"Yifan-ah, cepatlah, cepat!"

"Iya sayang, sabar... Aku sedang di jalan."

"Cepatlah Yifan... Ukh, aku sudah tidak tahan lagi Yifannn!"

"Sabar sayang, sabar!"

"Aakkkhhh! Cepatlah!"

"Xing, tunggulah sebentar lagi..."

"Yifannnn!"

"Sabar Yi-"

BRAKKK~

"Yifan? Yifan?"

Tuutt... Tuuttt...

"YIFAN?!"

.

.

.

.

.

Tokk-tokk~ Terdengar ketukan dari arah pintu balkon. Tapi tak ada sahutan.

Tokk-tokk~ Dan terdengar lagi. Dan tak ada sahutan lagi.

Tokk-tokk~ Dan sekali lagi terdengar. Dan sekali lagi, tak ada yang mau menyahutinya.

Oh, mari kita lihat apa yang terjadi.

Di sana, dari arah luar balkon dan tepat di depan pintunya, berdirilah seorang oknum pengetok pintu tersebut. Yah, apa yang dilakukan si gila itu di balkon kamar orang sambil mengetok pintunya? Bukankah dia bisa melakukan cara yang lebih wajar, seperti masuk melalui pintu. Tapi, orang ini memang aneh.

Dan yah, seperti itu jugalah isi pikiran dari namja manis yang berada di dalam kamar yang sedari tadi pintu balkonnya diketuk oleh orang aneh itu. Dia gila! Pikiran itu sudah sedari tadi melayang-layang di kepala indahnya, tapi dia terlalu malas untuk memaki sang objek dan dia hanya memutar bola matanya malas sambil terus duduk di pinggiran kasur yang langsung menghadap ke arah balkon tersebut.

"Yi!" Terlihat gerakan bibir dari sang pengetuk. Suaranya tak terdengar, karena namja manis yang dipanggilnya malas mendengar suaranya.

"Yi!" Oh, tidak bisakah dia benar-benar tidak mendengar suara memuakkannya? Sungguh, Yixing kesal sekali padanya.

"Yi!" Yah, lebih baik Yixing langsung berjalan ke arah pintu balkon tersebut, membukakan pintunya, lalu mempersilakan si pengetuk gila itu masuk dengan damai, lalu Yixing bisa tidur dengan nyaman. Yah.

Kriet~

Tapi mulutnya memang sialan, "Ya! Bisakah kau memilih jalan yang lebih normal?! Kau bisa masuk lewat pintu! Demi Tuhan Kim Joonmyeon, ini rumahmu! Kau seharusnya bisa masuk dan keluar dengan leluasa dari rumahmu ini dengan cara yang normal, bukan cara aneh seperti ini! Demi Tuhan, aku lelah sekali hari ini!" Sial, dia tidak bisa mengontrol amarahnya. Pria di depannya ini memang suka kelewatan.

Sementara yang diteriaki? Oh, dia hanya tersenyum tampan, memasuki kamar, lalu menutp kembali pintu dibelakangnya.

"Hah... hah... hah..." Yixing mencoba menormalkan kembali pernapasannya. Yah, memangnya siapa yang tidak lelah sehabis marah-marah?

"Aigoo Yixing-ah, kenapa kau jadi marah-marah, hm?"

"Gege! Sudah kukatakan pakai cara yang normal, kenapa kau tidak mengerti juga, eoh?"

"Kalau nanti aku memakai cara yang normal kau juga marah-marah."

"Ya! Cara normal yang benar-benar normal!"

"Aku punya cara normal tersendiri, Yi."

"Bukan cara normal tersendirimu itu yang kuminta. Aku. Ingin. Kau. Masuk. Dengan. Cara. Manusiawi."

"Kurasa cara tersendiriku cukup manusiawi."

Hah, pria itu. Dia memang tak bisa diberi tahu, "Sudahlah ge, aku lelah. Ayo kita tidur!"

