A N T I Q U E – C A K E S H O P
CHAPTER 1 . MEETING
Disclaimer :: Masashi Kishimoto, , Korean and Japan production houses.
Setelah tiga kali nonton antique, gue akhirnya bikin juga fic ini! XDDD~ Ahahaha!
XOXOXOXO
"Oi!"
"Apa?"
"Aku membuatkan kue untukmu. Yang ini Charlotte aux Poires dan yang ini Western pear mousse, silakan dicoba."
Uchiha Sasuke meletakkan rokok yang tadi bertengger dibibirnya ke atas meja, menatap dengan mata setengah terbuka, sesosok pria pirang yang mengenakan pakaian putih-putih dengan senyuman lebar di wajah, menjorokkan sepiring penuh kue-kue ke hadapannya. "Huh? Untukku?" ujarnya pelan, mengerjab-ngerjabkan mata untuk mengusir kantuk, sebelum menyentuh permukaan kue tanpa peduli mencuci tangannya. Yang entah habis memegang apa, sementara matanya menatap beberapa potongan kue dari Naruto.
Kue... Yang cantik bentuk dan hiasannya. Sangat manis dan enak.
Makanan yang paling ia benci di seluruh dunia ini.
"Bagaimana? Enak?" Uzumaki Naruto bertanya dengan penuh harap, mata birunya bercahaya, "Aku sudah memasukkan cinta, kebahagiaan dan kemarahan ke dalamnnya." Tambahnya percaya diri. Bertahun-tahun meracik resep terbaru, ia yakin tidak akan gagal menyenangkan lidah Sasuke kali ini. Paling tidak sekali saja...
"Manis." Kata si raven datar, meletakkan kembali kue yang ia makan ke atas piring.
Mengerucutkan bibirnya maju, Naruto tidak kehabisan akal, ia kembali meminta Sasuke untuk makan satu kue lagi, "Yang ini pasti enak 'kan?"
"Hmmm! Manis." Tidak memperhatikan kekesalan Naruto, dengan cepat Sasuke menyelinap ke kamar mandi sambil mengelap bibir menggunakan ujung kemeja putihnya.
"Itu kasar, teme!"
Dengan marah, si Blonde membuang sisa kue di dalam piring ke kotak sampah. Ia menyumpal telinganya kuat-kuat saat mendengar erangan dan suara muntah Sasuke dari belakang.
Sudah seharusnya ia tidak memaksa si Raven memakan makanan yang ia benci...
Sementara di kamar mandi, Sasuke terduduk kehabisan nafas di depan toilet duduk yang baru saja menerima muntahannya. "Urgh... Makan kue sewaktu kita merasa bahagia? Yang benar saja!"
Dan dengan satu tekanan flush, air menyirami muntahannya masuk ke dalam pipa bawah tanah.
Terdengar suara pintu masuk yang terbuka, Sasuke dengan cepat menepuki dua pipinya di depan cermin, "Senyum-senyuuuum!"
XOXOXOXO
Sasuke memegangi batang alat pel yang dari tadi ia gosokkan dengan malas di atas lantai, "Aiish... Kenapa pemilik toko sepertiku yang harus melakukan pekerjaan ini?" lirihnya kesal, lalu memasukkan ujung alat pel ke dalam ember berisi air sabun.
Naruto menatap bosan sosok Sasuke dari pinggiran jendela dapur yang menghadap ruangan tengah, "Itu karena kau, pirang sialan yang tidak bisa seruangan dengan wanita!" sergah si Raven, mengagetkan Naruto dari lamunannya.
"Eh? Kenapa salahku? Aku 'kan cuma tidak mau ada wanita! Pasti banyak laki-laki yang mau bekerja di sini, tunggu saja!" cibir Naruto, kembali mengaduk adonan kue dengan tangannya. Bukannya ia tidak mau, tetapi memang tidak bisa! Ia bisa-bisa salah menuangkan gula dengan garam, jika ada wanita masuk ke dapurnya. Lagipula seumur hidup, ia tidak pernah berinteraksi langsung dengan seorang wanita kecuali ibunya.
