[Frozen Flower]
Cast:
Min Yoongi X Park Jimin
YoonMin
Genre: romantic, fantasy, Kingdom AU
Warning! Typo(s), OOC, OC, DLDR
© Red Casper
.
.
The Glaciem and The Elvish
Min Yoongi berjalan menyusuri koridor panjang istana menuju aula utama. Sepatunya berbunyi tuk tuk tergesa diatas lantai es yang memantulkan gema di sepanjang dinding, jubah putih yang ditahan dua buah permata biru di bahunya tampak berdesir saat kaki itu melangkah, pakaian kebesaran kerajaan yang berwarna putih biru melekat dengan sangat pas ditubuhnya yang tegap. Lelaki itu melangkah mantap, mendorong pintu tinggi aula utama dengan kedua tangan, menatap seorang pria paruh baya yang duduk di singgasana di seberang ruangan, sang raja negeri Glaciem.
"Anakku" sang raja memanggil Yoongi dengan nada girang yang menyebalkan sambil merentangkan tangan untuk menyambut kedatangan anaknya, "Kemarilah, nak. Kau sudah tau kita akan kedatangan tamu. Cepat. Cepat!"
Yoongi memutar bola mata sebal, namun tetap melangkah dan berhenti di depan singgasana ayahnya, membiarkan pelayan pribadi mendekat untuk merapikan jubah yang tersampir di pundaknya.
"Ayah tau aku tidak suka mereka" kata Yoongi dengan nada dinginnya yang biasa -tak akan ada yang meragukan kedudukan Yoongi sebagai putra satu-satunya sekaligus pewaris tahta kerajaan es Glaciem hanya dengan mendengar suaranya.
Sang raja hanya mengangguk maklum, menyeka lututnya penuh wibawa, "Jangan sekarang, nak. Di tengah peperangan seperti ini, ada baiknya kita membentuk aliansi dengan kerajaan yang lebih kuat–"
"–lebih kuat? dari kita?"
" –sama kuat. Tentu, kita sedikit lebih kuat" Ayahnya tergagap, berdehem saat mengingat sang mendiang istri yang mewariskan sifat suka membantah itu pada anak mereka, "Tapi kau tidak bisa memungkiri bahwa mereka kompeten di medan perang, dan juga cukup berpengaruh. Kita saling membutuhkan"
Yoongi menggeleng tidak puas, "Tapi kita tidak sedang berperang–"
" –Belum, nak, belum" sang raja es mengangkat tangan, menghadapkan telapaknya pada udara. Lalu beberapa detik kemudian, partikel-partikel kecil es beterbangan teratur membentuk sebuah peta putih melayang. Dalam peta itu beberapa wilayah di sekitar kerajaan mereka berganti warna menjadi merah api lalu mulai mencair perlahan, menandakan mereka jatuh dalam perang. "Bangsa ogre penyuka perang. Mereka akan mencetuskan perang di manapun dan merampas mahkota pemerintahan. Aku akan melindungi rakyatku dari monster seperti mereka, dan bekerja sama dengan bangsa peri akan semakin memperkuat kita–"
"Tapi bangsa peri itu sombong, aku tidak suka."
"Ini demi rakyat, nak. Demi kerajaan."
Mereka terdiam, hanya meninggalkan suara ribut-ribut dari pelayan yang sibuk sekali mengganti gorden dan karpet. Sang ayah tau Yoongi tak akan bisa membantah lagi jika itu tentang kesejahteraan rakyat.
"Ya, mereka lumayan sombong. Aku juga tidak terlalu suka" sang raja bersuara jenaka, menepuk-nepuk lututnya dengan antusias sambil nyengir pada anaknya, "Tapi kita harus menahannya kan? cepatlah bersiap, tamu kita ini sangat tepat waktu"
Yoongi menghela nafas berat, akhirnya mengalah, "Jam berapa mereka datang?"
Sang raja menggumamkan hmmmm panjang sambil menarik rantai jam dari saku jubah kerajaan, berkata dengan lantang agar semua orang dalam ruangan itu mendengar, "Sepuluh detik lagi"
"Apa? Ish" Yoongi mendesis, dengan cepat berjalan ke samping singgasana raja lalu berdiri disana. di belakangnya, berbaris sejumlah petinggi kerajaan. Para pelayan segera keluar ruangan setelah pekerjaan selesai, dan para pelayan pribadi berdiri di depan pintu.
"utusan kerajaan Elvish tiba di aula utama" seorang pengawal meneriakkan pengumuman itu dari luar pintu tinggi aula yang tertutup.
