, juga emblem sekolah di dadanya. Eijun cukup terkejut saat baru pindah karena Nihon tak ada perbedaan seragam, mereka hanya membagi seragam antara male dan female standar. Para siswa dibebaskan memakai apa yang nyaman untuk mereka.

"Mh, aku ingin menontonnya, katanya kelas satu ada yang ganteng dan dia sudah jadi tim utama, hebat, kan?" rompi abu antusias.

Gadis rompi pink mengedip tak mengerti. "Memang hebat, ya. Kelas satu sudah masuk tim utama? dan lagi kenapa mereka latihan di taman kota?" Eijun mengernyit tak suka, ia pikir bahkan orang awampun seharusnya mengerti betapa hebatnya orang yang baru saja masuk tim sudah dipercayai sebagai pemain inti dari tim, bukankah itu hebat.

"Tentu saja hebat. Dan mereka, kan. Ikut turnamen seluruh area liberalis, lawan mereka sekarang kan, SMA nanat. Jadi mereka menginap di sini." Eijun mengangguk-angguk sendiri, SMA Shirat lumayan jauh dari sini, itu seperti Osaka ke Tokyo di Nihon, yang pasti masih satu area, area sendiri adalah nama daerah yang dulunya negara-negara, mereka bisa memakai nama negara yang areanya dulu pakai atau nama baru, banyak dari area-area ini memakai nama tradisional area itu.

Eijun terus melamun dan tak sadar ia sudah sampai ke area baseball yang sangat ramai, padahal biasanya sangat sepi. Yah, soalnya ia selalu ke sini saat pelajaran ketiga dimulai, alias etika berbicara. Hanya ada anak-anak SD yang bersekolah dekat taman ini yang sedang istirahat dan berlatih baseball.

Dan sepertinya tebakannya benar, Eijun melihat anak-anak yang dikenalnya sedang berkumpul di pinggir lapangan baseball, sekitar dua puluh anak berumur delapan sampai dua belas tahun, berkerumun di garis batas beton dan rumput, sedang berdiskusi dengan murung.

"Hai kalian, kenapa tidak masuk ke lapangan?" tanya Eijun.

Salah satu dari mereka menoleh, berkata. "Phi. Kita tak bisa main baseball, mereka mengambil semua lapangan baseball." wajah anak itu murung, anak lain juga.

Eijun mengerutkan dahi. "Mereka mengambil semua lapangan, untuk putri juga?"

Anak lain mengangguk. "Mereka menggunakannya untuk catcher pitcher latihan. Padahal kami ada pertandingan lusa, kalau tidak latihan kami akan kalah, Phi."

Badmood Eijun masih menggelora, ia makin kesal dan tak tahan untuk berkata kasar. "cih, dasar sampah. Paling mereka cuma bisa sampai penyisihan grup saja." cemoohnya tanpa sadar bahwa ada para pemain dari Shirat yang melewatinya.

"Apa kau bilang, bocah." salah satu dari mereka tak terima ucapan Eijun pun berhenti, ia adalah super male berwajah garang.

Eijun berbalik menghadapi pemuda yang jauh lebih tinggi darinya, ia mengira pemuda itu kelas tiga SMA. Eijun tak takut. "Kalian bakal pasti akan kalah di grup, sudahlah. Biarkan kami latihan anak-anak ini akan bertanding di final. Mereka lebih butuh latihan, daripada tim payah seperti itu, sampai mengambil semua lapangan umum di sini segala, buang-buang waktu saja. Toh kalian bakal kalah. Lihat saja para pemukul kalian loyo begitu. HAHAHA..." Eijun memang hebat dalam memancing amarah. Sang lawan bicara memerah karena marah timnya dihina.

"Kau ini feminin male, tapi mulutmu tak sopan. Bukankah, sekolahmu mengajarkan sopan santun..." pemuda itu melihat emblem sekolah yang dipakai Eijun di dadanya.

Eijun memutar matanya, jengah. Ia berkacak pinggang menatap super male di hadapannya dengan hinaan, memiringkan kepalanya. "Memangnya kau siapaku? ayahku? kakakku? Pamanku? Atau jendral tertinggi? Hingga aku harus sopan tingkat tinggi padamu?"

Pemuda super male itu mangap-mangap, kehilangan kata-kata karena emosinya sudah diubun-ubun. Ini kelemahaan sebagian super male, sumbu pendek.

Keributan yang terjadi merebut perhatian para pengunjung yang ada di pinggir lapangan baseball. Kata-kata yang dilontarkan feminin male yang masih SMP itu membuat super male kelas tiga SMA, mencak-mencak tak jelas. Itu sedikit lucu untuk ditonton.

"Ada apa ini!?" Suara berat meintruksi mereka yang sedang adu mulut, seseorang datang dengan rombongan pemain lain. Menegur pemuda super male yang sedang bertengkar dengan Eijun. Mungkin karena keributan yang mereka lakukan mengundang pemain lain datang dan pemuda super male itu mengadu pada orang yang disebut kapten Can, pasti ia adalah kapten tim Shirat, ternyata rombongan itu adalah para pemain reguler alias tim utama Shirat.

