Akhirnya bisa publish juga! *sujud menyembah Tuhan yang ada di atas* setelah sekian lama berkutat dengan fanfiction, memikirkan jalan cerita, nulis, bla, bla,bla….. *ditampol gara-gara kelamaan*

Yak, dalam pra-uan yang mencekek dan menyiksa, saya masih bisa nulis fanfic. Kenapa nggak dimarahi ortu? Karena saya sakti *plak* salah, karena saya bebas ngegunain netbook (dan karena HP disita sekolahan).

Aah! Fanfic ini untuk sahabat saya, Hikage Natsuhimiko yang telah lama menunggu! Makasih, ya, Hikage-san!

Yosh, minna, hope you like it!

Warning : OOC (tergantung dari sudut pandang readers)

.

.

Siang hari yang terik, itulah yang menerpa Namimori. Kota kecil itu sedang memasuki musim panas. Udara sejuk dan sedikit dingin saat musim semi telah berganti dengan sinar matahari menyengat serta panas yang seolah membakar. Pohon – pohon sakura yang berbunga saat musim semi telah berubah menjadi pohon yang hijau serta rindang. Serangga – serangga musim panas menimbulkan bunyi – bunyian yang khas dengan menggesekkan sayap – sayapnya. Angin yang tidak berhembus menambah suasana, yang sudah sangat panas, menjadi makin terasa membakar.

Di saat seperti ini akan sangat menyegarkan jika memakan atau meminum sesuatu yang dingin sambil bermalas – malasan di ruangan yang ber-AC. Semua murid sekolah akan melakukan hal yang sama. Ya, karena liburan musim panas telah menyambut mereka sejak seminggu yang lalu. Siapa yang tidak mau menjalani liburan? Justru event ini adalah yang paling di tunggu – tunggu oleh semua kalangan. Meskipun liburan artinya bebas dari segala aktifitas sekolah, tetap saja pekerjaan rumah yang menggunung di meja belajar menjadi penderitaan lain.

Para remaja pastilah tengah menghabiskan waktu liburan musim panas dengan bermain atau hang out bersama dengan teman masing – masing, mengabaikan PR mereka pada minggu pertama liburan. Namun, sebagian dari mereka juga tengah melakukan kerja kelompok ataupun perpustakaan untuk menyelesaikan PR yang terdiri dari berbagai mata pelajaran.

Semua bersenang – senang menikmati liburan musim panas mereka,

kecuali untuk satu orang.

Yak, satu orang tersebut adalah pemuda pemilik surai raven serta sepasang mata berwarna steel-blue yang sedang berjalan dengan santai di jalan yang sepi. Gakuran hitam yang tersampir di punggungnya sedikit berkibar di terpa angina saat ia meneruskan langkahnya. Pakaiannya juga bukan merupakan pakaian yang biasa di pakai untuk menghadapi musim panas; kemeja putih berlengan panjang dan celana hitam panjang. Sepatu hitam melapisi kakinya serta ikat pinggang coklat yang melingkari pingganggnya juga melengkapi penampilannya.

Hal yang mencolok dari pemuda itu adalah armband berwarna merah dengan bordiran huruf kanji berwarna kuning yang bertuliskan 'disiplin'.

Semua orang di Namimori tentu mengenal sosok pemuda itu. Siapa yang tidak mengenal Hibari Kyoya yang merupakan ketua Disciplinary Committee sekaligus orang paling kuat di Namimori? Seorang pemuda dengan sikap dingin dan sangat membenci kerumunan, seorang pemuda dengan kekuatan mirip monster.

Kedua mata steel-blue miliknya melihat dengan tatapan penuh intimidasi. Kedua mata itu tidak menunjukkan emosi, hanya tatapan tajam bagaikan pisau yang terasah dengan sempurna yang dapat membuat seseorang berlutut di hadapannya hanya dengan sekali lirik. Jika tatapan dapat membunuh, entah berapa orang yang nyawanya mengangkasa akibat mendapatkan tatapan tajam Hibari.