"Kalau kau sebenci itu pada makanan manis... Lalu kenapa membuka toko kue?" bisik Naruto pelan. Alisnya berkedut-kedut menahan marah.
Dan Sasuke mendengarnya dengan sangat jelas, ia meletakkan alat pel dan ember di belakang dapur lalu mengeluarkan sebatang rokok. Ia merogoh sebuah pematik api dari dalam saku celananya, setelah meletakkan rokok di pinggir bibir dengan lambat ia menghidupkan pematik lalu membakar ujung batangan tembakau itu. Berjalan keluar, menatap langit mendung yang menggantung di atas kepalanya.
Kenapa ia membuka toko kue?
Kenapa ia mendapatkan seorang pattisier homo?
Apa yang ia cari lagi?
Semua pemikiran ini membawanya ke hari pertama saat ia mengatakan akan membuka toko tiga bulan lalu.
XOXOXOXO
"Ara... Sasuke-chan... Kau terlihat kurus."
"Tidak tempat seindah rumah 'kan, nak?"
"Iya. Kau harus sering-sering pulang, ibu akan memasak banyak makanan kesukaanmu..."
"Bagaimana dengan pekerjaanmu? Apa kau mengambil cuti?"
Pertanyaan-pertanyaan sama yang selalu berulang seperti kaset rusak, ia selalu disambut dengan suka cita sewaktu berkunjung ke rumah orang tuanya.
Menghirup teh hijau lambat-lambat, lalu meletakkan kembali gelas tanah liat itu ke atas meja, "Aku berhenti bekerja kemarin." Ujar Sasuke santai, tidak menatap wajah orang tua dan neneknya.
"Ah? Bagus kalau begitu. Kau bisa membantu ayahmu saja!" Sang ibu, Mikoto berusaha berpikir positif, sejak kejadian 20 tahun lalu, ia selalu berusaha tidak menyakiti perasaan anak bungsunya ini.
Sementara Fugaku, si ayah, hanya tersentak dan berusaha menurunkan ketegangannya, ia hanya menyimpulkan senyuman super kecil sewaktu melihat wajah puas anak bungsunya. Ia sadar betul, tidak dapat memaksakan impiannya pada orang lain dan jika kebebasan adalah keinginan terbesar Sasuke. Ia tentu akan membantu mewujudkannya.
"Tidak. Aku akan membuka toko kue." Kata si Raven mantap, membuat mata-mata itu terkejut dan bibir mereka tertutup.
Sang ibu yang duduk bersebrangan dengannya langsung menyeletuk heran, "Tapi kau benci makanan manis?"
"Bu... Pelanggannya semua wanita." Canda Sasuke, dengan maksud yang serius.
"Ahahaha." Gelak tawa menggantikan kekakuan.
Dan Sasuke pun ikut tertawa, menertawakan nasibnya yang berubah 90 derajat terbalik dari apa yang sempat ia rencanakan dulu.
XOXOXOXO
Dan pertemuan pertamanya dengan Naruto pun bukanlah tiga bulan yang lalu, melainkan 13 tahun silam, sewaktu upacara penerimaan siswa baru di SMA Swasta Konohagakuen.
Siapa yang tidak akan menatap sosok itu dengan aneh... Kepalanya yang memiliki rambut pirang alami, kulit cokelat sempurna, mata biru cemerlang, wajahnya yang mungil, dan tubuh yang tampak rapuh.
Mereka berdua hanya beberapa kali bertemu pandang, sama sekali tidak pernah mengobrol atau apa meski sempat sekelas.
Ia cukup mengerti kenapa, ada beberapa siswa pria yang tiba-tiba mengatakan cinta pada si Blonde. Sulit untuk menolak feromone yang dikeluarkan oleh anak itu, apa lagi mata biru yang sering menatap tajam ke segala arah miliknya sering memberikan halusinasi.
Halusinasi berlebihan yang sering menyebabkan penyerangan padanya, membuat si Blonde dijuluki 'pelacur' atau 'faggot' dan banyak lagi. Oleh siswi di sekolah.