Kebanyakan dari mereka memakai rompi abu, beberapa ropi biru, serta satu-dua yang memakai rompi pink. Eijun menatap mereka dengan ingin tahu, apa Shirat menerima pemain feminin male di klub baseball putranya?

Ketika pemuda super male arogan itu selesai bercerita akar pertengkaran antara ia dan Eijun, tiba-tiba saja suara tawa renyah terdengar.

Eijun melihat seorang pemuda berkacamata dan rompi biru, sedang tertawa terpikal-pikal. Dari suaranya terdengar nikmat sekali. Eijun tak tahu apa yang lucu hingga dia tertawa keras sampai memegangi perutnya.

Si pengadu meliriknya tak suka. "Anak baru kenapa kau tertawa?

Pemuda berkacamata menyekat air matanya yang keluar sedikit karena terlalu nikmat menertawakan sesuatu yang tak diketahui apa yang lucu. Ia berusaha meredam tawanya. "Tidak Phi, hanya saja saya merasa ucapan anak itu benar."

Pemuda itu makin marah, ia tak terima atas ucapan juniornya. "Apa maksudmu, eh. Nong."

"Aku lihat, kalian terlalu percaya diri..." kata pemuda empat mata itu dengan nada jenaka. Eijun memperhatikan super male yang , pemuda tampang itu terlalu berani, padahal dia berhadapan dengan senior, namun dia cukup keras menyuarakan kelemahan timnya sendiri. "Tahun kemarin kita masuk final karena para senior yang telah lulus, aku ragu kalau sekarang kita bahkan bisa melaju ke delapan besar."

Semua orang di sana diam, mereka tahu pasti Shirat tak lagi punya pemain berbakat, mereka yang hebat telah lulus, sementara kelas dua dan tiga tak ada yang bisa dibilang berbakat, hanya kelas satu yang menjanjikan.

"Kau meremehkan seniormu, eh! jangan mentang-mentang kau catcher terbaik SMP-"

"Oh, itu benar, kan?" ucapannya menyebalkan sekali, pikir Eijun. "Aku ke Shirat karena, ayahku seenaknya memasukkan aku ke sini. Padahal aku sudah diundang oleh Akademik Shirajushi di Nihon. Bersyukurlah kalian aku masuk, kalau tidak bahkan kalian tidak bisa masuk ke turnamen." ucapannya membuat semua orang naik darah.

Anak kelas satu lain mengingatkan si sombong supaya tidak omong besar di depan senior mereka, tapi tak digubrisnya. Sementara senior lainnya menahan si kelas tiga yang makin naik pitam.

Seorang pemuda kurus maju ke depan, ia yang tadi menegur pemuda yang bertengkar dengan Eijun. "Sudah kalian berdua, Miyuki, Pit. Kalian bikin malu di depan para nong manis."

"captain Can, jangan kabuh pedomu, ah. Nanti kau ditangkap polisi!" sahut pemain lain, sang kapten hanya merengut tak terima.

Can mengabaikan ejekan teman-temannya, pemuda super male itu memang terkenal dengan obsesi akan anak-anak, bukan dalam artian seksual, hanya saja ia selalu disalahpahami menjadi pedopil yang mesum. Can mengalihkan fokus pada Eijun dan teman-teman kecilnya. "Kalian akan bertanding?"

para anak SD yang ada di belakang Eijun mengangguk. "Nah bagaimana kalau kita berlatih bersama saja, bertanding sepertinya seru..." keriuhan terjadi pada rekan setimnya. Kapten melirik tajam para anak buahnya. "... Bagaimana?''

Eijun dan teman-teman kecilnya saling pandang. "Gimana?" tanya salah satu anak pada Eijun.

"Kok tanya aku, kalian yang mau bertanding, kan. Aku hanya mau ikutan main saja." kata Eijun acuh tak acuh. Memang Eijun hanya ingin bermain saja dan kesal saat tak bisa bermain gara-gara anak-anak SMA merebut lapangannya. Ia tak punya urusan dengan latihan anak-anak ini.

"Phi, kami SD, mereka SMA yang mungkin sekelas pro, bagaimana bisa seimbang. Paling tidak kalau Phi bisa sedikit membantu kami." kata anak yang jadi kapten di timnya. Anak-anak lain mengangguk, setuju.

Eijun berpikir beberapa saat, dan tersenyum. "Baiklah, aku jadi pitcher, ya." sahut pemuda manis itu, ya. Masih manis ia baru masuk tiga belas tahun, masih punya wajah polos khas anak-anak.

Kapten Shirat tersenyum, ia menghadapi para pemain, berkata."Jadi kalian harus kalahkan anak SD, plus satu anak SMP ini, kalau kalian tidak bisa menang telak, maka jangan harap kita akan bisa melewati penyisihan grup."

Can menekan para rekannya, sebagai kapten ia harus bertindak tegas. Ini kelemahan tim Shirat. Mereka terlalu senang dengan final tahun kemarin, lupa. Kalau orang-orang hebat mereka sudah lulus, dan selama dua tahun tim hanya diisi oleh anak-anak tak berguna, entah apa yang ada di kepala pelatih. Ia sendiri jadi kapten karena kakak kelasnya memaksa pelatih untuk mengganti calon kapten jadi dirinya.