Sedetik kemudian, pintu berat itu berdecit terbuka. Beberapa orang berjalan masuk mendekati singgasana. Rombongan itu terdiri dari satu orang yang berjalan di depan dan enam orang lainnya berjalan dalam dua baris di belakangnya. Satu orang ini berpakaian begitu kontras dengan yang berjalan di belakang –sangat terlihat bahwa dia adalah bangsawan, sehingga mau tak mau Yoongi memperhatikannya dari ujung rambut hingga ujung kaki; dia berambut hitam lurus, panjang hingga ke pinggang. Rambut yang tumbuh di atas telinga diikat kebelakang, sehingga semua orang akan melihat telinga lancipnya. Kedua netranya sehitam malam, dengan hidung mancung dan senyum tipis. Pakaiannya berwarna pastel, dengan bahan linen lembut yang turun ke bawah menutupi kaki seperti gaun, dengan ikat pinggang tipis warna hijau. Kulitnya kuning langsat, begitu bersinar tertimpa matahari dingin negeri Glaciem.
"Selamat datang" Raja Min mengangkat tangan kanannya ke depan, gesture saat seseorang menyambut tamu, "Aku tersanjung karena Elvish mengirimkan tuan puteri sendiri sebagai utusan."
Yoongi melihat rombongan sang tuan puteri menunduk menahan tawa, sedangkan sang tuan puteri sendiri sedang memaksakan senyum. Dia berdehem lalu berkata, "Aku laki-laki. Pangeran kedua kerajaan Elvish, Park Jimin."
Sepertinya tak hanya sang raja yang terkejut dengan kenyataan ini, karena hampir semua petinggi kerajaan bergumam tak percaya.
Yoongi mencondongkan tubuhnya ke arah sang raja kemudian berbisik, "Tolong berhenti melakukan hal bodoh, yah. Memalukan." –padahal Yoongi juga sempat berpikir bahwa Park Jimin adalah seorang puteri.
Ayahnya membalas dengan bisikan yang sama, "Siapa suruh rambutnya panjang"
Raja Min tertawa keras-keras untuk mencairkan suasana yang sempat canggung karena kesalahan kecilnya. Puteri –ah, pangeran Jimin hanya tersenyum maklum, sedangkan enam orang di belakangnya sekarang mulai menahan diri untuk tidak ikut tertawa keras-keras, sepertinya kesalah pahaman itu sudah biasa terjadi dan menjadi lelucon kecil untuk mereka.
"Baiklah pangeran, maafkan mata orang tua ini. Aku tak bisa melihat ketangguhan yang terukir jelas di tubuhmu"
Yoongi menggeleng samar, mengejek pujian payah ayahnya.
"Tidak masalah. Kami lebih tersanjung karena raja Glaciem sendiri yang menyambut kami" Jimin berkata dengan suara lembutnya. "Hal yang paling menarik adalah kami melihat Qilin berjaga di depan pintu kerajaan dan juga perbatasan. Kami mendengar bahwa Qilin hanya mau hidup di tempat yang memiliki penguasa yang arif dan bijaksana, membuat kami lebih yakin untuk menjalin hubungan dua kerajaan ini."
Raja Min tertawa keras lagi, "Aku tersanjung."
Yoongi hanya berdoa dalam hati semoga acara tersanjung ini cepat selesai.
"Aku akan berada disini hingga perjanjian selesai dibuat. Kami ingin ikut dilibatkan dalam penulisan perjanjian. Tak masalah kan?" suara Jimin yang lembut terdengar menyebalkan bagi Yoongi, dan dia yakin lelaki peri itu tidak sedang bertanya. Itu pernyataan. Mereka ingin tinggal untuk mengawasi pembuatan perjanjian.
"Tentu saja" jawab Raja Min tanpa ragu, dia bertepuk tangan satu kali, "Perjanjian dibuat untuk keuntungan bersama –dan, selama disini, pangeran Min Yoongi akan menemanimu"
"Ap–" Yoongi mengerutkan kening tidak senang, dia baru akan protes tapi sang ayah sudah menggoyang-goyangkan tangan pertanda tak ingin dibantah. Jadi pangeran es itu hanya menundukkan kepala sopan pada pangeran Jimin dibalas dengan senyum yang begitu lembut. Yoongi menghela nafas berat, merasa bahwa hari-harinya kedepan akan sangat menyebalkan.
.
