Touken Ranbu © DMM, Nitroplus. No profit gained. Dedicated to Flash Fic Fest.


[Salju Merah Adalah Luka Abadi]

Mari kita bicara soal Tsurumaru Kuninaga.

Dia merupakan salah-satu tachi yang indah, bagi Ichigo (dan tentu saja, bagi siapa pun). Perjumpaan pertama mereka ialah ketika suatu malam Ichigo akhirnya pulang ke benteng, tanpa sengaja berpapasan di koridor menuju kamar Awataguchi, lantas keduanya saling memandang tanpa kata. Apa yang harus diucapkan—apa yang seharusnya ia ucapkan malam itu? Ichigo tidak diberi ingatan dan hal itu membuatnya bertanya-tanya; apakah di suatu masa ia dan Tsurumaru pernah berjumpa dan bertarung bersama?

Suatu masa itu adalah sekarang. Berada di benteng yang sama, bertarung demi tujuan yang sama. Siapa tuanmu sebelum ini adalah omong kosong belaka, biarkan masa lalu tertinggal dan mari bersimpuh di hadapan tuan yang baru; dialah tuan yang meminta para pedang untuk menumpas iblis demi melindungi sejarah. Tak jarang mereka ditugaskan dalam satu tim, sesekali Ichigo memimpin, sesekali Tsurumaru, selebihnya bukan di antara mereka.

"Pernahkah kau merasa bosan, Ichigo?"

Itu merupakan pertanyaan aneh. Ichigo tidak tahu harus menjawab apa. Tapi bahkan sebelum menjawab, lelaki itu justru melanjutkan bercerita seolah tak memerlukan jawaban darinya. Katanya, setiap hari, setiap menit, perasaan bosan itu tidak mau hilang. Tsurumaru membutuhkan pelarian dan pelarian itu tak lain adalah menjahili penghuni benteng, termasuk Ichigo. Tapi … benarkah ciuman di ladang itu merupakan bagian dari kejahilan Tsurumaru?

Suatu senja, ia dan topi jerami, lelaki itu dan sekantung tomat. Desakan. Ciuman. "Apakah kau terkejut?" tanyanya kurang ajar.

Apakah kau mencium sembarang orang hanya untuk mengejutkan mereka? Tapi pertanyaan itu kembali tertelan. Ia bahkan tak sanggup berkata-kata. Ciuman itu terus terjadi kalau mereka ditugaskan bersama. Efek kejutnya hilang sama sekali, berubah menjadi suatu hal yang biasa—yang kadang ditunggu-tunggu olehnya; apakah setelah ia selesai menanam herbal, ataukah setelah membuang kotoran kuda, atau justru ketika mereka bertarung satu lawan satu. Ichigo bertanya-tanya apakah wajar mengharapkan ciuman dari Tsurumaru.

Tapi Tsurumaru tetaplah Tsurumaru, tachi paling jahil yang senang membuat seisi benteng geger. Merupakan hal yang aneh kalau tidak ada kegaduhan yang diperbuatnya sehari saja. Para touken danshi lambat-laun mulai terbiasa, bahkan bisa menghindar dari siasat jahil Tsurumaru. Kejahilan yang diperbuat lelaki itu menjadi suatu hal yang mafhum.

"Hei, Ichigo, apa kau tahu alasan yang membuat Tsurumaru begitu menyebalkan? Aku baru pulang hari ini dan dia sudah membuat basah pakaianku."

"Aku tidak tahu, Koryuu-dono."

Barangkali berhubungan dengan masa lalunya. Apa yang dihadapi Tsurumaru di masa lalu, tak lebih dari dianggap menjadi pedang pembawa sial. Kejahilan itu barangkali bagian dari kesialan. Ichigo tidak memahaminya. Tsurumaru begitu dekat, sangat dekat sampai ia mampu merasakan tekstur bibir lelaki itu, merasakan pula lidahnya yang hangat, tapi di saat bersamaan ia tidak tahu apa-apa soal Tsurumaru. Beban semacam apa yang dipikul lelaki itu sampai menjadi seperti ini.

"Tsurumaru-dono … aku sudah tidak terkejut lagi dengan ciumanmu, tahu."

Tsurumaru tersenyum dan kembali menciumnya. Mungkin besok, katanya, atau lain waktu, dia akan membuat kejutan besar. Kejutan besar itu benar-benar terjadi. Hanya sekali. Tidak pernah terjadi lagi kejutan kecil berikutnya dan berikutnya.

"Apa yang kau lihat sekarang, Ichigo?"

Salju. Putih. Merah. Bercak darah.

"Apakah kau terkejut?"

Ichigo tidak ingin terkejut.[]


1:47 AM – April 13, 2018