Prolog
Pagi-pagi sekali, ia membuka mata, mengerjap sesaat kemudian membangunkan tubuhnya yang masih lumayan lelah karena schedule nya semalam. Pelan-pelan ia mengambil langkah, menuju jendela yang masih rapat tertutup tirai, jarinya yang ramping meraih ujung gorden berwarna abu-abu muda, mendorongnya hingga ke sisi jendela yang satunya, membiarkan sinar mentari pagi yang tak seterang biasanya – mungkin karena mendung – menyeruak menyapu seluruh ruangan.
Terdengar suara gumaman, ah bukan, mungkin lebih tepatnya erangan, khas dengan suara rendah yang berat, membuat lelaki yang sedang berdiri di dekat jendela menoleh, ujung birbirnya terangkat sedikit, memperhatikan roommate-nya yang masih tertidur, seperti kepompong pikirnya sambil berjalan kembali ke ranjang di sisi kiri yang masih berpenghuni. Salahmu sendiri punya kaki terlalu panjang umpatnya dalam hati, menarik ujung selimut untuk menutupi telapak kaki besar yang terkspos, si pemilik kaki sepertinya merasakan kakinya terkena hawa dingin sehingga mengusap-usapkannya ke sprei beberapa kali.
Mungkin ia terlalu lama berdiri mematung disana, sehingga dengan suara getaran smartphone membuat ia sedikit terkaget. Ia segera menuju ranjang di sisi kanan yang kosong, mengangkat salah satu bantal miliknya dan sesegera mungkin mematikan alarm yang ternyata masih ia set berbunyi tiap lima belas menit.
"Uh.. hampir saja." katanya pelan, mematikan alarm handphone sambil melirik ranjang di seberang, bernafas lega melihat gundukan selimut belum bergerak, ia yakin temannya itu juga tak kalah capeknya, ia bahkan tak ada waktu untuk tidur dengan benar seminggu ini, yah, karena temannya memang ada project tambahan yang membuatnya harus kerja ekstra, hampir setiap hari pulang pagi, dan menurutnya, memberikan waktu untuk beristirahat lebih lama adalah satu-satunya hal yang dapat ia lakukan.
Dengan smartphone di tangan, ia menuju meja yang ada di sudut ruangan, menarik – dengan sedikit mengangkat – kursi dengan pelan, kemudian dengan perlahan mengambil posisi duduk. Ia membuka beberapa situs pencarian, berita dan akun pribadi, mengecek ada sesuatu apa yang terjadi di luar sana, dan sebisa mungkin membaca komen-komen dari para fans – yah, menjadi idol itu terkadang memang susah-susah gampang—
"Serius sekali?"
Lelaki yang masih terduduk sedikit melonjak kaget, suara serak dan berat tiba-tiba terdengar di samping telinganya, membuatnya menoleh. "Sudah bangun?" buru-buru ia menarik kepala ke belakang, membuat jarak, kemudian menunduk kembali sekilas sebelum mengikuti pergerakan lelaki di sampingnya yang beranjak dan memilih duduk di ujung ranjang miliknya. "Masih ada dua jam lagi, kau tidak tidur lagi?" tanyanya memperhatikan lelaki jangkung yang masih belum sepenuhnya bangun, dengan rambut hitam acak-acakan dan menunjuk ke segala arah.
Si lelaki jangkung menarik nafas, menggaruk-garuk belakang lehernya dan mengerjap-ngerjap, kemudian menguap lebar-lebar seperti singa. Kaos tak berlengan warna hitam miliknya tampak begitu lusuh, sepertinya sudah dua hari tak dicuci. "Ngantuk sih, tapi aku belum packing…"
"Nanti kubantu…" ujar lelaki satunya, menyunggingkan senyum. "Oh ya, ada berita baru tentangmu." ia berujar, kali ini tak menatap lawan bicaranya. "Seseorang buka kartu tentang mantan pacarmu nih, katanya kalian ketemuan lagi?"
Hening sesaat, membuat si lelaki berambut coklat yang masih duduk di kursi menoleh, memastikan masih ada makhluk hidup di sekitarnya. "Percaya saja dengan yang begituan." si lelaki tinggi akhirnya berdiri, meregangkan otot tangannya tinggi-tinggi. "Darimana kau membacanya?" mengambil langkah malas, ia menjauhi si lelaki yang masih duduk.
"Tapi ini benar tidak?" pertanyaannya tak mendapat jawaban, si jangkung malah berjalan menjauh, memunggunginya. "Chanyeol."
Namanya dipanggil, ia menoleh, namun mendapati temannya yang memunggunginya juga. "Kalau ada sesuatu kau harus cerita padaku dulu."
Itu seperti gumaman, membuat Chanyeol terkekeh pelan. "Ne, baekhyunee." jawabnya manis.
