Good looking. Siapa yang tak menyukai namja-namja yang sempurna untuk di pandang? Apa lagi tidak hanya satu orang namja. Melainkan enam orang namja, belum lagi kekayaan yang mereka miliki tak menjadi alasan untuk yeoja maupun namja di university mereka merasa kagum dan bahkan sampai mencintai sosok ciptaan Tuhan itu. Tak perlu mencari kelemahan mereka, karena di mata semua orang yang melihat mereka tak mempermasalahkan kekurangan yang mereka miliki. Jangan tanya siapa saja mereka, karena kita juga akan tahu siapa mereka bahkan dari hal kecil sekecil plankton sekalipun.
.
.
.
.
.
.
"Hyuk-ie, jangan lupa minum susu-mu, arra?" ingat eomma Hyuk saat anak kesayangannya bergabung di meja makan.
"Eomma, aku ini bukan anak kecil lagi. Kenapa aku harus selalu minum susu?" tanya Hyuk mempautkan bibirnya lucu.
"Aigoo, lihatlah anak kesayangan eomma ini. Kau bilang kau bukan anak kecil lagi? Akan tetapi, apa ada seorang namja yang mempoutkan bibirnya di depan eomma-nya?" tanya sang eomma mencubit pipi Hyuk gemas.
"Eomma!" seru Hyuk yang merasa malu dengan eommanya sendiri.
"Kau sudah sangat terlambat! Lebih baik, kau berangkat sekarang-arra?" titah sang eomma. Hyuk meneguk susunya sekali dan kemudian berpamitan dengan eommanya. "Hati-hati, aegi!" seru sang eomma saat melihat Hyuk lari terbirit-birit melesat menuju garasi rumah dimana mobilnya berada.
"Okey, Gerry! Permainan—akan dimulai—!" gumam Hyuk menginjak pedal gas mobilnya dan keluar dari rumah mewahnya menuju tempat dimana ia akan menimba ilmu.
Hyuk melajukan mobilnya diatas kecepatan rata-rata di ruas jalan Seoul yang pagi itu bisa di bilang tidak sepi sama sekali. Setiap mobil yang menghalangi jalannya, ia menyalip dengan mudah seolah ia sudah menjadi pembalap profesional. Dan, Hyuk merasa bangga dengan hal itu.
WUSS!
Hyuk tersentak, saat setelah ia merasa bangga dengan kemampuan melajukan mobilnya. Namun, tiba-tiba saja ada sebuah mobil yang sebenarnya ia kenal siapa pemilik mobil itu menyalip mobilnya dan menghalangi jalannya.
"Ck!" Hyuk berdecak sebal, dan memukul kemudi stirnya. "Baiklah, aku mengalah kali ini!" batin Hyuk, menginjak pedal gas dan membuntuti mobil yang berada di depannya.
.
.
.
"Itu mereka!" seru Wonshik saat melihat dua mobil yang mengarah padanya dan ketiga rekannya. Dua mobil mewah itu tepat berhenti dan parkir di samping mobil milik Wonshik.
"Kalah lagi, Hyuk?" tanya Hongbin yang melihat Hyuk menutup pintu mobilnya dengan malas, namja tampan berdimple itu berdecak kecil melihat wajah kesal milik Hyuk.
"Aku tidak kalah, hyung!" elak Hyuk, kesal setengah mati.
"Ah, sudahlah. Apa kau pernah menang dari Taekwoon hyung?" tanya Wonshik.
"Yak, kau mengejekku? Kenapa tidak coba saja menyuruh Taekwoon hyung melawan Jaehwan hyung, hm?" seru Hyuk menantang Wonshik. Wonshik memincingkan matanya.
"Kalian akan membuat taruhan begitu?" tanya Hongbin, yang di abaikan oleh Hyuk dan Wonshik yang saling memandang tajam sedangkan Taekwoon yang sudah bergabung dengan mereka hanya berdiri di samping Hakyeon, sementara Jaehwan hanya menatap malas kedua namja yang tengah berseteru membawa-bawa namanya.
"Ya sudah, kalian berdua taruhan saja!" ujar suara Hakyeon yang sebenarnya hanya diam sedari tadi. Kelima namja tampan itu beralih menatapnya, khususnya Taekwoon dan Jaehwan.
"Maksud hyung? Aku dan Taekwoon hyung, begitu?" tanya Jaehwan. Hakyeon mengangguk.
