[pilot episode - one day before]
.
.
.
.
.
"Madu manuka? Calendula? Teh hijau? Mau yang mana? Ini aku bawa semua varian kamu pilih aja."
Taehyung menimbang-nimbang belasan lembar masker yang ditawarkan oleh kembarannya.
Tidak perlu tanya lagi darimana Jimin bisa menyiapkan semuanya dalam waktu singkat kendati disibukkan dengan berbagai agenda untuk membantu preparasi esok hari. Dia selalu punya cara. Entah bagaimana.
Jimin, bagi Taehyung, adalah orang yang selalu—dan selalu—dapat diandalkan.
"Hmm yang madu deh."
"Nice choice. Nanti aku mau pakai yang delima."
Taehyung hendak bangun dari posisi tidur tiduran sembari bermain ponsel, tetapi Jimin menahan bahunya. Membuat ia kembali ke posisi semula.
"Udah kamu diam aja. Aku yang pasang."
"Oke~"
Jimin meraih headband kepala hati warna merah kesayangan Taehyung dan memasangkannya agar rambut pirang Taehyung tidak terkena masker nanti.
"Bagaimana rasanya?" tanya Jimin sambil membuka pembungkus masker lembar di tangan
Taehyung mengerjapkan mata.
"Kan maskernya belum dipasang?"
"Bukan soal masker, kembaranku sayang." Jimin mencubit pipi Taehyung, membuat kembarannya mengeluarkan desis protes—"Aduduh, Jiminnie, lepas!"—yang disertai tepisan tangan frantik. "Bagaimana rasanya mau menikah besok?"
Cubitan Jimin berhenti dan Taehyung mengusap pipinya sembari mencebik.
"Ngapain aku jawab kamu. Kalau besok di mukaku ada bekas cubitan, biar kuganti Seojoon-hyung yang jadi bestman."
"Kok gitu?"
"Biarin."
"Iya, iya—maaf deh."
"Nggak."
"Aku traktir kamu gelato nanti."
"Nggak."
"Rasa apa pun, jumlah scoop berapa pun, di gerai mana pun."
"Nggak butuh."
"Selama dua tahun penuh."
"Oke. Deal."
Jimin meringis memikirkan kondisi dompetnya. Tapi tidak masalah. Selama Taehyung tidak ngambek dengannya. Berbahaya nanti kalau posisinya diganti oleh Seojoon-hyung. Enak saja. Yang boleh jadi bestman Taehyung cuma Jimin.
"Jangan gerak, Tae. Maskernya mau kupasang."
Taehyung menurut.
Lembar masker madu manuka dipasangkan hingga menutup seluruh wajah. Pendingin ruangan membuat wajah basah menjadi dua kali lebih dingin. Taehyung menutup mata. Di saat yang bersamaan, ia merasakan Jimin berbaring di sampingnya.
"Kamu belum jawab pertanyaanku loh, Tae."
Taehyung membuka kelopak mata perlahan dan ia dapat melihat langit-langit kamar. Tidak ada cicak mencari makan. Tidak ada bekas resapan hujan. Tidak ada apapun. Hanya serat fiber semen bercat putih dengan profil gipsum yang mengitarinya.
Menikah. Me-ni-kah.
Menikah.
Benar-benar terdengar dan terasa sureal. Terutama jika kau yang menjadi mempelai. Berbagai perasaan bercampur. Taehyung perlu waktu untuk bisa menguraikan semuanya.
"Rasanya—campur aduk?" Lamat-lamat ia menjawab. "Senang. Cemas. Sedih. Walaupun lebih banyak senang di antara semuanya. Maksudku, aku senang karena besok hari pernikahanku. Tapi aku juga cemas bagaimana jalannya acara besok? Bagaimana kalau aku tersandung saat berjalan ke altar? Bagaimana kalau rambutku berantakan karena angin laut? Bagaimana kalau Jungkookie berubah pikiran dan kabur? Lalu—setelah ini aku akan pindah rumah. Aku tidak tahu bagaimana rasanya rumah tanpa ayah, papi, dan kamu."
Rasanya akan sangat aneh.