"Ini kamarmu"
Min Yoongi mempersilahkan sang pangeran bangsa peri masuk ke dalam salah satu kamar di bawah tanah. Park Jimin sendiri yang meminta kamar itu, karena menurutnya ruang bawah tanah akan sedikit lebih hangat, melihat bangunan kerajaan Glaciem seluruhnya terbuat dari Kristal es. Bangsa peri tak terlalu suka dingin, mereka biasa hidup di alam yang hangat dengan pepohonan dan dedaunan sedangkan di Glaciem tak ada hal seperti itu. Meskipun ada pohon di taman kerajaan, pohon-pohon itu sama sekali tak hidup –membeku tanpa daun dan buah.
Pangeran Jimin tersenyum berterima kasih walaupun dengan dagu terangkat tinggi. Bagi Min Yoongi sikap itu adalah salah satu bentuk kesombongan para peri yang merasa menguasai alam –hutan, sungai, dan angin patuh pada mereka. tapi bagi Park Jimin, hal itu adalah keanggunan yang wajib dimiliki setiap anggota keluarga kerajaan.
Jimin duduk di tempat tidurnya yang empuk, dan seperti dugaannya, ruang bawah tanah lebih hangat dari pada ruangan-ruangan diatas sana. Jadi lelaki itu tersenyum sambil mematai kamarnya untuk beberapa hari kedepan.
"Aku akan pergi" Min Yoongi bersuara setelah ia yakin Park Jimin tak membutuhkan apapun lagi, "Ada pelayan pribadi di depan kamarmu, jadi kau tinggal minta apapun yang kau butuhkan pada mereka. kita akan bertemu saat makan malam nanti. Para pelayan akan menunjukkanmu jalannya. Selamat beristirahat"
"Tentu –um, Pangeran Min"
Yoongi yang baru saja berbalik pergi menoleh karena dipanggil. Dia mendapati Park Jimin tersenyum padanya, dan senyum itu membuat matanya yang kecil membentuk bulan sabit yang manis. Min Yoongi tak pernah melihat siapapun yang tersenyum seperti itu, dan entah kenapa Min Yoongi menyukainya.
"Aku akan sangat membutuhkanmu selama aku disini" Kata pangeran Jimin anggun, "Mohon bantuannya"
Min Yoongi tidak suka cara lelaki itu mengucapkan kalimatnya dengan nada angkuh dan tanpa melakukan bow seperti yang orang lain biasa lakukan saat meminta bantuan. Tapi Min Yoongi tetap mengangguk samar, dan dengan suara dingin andalannya, Min Yoongi menjawab, "Aku akan senang bisa membantumu" setelah itu dia keluar dari kamar dengan perasaan aneh tentang pangeran dari negeri seberang itu.
.
.
Draco, The Qilin
Hari kedua Park Jimin berada di Glaciem, dia sudah duduk di ruang pertemuan pagi-pagi sekali bersama para petinggi kerajaan dan juga yang mulia raja. Mereka membicarakan berbagai kemungkinan perang serta jadwal pembuatan surat perjanjian. Glaciem menginginkan pedang buatan terbaik para peri dan Elvish menginginkan perlindungan beserta strategi perang tak-terbaca andalan Glaciem.
Setelah semua pembicaraan itu selesai, Park Jimin beserta semua orang pergi ke ruang makan untuk sarapan. Tapi dia tidak menemukan sang pangeran es di antara semua orang itu. sebetulnya dia ingin bertanya pada Raja Min tentang keberadaan sang putra, tapi tidak terlaksana karena raja negeri Glaciem itu terlihat sangat serius menghabiskan selusin sandwich daging asap di depannya.
Pangeran Park tidak menyalahkan nafsu makan sang raja, karena tinggal di bawah kungkungan es yang dingin seperti ini membuat siapa saja menjadi sering lapar. dia juga merasakannya.
Jadi setelah sarapan, Jimin memutuskan berjalan-jalan sendirian, melihat-lihat taman kerajaan dan juga pemandangan yang terlihat dari balkon lantai dua. sayangnya tak benar-benar ada pemandangan disana, karena yang bisa kau lihat adalah es dan salju yang terhampar di seluruh negeri. Atap-atap dan pekarangan rumah warga ditutupi salju putih, terlihat seperti tumpukan es serut berbentuk rumah, mungkin jika di tumpahkan berton-ton sirup rasa buah, negeri itu akan berubah menjadi padang es serut paling luas sejagat raya. Bahkan matahari yang bersinar di balik awan tak bisa mencairkan semua es itu.
Langit disana berwarna biru gelap seperti es yang membeku dengan hamparan kristal es kecil kecil yang seakan menjadi bintang untuk negeri itu. Satu-satunya pemandangan di negeri itu adalah tirai Aurora borealis yang akan terlihat meski di siang hari –tapi akan lebih jelas terlihat di malam hari.