Ia pun tidak akan melupakan wajah berlumuran kue tart, cream, buah-buahan, yang memancarkan kesedihan itu.
Wajah dari seseorang yang baru saja mengatakan cinta padanya.
"Mati saja kau!"
Itulah kata-kata terakhir yang ia ucapkan pada orang itu.
Dan belasan tahun kemudian, ia tidak akan menyangka akan menemui orang itu dalam keadaan ini.
"Hai, aku Uzumaki Naruto. Kudengar anda mencari pattisier untuk toko ini?"
Rambut pirangnya sudah panjang menyentuh bahu, mata biru itu tertutupi oleh kacamata berframe hitam dan kulit cokelatnya semakin terlihat memanas. Ia memakai mantel hitam panjang, celana jeans ketat berwarna senada, syal cokelat kotak-kotak dan sepatu boot hitam.
Senyumannya sempat menghentikan nafas Sasuke.
"Ah.. Uh!" ia tidak sadar bahwa pegangannya pada sebuah lukisan –yang tadinya akan ia gantungkan, melemah dan menjatuhkannya ke atas lantai.
"Anda tidak apa-apa?" wajah kecil itu mendekat ke arahnya, sebentar cuma sebentar, jantungnya seperti berdegup sedikit lebih cepat.
"A-aku baik-baik saja!" ia menepis tangan yang mencoba menolongnya itu.
"O-oke..."
Dan kini pertemuan mereka, dimulai dengan obrolan formal antara seorang pencari kerja dan pemilik penawaran kerja.
Seperti teori ekonomi klasik, penawaran akan menciptakan permintaan itu sendiri. (Supply makes its own demand.)
Sasuke pun tidak akan berlama-lama lagi, toh ia memang mencari seorang pattisier.
Mereka berdua, duduk berhadapan di depan sebuah meja bundar kecil, ada jendela tak bergorden di samping kanan dan ruangannya masih benar-benar lengang tanpa banyak perabot.
"Hoo.. Kau punya resume yang bagus..." ia membolak-balik kertas resume Naruto dipegangannya.
"Kau tahu... Namamu cukup terkenal... Seperti legenda." Wajah cokelat itu bersemu.
"Hm... Selalu dipecat dalam kurun waktu kurang dari setahun? Sudah tiga toko? Apa yang kau lakukan hmm?" ucapannya menyentakkan sosok itu.
Kepercayaan diri mulai meninggalkan sosok itu, atau yah... Begitulah yang dilihat Sasuke. Namun ia harus melakukan ini, toh... ia tidak mau bekerja di bawah atap yang sama di dalam kebohongan.
"Di toko pertama, seorang pegawai melakukan percobaan bunuh diri... karena kau..."
"Di toko kedua, dua orang pegawai bertengkar sampai nyaris tewas... kerena kau..."
"Di toko terakhir, istri pemilik toko mengancam akan membunuh suaminya karena ia berselingkuh denganmu? Ya tuhan..."
Well, ia memang mendengar seorang pattisier legenda dengan tangan sempurna, namun tidak menyangka bahwa seiring bersama kehebatan tangannya, pattisier itu menyebabkan banyak masalah di tempat kerja. Ia begitu terkejut saat menyadari bahwa Uzumaki Naruto yang menjadi legenda itu, adalah orang yang sama, yang mengungkapkan cinta padanya 11 tahun lalu.
Apa ini takdir? Menggelikan... Sungguh.
"Hah... Aku sama sekali tidak melakukan apa pun... Mereka sendirilah yang mendekatiku duluan..." si Blonde berusaha membela diri, ia merapatkan kakinya dan menyelipkan tangannya dalam dekapan, seolah-olah mantel tebalnya itu tidak mampu mengusir udara dingin bulan april.
"Itu pilihan mereka 'kan? Terserah mereka mau menyukaiku atau tidak..." wajahnya menyajikan kesedihan, hampir... ya, hampir saja menyentuh hati Sasuke yang sudah terlalu lama beku.
