oOo

Disclaimer

Naruto © Masashi Kishimoto

.

tomorrow, at sunrise...

oleh oreoivory

oOo

Sasuke tidak tahu harus mendeskripsikan peristiwa minggu pagi itu dengan kalimat seperti apa? Yang jelas, efek kejutnya melebihi berita penembakan John F. Kennedy. Terornya melampaui serangan bom atom di Hiroshima dan Nagasaki. Kepanikannya serupa korban bencana Chernobyl. Dan Sasuke yakin seyakin-yakinnya bahwa wajahnya kini pasti seperti The Scream karya Edvard Munch.

Tatapan horror Naruto dan sisa-sisa hangovernya bukanlah kombinasi yang baik untuk ketenangan jiwanya saat ini. Dia bukan orang yang taat, tapi detik itu juga, rasanya ia ingin menjadi orang alim dan berlutut di gereja seharian melakukan pertobatan dan pengakuan dosa.

"Man, kalau kau ingin mengucapkan kata terakhirmu. Sekaranglah waktunya. Aku akan merekamnya dan memberikannya pada Bibi Mikoto," ujar Naruto dengan cengirannya.

Sasuke melempar bantal dan berhasil menghapus senyuman di wajah Naruto. "Shut up!"

Dia benar-benar tidak ingin bercanda saat ini. Bahkan kata-kata terakhir sama sekali tidak melintas di pikirannya, sebab otaknya telah mampet karena disesaki oleh perasaan takut. Jantungnya dari tadi tidak mau berkompromi dan terus menggelar konser rock dengan dentaman-dentaman yang lebih cepat daripada biasanya.

Ia menarik napas panjang sebelum mencari-cari pakaiannya yang berserakan dan memakainya asal-asalan. Matanya kembali merangkum sepetak kamar hijau toska, seakan ia ingin memastikan bahwa ini adalah realita bukan fatamorgana. Manik jelaga hitamnya merangkum dress hitam yang teronggok di lantai, bekas sobekan kondom, botol-botol bir yang kosong, dan sepupu Naruto yang masih dibalut selimut, tertidur di ranjang yang ia tempati kemarin malam.

Jika ini adalah beberapa bulan yang lalu, ia pasti akan memulai ronde-ronde berikutnya dengan Karin pagi itu. Membuat kamar penuh dengan aroma seks, orgasme, dan jeritan erotis yang bisa mengganggu aktivitas tetangga. Tapi, itu cuma pengandaian yang mustahil akan terjadi. Sebab, ini bukanlah bulan-bulan yang telah lalu, bahwa hari ini adalah hari ini, dan Sasuke harus siap menerima konsekuensinya.

"Bantu aku mencari ponselku!" bentak Sasuke gusar.

Ia tentu melampiaskan amarahnya pada Naruto. Jika bukan karena pesta sialan yang diadakannya, semua tidak akan berakhir seperti ini.

"Wow, jangan salahkan aku! Kau pasti juga menikmatinya semalam." Ejek Naruto sembari melempar ponselnya melintasi udara. Rupanya ponsel pintar Sasuke sudah lebih dulu ditemukan Naruto sebelum ia sendiri menemukan Sasuke bergelung di ranjang sepupunya.

Sasuke tak acuh, ia fokus mengecek handphone dalam genggamannya.

'12 panggilan tak terjawab.'

Sasuke mengumpat kemudian buru-buru keluar dari kamar Karin.

Rumah Naruto terlihat seperti kapal pecah. Kekacauan pesta masih tergeletak di sana. Jejak-jejaknya masih belum dihapus. Jika dia tidak tidur dengan Karin semalam, mungkin agendanya hari ini adalah bersih-bersih sebelum Bibi Kushina terkena serangan stroke saat kembali dari Suna.

Dan... dia mengingatkan diri sendiri bahwa sudah ada situasi genting yang menunggunya. Biar Naruto mengurus omong kosong ini sendiri.

"Apa ada orang yang melihat aku dan Karin?" tanya Sasuke tanpa mengalihkan pandangan dari I-Phonenya.

"Kalau berurusan dengan Sakura, otakmu selalu tampak konslet ya? Tentu saja ada segunung kemungkinan kau dilihat orang mengingat aku mengundang seluruh penghuni sekolah." Naruto memutar bola matanya, ekspresinya agak dramatis.

"Apa Ino kemarin datang?" Sasuke melontarkan pertanyaan berikutnya.

Naruto menatap langit-langit rumahnya dengan pose berpikirnya. "Seingatku iya, Sai mengajaknya. Mereka baru jadian dan sedang di mabuk asmara."

Sasuke menggeram frustrasi. Ino adalah Ratu Gosip No 1 di Konoha High. Tidak ada rumor yang tidak disebarkan oleh mulutnya. Rahasia setiap makhluk yang hidup di Konoha High ada dalam genggaman tangannya. Dan... sebagai kesialan Sasuke lainnya adalah... Ino merupakan sahabat baik Sakura. Ditambah Ino adalah orang yang ada di barisan depan pasukan Anti Uchiha Sasuke Sebagai Pacar Haruno Sakura. Sudah diputuskan bahwa riwayatnya telah habis.