"Itu pun jika kau dan Taekwoon mau!" lanjut Hakyeon. Jaehwan menatap Taekwoon meminta tanggapan darinya, tapi sayang Taekwoon justru hanya menatapnya datar.
"Baiklah, aku terima taruhan itu. pemenangnya akan mendapat mobil lawan. Wonshik hyung dengan Taekwoon hyung dan aku dengan Jaehwan hyung. Bagaimana?" tanya Hyuk pada Wonshik.
"Maksudmu, jika Taekwoon hyung kalah mobilku yang akan menjadi hadiahnya?" tanya Wonshik. Hyuk menyeringai senang.
"Tent—"
"Aku setuju!" potong Taekwoon cepat. Hyuk kembali menyeringai. Sedangkan, Jaehwan menatap Taekwoon heran.
"Bagaimana denganmu, hyung?" tanya Hongbin pada Jaehwan. Jaehwan berfikir sejenak.
"Baiklah, ayo kita lakukan!" Jaehwan menyetujui, dan berlalu meninggalkan kelima rekannya diikuti Hyuk yang membuntutinya dan Taekwoon yang beranjak ke kelasnya diikuti Wonshik di belakangnya. Menyisakan Hakyeon dan Hongbin yang masih berdiri tampan di area parkiran mobil mereka.
"Apa aku tidak salah dengar, hyung?" tanya Hongbin.
"Em, ani-Bin!" Hakyeon menggeleng senang.
"Lalu, apa yang harus kita lakukan?" tanya Hongbin bingung.
"Akan sangat menyenangkan jika kita juga ikut bersenang-senang dengan ketegangan yang mereka alami!" ujar Hakyeon menatap Hongbin dengan seriangainya. Hongbin yang mengerti apa maksud Hakyeon hanya membalasnya dengan senyum tampannya.
"Nde, itu pasti akan menyenangkan!"
.
.
.
.
.
.
"Aish, hyung kenapa kau menyetujuinya?" tanya Wonshik pada Taekwoon yang jelas-jelas tidak menghiraukannya.
"Waeyo?" tanya Taekwoon.
"Jika kau kalah, mobilku yang akan menjadi taruhannya!" melas Wonshik menatap Taekwoon dengan kedua bola mata yang di buat semelas mungkin.
"Itulah alasannya, aku menyetujuinya!" jawab Taekwoon tanpa menatap Wonshik yang semakin bergelayut manja padanya.
"Yak, hyung! Bagaimana jika kau kalah?" tanya Wonshik meragukan kemampuan Taekwoon.
"Itukan deritamu!" jawab Taekwoon tidak peduli. Wonshik menekuk wajahnya. Apa pun yang terjadi, ia harus membuat Taekwoon menang. Dan ia juga menang dari bocah ingusan itu. Wonshik mengacak surai rambutnya kesal membuat Taekwoon seketika menatapnya.
"Kau ingin aku menang-kan?" tanya Taekwoon, seketika Wonshik langsung menatapnya dengan antusias.
"Tentu saja, hyung! Enak saja Jaehwan hyung mendapatkan mobilku karena taruhan bocah itu. Belum lagi, mau di taruh dimana harga diriku ini hyung?" Wonshik balik bertanya.
"Masalah harga diri itu, masalahmu Wonshik-ah! Tapi—!" Taekwoon menghentikan ucapannya membuat Wonshik menatapnya dengan tajam.
"Tapi—apa hyung?"
"Jika aku menang, apa yang akan kau berikan padaku?" tanya Taekwoon. Wonshik berdecak kesal, oh baiklah rupanya hari ini penuh pemerasaan bagi dirinya.
"Kau mau apa hyung?" tanya Wonshik, Taekwoon menyeringai, dan inilah yang harus di hindari dari seorang namja tampan bermarga Kim itu.
"Apa pun yang ku mau?" tawar Taekwoon. Wonshik berfikir sejenak kemudian ia menghembuskan nafas beratnya.
"Hm, arraseo! Apa pun yang kau mau hyung! Tapi, jika kau kalah!" Wonshik menatap tajam Taekwoon yang justru tertawa mengejeknya "Mobilmu, akan menjadi milikku!" lanjut Wonshik berjalan meninggalkan Taekwoon yang kini menyeringai padanya.
"Baiklah, kita lihat saja nanti—siapa yang akan menjadi pemenang!" batin Taekwoon menyusul langkah Wonshik menuju kelasnya.
.
.
.