Jika orang – orang berlibur, bepergian, ataupun bersenang – senang di liburan musim panas, Hibari memilih untuk berpatroli di sekitar Namimori demi menjaga keamanan kota tersebut. Disiplin adalah nomor satu jika kau masuk ke daerah 'kekuasaan'nya. Semua yang melanggar kedisiplinan akan di 'disiplin'kan dengan kedua tonfa berwarna silver yang tersimpan baik di balik gakuran hitam milik sang Skylark. Bukan hanya sang ketua yang berpatroli, tapi, semua anggota Disciplinary Committee juga bertugas. Mereka semua berpatroli ke semua sudut Namimori dan akan menyampaikan laporan hasil patroli mereka pada sang Vice Chairman, Kusakabe Tetsuya.

Hibari terus melangkah menyusuri jalan sepi di Namimori. Kesunyian yang melingkupi jalan itu sangat terasa, bahkan Hibari dapat mendengarkan sendiri suara sepatunya yang bersentuhan dengan aspal. Tidak buruk, karena sang Skylark sangat menyukai suasana sunyi. Pemuda itu menoleh ke sana – kemari, memeriksa pelosok jalan itu ketika telinganya menangkap suara samar.

'Suara apa itu?' pikir Hibari.

Pemuda itu pun menajamkan pendengarannya demi dapat menemukan arah yang akan menuntunnya untuk dapat menemukan sumber suara itu.

Ia mulai kembali melangkah, kali ini menuju arah yang berbeda. Hibari melangkah ke sisi kanannya yang merupakan sebuah tempat dengan pohon – pohon yang rimbun serta semak – semak yang lebat, hutan Namimori. Pemuda itu mengandalkan pendengarannya untuk membawa langkahnya menuju suara yang menarik perhatiannya itu.

Hibari terus berjalan, suara gemerisik rumput terdengar setiap kali langkahnya menapak bumi. Setelah memasuki hutan itu lebih dalam, lama – kelamaan suara itu semakin jelas dan cukup bagi Hibari untuk membuat satu konklusi,

Suara itu adalah nyanyian seseorang.

"ima made nakushite kita mono korekara tsukamu deki goto

sukoshi zutsu demo ii itoshisa wasurezu ikite yukitai,

yume ni miteta kimi no tonari sae BARANSU torenai,

atashi no migite kimi no hidarite nando umarekawatte mo mitsukedashitai,"

Kedua mata Hibari menangkap sesuatu; daerah terbuka yang tidak di tumbuhi pepohonan lebat. Pemuda itu meneruskan langkahnya hingga mencapai tepi lapangan terbuka berbentuk lingkaran di tengah hutan itu.

"ai no nai yasashisa wa itai dake da yo

I'm just waiting for you everyday every night,"

Hibari terpaku sejenak ketika sebuah pemandangan hadir di hadapannya, pemandangan lapangan terbuka yang ia temui. Lapangan hijau luas yang di tumbuhi oleh berbagai macam bunga berwarna – warni, bahkan bunga – bunga liar yang tumbuh nyaris menutupi hijaunya rumput. Terpaan sinar terik matahari membuat bunga – bunga tersebut seolah bersinar. Angin berhembus perlahan, menimbulkan suara gemerisik yang berasal dari daun – daun pohon yang saling bergesekan. Hibari memicingkan matanya ketika melihat sosok seseorang tengah duduk di bawah pohon rindang besar yang tepat berada di tengah lapangan terbuka itu.

"imi no nai itami wa,

kirai da yo dakara,

ima wa kono mune ni,"

Seorang gadis mengenakan seragam sekolah berwarna merah sedang merangkai sesuatu yang ada di tangannya. Rambut coklatnya yang di ikat ekor kuda dengan pita berwarna merah melambai – lambai ketika angin menerpa. Dari gerakan bibir yang Hibari lihat, sudah pasti gadis itulah yang menyanyikan lagu tadi.

"Herbivore," ucap Hibari dingin ketika memastikan bahwa jaraknya lumayan jauh dari gadis itu.

"HIII!" gadis itu memekik ketika menyadari keberadaan sang Skylark yang tiba – tiba saja berada pada jarak sekitar 3 meter darinya. Nyaris saja ia terjungkal karena kekagetannya.

"Karena mengganggu ketenangan Namimori, kamiko –"

"HIIII! AKU TIDAK MELAKUKAN APAPUN! TOLONG AMPUNI AKUUU!" potong gadis itu, yang sekarang berlutut di tempatnya dan mengatupkan kedua tangannya.

"Kau berisik, herbivore," urat – urat kemarahan timbul di dahi Hibari ketika mendengar segala macam permohonan ampun dan permintaan maaf yang super cepat bagaikan kereta ekspres keluar dari mulut gadis itu.