Saat Park Jimin menengok kearah pekarangan kerajaan, dia tersenyum mendapati Min Yoongi sedang mengelus seekor hewan aneh. Laki-laki peri itu bergegas turun ke pekarangan untuk melihat lebih dekat, dia merasa Min Yoongi perlu bertanggung jawab karena hilang sejak pagi. Pangeran es itu harusnya menemani Park Jimin selama berada di kerjaan, tapi dia malah membiarkan Jimin jalan-jalan sendiri –baiklah, mungkin itu hanya alasan.
"Oh, astagah. Itu –" Park Jimin hampir saja terpeleset di tangga terakhir karena hewan yang dilihatnya, mengundang atensi Min Yoongi dan juga hewan yang sedang dielusnya.
Min Yoongi mendekati Jimin, memegang tangannya agar dia bisa berjalan dengan benar di atas tumpukan salju, membuat ujung pakaian Jimin basah.
"Ini kan–"
"Qilin. Kau bilang pernah melihat mereka di perbatasan" kata Min Yoongi memotong perkataan Jimin yang terlanjur terpana dengan Qilin di depannya.
"Aku hanya melihat sekilas. Tak pernah melihat sedekat ini" Jimin terkesima, menengadah menatap Qilin yang berdiri angkuh.
"Namanya Draco" Kata Min Yoongi memberitahu.
Qilin adalah hewan setengah naga setengah kuda. Bagian depan tubuhnya beserta kepalanya adalah naga sedangkan bagian belakangnya adalah kuda. Berwarna perpaduan biru dan abu abu dengan bintik-bintik keemasan di punggungnya. Qilin adalah salah satu jenis unicorn yang paling langka sehingga mereka memiliki satu tanduk tepat di antara hidung dan kedua mata selayaknya unicorn –hanya saja tanduk Qilin bercabang seperti lidah api. Tubuh naganya memberikan Qilin sepasang sayap yang kokoh, membantunya terbang di angkasa seperti naga lainnya.
Siapa bos? Tanya Draco
"Teman dari negeri seberang" Min Yoongi menjawab, dan hal itu mengundang tatapan bingung Park Jimin. Masalahnya Jimin tak mendengar apapun atau siapapun bertanya.
"Apa katamu?"
"Aku bicara pada Draco" Min Yoongi bergerak mengelus telinga Draco yang lancip.
"Dia bisa bicara?"
Yoongi menggumamkan hmm panjang kemudian menjawab, "tidak secara harfiah. Hanya pemiliknya yang bisa mendengar sdeekor Qilin bicara –seperti bicara dari hati ke hati"
Jimin mengangguk kagum sedangkan Draco terbatuk pelan, membuat semburan api kecil keluar dari sela giginya, demi yang mulia raja Glaciem yang agung, kata-katamu menjijikkan, bos. Kata Draco membuat Yoongi terkikik geli.
"Para peri tak pernah sekalipun melihat Qilin. Mereka tak hidup di hutan" Park Jimin memberi tau.
Langsung saja Draco menggoyang-goyangkan kepalanya tidak senang, Cih, para peri kadang berpikiran kotor dan melakukan pekerjaan kotor juga. Wajar saja kami tidak masuk hutan mereka
"Hey… Calm down, buddy," Min Yoongi menepuk-nepuk leher Draco dengan sayang, "itu hanya sekedar informasi"
Jimin menoleh pada Yoongi antusias "Oh, apa dia mengatakan sesuatu?"
"Er, ya. dia bilang iri pada ketampananmu"
Kalau kau tidak tau, kami adalah makhluk suci yang tak pernah iri dengan hal duniawi seperti itu
Yoongi kemudian tertawa, Draco sepertinya tidak senang dengan jawaban Yoongi pada Jimin tentangnya. Sedangkan Jimin menggigit bibirnya geli, "Kurasa dia tidak mengatakan itu" katanya sambil mencoba meraih leher Draco untuk dielus. Tapi Draco mengibaskan sayapnya untuk menghindari Jimin hingga salju di tanah berhamburan
Jimin yang terkejut secara refleks mengangkat tangannya, membuat salju yang beterbangan di sekitarnya mencair, berubah menjadi air jernih yang berkumpul membentuk lengkungan sabit tajam. Dengan satu sapuan di udara, sabit air itu meluncur cepat ke arah Draco. Si Qilin sendiri sudah menyemburkan api dari mulutnya yang terbuka, kaki naganya mencengkram salju di tanah kuat-kuat sedangkan kaki kudanya menghentak-hentak marah.