Satu orang melambai pada kapten, itu anak yang tertawa tadi. "captain Can, aku ingin jadi catcher di anak-anak itu. Kalau aku ada di pihak para senior. Aku khawatir kalian tidak akan sadar kelemahan tim kita." pemuda itu dengan percaya diri mengajukkan untuk jadi lawan timnya sendiri. Tapi kata-katanya cukup menyakiti hati rekan setimnya.

Eijun mengerutkan kening, orang ini menyebalkan pikirnya. Ia tak suka sikap pemuda super male itu. Dia terlihat sombong dan cenderung meremehkan orang lain, itu pandangan pertamanya.

sang kapten terlihat tak ambil pusing. "Terserah kau saja, Miyuki... Ayo, mulai."

mereka turun ke lapangan berbentuk bujur sangkar, di dalam bujur sangkar itu, tepat di sudut ada yang dijuluki diamond. Terdiri dari empat marka disebut base yang jika ditarik garis lurus maka akan membentuk wajik, tiga marka berbentuk empat sisi. Yang satu berbentuk segi lima, bernama home plane dengan dua garis lurus putih menghubungkan marka pertama dan ketiga memanjang sampai lapangan luar. Di home plane ada dua kotak batter lalu di tengah agak ke belakang, kota catcher, delapan belas koma enam meter ke depan mound berada, tempat pitcher berdiri untuk melempar. Masing-masing marka berjarak dua puluh tujuh koma lima meter. Setiap tim akan bergantian untuk berjaga dan memukul bola. Satu inning terdiri dari dua babak. Siapa yang jaga duluan ditentukan oleh koin.

Tim Eijun mendapatkan giliran pertama untuk berjaga, Eijun berdiri di moud, bersiap melempar. Berhadapan dengan catcher kelas enam, kapten tim. Pemukul lawan adalah dari kelas dua, tubuhnya tergolong kecil. Eijun memperhatikan pemukul itu terlihat begitu percaya diri.

Eijun bersiap melempar, ia mengangkat kaki kanannya tinggi, mengayunkan tangan kirinya kuat. Ya, ia pitcher kidal. Bola Eijun melesat menuju sarung tangan catcher SD, namun bola itu berbelok dan melewati catcher.

"Ball!" wasit android yang mereka sewa berteriak. Eijun merengut. Ya, lemparan tepat. Eijun tak ingin bolanya terpukul, jadi ia belokan sedikit. Sayangnya sang catcher tak mampu menangkapnya.

"Ganti pemain!" suara angkuh nan ceria terdengar, setengah berteriak. Itu adalah anak kelas satu SMA Shirat yang tadi mengajukan diri sebagai catcher tim SD.

"Eeeh, Phi. Katanya mau main saat inning ketiga?" catcher kelas enam merasa tak suka dirinya digantikan oleh orang lain.

Miyuki tersenyum saat mendekati home. "Kau bisa bermain nanti di inning empat, ok. Sekarang serahkan padaku." ia memakai peralatan catcher sambil berbicara dengan anak laki-laki yang cemberut karena tak rela diganti.

Dahi Eijun mengerut saat Miyuki berlari mendekatinya, ia tak suka perangai pemuda itu. Namun Eijun akui wajahnya tampang, apalagi saat mendekat dia malah makin tampang saja.

"Tadi kau sengaja ya, melempar ke arah ball." tanya si mata empat dengan nada serius ketika sudah berhadap dengan Eijun.

Eijun menghela nafas. "Batter bisa membaca kode kami, aku rasa. Jadi aku mengubah lemparannya sedikit. Aku lupa kalau Pitcher belum kuberi tahu tehnik lemparannya." Miyuki melongo, tak percaya kalau anak dari SMP khusus feminin itu bisa bermain baseball sebaik ini. Kalau dipikir-pikir dia mirip orang Nihon, mungkin dia sama seperti dirinya yang pindahan dari area Nihon.

"Kau pintar, ya. Sayang sekali sekolahmu khusus feminin..." dengan santai dia merangkul Eijun. "Nanti saat masuk SMA, ke Shirat saja."

Eijun risih dirangkul oleh orang yang baru saja dilihatnya, hai, mereka belum kenalan. Pemuda ini kok kurang ajar sekali. Jantungnya jadi berdetak keras. Eijun menggeleng cepat, ia berusaha melepaskan rangkulan itu. "Tidak mau!, kalian sombong!" teriak Eijun tempat di telinga catcher tampang yang sedang merangkul pundaknya.

Dengungan di telinga Miyuki cukup menyakitkan. "Itu tidak ada hubunganya kan, di Shirat kau bisa masuk tim putra."

Mendengar itu binar di mata emas bulat Eijun muncul begitu saja, membuat Miyuki sakit jantung, entah kenapa. "Benarkah?" tanyanya, memastikan kebenaran dari ucapan orang yang setahun lebih tua itu.

Miyuki mengangguk. "Kau lihat sendiri rompi para pemain kami berbeda-beda, kan?" memang benar, tadi Eijun melihatnya sendiri ada satu-dua pemain reguler.

"Hai! Miyuki sialan, jangan menggoda anak kecil. Ayo, mulai!" batter berteriak, tidak sabar menunggu diskusi pitcher-catcher yang terlihat tak berguna.

