Haii, saya author yang masih sangat amatir. Ini adalah fanfiction pertama saya tentang One Piece. Satu kata penegasan. Cerita ini tidak akan DISCONTINUED. Kalian bisa pegang janji saya :) tapi saya tidak bisa berjanji bahwa saya akan update cerita ini dengan cepat berhubung saya pelajar dengan sekolah sesibuk-sibuknya /? Terima kasih sebelumnya. Harap maklumkan saya... By the way, Just go easy on me *wink*
DISCLAIMER : I DO NOT OWN ONE PIECE
Chapter 1 : "Semua ini menyebalkan!"
"Kenapa gue harus bertunangan dengan lo sih?!" seru pria berambut hijau kepada gadis berambut raven yang bergelombang dengan indahnya.
"Zoro, ini adalah permintaan orangtua kita. Maafkan aku. Tapi aku hanya ingin menuruti perintah mereka," kata gadis itu kepada pria yang bernama Zoro.
Flashback on
"Robin, cepatlah turun ke bawah, nak." Robin yang mengetahui bahwa itu adalah suara ibunya, Nico Olvia, dengan tergopoh-gopoh menuruni tangga yang mempunyai pegangan yang terbuat dari emas. Robin adalah anak bungsu dari suami istri pemilik perusahaan terkemuka di Jepang, Nico Industry. Ayahnya bernama Jaguar D. Sauro dan ibunya bernama Nico Olvia. Dia mempunyai satu kakak perempuan bernama Nami. Tidak heran bahwa ia menjadi sangat kaya. Tapi, keduanya, Nami dan Robin, selalu bersikap sederhana dan tidak menampilkan kekayaan mereka. Inilah yang membuat kedua orangtua mereka bangga kepada mereka.
"Ada apa, bu?" tanyanya begitu ia sampai di hadapan ibunya. Robin mengamati ekspresi ibunya. Khawatir, takut tapi berapi-api.
"Tunggu sebentar ya, Robin. Ayahmu sedang mengambil berkas-berkas penting," kata ibunya. Ibunya bahkan tidak menatap wajah Robin. Apa yang sebenarnya terjadi? Dan berkas-berkas penting apa yang sedang ayanya ambil? Tentu saja Robin cukup pintar untuk menebak-nebak. Dia merasa bahwa ini akan ada hubungannya dengan perusahaan. Tapi ia tidak tahu apa hubungan dia dengan perusahaan orangtuanya. Begitu ia melihat ayahnya turun dengan membawa berkas-berkas penting itu dan kemudian duduk tepat di hadapannya, ia semakin yakin bahwa semua ini akan berhubungan dengan dirinya.
"Ada apa ini sebenarnya?" Robin bertanya sekali lagi secara hati-hati.
"Ayah dan ibu mohon supaya kamu tidak menolak hal ini, Robin. Kau akan bertunangan dengan putra bungsu pemilik perusahaan Roronoa Industry," pupil Robin kini membesar. Apa yang dimaksud ayahnya? Bertunangan? Ayahnya pasti bercanda.
"Tapi, yah, aku baru berumur 16 tahun. Aku bahkan belum menyelesaikan SMA," kemudian Robin menyadari sesuatu. Roronoa Industry? Roronoa... Tidak mungkin. Tidak mungkin dia.
"Kita membutuhkan kamu untuk ini, Robin. Kau akan bertunangan dengan Roronoa Zoro, putra bungsu pemilik perusahaan Roronoa Industry," ayahnya menegaskan sekali lagi kepadanya. Hati Robin mencelos mendengar nama itu. Roronoa Zoro. Laki-laki yang selalu dicintainya semenjak SMA 1. Tapi, laki-laki itu jugalah yang telah membuatnya sakit hati. Laki-laki itu menolak suratnya mentah-mentah dengan merobek surat Robin bahkan sebelum ia membuka amplop surat itu.
"Tapi untuk apa, ayah?" Robin masih belum percaya dengan semua hal pertunangan ini.
"Kami dengan orangtua Zoro telah berdiskusi mengenai bisnis dan hubungan antara perusahaan kami. Lalu akhirnya untuk mempererat hubungan antara perusahaan kami, kami memutuskan untuk menjodohkan kalian berdua. Ayah mohon dengan sangat agar kamu tidak mengacaukan rencana ini, Robin. Dan sesuai rencana kami, kalian berdua akan dipindahkan ke apartemen milik perusahaan Roronoa Industry. Kalian berdua akan tinggal disana berdua agar kalian dapat mengenal lebih jauh," ayahnya menjelaskan secara panjang lebar. Robin selalu menghormati ayahnya. Selain berkepribadian tegas, ia juga berhati lembut dan penyayang. Robin tidak tega untuk menolak permintaan ayahnya ini.