"Ah, Yixingku yang manis sudah tidak sabar rupanya untuk malam pertama kita." Joonmyeon tersenyum seduktif. Mulai melangkahkan kakinya selangkah demi selangkah maju mendekati Yixing, dan Yixing mulai memundurkan langkahnya perlahan menjauhi Joonmyeon. Oke, ini bukan pertanda baik.

Tap

Yixing terjatuh ke kasur. Dia tidak bisa mundur lagi. Skakmat.

"G-ge, mau a-apa kau?"

"Yixing-ahh..." Joonmyeon memanggil Yixing disertai desahan disengaja di belakangnya.

"G-ge..." Joonmyeon menindih Yixing.

"Yi, ahh... ini malam pertama kita Yi..." Joonmyeon menatap dalam mata Yixing.

"G-ge-"

"Boleh ya, Yi?" Joonmyeon menatap mata Yixing seolah memohon.

Ugh, sial! Kenapa dia jadi kelihatan seksi? Oh, Yixing sudah mulai tergoda.

"Yi? Fiuh~" Joonmyeon malah meniup leher Yixing.

"Ahh..." Satu desahan tanpa sadar berhasil lolos. Sial, Kim Joonmyeon berani mengganggu titik sensitif seorang Kim Yixing.

"Ne, dear?"

"Yahh..." Yixing hanya mengangguk pasrah.

.

.

Seminggu kemudian...

"U-yeah... Pagi yang indah di hari Sabtu yang tenanggg... wuhuuu..." Kim Jongin berteriak heboh dengan tangan terkepal di udara sambil memasuki kamar Shixun.

"Ya! Berisik, Jong!"

Bukk. Jongin malah menjatuhkan tubuhnya ke kasur tanpa peduli omelan Shixun sebelumnya.

Jongin mengedarkan pandangannya ke sekeliling kamar Shixun dan menyadari ada barang-barang yang hilang disana. Ia mengernyit bingung lalu menatap Shixun yang sedang sibuk dengan PS-nya, "Shixun-ah, kemana semua barang-barangmu?"

"Sudah dipindahkan." Shixun menjawab acuh sambil terus menyalakan PS-nya.

"Ha? Kemana? Barang-barangmu yang di luar juga sepertinya sudah menghilang semua."

"Aku akan pindah, Jong. Aku masih punya satu komik di meja nakas. Kau bisa baca itu dan tutup mulutmu!" Shixun menjawab sadis.

"Pindah kemana? Ke rumah baba barumu yang kau ceritakan itu? Sehari sebelum lomba dance? Kau serius? Jadi itu bukan leluconmu?"

"Ya, ya, ya, Kim Jongin! Sekarang bisakah kau tutup mulutmu? Atau aku akan segera kalah lalu aku akan membanting tubuhmu itu ke lantai!"

"Oke, akan kututup mulutku. Aku pinjam komikmu." Jongin patuh dan segera meraih komik di meja nakas Shixun.

"Terserah!"

Dan hening. Mereka sibuk dengan kegiatan sendiri.

Dorr, dorr, dorr!

Mungkin tidak. Masih ada suara tembakan dari game yang sedang dimainkan Shixun.

Dan hal ini berlanjut selama beberapa menit, mungkin jam.

Drtt~ So baby don't go yeah dai wo dao hui you ni de di fang yong yuan-

"Ck, mengganggu saja. Yeoboseyo?" Shixun menjawab teleponnya galak.

"Zhang Shixun! Ini sudah jam 11! Kenapa. Kau. Belum. Juga. Datang. Kemari?!"

"Nuguseyo?" Siapa orang ini berani-beraninya membentaknya?

"Zhang Shixun, kau tidak kenal aku?!"

"Ma-mma?"

"Cepat kemari!"

"Hao, mama!"

Tutt... tutt~

"Kim Jongin! Ayo, kita harus cepat!" Shixun berseru dengan paniknya dan langsung sibuk mematikan PS-nya.

Sementara itu si Kim Jongin... Dia masih santai tiduran di kasur Shixun sambil membaca komik yang tinggal satu-satunya di meja nakas Shixun.