Miyuki memutar bola matanya, jengah. "Hai, Phi aku tidak menggoda anak kecil ini..." pemuda berkacamata itu melepaskan rangkulannya, berjalan ke tempatnya. Eijun sebenarnya ingin berteriak bahwa ia bukan anak kecil. Hai, mereka hanya berbeda satu sampai tiga tahun darinya, namun tak bisa karena senyum tampang si catcher membuatnya ikut tersenyum.

"Ayo, lempar apa yang bisa kau lempar, jangan khawatir aku pasti bisa menangkapnya." teriakan Miyuki dari home membuat semua orang berseru kesal, bahkan Eijun juga. Ia terlalu percaya diri, membuat Eijun ingin memberinya lemparan tersulitnya.

bagaimanapun Eijun adalah ace dan kapten di SMP-nya dulu, seandainya ia tak pindah Eijun pasti bisa membawa sekolahnya ke tingkat nasional.

lemparan kedua untuk Eijun, Miyuki yang sudah berjongkok di belakang batter yang ada di kanannya memberi tanda untuk melempar ke arah kiri bawah, ini adalah jangkauan terjauh dari batter. Miyuki tak mengintruksi apa jenis lemparan yang harus dilempar Eijun, toh. Ia tak tahu lemparan apa yang anak SMP itu kuasai, namun Miyuki yakin dirinya bisa menangkap semua lemparannya

Bola dilempar Eijun, bola itu agak lambat, bergerak lurus namun jauh dari sarung tangan Miyuki yang bersiap menangkapnya. Semua tahu itu akan meleset, tapi Miyuki tak bergerak, tak berusaha menangkapnya. Batter berniat tak memukul bola, membiarkannya ball. Namun bola yang lurus itu tiba-tiba belok tajam dan persi menghantam ke sarung tangan catcher Miyuki.

"Strike!"

Miyuki tersenyum jahat, melihat batter rekam setimnya dengan tatapan cemooh. "Nice ball." pujinya sambil melempar kembali bola yang ia tangkap kepada Eijun.

Binar di mata Eijun muncul lagi, sejak ia pindah tak pernah ada yang bisa menangkap semua bolanya, lemparan yang tadi adalah jenis lempar tersulit, ia tahu bahwa Thai tak pernah muncul sebagai juara turnamen baseball, mereka pada dasarnya lebih menyukai sepakbola. Tapi memang ada turnamen-turnamen yang diadakan tiap musimnya dimulai dari tingkat SD, sampai profesional. Tapi di tingkat sekolah tak seperti di Nihon yang ketat. Mereka hanya menjalankan hobi tak lebih dari itu. Jadi Eijun tak berharap akan menemukan catcher yang sudah setingkat pro di tingkat SMP atau SMA. Tapi ternyata orang di hadapannya ini benar-benar pro.

Feminin male itu bersemangat, jantungnya berdegup cepat. Tak sabar untuk lemparan selanjut.

Mereka dengan mudah mem-out-kan semua batter yang dimainkan dengan cepat. Dua batter selanjutnya hanya butuh tiga strike dan fly-out.

Babak bertahan mereka akhiri dengan tak membiarkan batter berlari ke base pertama. Di babak menyerang, dengan adanya Miyuki di tim SD mereka bisa merebut satu run dan menjadikannya angkat. Inning ke enam bahkan mereka mencetak angka tanpa Miyuki. Eijun masih pitcher di inning terakhir, catcher kelas enam SD belajar dari Miyuki supaya tak mengubah posisi tangannya sampai detik terakhir, percaya pada pitcher yang di depannya.

Mereka menang pada akhirnya, kapten tim Shirat tersenyum pada rekan setimnya. "Jadi apa kita bisa masuk semifinal di turnamen, yang bahkan hanya karena Miyuki ada di pihak mereka, kita kalah telat..." Can berkata dengan suara tegasnya, ia melihat seluruh timnya yang terdiam, menunduk. "... Kalian terlalu percaya diri hanya karena kakak kelas kita tahun kemarin bisa masuk final."

Eijun melihat kekecewaan dari para pemain yang bermain dengan mereka tadi, namun ia tak peduli. Eijun hanya fokus pada seorang pemuda tampan yang memakai kacamata. Ia tak puas, ia ingin bermain lebih lama dengannya. Eijun tak puas dengan empat inning, ingin lebih.

"Hai, Phi. Jangan melihat dia terus." salah satu anak menegurnya. "Jangan terlalu berharap, pria setampan itu pasti sudah punya kekasih." anak itu tersenyum penuh arti.

Eijun mengedip pelan, tak mengerti kata-kata anak SD kelas empat itu. "Hah?"

Anak itu menepuk dahinya, ia lupa bahwa Eijun terlalu polos untuk sadar perasaan itu. "Jangan pikirkan, bukan hal penting. Kami kembali ke sekolah dulu, Phi juga jangan bolos pelajaran penting, ya." ingat anak berusia sembilan tahun itu pada pemuda empat belas tahun.

Eijun tak mengerti apa salahnya hingga dinasehati anak kecil, rasanya kesal.

Suara tawa terdengar di sampingnya, Eijun menoleh ke samping dan melihat sang catcher berkacamata, ia tertawa halus. "Kau dinasehati oleh anak kecil?"

Eijun merengut lucu, kesal. "Diam, kau."