Karena rumah bagi Taehyung selama ini adalah suara ketikan keyboard dari ruang kerja ayah. Senandung papi yang menyiram kaktus di beranda. Juga dengkur halus Jimin yang tertidur setelah bermain league of legends semalaman.
Rumah adalah mereka.
"Tae. Taehyung. Dengarkan aku."
Taehyung melirik ke samping.
Jimin sudah mengenakan masker, akan tetapi kerenyit di dahinya tetap kentara.
"Taehyung, percaya deh besok semua akan berjalan lancar. Ada ayah yang jalan di samping kamu nanti. Rambutmu akan selalu on-point biarpun ada angin laut. Malah jadi bagus dong kayak lagi photoshoot. Kamera papi bakalan penuh sama foto-foto kamu. Lalu apa katamu tadi? Jungkook berubah pikiran dan kabur? Hah. Alternate universe macam apa. Mana mungkin. Bucin satu itu udah naksir kamu dari dari zaman dia masih ingusan sampai sekarang. Taruhan lima puluh ribu won—sekarang pasti dia lagi guling kanan guling kiri nggak bisa tidur karena besok."
Tawa kecil keluar. Beban di pundak terasa menguap entah ke mana.
"Dan satu lagi, Tae, walaupun kamu tidak tinggal satu rumah dengan kami, kamu nggak sendiri. Kamu selalu punya kami. Keluargamu."
Mata Taehyung terasa panas. Ia memiringkan badan dan melingkarkan tangan untuk memeluk Jimin.
"Awas masker kamu lepas."
"Jimin bawel."
"Enak betul manggil orang bawel."
"Hehehe, aku sayang Jiminnie pokoknya."
Jimin menarik dua sudut bibirnya, sebelum balas memeluk. "Ingat ya yang aku bilang tadi."
"Iyaaa."
Untuk sementara waktu tidak ada yang berbicara. Hanya terdengar embusan napas dan detik jam analog dari dinding kamar. Hingga notifikasi ponsel Taehyung berbunyi.
Ia meraih ponsel yang sempat terabaikan dan segera membuka aplikasi perpesanan.
.
.
kook
tae
masih bangun?
taetae
jungkookie!
aku masih bangun
lagi sama jimin nih sekarang
kenapa kook?
kook
mau jalan ke pantai?
langitnya lagi bagus
taetae
sekarang?
kook
iya
kamu udah mau tidur ya?
kalau kamu udah mau tidur nggak apa-apa
emang udah malem juga sih ini
.
.
"Ngapain tuh anak satu ngajak kamu jalan malem-malem gini? Nggak bisa nunggu besok aja kalau mau yang iya-iya?"
Taehyung menoleh. Jimin ternyata mencuri lihat layar ponselnya.
"Yang iya-iya tuh maksudnya apa?" tanya Taehyung sambil bangun dari ranjang. Masker ia lepas. Jemari menepuk-nepuk wajah agar substansi madu menyerap di kulit. "Maksudmu jalan malam di pinggir pantai kan? Itu sih aku yang pernah bilang mau jalan malam di pinggir pantai sama Jungkook. Terus kayaknya dia inget deh. Makanya dia ngajak jalan sekarang."
Ibu jari Taehyung kemudian bergerak mengirim pesan balasan sebelum ia berjalan ke arah kloset, tidak memperhatikan Jimin menggumamkan sesuatu yang terdengar seperti, "Duh, ya bukan itu lah maksudku."
.
.
taetae
sebentar aku ganti baju
ke kamarku lima menit lagi gimana?
kook
siap
your wish is my command
taetae
3
.
.
Taehyung mengganti piyama dengan setelan kaos dan celana panjang.
Setelah mempertimbangkan sejenak, ia memutuskan untuk melapisi kaos lengan pendek yang ia kenakan dengan hoodie abu-abu milik Jungkook yang entah sejak kapan sudah seperti kepunyaannya sendiri jika melihat seberapa sering hoodie itu ia pakai. Tapi toh Jungkook tidak pernah komplain.