"Yakk! Kim Jongin!" Shixun murka.

"Hmmm..." Gila. Jongin hanya bergumam santai.

"Hei bodoh! Kubilang ayo kita cepat!" Shixun mulai panik. Dia sibuk membereskan segala keperluannya ke dalam tas ransel yang sebelumnya menganggur dengan indahnya di sudut kamarnya.

Dan Jongin masih adem ayem sebelum Shixun dengan paksa menarik komik yang ada di tangannya lalu memasukkannya ke dalam ransel.

"Ya-" Jongin hendak protes.

"Kubilang cepat, Jong! Kemasi barang-barangmu. Aku harus segera pergi. Ahh, kemana alamatnya?" Shixun berseru semakin panik.

"Mau pergi kemana?" Jongin linglung.

"Ah, ini dia. Untung ketemu!" Shixun mengacungkan selembar kertas yang dipikirnya hilang.

"Shixun?"

"Ayo, Jong! Aku sudah tidak punya banyak waktu. Aku akan diamuk mama kalau datang lebih lama lagi." Shixun langsung menarik Jongin keluar dari apartemennya.

"Ya, Zhang Shixun! Kita mau kemana?" Jongin bertanya semakin bingung tepat setelah mereka keluar dari apartemen.

"Dengar, Jongin! Seperti yang kubilang, aku harus pergi ke rumah baba baruku saat ini juga. Tadi malam aku benar-benar lupa dan malah mengajakmu bermain hari ini. Tapi mamaku tadi menelepon. Kalau aku tidak segera kesana aku bisa diamuknya. Oke, kau bisa pulang sendiri, kan? Bye, Jongin!" Shixun langsung menyetop taxi yang tepat melintas di depan mereka dan ia langsung pergi.

Oke, jadi Jongin sekarang harus terlantar sendiri?

.

.

"Hmmm... apakah ini rumah baba baruku? Wah, lumayan juga. Bagus. Wah, selera mama memang tinggi. Tapi, apa memang benar ini rumahnya?"

Yah, bisa kita lihat di sana telah berdiri seorang anak lelaki di depan kediaman keluarga Kim. Matanya dari tadi sibuk melihat antara secarik kertas lusuh yang dipegangnya dengan rumah yang kini tepat berada di depannya, serta tak lupa bibirnya yang sedari tadi tampak komat-kamit sibuk merapalkan ketidakpercayaannya kalau dia sudah menemukan alamat rumah baba barunya. Demi apa, memang anak ini tak terlalu berminat ingin tinggal di kediaman baba barunya itu. Walaupun dia memang sangat ingin mempunyai baba -well, kalau dia mau memanggil Yixing baba dan bukan mama, maka seharusnya dia ingin punya mama- tapi menurutnya dia sudah memilikinya dan pasti baba yang sudah setahun ini dianggapnya baba itu pasti lebih baik daripada baba yang ada di dalam rumah mewah ini.

Tapi, memangnya apa yang bisa dilakukannya? Mamanya, Zhang Yixing sudah memindahkan semua barang-barang di apartemen mereka -kecuali PS, kasur serta beberapa barang yang ada di kamarnya- ke sini dan meninggalkannya dengan sebuah tas ransel yang hanya berisi pakaiannya lalu menyuruhnya mencari alamat rumah baru mereka. Well, agak sadis memang. Seharusnya mamanya itu mengirimkan seorang supir untuk menjemput anak lelaki tampan dan manisnya ini. Tapi tak apa, dia sudah terbiasa diperlakukan seperti ini.

"Yah, sudahlah. Lebih baik aku tekan saja belnya. Kalau salah alamat, kan aku bisa tanya ke mama."

~Ting-tong~ Suara bel bergema setelah anak lelaki itu menekannya.

Setelah beberapa saat menunggu, keluarlah orang dari dalam rumah tersebut. Oh, itu Zhang Yixing, mamanya.