"Eh... mulutmu tidak sopan, Ya. Bukankah di sekolah khusus feminin diajarkan sopan santun, ya."

Eijun memutar matanya, ia menendang tanah dengan keras. "Aku selalu bolos pelajaran itu. Kenapa, hah? kami harus sopan pada kalian? tak berguna..."

Suara tawa Miyuki membahana, teman-temannya sampai menoleh ke arah mereka, memperhatikan dengan heran.

"Aku suka padamu!" seru Miyuki membuat semua orang melotot seram. Eijun hanya diam tak bergerak. "Aku harap, kau masuk Shirat sebelum aku lulus, kita akan menjadi battery hebat."

Eijun tak tahu kenapa hatinya bagai tersiram air ajaib yang membuatnya berbunga-bunga.

Bahkan sampai pulang ke rumah pun kata-katanya tetap ada dalam kepalanya. Ibu dan ayahnya kebingungan karena anak mereka seperti kehilangan setengah jiwanya.

Yah, secara teknis jiwa anak mereka memang dibawa setengahnya oleh pria bangsat.

...

Mulai saat itu Eijun mengumpulkan majalah elektronik baseball di gelang IDnya dari Nihon, karena hanya media Nihon yang sering meliput baseball sampai ke tingkat SD sementara yang lain fokus meliput profesional saja.

Miyuki muncul di beberapa wawancara dengan julukan super tinggi, catcher jenius termuda. Eijun menyerukan sumpah serapah saat membaCanya. Namun hatinya tak membantah julukan itu. Eijun tahu nama lengkapnya sekarang.

Miyuki Kazuya.

Eijun menonton pertandingan pertama Shirat di penyisihan grup, ini pertama kali dirinya menonton pertandingan baseballl karena ia tidak tertarik dengan menonton saja. Karena ia pikir menonton tak semengasikan bermain. Yah, SMA Shirat kalah, hanya Miyuki Kazuya yang bisa mencetak angka, bahkan home run di beberapa gilirannya. Namun sayangnya lawannya adalah sekolah di area amerika yang juga terkenal akan baseballlnya juga, mereka berbeda kelas. Satu orang yang hebat saja tidak bisa memenangkan satu tim.

Feminin male itu cukup senang dengan melihat Miyuki saja, ia membayangkan bagaimana ia berdiri di gunukkan kecil itu, berhadapan dengan Miyuki Kazuya. Seberapa mampu mereka melaju? seberapa berkembang ia jika bersamanya? seberapa hebatnya jika ia membuat battery bersama Miyuki Kazuya?

Eijun terobsesi untuk masuk ke SMA Shirat, ia harus masuk ke tim baseball putranya. Eijun harus jadi ace agar Miyuki Kazuya lebih melihatnya dari pitcher lain di tim.

Eijun tak sadar perasaan lain tubuh, bunga indah namun menyakitkan tubuh di hatinya.

"Phi, pernah dengar Penyakit hanahaki, tidak?" tanya satu teman kecilnya yang sering bermain baseball dengannya ketika Eijun bolos lagi, padahal ini adalah masa ujian akhir sekolah. Tak masalah, Eijun hanya butuh belajar hal penting saja.

Eijun yang sedang duduk di virtual glass di taman sambil belajar untuk ujian masuk Shirat mengerutkan kening. Itu seperti bahasa area Nihon tapi ia tak pernah dengar nama entah apa itu, Eijun tak tahu. "Apa itu?

"Kukira Phi tahu itu. Phi kan dari Nihon?" tanya balik anak berambut hitam legam, berkulit cokelat. Ia sangat terlihat dari asia tenggara.

"Aku tidak pernah dengar, tuh." Eijun mengangkat bahunya. "Memang apa itu?"

Anak yang duduk berhadapan dengannya menghela nafas. "Katanya, seratus tahun lalu ada penyakit bernama hanahaki. Penyakit itu akibat menahan rasa cinta dan cemburu karena si penderita mengalami cinta bertepuk sebelah tangan dan si penderita akan menumbuhkan bunga di dalam tubuh serta mendesak keluar hingga penderita mati karena pohon bunga itu merusak tubuhnya." anak itu ngeri sendiri membayangkan tubuhnya tertembus pohon yang tumbuh dari dalam.

Eijun mengernyitkan dahinya. "Kok seram sih, terus mereka yang kena hanahaki mati semua, kasihan amat. Sudah cinta tak dapat, mati pula..." katanya bersungut-sungut.

Anak itu tersenyum, Phi yang satu ini lucu sekali. Ia jadi kasian kalau Phi tahu berita yang ia baca di majalah elektronik baseball, tapi mungkin saja tidak seperti apa yang mereka pikirkan. "Tidak juga, ada dua cara untuk menyelamatkan nyawa penderita. Satu menyatakan cintanya, atau membuang bunga itu."

"Itu mudah, kan? buang saja." kata Eijun enteng.

Anak itu menatap Eijun dengan bingung. "Kenapa Phi tidak memilih menyatakan cinta?"

Pemuda berambut cokelat pekat itu memiringkan kepalanya. "Bukankah, cintanya tak terbalas. Untuk apa menyatakan cinta jika sudah tahu jawabannya."

anak bersuai hitam mengangguk, masuk akal sih. "Tapi jika itu dibuang maka kau akan melupakan semua tentang orang itu. Melupakan orang yang kau cintai."