Akan ada pertarungan sebentar lagi, jika Min Yoongi tidak cepat bergerak. Dia mengibaskan tangannya begitu tenang, seketika salju yang berhamparan di pekarangan tergabung membangun sebuah dinding es di antara Jimin dan Draco. Yoongi mengepalkan tangannya, membuat dinding salju itu mengeras dan menjadi dinding es transparan yang kuat. Sabit air dari Jimin membentur dinding itu, hanya menggores sedikit permukaannya lalu jatuh tercurah di atas tanah. Sedangkan api Draco mencairkan sedikit saja dinding es buatan Min Yoongi.
Jimin dan Draco sama-sama terdiam di balik dinding itu. Yoongi segera memeluk leher Draco, mengelus tanduknya untuk menenangkan kaki kudanya yang masih menghentak tak bisa diam.
"Tenanglah kawan"
Dia mencoba menyerangku, Draco mengaum marah
"Dia tidak sengaja, lagipula itu serangan lemah" Yoongi menepuk nepuk leher Qilin itu cukup lama, membiarkan Jimin masih berdiri di balik dinding es di belakangnya.
Setelah Draco merasa lebih tenang, Yoongi menyapu telinganya, "Pergilah beristirahat atau berburu, atau apapun yang akan membuat hatimu senang –kau sedikit hilang kendali hari ini. Kita ketemu lagi besok"
Draco menggoyangkan ekor, menikmati sapuan Yoongi di telinganya, Oke, Draco berbalik dan sebelum terbang, dia menoleh pada Yoongi. Dengar bos, aku tidak mau melihatnya lagi.
.
The First 'Sorry'
Yoongi menghela nafas berat melihat Jimin yang berjongkok di tanah sambil memegangi pergelangan tangan kanannya. Pangeran peri itu mendongak, menatap Yoongi dengan tatapan membingungkan; seperti merasa bersalah tapi juga tak ingin disalahkan.
"Apa dia marah sekali?" Tanya Jimin sambil berdiri, "Dia menyerangku lebih dulu"
"Qilin adalah makhluk pecinta damai, mereka tidak suka pertarungan jadi dia tidak akan menyerang lebih dulu. Tapi jika marah, mereka bisa menjadi sangat menakutkan," kata Yoongi sembari menyapu tangannya ke bawah dan dinding es buatannya berubah kembali menjadi salju yang langsung jatuh berhamburan di tanah.
Yoongi bergerak memegangi Jimin dan ternyata laki-laki itu gemetaran, "Aku tidak pernah menyerang makhluk suci sebelumnya" Kata Jimin
"Qilin tidak terlalu suka orang baru" Kata Yoongi menjelaskan sambil menuntun Jimin naik ke tangga, masuk ke dalam istana. Mereka berbelok tepat di ujung tangga lalu turun ke ruang bawah tanah, "Kau harus mendekatinya dulu baru boleh menyentuhnya"
Jimin bergumam benarkah? Sambil terus memegangi tangan Yoongi. Sebagai pangeran es negeri Glaciem, Min Yoongi ternyata punya tangan yang hangat, dan Park Jimin tak bisa untuk tidak menikmati kehangatan itu.
"Kalau kau minta maaf besok, dia tidak akan marah lagi" Kata Yoongi tepat ketika mereka berada di depan kamar Jimin
Jimin terdiam, masih memegangi tangan Yoongi, "Tapi kami tidak minta maaf" katanya setengah tergagap.
Yoongi mendengus tidak senang, bergumam dalam hati tentang kesombongan para peri yang terkenal. Semua orang tau bahwa bangsa bertelinga lancip itu tidak mengizinkan anggota keluarga kerajaan untuk minta maaf. Mereka menganggap minta maaf akan membuat mereka terkesan lemah.
"Terserah kau saja"
Yoongi baru akan meninggalkan Jimin yang baru saja membuka pintu kamarnya ketika pangeran peri itu memanggilnya.
"Pangeran Min"
"Ya?" walaupun Yoongi menjawab, tetapi dia tidak berbalik menatap Jimin. Berdiri di koridor sambil mendesis sebal.
"Temani aku makan malam nanti"
Yoongi tertawa kesal, tiba-tiba merasa menyesal sudah melerai pertarungan tak sengaja tadi. Yoongi berpikir bahwa mungkin harusnya dia membiarkan Draco menyembur Jimin dengan api atau menggingitnya atau apa saja, agar dia tak perlu mendengar nada perintah di kalimat laki-laki itu barusan…
"Maaf pangeran," Kata Yoongi mencoba sopan. Dia berputar pada tumit sepatunya, menghadap Jimin, "Aku bukan pelayan pribadimu"
"Kau bilang akan menemaniku selama disini"
"Tapi itu tidak berarti kau boleh memerintahku"
"Aku tidak–" Jimin tak sempat melanjutkan kalimatnya karena Yoongi sudah berbalik dan berjalan cepat di koridor dan naik ke tangga, meninggalkan Jimin yang semakin merasa bersalah.