"Ya? Oh, Shixun kau sudah tiba? Kenapa kau lama sekali?" Yixing langsung membukakan pagar setelah dilihatnya anaknya Shixun yang sedang berdiri di sana.

Shixun hanya memutar bola matanya mendengar pertanyaan tak penting mamanya. Well, buat apa dia berdiri di sini kalau dia belum tiba? Mamanya memang agak aneh.

Setelah mamanya membukakan pagar, Shixun langsung menyelonong memasuki rumah baba yang baru seminggu yang lalu dinikahi mamanya tanpa menjawab pertanyaan mamanya sebelumnya, serta tanpa menghiraukan teriakan mamanya yang mengatakan dirinya tak sopan.

"Annyeong..." Sapanya setelah dia memasuki rumah sang baba. Tapi dia hanya berdiri di depan pintu setelah tidak mendengar jawaban apapun dari dalam. Lebih baik menunggu mama datang, pikirnya.

"Kenapa hanya berdiri di sini? Masuklah!" Seru Yixing tiba-tiba sambil terus berjalan memasuki rumah baru mereka.

Shixun hanya menganggukkan kepalanya sambil berjalan memasuki rumah.

"Kau duduklah dulu. Jangan berlaku tidak sopan, jangan buat papamu marah, ingat itu Shixun!" Yixing tiba-tiba datang sambil membawakannya segelas jus jeruk serta setoples biskuit sambil memberinya ceramah singkat. Shixun mengangguk-angguk seolah patuh. Oh, sesungguhnya ia sekarang ini hanya peduli pada cemilan yang dibawakan mamanya itu.

"Tunggu di sini sebentar! Mama mau memanggil babamu dulu." Shixun hanya menganggukkan kepalanya lagi sambil terus mengunyah biskuitnya.

Tak lama mamanya sudah kembali, dan kini ia bersama baba barunya Shixun. Sedang Shixun kini sedang sibuk meminum jus jeruknya sambil menunduk.

"Shixun, angkat kepalamu! Babamu sudah ada di depanmu." Sontak Shixun mengangkat kepalanya.

Seketika anak lelaki lima belas tahun itu terpaku dengan rahang yang sepertinya sudah ingin jatuh ke lantai bersamaan dengan matanya yang ingin meloncat keluar.

Ini-

"Sehun-ah?"

"Ap-appa?"

.

.

Satu tahun yang lalu, di awal semester pada tahun ajaran baru

"Ahjumma, aku pesan bubble tea cokelatnya satu." Anak remaja laki-laki tampak memesan minuman pada seorang ahjumma penjual bubble tea keliling yang sedang mampir di taman siang itu.

"Ne." Dengan segera ahjumma tersebut menyiapkan pesanan yang diminta anak lelaki tadi.

Tak lama kemudian pesanannya siap. Ahjumma tadi pun segera menyerahkan pesanan sang anak lelaki.

"Semuanya- Ya! Mau kemana kau?! Ya! Kau belum membayarnya! Ya!" Belum selesai sang ahjumma menyebutkan berapa nominal yang harus dibayarnya, anak tersebut sudah berlari kabur sambil membawa bubble tea tanpa mengindahkan teriakan ahjumma yang memanggilnya untuk membayar pesanan bubble tea-nya.

Tanpa diketahuinya, ada seorang pria yang sedari tadi sudah memperhatikannya dan kini ikut mengejar dirinya yang sudah kabur dengan membawa segelas bubble tea yang belum dibayar.

Tak disangka, langkah kaki anak tadi sangat cepat. Baru beberapa menit dia sudah berada cukup jauh dari taman. Tapi untung, pria yang mengejarnya masih bisa menangkap sosoknya yang kini masih sibuk berlari menjauhi lokasi tempatnya tadi membuat kejahatan.

"Paralizzare!" Ucap sang pria.

Tap. Anak laki-laki tadi seketika berhenti berlari. Badannya seakan lumpuh total. Dia tak bisa bergerak!