("Yaiyalah dia tidak komplain," kata Jimin di suatu waktu lampau, "malah seneng dia kalau kamu pakai pakaiannya. Apalagi nih, Tae, kalau kamu cuma pakai kemeja aja. Makin seneng lagi pasti."
"Jimin!" Papi melotot dari arah ruang tengah. "Ke dapur sana cuci piring kotor!"
Jimin manut padahal Taehyung yakin betul ayah sudah mencuci semua piring kotor sebelumnya)
Ketika kembali dari kloset, Taehyung menemukan Jimin tengah memunggunginya dan terlihat tengah mencari sesuatu dari koper.
Ia membiarkan kembarannya melakukan apapun yang sedang dia lakukan dan memutuskan untuk beranjak ke arah kaca lemari. Memastikan rambutnya tidak berantakan setelah tidur tiduran tadi.
"Tae."
"Hmm."
"Mau yang mana. Stroberi, ceri, atau vanila?"
Taehyung mengerenyit, "Hah. Aku kan udah pakai yang madu manuka?"
"Bukan masker ini."
"Terus?"
"Pelumas buat besok malam."
Taehyung menoleh. Kali ini ia mendapati Jimin sudah melihat ke arahnya dengan tiga botol di tangan.
"Pelumas? Sejak kapan oli ada rasanya?"
Tiga botol barusan jatuh ke lantai.
Hening.
Hanya terdengar samar deburan ombak.
Jimin menamparkan telapak tangan ke mukanya sendiri.
"Kim Taehyung." Jimin memulai dengan nada rendah. "Kamu gimana mau skidipapap sawadikap biskuit ahoy kalau pelumas aja nggak tahu?"
Lalu semakin tinggi hingga terdengar frustrasi.
Frustrasi untuk apa? Taehyung tidak mengerti.
"Skidi—apa tadi? Sejak kapan kamu bisa bahasa Thailand? Lagian aku tahu kok pelumas itu kan yang buat mobil."
Sekarang Jimin menarik rambutnya sendiri. Taehyung mulai khawatir.
"Taetae, sayang, buku yang aku kasih belum dibaca ya?"
"Baru aku liat-liat. Belum aku baca. Habisnya aneh deh kamu ngapain ngasih aku buku akrobatik."
"BUKU AKROBATIK." Jimin mengulang, histeris. "Kim Taehyung, itu buku kama sutra! Impor! Lengkap dengan ilustrasi eksplisit! Lalu kamu bilang itu akrobatik! Arrggghh—ceburkan aja aku ke laut!"
Lalu kembarannya melemparkan diri ke atas ranjang dan menutup wajah dengan bantal.
Taehyung hendak bertanya apakah Jimin baik-baik saja ketika suara ketukan pintu terdengar.
Membiarkan Jimin yang masih menggunakan bantal untuk menutup kepala, Taehyung segera membuka pintu.
Dan mendapati wajah yang sangat, sangat ia kenal.
"Hei, Kookie."
Jungkook mengenakan jaket hitam dengan celana training. Tersenyum dengan gigi yang membuatnya terlihat seperti kelinci.
"Hei, hyung." Balasnya. "Jalan sekarang?"
"Yep, ayo."
Lengan Taehyung memeluk lengan kiri Jungkook, membuat tunangannya tersenyum lebar.
Begitu Jungkook melemparkan pandangan ke dalam kamar, hendak pamit pada Jimin, ia mengangkat sebelah alis.
"Kenapa tuh kembaranmu."
"Bukan urusanmu, Curut," gerutu Jimin; suara tidak jelas karena tertutup bantal.
"Jimin. Sudah kubilang berapa kali jangan memanggil Jungkook begitu!"
Jimin menggerundelkan sesuatu dari balik bantal, akan tetapi baik Taehyung dan Jungkook tidak mendengarnya.
Jungkook angkat bahu. "Sesuka hatimu saja deh, hyung. Aku sama Tae jalan dulu ya."
Pintu tertutup, meredam seruan Jimin yang kali ini sudah melemparkan bantal ke lantai, "Jangan lama-lama! Taehyung besok mau menikah tahu!"
.
.
.
Pililhan untuk mengenakan hoodie sudah tepat.