"Itu bahkan lebih baik, kupikir. Karena kau lupa perasaanmu pada orang itu juga. Hingga tak perlu sakit hati lagi."

Teman kecilnya terbengong mendengarnya, itu egois. Bayangkan jika orang yang dilupakan juga sebenarnya mencintai kita lalu kita melupakannya dan orang itu tahu jika sebelum ini kita mencintainya tapi tak bisa melakukan apa-apa karena bagi kita sekarang, dia hanya orang asing, orang asing yang tak punya kenangan bagi kita.

Ia tak bisa membayangkannya. "Phi, jahat ya."

Eijun mengedip tak mengerti. "Apanya!?"

Teman kecilnya menggeleng, ia mengambil tab seukuran buku kono. Karena anak belum balid ia tidak memiliki gelang ID jadi mereka bisa baca buku atau majalah di tab khusus anak-anak. Anak itu membuka satu majalah elektronik baseball. Ia menyerahkan tab itu pada pemuda manik cokelat emas. "Phi, sudah baca wawancara Miyuki Kazuya terbaru."

"Mh? yang kapan?" yang Eijun ingat bulan lalu, wawancara tentang kekalahan timnya.

"Hari ini, coba baca poin ketujuh."

"Memang kenapa sih?" Eijun menerima tab itu dan membaCanya. Di sana pewawancara bertanya apa Miyuki Kazuya punya kekasih, dan dengan deskripsi yang mengatakan 'dengan malu-malu Miyuki Kazuya berkata dia punya kekasih' tulis sang wartawan dalam artikel. Tidak hanya itu saja, mereka bertanya apa gender kekasihnya dan apa tipenya. Miyuki menjawab bahwa kekasihnya adalah normal female yang sekelas dengannya, juga dia tertarik dengan female saja, Miyuki tidak tertarik dengan feminin male.

Eijun tak bereaksi apapun, ia hanya mengangguk-angguk dan mengembalikan tab itu pada anak surai hitam. "Apa kau akan tetap ke SMA Shirat, Phi." tanya teman kecilnya.

Eijun mengerutkan kening. "Tentu saja, aku tetap kesana. Memang kenapa?"

Anak itu menatap mata cokelat emas Eijun, ia tak menemukan binar kekecewaan, mata itu tetap bersemangat. Ah, mungkin ia dan teman-temannya terlalu jauh melihat reaksi Phi kesayangan mereka ini, mereka pikir Phinya jatuh cinta pada catcher muda jenius dan mengejarnya, mereka takut Eijun kecewa, takut Phi bodohnya itu menangis. Dengan ini mungkin mereka salah. Mungkin benar, Eijun hanya ingin menguji seberapa hebat jika membuat battery dengan Miyuki Kazuya.

Eijun adalah pitcher yang hatinya terlalu terbuka, jadi ia akan terlihat jelas jika perasaannya kuat.

Namun anak-anak itu lupa bahwa Phinya terlalu polos akan cinta, ia tak pernah tahu perasaan cinta, jadi Eijun tak tahu perasaan cinta itu seperti apa.

Enam bulan setelah pembicaraan itu Eijun benar-benar masuk ke SMA Shirat dan karena rumahnya jauh, Eijun harus tinggal di asrama sekolah. Ia sekamar dengan satu kakak kelas feminin male.

Dan Eijun masuk tim baseball Shirat, ia kira kemampuannya sudah mumpuni untuk masuk ke tim utama, namun itu salah ia kalah dengan anak kelas satu lain yang lemparannya cepat, seorang anak lokal yang hebat dalam hal kecepatan. Dia lebih dulu terpilih untuk tim utama. Eijun tak masuk dua puluh orang yang bermain di lapangan.

Kecewa? tentu saja.

Walau pelatih bilang ia harus latihan dulu, pitcher baru harus memiliki catcher yang membimbingnya, dan tentu itu ditentukan oleh pelatih.

sialnya pelatih hanya memberinya catcher yang bahkan tak masuk tim utama.

Oh, tentu ia tak cedera bahu, atau apapun itu. Ia memang tak berbakat sama sekali dan si pelempar cepat itu mendapatkan Miyuki Kazuya. Eijun merasa itu tak adil, itu salah, catchernya tak bisa menangkap lemparannya dan menyalahkan Eijun, malah bilang Eijun tak berbakat.

Frutrasi, Eijun lebih sering latihan sendiri. Eijun tak pernah bertemu dengan Miyuki sejak perkenalan para kelas satu yang masuk klub baseball. Karena saat itu mereka sedang ada turnamen.

Eijun merasa ingin keluar saja, ingin menyerah. Kalau saja malam itu tak ada, kalau malam itu Eijun tak melempar sendiri di lapangan indoor dan juga lempar bola sekuatnya pada kekasih Miyuki. Maka Eijun benar-benar menyerah.

Feminin male itu yakin semua sudah tidur saat ia keluar kamarnya, pergi ke lapangan indoor untuk tim utama, memakai banyak bola untuk latihan.

Ia melempar bolanya keras sekali, tak peduli jika itu merusak apapun di dalam lapangan indoor itu.