"Ibu, benarkah ibu menginginkan hal ini?" Ibunya tahu tentang Roronoa Zoro. Tentang apa yang telah diperbuat laki-laki itu kepada Robin. Nico Olvia menggigit bibir bawahnya pelan. Kemudian ia mengangguk perlahan memberi suara untuk suaminya. Robin mendesah pelan. Dia tahu ini akan menjadi berat. Dia sangat tahu itu.
Flashback off
"Dari sekian banyak wanita cantik di luar sana, kenapa mesti lo? Cewek terjelek yang pernah gue tahu," Zoro memaki Robin sementara Robin hanya menerawang perabot dari apartemen mereka. Seperti biasa, perabot yang sangat mewah. Roronoa Industry tidak kalah sukses dari Nico Industry.
"Terserah kamu mau bilang apa. Tapi di apartemen ini, kamar tidur cuma 1, sepertinya orangtua kita memang sengaja mengatur ini. Walaupun memakai tempat tidur yang terpisah sekalipun," Robin mengeluarkan pendapatnya dan dibalas dengan dengusan kecil oleh Zoro.
"Gue tahu, lo kira gue bodoh apa. Oh iya, beresin barang-barang gue ya. Gue mau main sama temen-temen gue. Mungkin pulangnya malem. Atau bisa jadi enggak pulang sama sekali," Zoro memerintah dengan dingin dan dibalas anggukan kecil oleh Robin yang tidak berani menatap matanya.
Setelah mendengar suara pintu ditutup, Robin menghela nafas dalam-dalam. Tepat seperti dugaannya. Ini akan menjadi sangat berat. Sebenarnya Robin bisa saja menolak pertunangan itu. Tapi selain ia tidak bisa menolak permintaan ayahnya, entah kenapa ada dorongan di hatinya untuk menerima pertunangan ini. Jauh di dalam hatinya, Robin mengerti, nama Zoro masih tersimpan dengan rapi bersama kenangan pahit yang ingin ia kunci rapat-rapat.
Zoro's POV
Lagi-lagi dia. Nico Robin. Gue udah pernah nolak dia dengan cara sesadis mungkin. Honestly, dia enggak jelek-jelek amat sih. Bahkan termasuk seksi dengan ukuran payudara yang besar. Tapi, dia termasuk gadis suram dan tidak lucu. Gue paling enggak suka sama tipe cewek yang suram. Lagipula, gue udah punya pacar kok. Namanya Califa. She just so gorgeous. Emang sih, selain dia masih banyak cewek-cewek lain yang selalu gue ajak date tanpa sepengetahuan Califa. Tentu saja, ayah dan ibuku, Dracule Mihawk dan Perona tidak tahu menahu tentang kehidupan pribadiku. Mereka hanya tahu kepribadianku yang penurut dan baik hati.
"Sayang, kamu ngapain sih?" tanya gadis berambut pink dengan manjanya menggelayut di lengan kekarku.
"Enggak kok. Aku cuma lagi mikirin kecantikan kamu yang enggak ada batasnya," jawabku sambil membelai rambutnya. Gadis cantik ini adalah Bonney. Dia adalah salah satu dari sekian banyak perempuan yang aku kencani tanpa sepengetahuan Califa.
"Kamu gombal deh," Bonney membiarkan aku mengelus leher mulusnya. Dengan kasar, kulumat bibir halusnya dan membiarkan jejak saliva milikku di bibirnya.
"Ah, Zo...ro. Kita sedang berada di cafe lho," katanya seraya mengingatkanku. Kuduga dia agak sedikit menikmati ciuman kami barusan. Lagipula aku tidak pernah berbuat lebih kepada wanita-wanita yang aku kencani selain french kiss. Aku ini masih anak SMA bukan? Aku masih tahu aturan-aturan walaupun memang tidak semuanya kupatuhi.
"Hei, Zoro, bagaimana hubunganmu dengan Califa?" tanya Bonney dengan nada ingin tahu. Aku paling tidak suka jika ada wanita yang menanyakan tentang Califa jika kami sedang berkencan.