Angin laut berhembus, dingin, walau tidak cukup kuat untuk membuat Taehyung menggigil.
Taehyung dan Jungkook duduk di atas pasir. Melihat lidah ombak menyapa pantai, juga langit dan laut yang seperti tampak bersatu menjadi satu bidang.
Jemari saling terkait. Taehyung menyandarkan kepala pada bahu Jungkook. Lalu merasakan satu kecupan singkat di puncak kepala.
Sekarang ia mengerti keinginan untuk membekukan momen yang dianggap berharga. Karena bagi Taehyung, ini adalah salah satunya.
"Hyung?"
"Hmm?"
"Udah ngantuk?"
"Belum."
"Kalau mau tidur, tidur aja. Nanti aku gendong balik ke penginapan."
"Belum ngantuk kok, Jungkookie." Jeda sejenak. "Tadi aku diam soalnya lagi mikir, kalau aku punya kekuatan super, aku mau sesuatu seperti time controller. Kalau kamu apa?"
Jungkook mengerutkan kening; tampak menimbang-nimbang.
"Teleportasi seru juga kayaknya. Praktis dan berguna. Sekarang di Busan, whoosh, kemudian di Milan. Asik kan? Terus bisa pakai teleportasi buat cabut dari Jimin-hyung yang pasti akan marah-marah padaku karena membiarkan pasir masuk di sela-sela kakimu setelah sesi perawatan dari ujung kepala sampai ujung kaki untuk besok."
"Pfft," Taehyung mendengus geli. "Takut?"
"Nggak lah. Aku udah kebal."
"Lalu kenapa kabur?"
"Ya males aja sih denger dia marah-marah."
Taehyung mencubit pipi Jungkook. "Yang akur dong kalian. Besok jadi ipar loh."
"Aduh, iya, iya."
Puas dengan jawaban Jungkook, Taehyung kembali mengaitkan jemarinya mereka. Platina di jari manis terasa dingin di kulit.
Ia menarik napas panjang, menghirup aroma sabun dari leher Jungkook, lalu mengembuskannya perlahan. Jungkook adalah presensi yang familier. Dan, selalu membuatnya merasa nyaman.
"Hyung takut?"
Taehyung mendongakkan kepala. "Sama Jimin?"
"Soal besok."
Pertanyaan Jungkook tidak langsung ia jawab.
Taehyung melihat ke langit. Konstelasi bintang bersinar terang. Saat ia kembali melihat Jungkook, lelaki itu sudah menatap ke arahnya.
Dan, Taehyung bisa melihat ratusan bintang di sana.
"Aku tadi ngobrol sama Jimin soal ini," ia menjawab. "Besok bikin perasaanku campur aduk. Tapi sekarang aku udah nggak khawatir lagi soal besok."
"Udah nggak?"
"Iya. Soalnya sama kamu. Jadi nggak ada yang perlu aku khawatirin."
Jungkook terdiam sejenak, sebelum tersenyum sayang, dan merundukkan kepala untuk mempertemukan bibir mereka.
"Hyung."
"Hmm?"
"Hyung jangan bosen ya liat mukaku terus sampai tua nanti."
Taehyung mengacak rambut Jungkook sembari tertawa.
Ia tidak tahu akan seperti apa kehidupan mereka nantinya. Tapi ia ingin bersama dengan Jungkook untuk waktu yang sangat, sangat lama.
.
.
.
ara's note: hello, fellas. thank you sudah baca sampai sini. mau cerita sedikit. jadi days before ini adalah project collab antara r-adnir (ffn) dan astaerisma (wp). mekanisme collabnya sendiri aku dan r-adnir akan gantian nulis chapter, tapi biarpun nulis gantian kita diskusi dulu sih topiknya mau apa. days before juga sudah dipost di wattpad dengan judul yang sama di akun adnirastaerima. here's the link: w w w . wattpad myworks / 166784847-days-before. di sana kami upload days before versi yang masih ada emoticon dan gambar-gambar lainnya karena di ffn belum support. udah deh ceritanya segini dulu. please don't expect me to update this quickly karena aku sudah jompo. expect adnir instead. lol. jk nir don't kill me.
adios!