"Yang benar saja..."
"Sejujurnya, aku sangat terkejut sewaktu menemuimu tadi... Kau..." Naruto menatap tajam, lurus ke dalam mata hitam Sasuke.
Si Raven dag-dig-dug, ia mengigit bibir bawahnya menantikan kemarahan Naruto, yang sudah sewajarnya ia dapat sejak 11 tahun lalu.
"Kau benar-benar tipeku..."
HAH?
"Ap-apa?" hampir saja ia menjatuhkan kepalanya ke atas meja. Apa ia tidak salah dengar?
"Kumohon jangan tertawa... Aku ini tidak pernah bermaksud untuk mempesona orang-orang itu... Jujur saja, daripada jadi pattisier legenda, nama yang lebih terkenal untukku adalah Gay Demonic Charm." Naruto masih memasang wajah serius, sementara Sasuke sudah siap meledak dengan tawanya yang menggelegar.
"AHAHAHAHAHA! A-apa? GAY De-monic char-m? AHAHAHA..." si Raven terjengkal dari kursinya, ia terjatuh dengan menabrakkan punggungnya duluan ke atas lantai.
"Che. Thats it!" dengan kesal, Naruto membangkitkan dirinya dan berjalan keluar dari toko tidak mempedulikan teriakan minta maaf dari Sasuke.
Ia pun membanting pintu dan sama sekali tidak menengok ke belakang.
Satu kata yang ada di dalam hati Naruto, menjijikan.
XOXOXOXO
Dan tiba-tiba saja, Sasuke mendapati dirinya mengenakan mantel abu-abu buluknya, kemeja putih yang kusut, celana jeans hitam, sepatu jogging hitam dan rambut acak-acakan.
Rokoknya hampir terjatuh sewaktu menerima kedipan maut dari bartender homo, di klub homo, yang penuh dengan homo, ia sangat yakin bahwa dirinya yang tidak homo di sini! H-O-M-O!
"Kau pasti suka pada Naru-tan 'kan? Semua orang juga suka padanya." Si bartender mendorong segelas wishky ke hadapan Sasuke, dan tanpa basa-basi segera diminum Sasuke tanpa bersisa.
"11 tahun lalu, ya... Aku ingat dengan jelas. Naru-tan datang dengan seragam dan muka berlumuran kue, semua mata tertuju padanya... Ahh... Kulit cokelat itu..." bartender itu mulai meracau, membuat Sasuke membayangkan wajah sedih itu berada di pintu depan bar bawah tanah ini, mengusapkan tangannya untuk membersihkan kue dan air mata dari wajah, ugh... Perasaan apa ini? Bersalahkah? Tapi itu kejadian yang sudah lama!
"Lalu Sai mendekatinya." Si bartender membuka sebotol beer dan mencekoki dirinya sendiri, "Naru-tan masih 'perawan' saat itu... Mereka berdua datang ke love hotel dan setelahnya, semua jadi tidak sama lagi."
"Naru-tan menangis selama tiga jam dan sejak waktu itu...Ia mulai tersenyum pada semua pria."
Sasuke meregangkan kerah kemejanya yang sudah cukup longgar, keringat dingin membasahi pelipisnya yang pucat.
"Dialah, legenda Gay Demonic Charm! Uzumaki Naruto!"
Mata hitamnya dengan cepat menangkap liukan seksi seorang Naruto di atas lantai panggung, di mana ia dikerubungi oleh pria-pria homo. Sasuke hampir saja tersedak, sewaktu melihat si Blonde membuka kemejanya, menyajikan perut cokelatnya yang penuh oleh otot dengan kulit mulus tanpa cacat.
Jika saja ia homo, ia pasti sudah bertekuk lutut sekarang. Tapi! Tapi ia ia tidak homo, dan tidak berencana jadi salah satunya!
"Ero-sennin! Jangan begitu! Dia ini 'bukan'..." si Blonde terengah, ia duduk tepat di samping Sasuke yang sedikit bengong menatap lelehan keringatnya di leher.