.
Min Yoongi benar-benar tidak muncul saat makan malam dan itu membuat Jimin sedikit resah. Kali ini dia memberanikan diri bertanya, mengabaikan kesibukan Raja Min yang menyantap sepotong besar daging rusa panggang dan kentang rebus.
"Pangeran Min tidak turun makan malam?"
Raja Min menggeleng sambil meneguk jus labu, "Katanya sedang sibuk membaca. Yoongi memang tidak terlalu suka di ganggu saat sedang sibuk –jangan khawatir, pelayan akan membawakan makan malam untuknya"
"B-biar aku saja" Kata Jimin. Suaranya lebih cepat dan lebih keras daripada yang di duganya, sehingga semua orang termasuk Raja Min dan petinggi kerajaan Elvish yang juga sedang makan bersama terkesirap kaget.
"Aku yang akan membawakan makanan untuk Pangeran Min" Kata Jimin sekali lagi. dia memperbaiki posisi duduknya, lalu berbicara dengan anggun setelah berdehem salah tingkah, "Sekalian ingin membicarakan sesuatu"
"Oh ya. tentu" Raja kerajaan es itu tersenyum lebar sebelum kembali menikmati makanannya.
Park Jimin menyelesaikan makan malamnya lebih cepat, berpamitan pada Raja Min yang masih sibuk menggigiti garpu kue stroberi lalu berjalan naik ke bagian sayap kiri lantai dua istana, ke arah kamar Min Yoongi, bersama seorang pelayan yang membawakan sebaki makanan dibelakangnya.
Dia mengetuk pintu dengan pengetuk dari es berbentuk mahkota, menunggu dengan gugup saat Yoongi membukakan pintu beberapa menit kemudian.
Yoongi mendengus melihat siapa yang berdiri di depan pintu. Merasa sepertinya dia akan diusir sebentar lagi, Jimin langsung bersuara, "Ayahmu menyuruhku mengantarkan makan malam"
"Ayahku tidak akan menyuruhmu" balas Yoongi ketus.
"Baiklah. Aku yang ingin mengantarkan ini–"
"Taruh saja, aku sibuk" Yoongi baru akan menutup pintu saat Jimin menahan pintunya yang dingin.
"Aku ingin bicara –sebentar saja"
Setelah cukup lama menatap Yoongi dengan tatapan meyakinkan bahwa aku ingin bicara sesuatu yang penting, akhirnya Jimin dibiarkan masuk. Pelayan di belakangnya menaruh baki makanan di meja lalu keluar, sedangkan Jimin mengekori Yoongi yang berjalan kesudut kamar, dimana sebuah meja kerja dengan rak buku tinggi di belakangnya berada.
Yoongi duduk di kursi putar warna biru di belakang meja, mempersilahkan Jimin duduk di depannya.
"Oh, tehmu sudah dingin" kata Jimin saat melihat teh dalam mangkuk kecil di atas meja. Dia menggerakkan tangannya di atas mangkuk teh lalu teh itu kembali mengepulkan uap tipis.
Yoongi mematai apa yang dilakukan Jimin kemudian bertanya dengan nada dinginnya, "kau kemari cuma untuk menghangatkan tehku?"
Jimin menggigit bibir. Dia tidak bicara beberapa lama, membuat akhirnya Yoongi kembali berkonsentrasi pada buku yang dari tadi di bacanya, mengabaikan Jimin yang masih menggigit bibirnya.
Hening sejenak, kemudian Yoongi mendengar Jimin berkata dengan suara sangat pelan, hampir berupa bisikan, "Maafkan aku"
"Apa?"Yoongi mengangkat wajahnya, menatap Jimin tak percaya.
Jimin menelan ludah, susah payah berkata lagi, "Maafkan aku. Maaf karena aku menyerang Draco, maaf karena kau menganggap aku memerintahmu" Jimin melanjutkan tanpa memberi Yoongi celah untuk bersuara, "Aku hanya bersikap seperti apa yang diajarkan padaku sejak kecil. Kami harus bersikap sopan dan anggun di saat bersamaan, mungkin kalian menganggap sikap kami adalah kesombongan. Tapi bukan seperti itu, walaupun kami memang punya hal yang harus di sombongkan. Kami adalah penguasa alam. Tapi sungguh aku tak bermaksud menyerang Draco, juga tak bermaksud memerintahmu. Aku tak mau kau salah paham padaku jadi–"
" –Kenapa?" Yoongi bersuara keras, memotong perkataan Jimin yang panjang. Yoongi menebak pasti laki-laki itu tak bernafas saat mengatakannya.