Eijun kesal, ia ke sini untuk Miyuki Kazuya. Untuk bermain baseball dengan Miyuki, si catcher jenius. Bukan untuk dihina oleh orang yang bahkan tak bisa menangkap bola anak dua tahun.

Itu jam setengah satu, ia terus melempar tanpa sadar para manajer ingin memeriksa karena ada yang ketinggalan sesuatu, mereka yang mendengar suara dentuman dari dalam lapangan indoor ketakutan dan berinisiatif memanggil seseorang. Kebetulan salah satu manajer adalah kekasih Miyuki maka pria itu menjadi korban para feminin yang ketakutan.

Miyuki masuk ke dalam ruangan super besar itu, banyak alat-alat latihan yang lumayan besar, jaring, penembak bola. Ada juga papan untuk pitcher latihan delapan zona streak.

Selama Miyuki berjalan ke arah dalam dengan para manajer di belakangnya, tentu kekasihnya memeluknya dengan erat, suara dentuman itu terus terdengar. Miyuki mengikuti suara itu, pelukan kekasihnya makin kerat. Keranjang-keranjang bola terlihat berantakan, Miyuki melihat seseorang tengah bersiap melempar dan tak lama kemudian suara dentuman kembali terdengar.

Pemuda berkacamata itu mengerutkan alis, menyicipkan mata. "Oi, ini sudah malam sekali, kenapa kau tidak tidur!?"

Eijun yang ingin mengambil bola lain dari keranjang menjadi kaku. Ia panik tak karuan, ingin kabur tapi jalannya tertutup oleh para manajer. Sementara Miyuki mendekatinya.

Miyuki mengenali anak baru itu, ia menatap heran. "Kau masuk sekolah Shirat juga, kenapa aku tidak pernah melihatmu?"

Kata-kata Miyuki bagai garam yang ditabur pada luka menganga. Ingin rasanya melempar bola ke kepalanya, mungkin mata rabun jauhnya bisa sembuh dan dengan begitu ia bisa melihatnya di perkenalan. Saking kesalnya Eijun hanya diam dan berlari tak peduli para manajer yang tertabrak, Eijun keluar dengan tak sopan.

Miyuki terbengong saat mendapati juniornya pergi begitu saja.

Siang harinya Eijun dan teman-temannya yang tak masuk tim inti, disuruh membereskan lapangan outdoor baseball karena akan diadakan latih tanding antara tim inti dan tim cadangan. Ini adalah kebiasaan Shirat.

Eijun sendiri bermalas-malasan membereskan lapangan itu, lebih baik ia melempar bola kertas di atap sekolah, ya.

Rombongan pemain cadangan datang disusul tim inti dengan para manajer Cantik menempeli mereka. Eijun mengernyitkan dahinya melihat itu.

Makin kesal saja.

Feminin male itu meneruskan kegiatan yang tak elite, memunguti bola yang tercecer di tanah. Saat suara melengking terdengar mengganggu telinganya.

"Eeeh, kenapa tidak bisa, kita jarang kenCan." itu adalah manajer normal female yang juga kekasih Miyuki Kazuya.

"Kau tahu ini ditengah turnamen, mana bisa aku santai." Miyuki terlihat jengah dengan pembicaraan ini.

gadis itu cemberut. "Kau ga sayang aku, ya. Pacar temanku selalu jalan..."

"Yah, udah pacaran sama dengan pacar temanmu." Miyuki kesal, ia ingin fokus dengan baseballl, sebenernya mereka pacaran juga karena ia pikir jika dengan manajer bisa mudah mengambil data yang diperoleh manajer yang menonton pertandingan. Wanita yang ia pacari cukup pintar untuk menjadi pengumpul data. Tapi tak sesuai harapan, Miyuki malah jadi kesal.

Miyuki ingin pergi ke bullpen tapi gadis itu malah menahannya dengan merangkul tangan super male itu."Miyuki, pokoknya kau ikut pesta ulang temanku malam ini."

Miyuki ingin sekali mendorong gadis itu, tapi ia tak ingin dilihat brengsek, jadi ia tahan sebaik mungkin. "Dengar Cake, besok aku akan bertanding jadi aku tak bisa keluar, berpesta. Aku tidak bisa."

"Kau, kan tidak ma-aw!..." Cake tiba-tiba berteriak, ia syok berat karena tiba-tiba ada bola baseball melesat tepat melewati wajahnya. Hampir menghantam hidung mancungnya. Miyuki pun terkaget karena wajahnya dan kekasihnya hanya berjarak beberapa senti.

Bunyi dentuman bola terbentur terdengar keras di belakang mereka. Miyuki ngeri membayangkan bola itu mengenai wajahnya.

Aiiis... Bisa patah hidungnya.

Miyuki melihat ke arah datangnya bola dan melihat anak yang tadi malam berlari dari lapangan indoor. Ia terlihat dalam posisi sudah melempar dengan mata gelap dan senyum puas.

Miyuki kekki.

"Apa-apaan ini!" Cake sadar dari syoknya, ia benar-benar marah. "Kalau tak becus melempar, pergi saja dari klub baseball. Daripada membunuh orang." cecar Cake marah. Eijun memunguti bola lagi tanpa peduli orang-orang yang melihatnya aneh, ngeri, dan tak percaya.