"Tch, kau mau jika aku membatalkan kencan kita ini?" balasku dengan ketus. Bonney tampak terkejut dengan nada bicaraku barusan.
"E-eh, maafkan aku Zoro... Aku tidak bermaksud untuk menghancurkan kencan kita," katanya memelas. Benar-benar wanita yang membosankan. Entah kenapa semua wanita yang aku kencani, kecuali Califa tentunya, sangat membosankan bagiku. Hanya sedikit digertak seperti tadi saja, mereka langsung memelas. Aku tidak tahu apakah wanita-wanita itu benar-benar mencintaiku atau tidak. Kebanyakan wanita mendekatiku karena menginginkan hartaku, bukan hatiku. Sepertinya hanya Califa yang menginginkan hatiku. Hanya dia...
Robin's POV
'Sebaiknya aku memasak makan malam untuk malam ini. Hm, tapi sepertinya tidak ada bahan yang tersisa. Aku tadi telah memeriksa kulkasnya. Lebih baik aku pergi ke supermarket terdekat dan membeli bahan-bahan makanan untuk aku masak nantinya,'
Dan sekarang, aku sangat menyesali pemikiranku itu. Karena pemandangan yang sekarang terlihat begitu menyesakkan hatiku. Zoro dan gadis berambut pink itu sedang berciuman mesra di cafe. Sepertinya aku mengenal siapa gadis itu. Bonney? Dia anak kelas sebelah yang sekelas dengan Zoro, kan? Ah sudahlah, lebih baik tidak usah terlalu kupikirkan. Tapi bukankah tadi Zoro bilang kalau dia akan bersenang-senang dengan temannya? Lagipula dia adalah tunanganku bukan? Sebenarnya baru calon tunangan sih. Peresmian pertunangan kami baru akan dijalani 2 bulan lagi. Tapi sudahlah, apa hakku untuk melarang dia bersama dengan wanita lain? Lagipula sudah setahun aku melihat dia berpacaran dengan Califa. Califa memang cantik, tapi tidak ada yang tahu isi hati dia sebenarnya. Aku mengetahuinya, karena aku mendengarnya dengan kedua telingaku sendiri...
Flashback on
"Ahh, Lucci, hentikan. Aku kehabisan napas tahu," kata Califa sambil terengah-engah. Aku yang saat itu sedang berjalan untuk memberikan tugasku kepada Shanks-sensei berhenti sejenak untuk menajamkan telingaku ke ruang OSIS.
'Apa yang sedang mereka lakukan? Bukankah Califa itu pacar Zoro? Kenapa dia berduaan dengan Lucci?' batinku.
"Kau ini. Aku selalu cemburu melihatmu berduaan dengan Zoro itu. Kau telah berkali-kali diciumnya," Lucci terdengar marah saat itu.
"Sayangku, kau juga sudah tahu rencanaku kan? Aku berpacaran dengan dia kan hanya sebagai kamuflase. Aku tidak benar-benar mencintainya, sayang. Aku hanya mencintaimu. Percayalah padaku," Lucci hanya mendengus mendengar jawaban Califa itu.
"Apa kau tidak terlalu berlebihan? Kau ingin menguras hartanya kan?" Aku benar-benar terkejut. Califa ternyata sekejam itu kepada Zoro.
"Tenang saja, sayang. Ini juga demi kebahagiaan kita kan? Lagipula dia terlalu munafik. Dia kira aku tidak tahu kalau selama ini dia selalu mengencani wanita lain?" Zoro berkencan dengan banyak wanita? Aku tidak percaya ini. Dia pasti berbohong.
"Ah, benar juga, dia itu benar-benar playboy sejati. Aku heran dengan wanita bernama Robin itu," aku terkejut mendengar namaku disebut Lucci, "Mau-maunya dia memberi Zoro surat cinta itu. Padahal Zoro juga menolak surat itu dengan mentah-mentah. Bahkan surat itu juga dirobeknya. Robin terlalu baik untuk laki-laki itu," aku hanya terdiam dan membenarkan kata-kata itu. Apa selama ini aku sebodoh itu?
"Jika dia tahu sifat Zoro yang suka mengencani banyak wanita, mungkin dia akan berbalik menjadi membencinya," Califa tertawa dalam kata-katanya. Aku terdiam dan kemudian melanjutkan jalanku. Obrolan ini terlalu menyakitkan untuk didengar olehku. Satu yang aku tahu pasti. Aku tidak percaya tentang Zoro yang suka mengencani banyak wanita.