"Apa?"
"Kenapa kau tidak mau aku salah paham?"
Jimin terdiam memikirkan jawaban untuk pertanyaan itu. Jika dipikir kembali, Jimin memang harusnya tak peduli jika Yoongi salah paham. Mereka memiliki kultur dan adat istiadat yang berbeda sehingga Jimin tak perlu merasa bersalah jika Yoongi tak menyukai sikapnya. Jimin tak perlu melanggar peraturan kerajaan dengan minta maaf pada pangeran es itu.
"Entahlah" Jimin akhirnya menjawab, "Aku hanya merasa kita harusnya menjadi teman"
Yoongi ingin sekali bertanya alasan Jimin ingin menjadi temannya, tapi akhirnya menelan pertanyaan itu dan tertawa geli.
"Baiklah," Katanya sambil menghirup teh hangat di mejanya, "Lebih baik kau minta maaf sendiri pada Draco besok. Tapi aku akan bicara padanya terlebih dahulu"
"Tak bisakah kau yang menyampaikan maafku?" Jimin bertanya setegah hati. Bagaimanapun juga, Jimin yang dari kecil tak pernah minta maaf masih tidak rela untuk minta maaf terlalu sering. Tapi saat melihat wajah datar Yoongi saat menatapnya di balik mangkuk teh, dia segera menyambung, " –Ya, tentu. Aku akan minta maaf sendiri pada Draco"
.
Warm Water, Warm Heart
Seperti yang Yoongi perkirakan, Draco sama sekali tidak mau turun dari angkasa saat melihat Jimin berjalan di belakang Yoongi, menghampirinya. Jimin menekuk bibir dan hidungnya, menatap Yoongi sambil menggaruk rambut.
"Bagaimana ini? dia tidak mau turun"
"Aku akan bicara padanya," Yoongi menjawab, terus melambaikan tangan pada Draco yang berputar putar di atas pohon membeku dekat gerbang, "Kesini kawan!"
Aku sudah bilang tidak ingin bertemu dengannya lagi, Draco memandang Yoongi lewat mata kecilnya yang berwarna hijau, memekik tidak senang pada langit lalu terbang ke arah menara pengintai istana.
"Hei ayolah," Yoongi masih melambai, mencoba menarik perhatian Qilin itu, "Turun kesini"
Aku tidak mau
"Ini perintah, tuan pembangkang. Turun kesini!" Yoongi berteriak
Aku tidak mau, tuan tukang perintah
"Waaahhhh!" Yoongi menaruh kedua tangannya di pinggang, matanya mengedip kesal lalu mulai bersuara keras-keras. Dia berbicara sambil menghadap Jimin tapi jelas kata-kata itu untuk Draco "Bajingan ini tidak mau mendengarkan perintah tuannya lagi. Baiklah. Aku akan minta ayah untuk mengganti Qilin-ku. Kurasa Gallant punya tanduk yang lebih cantik dan tidak cepat ngambek"
Tepat seperti yang Yoongi inginkan, Draco terbang cepat ke arahnya dan berputar putar di tanah saat mendarat, Dasar pengancam, kata Draco kesal. Tapi hewan itu tetap berjalan perlahan ke arah Yoongi dan mengendus rambut perak tuannya.
"Anak pintar." Yoongi berbalik, mengelus rambut yang tumbuh lebat dibagian atas leher Draco. Rambutnya berwarna sama dengan rambut Yoongi, "Kemari kawan, pangeran peri kita ingin mengatakan sesuatu"
Yoongi berbisik pada Jimin, "Ayo katakan" sedangkan Draco menahan kakinya untuk tidak menghentak tanah, hal yang selalu dilakukannya saat kesal.
"Draco, aku –um, minta maaf" Jimin mengatakannya dengan cepat. Tapi Yoongi dan Draco mendengarnya dengan jelas, mereka bahkan yakin Jimin sempat tersedak saat mengatakan itu.
Aku tidak tau bahwa peri boleh minta maaf, bisik Draco pada Yoongi (walaupun itu tak perlu. Tak ada yang bisa mendengarnya selain Yoongi)
"Memang tidak. Pangeran peri kita sedang menundukkan kepalanya untuk bisa berdamai denganmu"
Jimin tersenyum lebar yang canggung sekali. Dia mengulurkan tangannya sebagai tanda perdamaian. Draco tak langsung menyambut, dia menggoyangkan kepalanya pada Yoongi.