Duduk termenung di bawah sinar matahari, itulah yang kini namja manis berkulit tan itu lakukan di sebuah taman di kampusnya. Pagi ini ia tidak ada jadwal, jadi ia gunakan untuk bersantai di taman seorang diri. Jangan tanyakan, kenapa dia seorang diri karena biasanya ia memang bersama dengan teman-temannya yang lain. Teman-teman yang sebenarnya sudah ia anggap sebagai keluarganya sendiri. Sudah sejak kecil mereka bersama hingga dewasa saat ini. Tak pernah merasakan cinta melainkan selalu merasakan persahabatan, ejekan, bully-an bahkan permusuhan. Itu sudah biasa dalam hidupnya.
Hakyeon—namja manis berkulit tan—membaca ulang buku pelajaran yang ia dapat kemarin dari dosen pengajarnya. Lagi pula, apa lagi yang harus ia lakukan jika tidak membaca buku? Targetnya adalah cepat lulus dari universitas ini, dan mencari uang serta pergi jauh dari keluarganya.
"Hakyeon hyung!" sentak seorang namja yang tiba-tiba saja membuat Hakyeon langsung terlonjak dengan kedatangannya yang tiba-tiba itu. Hakyeon mengelus dadanya, menenangkan jantungnya yang masih berkontraksi dengan cepat.
"Yak, Lee Minhyuk! Kau mengagetkanku!" amuk Hakyeon menatap tajam namja tampan itu. sedangkan, namja yang bernama Lee Minhyuk itu hanya tertawa kecil melihat tingkah gemas Hakyeon.
"Mian, hyung! Habisnya, kau lucu saat serius seperti itu!" ujar Minhyuk mencoba untuk menahan tawanya.
"Yak! Terus saja mengejekku!" kini Hakyeon mempoutkan bibirnya membuat Minhyuk semakin gemas melihatnya.
"Haha, lihatlah dirimu sekarang hyung! Itulah sebabnya banyak orang yang menyukaimu!" tawa Minhyuk semakin tak bisa terkendali.
"Mwoya? Kau ini bilang apa sih?" tanya Hakyeon malu, ia menunduk menyembunyikan rona merah di kedua pipinya.
"Hm, ani hyung! Lupakan saja. Oya, apa yang kau lakukan disini?" tanya Minhyuk.
"Menunggu kekasihku!" jawab Hakyeon kembali melanjutkan membaca bukunya. Minhyuk membulatkan kedua matanya.
"Mwoya? Kekasih? Kau sudah punya kekasih? Nuguya?" tanya Minhyuk heboh. Hakyeon kembali menatap Minhyuk heran dan memincingkan kedua matanya.
"Waeyo? Apakah, salah jika aku punya kekasih?" Hakyeon malah balik bertanya.
"Tentu saja hyung! Karena kau hanyalah milikku!" jawab Minhyuk
PLAK!
"Hyung, appo!" Minhyuk mengelus kepalanya yang baru saja mendapat pukulan dari tangan Hakyeon.
"Sejak kapan aku menjadi milikmu, hm?" tanya Hakyeon tajam.
"Sampai kapan pun kau akan tetap menjadi milikku. Arrachi?" ujar Minhyuk. Hakyeon membuang nafasnya pasrah. Untung saja Minhyuk salah satu teman baiknya, jika tidak ia sudah menjaga jarak sejak tadi ia datang. "Oya, hyung!" panggil Minhyuk setelah beberapa menit yang lalu keheningan terjadi di antara mereka.
"Waeyo, Minhyuk-ie?" sahut Hakyeon.
"Apa kau tidak ada kelas hari ini?" tanya Minhyuk. Hakyeon hanya menggeleng
"Kau sendiri? Kenapa kau ada disini?" Hakyeon menjawab dengan pertanyaannya.
"Kelasku akan dimulai jam sepuluh nanti, hyung. Jadi, dari pada aku tidak mengerjakan apa-apa lebih baik aku menemanimu disini-kan?"
"Ah, benar juga. Bagaimana jika kita makan bersama? Apa kau keberatan?" tawar Hakyeon.
"Tentu saja, tidak hyung dengan senang hati aku ak—"
"Hakyeon!" Hakyeon dan Minhyuk tersentak saat ia mendengar seseorang bersuara datar memanggil nama Hakyeon dan memotong ucapan Minhyuk. Hakyeon menoleh dan mendapati seorang namja tampan yang berdiri di belakang tempatnya duduk.
"Taekwoon?"
TBC