Leher yang indah... The fuck? S-sadarlah Sasukeee!
Si bartender yang bernama Jiraiya itu tergelak, "Homo? Normal? Sebentar lagi dia pasti akan tunduk padamu!" jeritnya keras, membuka sebotol wishky dan menuangnya dalam loki kecil.
"Kau tahu.. Aku jadi begini setelah ditolak oleh seseorang yang kusukai jaman SMA dulu... Ah... Apa ya katanya, oh.. Iya! 'mati saja'... Begitulah..." kata Naruto santai, ia tidak peduli pada keringatnya yang menetes jatuh satu-satu ke atas meja bar. Sasuke meneguk ludahnya, membuat kering tenggorokan dan menghilangkan segala kata-kata dalam pikiran.
"Tentu saja itu sangat menyakitiku... Aku sudah berniat untuk bunuh diri... Tapi sebelum mati, aku pergi ke sini..." tawa mewarnai kata-kata Naruto yang kelewat santai untuk seseorang yang mengungkapkan masa lalunya yang kelam.
Apalagi orang yang ia bicarakan itu ada di depannya!
"Aku harus berterima kasih pada orang yang menolakmu itu, Naru-tan! Kalau tidak karena dia, barku ini sudah gulung tikar! Ahahahaha!" Jiraiya mendorong seloki wishky ke hadapan si Blonde.
"Ahahaha! Benar juga!"
Sasuke meraih loki itu dari genggaman Naruto, dan meminumnya hingga habis.
Ia muak! Ia merasa bersalah! Kenapa takdir begini senang bermain dengan kehidupannya!
Kenapa setelah belasan tahun, ia harus bertemu lagi dengan orang yang sudah hampir ia lupakan dalam keadaan seperti ini!
"Hei! Anda sudah mau pulang?"
Satu suara menghentikan langkahnya, sewaktu menoleh ia melihat wajah Naruto tersenyum kecil ke arahnya.
"Hati-hati di jalan."
"Datanglah besok. Tokonya buka jam 12 siang sampai 2pagi." Sasuke berkata pelan, sambil memasukkan kedua tangannya ke dalam kantong mantel.
Si Blonde melongokkan lagi kepalanya keluar, menatap Sasuke dengan mata penuh tanda tanya.
"Lanjutkan saja malam ini, selamat malam." Ia membalikkan badannya, menusuri tangga naik ke atas menuju tempat parikiran.
Angin malam cukup menyejukkan, dengan rokok yang terbakar di sudut bibir, Sasuke membuka pintu mobil vw kodok abu-abu tuanya.
"Ahh! Kenapa kau di sini?" sewaktu masuk ke dalam mobil, tiba-tiba saja si Blonde muncul dan duduk di sebelahnya.
Dengan senyuman bak seringai rubah, Naruto meluruskan bahunya dan menatap Sasuke lurus-lurus. Ia tampak tidak peduli pada keadaan mobil yang begitu sempit dan sedikit lembab, "Begini... aku katakan saja... Kau itu beneran tipeku... Jadi bagaimana kalau kita 'lakukan'?" ia juga tidak memperhatikan muka aneh Sasuke yang tidak berkedip.
"Hah? A-apa?" Naruto menyentakkan punggung si Raven hingga terdorong mundur, lalu menjorokkan bibir tipisnya menyentuh milik Sasuke.
"OIII! Aku tidak homo, faggot!" dengan seluruh kekuatannya, Sasuke menggeser tubuh Naruto dari hadapannya.
"Ugh..." si Blonde mencoba menahan rasa sakit di bibirnya yang sedikit terluka.
"Kau benar-benar lupa, ya?" Sasuke menatap marah ke penumpang di sebelahnya itu, "Aku ini orang bodoh yang merubahmu!"
"Kelas 3-1, Uchiha Sasuke!"
.
BERSAMBUNG
.
Okeh! Hari ini gue udah 5x nonton antique! Gak bosen sama sekali! XDDD
Rekomen deh!
REVIEW PLEASE.