Sementara pria yang sedari tadi sibuk mengejarnya kini hanya berjalan santai sampai ia berhenti tepat di depan anak laki-laki tadi.

"Saluciotum!" Ucapnya kemudian.

Tap. Kini anak tersebut dapat kembali menggerakkan tubuhnya. Kontan mata anak tersebut menatap was-was pada pria yang ada di hadapannya kini.

"S-siapa kau? A-apa yang barusan terjadi padaku? K-kenapa kau bisa tiba-tiba berada di hadapanku?" Anak tadi bertanya bingung sekaligus ngeri.

"Zhang Shixun? Jadi itu namamu?" Tanya pria tadi santai.

"K-kenapa kau bisa tahu?" Anak tersebut semakin menatapnya ngeri.

"Itu." Pria itu menunjuk name tag anak tadi. Implusif, matanya melirik name tag yang ada di dada kirinya. Oh.

Tunggu, "T-tapi, tadi kenapa aku tiba-tiba tidak bisa bergerak?"

"Sudahlah bocah, sebaiknya kau ikut aku!" Tanpa mengindahkan pertanyaan si anak yang diketahui bernama Shixun itu, pria tersebut malah langsung menarik sebelah tangannya.

"Y-ya! Kau mau membawaku kemana?" Shixun mencoba meronta atas tarikan namja asing pada dirinya.

"Tenanglah, bocah! Aku tak akan berbuat sesuatu padamu. Aku hanya akan membawamu menemui hyungku untuk memperbaiki tingkah tak benarmu tadi." Si pria itu hanya menanggapi rontaan Shixun dengan santai.

Shixun berontak lagi, dia tak terima dikatakan melakukan hal yang tidak benar -walau sebenarnya iya. Dia melontarkan pembelaannya, "Ya! Aku hanya melakukan hal itu sekali!"

Pria tersebut membalas belaannya santai, "Ya, sekali di taman tadi. Dan beribu sekali di taman-taman lainnya." Skakmat!

Tapi Shixun tak mau berhenti berontak, "Ya! Kau sebenarnya ingin menculikku, ya? Ya! Apa-apaan kau? Kau pikir aku tak berani melawanmu?"

Haahh. Si pria hanya menghela napas perlahan lalu menghentikan langkah mereka, "Bocah! Sekali lagi kau bertingkah aneh-aneh, akan langsung kuhentikan pergerakanmu seperti tadi. Jadi diam dan menurutlah!"

Shixun hanya bisa terdiam sambil terus mengikuti langkah pria tadi. Lebih baik dia menurut daripada serasa seperti dibekukan seperti tadi. Hiii.

.

Lalu sampailah mereka di sebuah rumah yang tampak sangat mewah dan besar. Wah. Shixun hanya bisa terkagum. Tak menyangka orang aneh yang tiba-tiba menariknya paksa itu punya tempat tinggal seperti kastil.

Apa aku ini sebenarnya putra mahkota yang akan diserahkan tahta kerajaan yang besar maka dari itu aku diseret paksa kesini? Oke, pikiran gila tak berkelas dan super aneh Shixun mulai berkelana. Oh, apakah dia sudah melupakan bahwa tadi dia bahkan sibuk meronta tak mau dipaksa ikut? Ck.

Setelah masuk ke rumah tersebut pria tadi langsung membawa Shixun ke ruang tengah. Wah. Sekali lagi Shixun terpana dibuatnya. Interior serta segala perabotannya memang sangat indah dan berkelas.

"Bocah! Kau tunggulah di sini sebentar. Aku mau memanggil hyungku dulu." Shixun hanya mengangguk-angguk. Matanya masih sibuk berkelana mengamati ruangan dimana dia berada sekarang.

Kupikir mama yang paling kaya. Ternyata, siapapun orang yang memiliki rumah bak kastil ini lebih kaya. Bahkan perabotan yang hanya bisa kunikmati di katalog milik mama benar-benar ada di ruangan ini. Wah, hebat!