Hibari telah bersiap untuk mendisiplinkan gadis ini dengan tonfanya..

"HIII! Maaf!" gadis itu memekik, untuk ketiga kalinya, begitu mendengar geraman predator Hibari. Segera, ia menurunkan volume suaranya.

"Apa yang kau lakukan di sini," Hibari bertanya, lebih mirip memaksa orang mengeluarkan jawaban.

"Ah, merangkai bunga," jawab gadis itu dengan senyuman cerah, segala ketakutannya hilang bagai di tiup angina saat mendengar pertanyaan Hibari. "Lihat!"

Hibari tetap memasang wajah stoic-nya saat gadis itu menunjukkan sebuah mahkota bunga yang terdiri dari bunga Daisy.

"Suara nyanyianmu mengganggu ketenangan Namimori," katanya dengan nada sedingin es yang dapat membuat bulu kuduk orang meremang. "Kamikorosu,"

"A-apa suaraku seburuk itu?" Tanya gadis itu dengan terbata – bata.

Oke, Hibari tidak dapat membalas dengan mengatakan bahwa suara gadis itu indah. Penyakit harga dirinya terlalu akut untuk membuatnya mengatakan hal itu.

"AH! Namaku Rasiel! Senang bertemu denganmu, ngg… Namamu siapa?" kata gadis yang bernama Rasiel itu sembari tersenyum gugup dan menggaruk pipinya yang tidak gatal. Hibari menatap gadis itu sambil mengangkat alisnya. Mood swing gadis ini memang aneh, tapi nama dari namanya, gadis jelas bukan orang Jepang.

"Kau tidak perlu tahu," balas Hibari sembari menghadap belakang, bersiap untuk pergi dari herbivore berisik yang membuat telinganya sakit. Yap, meskipun bukan orang Jepang, gadis ini fasih berbahasa Jepang.

"E-eh!? Tunggu – hyaa!"

Bruk!

Rasiel terjungkal ke depan ketika berusaha mengejar Hibari. Wajahnya mencium tanah lebih dulu. Hibari hanya melirik sebelum kembali berjalan.

"Ittai… Tu- tunggu!" seruan Rasiel di abaikan oleh Hibari. Sudah jelas dari sang prefek yang terus berjalan tanpa menoleh ke belakang. Rasiel mengejar prefek itu dan memegang lengan kemejanya.

"Herbivore," aura membunuh menyebar di udara. Herbivora ini, selain berisik, berani menyentuhnya. Rasiel memekik dan segera menarik kembali tangannya. Hibari mendengus, tangannya sudah bersiap kembali mengeluarkan tonfanya dan -

"Kau sendirian, kan?"

terhenti oleh pertanyaan Rasiel. Pemuda itu tidak menoleh, tapi menunggu kelanjutan ucapan Rasiel.

"Ji-jika kau mau, kau bisa datang ke sini kapan saja," kata Rasiel. "Aku selalu ada di sini jika kau butuh seseorang untuk bicara,"

Merasa tidak ada kelanjutan dari kata – kata Rasiel, Hibari melangkah, meninggalkan Rasiel sendirian di lapangan itu. Selama berjalan, perasaan aneh menggelitik bagian dadanya.

Apakah ini rasa… hangat?

.

.

Rasiel sedang merangkai bunga Gladiol berwarna oranye menjadi bentuk lingkaran. Selagi tangannya bergerak sendiri, pemikirannya melayang ke pemuda berambut raven yang ia temui kemarin. Ia memanyunkan bibir ketika mengingat pemuda itu menolak memberitahu namanya.

"Dasar pelit, apa susahnya memberitahu nama sendiri-"

"Apa yang kau katakan, herbivore,"

Rasiel memekik begitu mendengar nada dingin itu. Nyaris saja ia terkena serangan jantung. Ia menoleh ke atas sedikit dan menemukan sepasang mata berwarna steel-blue yang menyorot tajam. Pemuda yang kemarin-!

"Ekspresimu bodoh,"

Ctak!

Rasiel merasakan urat di kepalanya putus. Alisnya berkedut kesal. Apa pemuda ini datang hanya untuk menghinanya? Menyebalkan.

"Aku bukan herbivore!" balas Rasiel. "Aku punya nama, tahu! Lagipula, manusia itu omnivore!"