Flashback off
Dan sekarang aku baru menyadari bahwa semua kata-kata Califa itu benar. Ternyata aku benar-benar telah dibutakan oleh cintaku kepadanya. Tapi bisakah aku berbalik membencinya? Kurasa aku tahu jawabannya. Ternyata aku benar-benar telah jatuh di perangkapnya. Aku tidak bisa kembali lagi. Semua ini menyebalkan. Aku membutuhkan proses untuk membencinya. Bahkan aku tidak yakin bisa berhenti mencintainya. Kulanjutkan perjalananku. Semua ini terlalu menyakitkan untuk dilihat. Tak terasa bulir-bulir air bening telah meluncur keluar dari mataku. Bisakah aku melewati hal pertunangan ini?
Aku sampai di supermarket dengan banyak pikiran. Aku membeli barang-barang yang aku perkirakan akan aku butuhkan dalam memasak makanan malam ini. Setelah kurasa cukup, aku berjalan ke kasir dan menaruh belanjaanku di situ untuk membayar.
"Nona, apakah sedang ada masalah yang kau alami?" Aku mendongak dan melihat seorang laki-laki berambut kuning yang agak panjang sedang tersenyum ke arahku. Kubaca name tag yang ada di seragam kasirnya. Sanji.
"A-ah, i-itu, t-tidak ada kok," aku memaksakan diriku untuk tersenyum.
"Senyuman yang terpaksa dari seorang lady benar-benar tidak enak untuk dilihat lho," katanya dengan ramah sembari memasukkan barang-barangku yang telah dimasukkan harganya ke dalam kantung plastik besar. Aku tertegun. Entah mengapa senyuman ramah sang kasir itu membuatnya nyaman.
"Nah, nona, totalnya adalah Rp120.000," katanya masih dengan tersenyum ramah. Dengan segera aku memberi uang pas kepada kasir itu lalu dimasukkannya ke dalam tempat untuk menyimpan uang.
"Baiklah, terima kasih. Saya permisi pulang dulu," aku melihat Sanji, sang kasir itu, hendak menahanku untuk tidak pergi. Aku pun entah kenapa tidak ingin pergi dari tempat itu, tapi aku harus memasak untuk berjaga-jaga jika Zoro pulang malam. Argh, kenapa aku begini memperhatikan Zoro? Sudahlah, tidak perlu kupikirkan. Ini adalah perintah orangtuaku.
Sanji's POV
Aku sedang meratapi nasibku yang sedang magang menjadi kasir di salah satu supermarket. Bukan karena aku tidak punya uang untuk kehidupan sehari-hariku. Aku diperintah oleh ayahku untuk menjalani kehidupanku secara mandiri. Aku benci ini. Sangat merepotkan.
Aku melihat barang belanjaan yang kebanyakan sayur dan buah diletakkan di meja kasirku. Seketika aku mendongak untuk melihat seorang perempuan dengan mata sembap seperti habis menangis. Aku merasa hangat saat melihat perempuan itu. Siapa dia?
"Nona, apakah sedang ada masalah yang kau alami?" Aku memberanikan diri untuk bertanya kepadanya.
"A-ah, i-itu, t-tidak ada kok," dia menjawab dengan secercah keraguan di kata-katanya. Aku menghela nafas sedikit melihat senyumnya yang sudah sangat jelas dipaksakan.
"Senyuman yang terpaksa dari seorang lady benar-benar tidak enak untuk dilihat lho," aku mencoba untuk meyakinkannya. Aku tersenyum ramah kepadanya.
"Nah, nona, totalnya adalah Rp120.000," akhirnya aku memberi tahu harga total barang belanjaannya. Setelah dia membayar untuk barangnya, lalu dia mengambil barang belanjaannya dan beranjak pergi.
"Baiklah, terima kasih. Saya permisi pulang dulu," katanya. Aku tergoda untuk menahannya untuk tidak pergi. Aku yakin bahwa ada secercah keraguan di langkahnya. Aku ingin bertanya siapa namanya. Namun kata-kataku tertahan di tenggorokan. Sampai akhirnya dia tetap pergi dan hingga saat ini aku menyesali perbuatanku yang tidak menahannya untuk pergi...
TO BE CONTINUED
Yak, itulah dia untuk chapter 1 ini. Tunggu chapter 2 nya hanya di Love Me Once chapter 2! #yaiyalah
Review please~~