"Chen-ah, siapa dia?" Tiba-tiba sebuah suara menginterupsi lamunan Shixun.

"Namanya Zhang Shixun, hyung. Dia bocah yang sering kuceritakan membuat kenakalan itu."

"Oh, baiklah Chen-ah. Kau bisa pergi sekarang. Biar aku yang menanganinya."

"Baiklah, hyung."

Pria yang sepertinya bernama Chen yang tadi membawanya ke sini langsung pergi. Sekarang, mata Shixun langsung tertuju pada satu lagi pria asing yang sedang berdiri di hadapannya kini. Siapa lagi ini? Kenapa wajahnya kelihatan tua? Apa dia memang benar-benar berumur ratusan tahun lalu dia seperti pakai ramuan entah apa untuk memudakan wajahnya, tapi sekarang efek ramuannya sudah mulai menghilang lalu dia mulai tampak tua? Batin Shixun aneh. Kurasa dia kebanyakan membaca dongeng fantasi.

"Kau bisa duduk dulu." Pria asing yang ada dihadapannya itu menunjuk sebuah sofa yag tepat berada di belakang Shixun. Shixun lalu mengangguk dan mematuhi perintah pria tersebut sambil beberapa pikiran aneh tak masuk akal masih berkelebat di otaknya.

Pria itu juga mendudukkan tubuhnya di sofa yang tepat berada di depan Shixun, "Jadi namamu Zhang Shixun?" Pria tadi langsung mengerutkan wajahnya aneh setelah mengucapkan nama Shixun.

"Ne." Balas Shixun singkat. Dasar! Namaku jadi terdengar aneh setelah dia mengucapkannya. Batinnya dongkol.

"Kenapa namamu sangat susah diucapkan? Dan juga, sedikit aneh bagiku." Pria tadi mengernyitkan alisnya.

"Ya, ahjussi tua! Apa maksudmu dengan namaku yang aneh? Kurasa, kau yang aneh. Teman-temanku saja bisa lancar menyebutkan namaku. Apa kau terlalu tua sehingga tidak bisa mengucapkan namaku dengan benar?"

"Ya, ya! Siapa yang kau maksudkan ahjussi tua, bocah! Asal kau tahu aku ini masih muda!" Oke, sekarang dia tak terima dikatai ahjussi tua oleh anak bernama aneh itu. Demi Tuhan, dia baru berumur 35 tahun!

"Ya! Lalu siapa yang kau maksudkan memiliki nama aneh? Kau pikir kau tak aneh? Wajah tua tapi kau masih mengaku muda." Shixun membalas sengit.

"Ya! Umurku masih 35 tahun."

"Itu sudah tua ahjussi! Muda itu seperti aku, baru berumur 14 tahun."

"Ya! Kau tidak perlu pamer kepadaku. Dasar bocah!"

"Dasar tua!"

"Mwo?! Tidak sopan!"

"Kau pikir kau siapa jadi aku harus sopan padamu? Kau pikir kau ayahku yang harus kuhormati?"

"Ya, anggap saja aku ayahmu. Jadi kau harus sopan padaku."

"Hii... sekalipun jika aku mempunyai ayah aku takkan sudi memilki ayah sepertimu!"

"Ya! Apa maksud- tunggu! Kau tidak punya ayah?"

"Ne. Memangnya kenapa?"

"Hah... pantas kau nakal. Kau mau jadi anakku?" Pria tadi langsung bertanya tanpa dipikir dua kali. Entahlah, kata-kata agar anak nakal ini menjadi anaknya tiba-tiba mengalir dengan lancarnya dari bibirnya tanpa bisa dikoreksi dulu oleh otak pintarnya.

"Ya, ahjussi! Kau pikir aku ini anak terlantar yang harus kau adopsi menjadi anak? Aku masih punya mama ahjussi, ma-ma! Aku masih punya mama yang mengasuhku." Shixun entah kenapa merasa tersinggung. Dia pikir ahjussi ini menganggap dia seperti anak-anak di panti asuhan yang tidak punya orang tua sehingga dia harus diadopsi oleh semacam ahjussi tua yang seperti ingin segera merebusnya untuk dicampurkan pada ramuan awet muda miliknya jika dia nekat mau menjadi anaknya. Hii, seram.