Ia hanya bisa berharap semoga Ino bercumbu dengan Sai atau melakukan hal-hal—yang hanya Tuhan yang tahu—di sudut dapur. Ia berharap Ino tidak melihatnya. Sasuke sungguh-sungguh berdoa jika Ino terkena penyakit Prosopagnosia malam itu.

Lupakan soal Ino lebih dulu. Saat ini ia harus menelpon balik pacarnya. Entah memastikan tanggal kematiannya atau menanyakan soal jenis hukuman apa yang akan ia terima.

"Hai," sapanya gentar saat ia berhasil terhubung dengan nomor Sakura.

"Kau dimana?! Apa susahnya sih menjawab teleponku? Semalaman aku khawatir tahu tidak? Semalaman, Sasuke!" Belum sempat bicara, Sakura sudah mencercanya dengan suara berintonasi tinggi.

"Maaf, handphoneku terselip di mobil. Aku baru menemukannya pagi ini," ujar Sasuke lembut. Kontras dengan frekuensi suara Sakura yang serupa decitan kelelawar malam.

"Tidak, kau bohong! Kau pasti teler kan? Sudah berapa kali kubilang tidak perlu pergi ke pesta Naruto?!" teriak Sakura.

"Iya sayang, maafkan aku. Aku tidak akan mengulanginya. Sumpah!"

Sepertinya Sakura masih tidak tahu apa yang terjadi. Lagipula hari ini, hari libur. Eksekusi kematian rupanya ditunda sampai besok. Sasuke bisa bernapas lega hari ini. Hari pembunuhannya telah ditangguhkan.

"Aku tidak masalah kalau kau berpesta, Sasuke. Hanya jangan mabuk dan pakai narkoba! Itu tindakan yang sangat tidak bertanggung jawab! Kau tahu, aku cemas sekali kemarin. Kau bisa saja kecelakaan kalau mabuk!" Tidak ada bentakan-bentakan seperti tadi, justru suara Sakura kian hilang ditelan oleh isakan samar.

"Jangan menangis, Sakura. Kumohon! Maafkan aku!" Dia bisa tahan Sakura membuatnya tuli setahun penuh, tapi tidak dengan menangis. Ia tidak bakal sanggup.

Berengsek! Dia memang seorang bajingan.

Rasanya ia ingin segera memeluk Sakura. Mendekapnya dan mengucapkan beribu-ribu permintaan maaf.

Omong-omong, kau baru saja memasukkan penismu ke lubang perempuan lain saat pacarmu menangis. Punya hak apa kau untuk menenangkannya? Selain itu, tangisan Sakura bisa menjadi granat saat ia mengetahui kebenarannya. Dan Sakura pasti akan tahu. Hanya tinggal menunggu waktu saja. Cepat atau lambat.

"Janji tidak akan minum-minum lagi?" tanya Sakura. Isakannya tiba-tiba hilang begitu saja.

"Iya, janji!" Sasuke bersumpah demi nama dewa—siapapun itu namanya—bahwa dia tidak akan minum sampai benar-benar mabuk. Ia tidak bisa mengulangi kesalahan yang sama. Ia tidak ingin kejadian seperti ini terulang lagi. Siapa yang tahu apa yang bisa dilakukan Sakura jika dia tahu perbuatan hinanya ini. Sakura bisa menjadi Jack The Ripper kalau dia mau.

"Ya sudah, sampai ketemu besok di sekolah. Kamu pasti masih pusing. Lebih baik istirahat."

"Iya."

"Aku mencintaimu. Dah."

"Aku juga mencintaimu, Sakura."

Sasuke mendesah lega sesaat setelah menutup teleponnya. Untuk beberapa detik yang singkat, ia bisa bersyukur karena Sakura masih bersikap biasa saja. Sasuke tidak tahu saja, jika di ujung sambungan yang telah putus, Sakura menyeringai ke arah Ino penuh makna.

oOo

~bersambung

oOo

Catatan Cerita :

Jeritan (bahasa Norwegia: Skrik, 1893; judul Bahasa Inggris: The Scream) adalah sebutan untuk empat buah versi lukisan ekspresionis oleh seniman Norwegia Edvard Munch.

Prosopagnosia, penyakit buta-wajah yang tak kenali muka teman

Catatan Penulis :

Nah karena sesuai eventnya, aku jadi menistakan Sasuke Uchiha. *evil laugh. Settingnya ini lebih ke ala sekolah-sekolah di barat gitulah. Semoga ff ini bisa rampung 31 juli ntar. Rencananya per bab 1k-storynya aja. Minus A.N dan disclaimer. So, Happy Read :)