Arthur membunuh sekon yang mengalir deras tanpa merasa berdosa.
Malam ini, Allistor si brengsek― ralat, yang mulia kakak terhormat― tidak bisa menemaninya di pub. Padahal ada banyak hal (menjijikan) yang ingin Arthur ludahi ke pada si pemuda berambut oranye-marun.
Ah, sial.
Pemuda pirang itu menggerutu.
Omong-omong, hari ini memang benar melelahkan. Tugas selangit tidak lagi menjadi tamparan, malah kebiasaan. Hanya― bahu Arthur serius seperti ditekan oleh massa tongkat baja.
Shit. Arthur hanya bisa menebar pandang.