"Ya, bukan seperti itu. Kau bisa menganggapku seperti ayahmu jika kau ingin. Aku hanya bermaksud seperti itu. Jadi, kau tidak usah tersinggung dan langsung marah-marah padaku." Pria tadi menjelaskan dengan sabar kesalahpengertian makna yang dipikirkan Shixun. Dia tak menyangka Shixun berpikir dia menyinggungnya.

"Oh, kukira kau menganggapku seperti anak terlantar. Wajar dong aku tersinggung." Shixun mengelak.

"Ya, ya. Terserahmu. Tapi aku serius menawarkanmu kalau kau ingin menganggapku seperti ayahmu. Aku takkan keberatan. Lagian, sepertinya kau anak yang cukup manis." Pria tadi berucap serius.

"Ahjussi, perkataanmu malah terkesan menyeramkan, sungguh!" Sebenarnya Shixun senang ditawarkan seperti itu, apalagi dikatakan anak manis, jarang orang sudi menyebutnya seperti itu mengingat kelakuannya yang nakal. Tapi, pikiran polosnya tentang pria asing di depannya kini membuat hal aneh seperti itulah yang terlontar dari mulutnya.

"Aku serius, sungguh! Kenapa tanggapanmu malah sangat unik seperti itu?" Hahh... dia hanya bisa sabar mendengar kata-kata anak itu. Apanya yang menyeramkan jika dia menawarkan baik-baik? Apa tidak memiliki ayah bisa berdampak semengerikan ini pada imajinasi anak? Ah, dia harus menyelamatkan bocah ini.

"Habis, kau kedengaran seperti penculik yang menyuruhku nyaman padamu, lalu nanti aku tak sadar bahwa kau ternyata punya niat jahat untuk menyulikku, lalu nanti kau diam-diam meminta tebusan pada mamaku." Shixun menjawab polos. Pria yang mendengarnya itu malah semakin frustasi. Oke, anak ini ada uniknya.

"Yah terserahmu. Tapi aku benar-benar serius!" Pria itu menegaskan.

"Ya, ahjussi aku tahu. Terima kasih atas tawaranmu." Shixun tersenyum.

"Ya, sama-sama." Pria tadi balik tersenyum.

Shixun juga balas tersenyum.

Pria itu membalasnya lagi.

Shixun membalas lagi.

"Oke. Bisakah kita berhenti berbalas senyum?" Pria itu lama-kelamaan risih juga disenyumi anak yang sedari tadi jutek padanya.

"Ya." Shixun menormalkan kembali wajahnya.

"Eum, siapa tadi namamu?" Pria itu bertanya lagi karena dia memang susah mengingat nama Shixun yang dianggapnya aneh itu.

"Shixun, Zhang Shixun." Shixun menjawab sabar.

"Ya, terserah. Tapi, bolehkah aku memanggilmu Sehun, Kim Sehun?" Pria itu meminta izin ingin mengganti nama anak di depannya ini.

Shixun bingung, "Ha? Kenapa namaku harus diganti? Lagipula, kenapa marganya harus Kim?"

"Agar aku lebih mudah saja menyebutkan namamu. Lalu masalah marganya, omong-omong namaku Suho Kim, jadi karena kau tadi sudah setuju untuk menganggapku sebagai ayahmu jadi namamu kupakaikan Kim di depannya." Sehun hanya mengangguk-angguk saja.

"Jadi, kau bisa memanggilku Suho appa kalau kau mau." Usul pria yang mengaku dirinya Suho itu.

"Bagaimana kalau ahjussi tua saja. Bukannya itu lebih unik?" Shixun atau yang sekarang agar lebih mudah Sehun itu malah mengusulkan idenya yang diakuinya unik seolah-olah itu adalah panggilan terkeren yang pernah ada. -_-

"Yakk! " Suho jelas tak terima. Anak ini memang benar-benar.