Miyuki ingat anak ini yang bermain dengannya di latih tanding dengan anak SD, jadi dia sekolah disini? tapi kenapa ia tak masuk tim, bahkan untuk tim kedua? Menurutnya anak ini cukup berbakat, ia sudah menguasai lemparan cutter yang bahkan belum tentu pemain profesional bisa melempar bola ke celah antara wajah, dia sungguh luar biasa.

Miyuki mendekatinya, di belakangnya kekasihnya menyuruh untuk memarahi anak kelas satu itu tapi Miyuki malah tersenyum."Hai, kenapa kau tidak masuk tim utama, apa saat pemilihan kau tak sehat?"

"Tanya saja pelatih, kenapa aku diberikan catcher baka begitu, dia bahkan tidak bisa menangkap bola lurus yang anak SD bahkan bisa menangkapnya. Bagaimana bisa aku lolos?" jawab Eijun, lebih seperti gerutuan sambil memunguti bola-bola yang berserakan di sana-sini.

Super male yang dibelakangnya terdiam sejenak, dia tidak dianggap berbakat oleh pelatih? tidak mungkin dirinya salah kan? yang ia lihat anak ini luar biasa berbakatnya, dia bahkan lebih efektif dari pitcher kelas satu yang terlalu heboh. Miyuki jadi mengerti kenapa anak ini marah padanya, karena mungkin dia kesini disebabkan ucapannya yang memberi anak ini harapan, namun Miyuki malah melupakannya.

Ia tak peduli tentang hal kecil seperti itu jika tidak menguntungkan timnya, tapi anak ini merupakan harapan bagi tim Shirat, tapi kenapa pelatih tak melihatnya.

"Miyuki kenapa malah ngobrol dengannya, kau marahi dia lah. Bagaimana jika wajahku rusak?" Cake berujar sambil cemberut. Gadis itu menutup wajahnya dengan kedua tangannya masih trauma karena bola yang sedikit saja melenceng wajahnya akan jadi biru dan bengkak, bagaimana ia pergi ke pesta malam ini? aiis, menyebalkan.

Miyuki hanya melirik Cake dengan acuh tak acuh, ia meraih tangan Eijun yang sedang memungut bola baseball tak jauh darinya. "Ikut aku ke bullpen."

Miyuki menarik Eijun ke area yang bertenda meninggalkan Cake yang makin kesal. Bulpel adalah tempat latihan untuk pitcher-catcher disana ada beberapa tempat latihan lempar-tangkap, Eijun tentu saja berontak karena ditarik tiba-tiba, tapi sebenarnya ia senang, entah kenapa. "Hai! apa-apaan sih, Phi!?"

"Aku ingin melihat lemparanmu, dan jangan phi, tapi senpai. Aku lebih suka senpai, ok?" katanya sambil menyiapkan perlengkapan untuk dirinya dan menyerahkan sarung tangan pitcher pada Eijun.

Eijun mengernyit tak suka, bibirnya maju beberapa senti. "Kenapa dengan Phi, ini di Thai kan? Miyuki Kazuya!"

Super male itu memunculkan empat sikut-sikut di dahinya. Untung saja ini anak imut saat seperti jadi setidaknya bisa menahannya untuk tidak melakukan kekerasan terhadapnya. "Terserah. Ayo, mulai, di bullpen keempat."

Eijun masih memajukan bibirnya, dengan hentakan kaki ia berjalan menuju garis putih tempat pitcher melempar. Sedangkan Miyuki di seberangnya, sudah siap menangkap. "Ayo, lempar sesukamu ke zona strike!"

Dalam hati, Eijun bersorak. Akhirnya keinginannya terkabul satu, melempar dengan Miyuki Kazuya walau bukan pertandingan. Tapi setidaknya ia bisa menunjukkan kemampuan sesungguhnya pada semua orang.

"Hai, Miyuki! kenapa kau mengajaknya latihan, dia tak punya bakat. Buang waktu saja kalau mengurusnya!." sebuah suara dari dua bullpen dari kanan Miyuki terdengar meremehkan, Eijun tahu suara itu, catcher yang harusnya membimbingnya untuk latihan.

Miyuki tersenyum miring. Ia memberi tanda untuk Eijun memulai melempar, Miyuki selalu suka mengejutkan orang yang sedang di atas angin karena dia akan terjatuh lebih keras daripada didorong.

Eijun tidak mendengar apapun sekarang, fokusnya hanya pada pria di depannya. Ingin memuaskan catcher di depannya.

Eijun mengambil ancang-ancang lempar, mengangkat kaki kanannya, menarik tangan kirinya yang memegang bola ke belakang bagai busur dengan anak panah, dan mengayunkan dengan cepat, melepaskan bola dengan tepat hingga melesat, namun itu jauh dari zona strike dan sarung tangan Miyuki. Super male itu tak bergeming walau bola itu meleset,. Semua yang melihatnya yakin bola akan gagal ditangkap. Akan tetapi bagai tertarik magnet, secara tiba-tiba bola itu berbelok dan menghantam tepat di sarung tangan sang catcher berkacamata itu.

Miyuki tersenyum. "Lemparan bagus. Ayo, lagi." katanya sambil melempar kembali bola pada Eijun...