Hibari mendengus. Sudut bibirya berkedut naik ketika mendengar balasan Rasiel. Pemuda itu kemudian berbaring di atas rumput yang dinaungi oleh pohon yang rimbun, tetap menjaga jarak dari Rasiel.

"Nee, namamu siapa?" Tanya Rasiel.

"Kau menggangguku, herbivore, kamikorosu," balas Hibari sembari mengangkat tonfanya. Benda metalik itu bersinar di bawah teriknya matahari.

"Aku hanya menanyakan namamu!" tukas Rasiel menggembungkan kedua pipinya.

Hening.

"Hibari,"

"Eh?"

"Apa kau tuli, namaku Hibari Kyoya," ketus Hibari menanggapi otak Rasiel yang lambat.

"Nama yang aneh," komentar Rasiel. Hal itu membuat urat kekesalan muncul di dahi sang prefek. "Bukannya Hibari itu artinya Skylark?"

"Kau berisik, herbivore," ucap Hibari. Tangannya gatal untuk segera mengayunkan tonfanya. Ia berusaha untuk tidur di sini. Tentu saja, Hibari kembali ke sini hanya untuk mendapatkan ketenangan karena lapangan ini berada jauh dari keributan dan terpencil. Otomatis; tenang, yang pada nyatanya ternyata tidak karena kehadiran Rasiel.

"Tapi, nama itu keren!" seru Rasiel. Lagi – lagi, hati Hibari merasakan sensasi aneh ketika melihat senyuman secerah matahari milik Rasiel. Kehangatan yang ia rasakan kemarin, juga mungkin bangga, ketika ia mendengar namanya di puji.

Tidak ada orang yang melakukan itu sebelumnya.

Kesunyian yang nyaman melingkupi keduanya. Hanya terdengar suara gemerisik daun – daun pohon yang bergerak karena hembusan angin.

"Nee, Hibari-san," panggil Rasiel.

"Hn."

"Apa kau tidak kepanasan memakai kemeja lengan panjang?" pertanyaan blak – blakan itu membuat iritasi mencekik hati Hibari. Tangannya sudah bersiap mengambil tonfa, yang kembali ia simpan, ketika ia merasakan sesuatu diletakkan di atas kepalanya. Ia menoleh dan melihat bunga Cosmos berwarna ungu di atas kepalanya, lebih tepatnya mahkota dari bunga Cosmos ada di atas kepalanya.

"Seperti yang kukira, warna ungu sangat cocok untuk Hibari-san!" kata Rasiel sembari menyungging senyum lebar. Hibari akhirnya mendengus lalu kembali pada posisi berbaringnya. Rasiel kembali fokus pada pembuatan mahkota dari bunga miliknya sehingga tidak menyadari bahwa senyuman tipis terukir di bibir Hibari.

Ah, dunia terasa lebih berwarna.

.

.

Hibari rutin mengunjungi lapangan terbuka tempat dimana Rasiel biasanya berada. Akhirnya, selama perjuangan menjaga kesabaran, ia bisa terbiasa dengan segala macam ocehan gadis itu. Hibari akan menanggapi Rasiel dengan 'hn' seperti yang ia berlakukan untuk orang lain.

Hibari selalu menyeringai puas ketika berhasil membuat Rasiel merasa malu, takut, atau bungkam seribu bahasa.

Hibari juga kerap kali memerintahkan Rasiel untuk bernyanyi. Setiap kali Hibari memerintahkannya untuk bernyanyi, Rasiel akan menyanyikan lagu yang berbeda – beda. Alasannya, agar Hibari tidak bosan.

Rutinitas yang sederhana namun sangat berarti.

Untuk pertama kalinya, Hibari dapat membiasakan diri dengan orang lain. Setiap kali ia menghabiskan waktu berpatoli, ia akan memikirkan Rasiel. Senyuman gadis itu hangat bagaikan matahari. Hati Hibari yang dingin seperti es mulai meleleh akibat kehangatan senyuman itu. Hibari ingin selalu melihat senyuman itu.

Hari – hari menjadi lebih menarik ketika Rasiel mulai memasuki kehidupannya.

Tidak seperti yang lalu. Membosankan. Ia hanya meng – kamikorosu orang – orang yang melanggar aturan dan berpatroli di kotanya yang tercinta, Namimori. Sudah menjadi rutinitas bagi Hibari untuk memikirkan apa yang terjadi esok hari ketika senja menyambut.