"Ne, ne. Santai saja, aku sudah melihat satu kerutan di kening appa." Sehun malah semakin berulah sambil menunjuk kening Suho.

"Ck, berhentilah mengejek- apa? Kau tadi menyebutku apa?" Suho terkejut. Tak percaya dengan apa yang barusan didengarnya.

"Aku menyebutmu appa. Wae? Salah lagi? Tadi kau yang mengusulkan." Sehun menautkan alisnya bingung.

"Ah, tidak-tidak. Kukira kau takkan mau menyebutku seperti itu." Suho menjelaskan.

"Tadi kan aku sudah menyebutkannya, appa. Appa aneh!" Entah kenapa, kata appa yang diucapkan anak yang sedari tadi memanggilnya ahjussi tua itu membuat hatinya bagai cokelat yang terkena terpaan cahaya matahari yang hangat. Meleleh.

"Yah, yah! Anak mana yang suka mengejek appanya, eoh?" Suho tersenyum menggoda, jahil.

"Anak di depanmu ini, appa." Sehun membalas senyum menggoda appa barunya itu.

"Ne, ne." Suho bangkit lalu mengusak kepala Sehun sayang.

Ah, jadi ini rasanya punya appa? Ternyata menyenangkan. Walaupun mamanya itu pria, tapi tetap saja panggilan mama yang melekat di dirinya membuat Sehun susah merasa bahwa mamanya itu mirip seperti babanya. Walaupun Yixing sering menyuruhnya memanggilnya baba, tapi tetap saja Sehun sudah menganggap Yixing seperti ibunya, bukan ayahnya.

Suho appa, kurasa aku akan menyayangimu.

"Sehun-ah, sepertinya sebentar lagi malam. Kau tidak dicari mamamu?" Suho berujar panik.

"Ah, mama? Mama?! Suho appa, aku mau pulang dulu." Sehun berujar panik sambil berlari keluar dari rumah Suho.

"Sehun-ah, kau tidak mau appa antar?" Suho berteriak menawarkan Sehun agar diantarnya.

"Tidak usah, appa. Aku bisa pulang sendiri." Sehun membalas tawaran Suho sambil berteriak juga mengingat kini jaraknya dan Suho sudah jauh.

"Ne, hati-hati Sehun!"

"Ne, appa!"

Sepertinya Suho lupa tujuan awal kenapa Sehun harus dibawa kerumah ini.

.

.

~TBC~

.

.

Hoon's area:

Uhuyyyy~ Kali ini aku membawa fic dengan genre family-fantasy. Sebenarnya ini karena aku lagi tergila-gila sama genre family. Dan untuk fantasy-nya, itu request dari temen aku Kim Na Yoon yang katanya bakalan ngebuat akun di ffn kalau aku mau buatin dia fic fantasy tapi yang cast-nya Suho.

Dan, sebenarnya fic ini mau aku buat oneshoot, eh jadinya malah kepanjangan dan sialnya belum selesai. Yaudah, aku potong aja. Sekalian karena nggak pernah update ff setelah 2 bulan *lirik fic From It*.

Sekalian juga mau promosi, baca dong fic Nostalgia karangan Thehun Thalanghae Yehet. Itu fic dengan pair ChanBaek dan Hunhan. Jadi, bagi yang suka couple itu baca dong, sekalian jangan lupa review-nyaaa... ^^

Cukup deh cuap-cuapnya. Mudah-mudahan ada yang mau baca fic yang telah aku buat dengan sepenuh hati ini #eaaaa.

Dan, jangan lupa review yah... aku mau tau gimana respon kalian, atau kalian mau kasih masukan ke aku, atau kalau ada yang gak disuka atau apapun itu bisa kalian keluarin semuanya di kolom review, atau mungkin bisa pm aku, okeee^^

Terakhir, gomawo semuanyaaaaaaaaa... *peluk cium dari aku*