Hibari tidak akan pernah mengakui bahwa ia menikmati rutinitas ini.

Namun, takdir lebih memilih jalan lain yang tidak sesuai dengan keinginan sang Skylark.

.

.

"Hibari-san,"

Hibari menaikkan alis ketika mendengar nada lesu Rasiel. Sungguh hal yang tidak biasa. Ia membuka matanya dan menoleh pada gadis itu. Rasiel memberikan senyuman terbaiknya sebelum menegakkan diri. Mahkota dari bunga Carnation berwarna putih berada di tangannya.

"Terima kasih sudah menemaniku," kata gadis itu. "Aku sangat bahagia ketika aku tahu aku bisa berguna bagi seseorang. Aku sangat bahagia,"

Rasiel meletakkan mahkota bunga itu di atas kepala Hibari yang sedang beranjak ke posisi duduk. Rasiel tersenyum, kali ini senyuman lembut yang ia berikan pada Hibari.

"Nee, apa kau ingat ketika kau ingin menyentuhku?" Tanya Rasiel. Sang Skylark tidak menjawab dan Rasiel tahu bahwa pemuda itu sedang menggali ingatannya.

Hibari memandangi wajah damai Rasiel ketika gadis itu tertidur. Kepala gadis itu bersandar pada batang pohon kokoh dan di pangkuannya terdapat mahkota yang terbuat dari bunga Hyacinth berwarna pink. Daun – daunan berguguran ketika angin kencang berhembus, dan salah satunya terjatuh di atas kepala Rasiel. Hibari sudah merentangkan tangannya untuk menyingkirkan daun itu, ketika,

"Kumohon jangan menyentuhku, Hibari-san,"

Hibari sudah yakin bahwa gadis itu benar – benar tertidur. Ternyata, sense gadis ini hebat.

"Berani memerintahku, herbivore," balas Hibari sembari menarik kembali tangannya.

"Aku… hanya tidak mau kau terkena hal buruk," kata Rasiel sembari membuka matanya. Gadis itu pun menguap dan segera memeluk lututnya.

"Sejak dulu, aku dianggap pembawa sial oleh orang – orang. Sepertinya hal itu memang benar karena ketika sebuah kecelakaan terjadi, aku selalu ada di situ," jelas Rasiel. "Tidak ada yang mau berteman denganku karena takut terkena sial, jadi Hibari-san jangan menyentuhku,"

"Kecelakaan terjadi tiba – tiba, tidak ada hubungannya dengan sial," balas Hibari dengan nada datar.

"Tapi, aku tidak mau itu terjadi padamu," kata – kata Rasiel membuat Hibari sedikit terkejut. Untung saja ia bisa menjaga ekspresinya agar tetap emotionless. "Karena kau temanku,"

"Terserah saja, herbivore,"

"Kau pasti ingat," kata Rasiel. Ia mengulurkan tangannya. "Kau boleh menyentuhku sekarang,"

Hibari melipat kakinya menjadi posisi duduk. Pemuda itu merentangkan tangannya dan menggenggam tangan Rasiel. Rasiel mengerjapkan matanya sebelum tersenyum lebar.

"Dibandingkan dengan sikapmu yang dingin, tanganmu sangat halus dan hangat," kata Rasiel, masih tersenyum.

"Kau ini bicara apa, herbivore," Hibari mulai kehabisan kesabaran dengan kata – kata Rasiel. Memangnya mereka akan mengucapkan perpisahan-

"Selamat tinggal, Hibari-san,"

Mata Hibari melebar sedikit ketika ia melihat sosok Rasiel berubah menjadi transparan sebelum akhirnya hilang sepenuhnya. Hibari terpaku pada tempatnya, kehangatan tangan yang ia genggam juga telah hilang menyatu dengan udara. Sang Skylark pun ditinggalkan sendirian.

"Ikanaide," gumam Hibari dengan suara rendah.

.

.

End?

Oke, totally fail banget! *nangis di pojokan* Hibari OOC! Mudah – mudahan readers tidak kecewa dengan fanfic abal ini karena saya baru pertama kali posting di Fanfiction. Oke, untuk sekedar info, lagu yang dinyanyiin Rasiel tadi judulnya Stray Hand by Cherry Blossom! #Promosi

Terima kasih buat Hikage-san yang terus dukung!

Ciao, ciao