Sabar. Aku perlu berpikir
"Sabar. Dia sedang berpikir" ulang Yoongi. Pangeran peri itu tersenyum geli lalu mengangguk. Tapi tangannya tetap terulur, menunggu Qilin itu.
Beberapa saat kemudian, Draco mencondongkan wajahnya pada tangan Jimin, membiarkan sang pangeran peri mengelus tanduk bercabangnya. Jimin menahan pekikan senangnya, bukan hanya karena dia akhirnya berbaikan dengan Draco tapi juga ini pertama kali dia memegang Qilin. Rasanya aneh sekali; tanduknya dingin, berwarna merah api, tajam pada ujungnya. Kulit di sekitar hidungnya bersisik, berwarna abu-abu kehijauan. Sedangkan bagian kepala dan telinganya memiliki bulu halus pendek yang meggelitik tangan. Rambut di lehernya yang keperakan sangat lembut.
Aku menerimanya karena aku melihat ketulusan dihatinya, kata Draco beralasan saat Yoongi mengejeknya dengan tatapan aneh. Pasalnya Draco yang tadi sama sekali tidak mau mendekati Jimin, kini malah menikmati sapuan lembut sang pangeran di rambut lehernya, Itu juga karena tangannya lumayan hangat.
"Kau boleh menungganginya" Kata Yoongi tiba-tiba
"Apa?" Jimin terperangah, "Ti-tidak mau –bukan karena aku tidak suka kau, Draco" Jimin melanjutkan ketika melihat si Qilin mendengus tersinggung, "Tapi aku tidak pernah menunggangi sesuatu yang bisa terbang"
"Oh, tenanglah. Ini aman" Yoongi menggerakkan jarinya lalu beberapa es di bawah kaki Jimin bergerak naik membentuk tangga, membuat Jimin memekik hampir terjatuh. Draco segera memposisikan dirinya di samping tangga es sehingga Jimin bisa menungganginya dengan mudah. Yoongi menyusul naik ke atas punggung Draco, duduk di belakang Jimin.
Saat Draco mengepakkan sayapnya dan mulai berlari, Yoongi berbisik tepat di sebelah telinga lancip Jimin, "Jangan menarik rambutnya, dia tidak akan suka"
"Lalu aku harus berpegangan di mana?"
Pertanyaan Jimin tak terjawab karena dengan satu hentakan keras, Draco sudah membawa mereka berputar-putar di bawah langit pagi negeri Glaciem. Jimin memutuskan menekan pelan kedua tangannya di punggung Draco untuk berpegangan. Yoongi sendiri yang sepertinya sudah terbiasa, tidak berpegangan sama sekali, hanya beberapa kali memegangi pundak Jimin saat Draco menukik.
"Wuaahh" Jimin bergumam kagum melihat negeri Glaciem dari atas; benar-benar putih tertutup salju.
Mereka terbang semakin tinggi, dan Jimin melihat jurang yang menganga lebar di sekeliling perbatasan. Jadi Glaciem terlihat seperti kota mengapung karena dikelilingi jurang. Hal ini yang membuat Glaciem susah di masuki; mereka hanya punya satu jalan keluar-masuk. Jalan itu berupa gerbang yang tinggi sekali, terbuat dari es yang kuat dan berat. Gerbang itu tertutup, di bagian luarnya terdapat jembatan dari tanah yang panjang untuk melewati jurang, di bagian dalam terdapat hampir sepuluh pos penjagaan dan beberapa ekor Qilin.
"Apa mereka teman-temanmu, Draco?" Tanya Jimin, mengangumi para Qilin yang sedang bermain salju di bawah sana.
Begitulah. Mereka kekanakan sekali
Yoongi hampir lupa bahwa Jimin tak bisa mendengar Draco jadi Yoongi segera bersuara, "Draco bilang mereka teman-temannya"
"Oh, lihat yang berambut emas itu" Jimin menunjuk seekor Qilin berwarna agak kecoklatan dengan rambut emas dan bintik hitam di punggungnya. Qilin itu sedang beristirahat di teras pos penjaga, sepertinya sedang tidur siang. Dia sedikit lebih besar dan kekar dari Draco, tanduknya memiliki dua cabang.
"Itu Gallant. Qilin milik ayah" Yoongi memberi tau, "Dia jarang berada di istana, dia lebih suka perbatasan. Gagah ya, Gallant itu. dia yang paling tidak suka pertarungan; mundur saat diserang, menghindar saat merasa seseorang sedang mencari masalah dengannya. Dialah simbol perdamaian paling nyata. Tapi jika menyangkut keselamatan dan kesejahteraan rakyat, dia yang akan dengan berdiri paling depan membantu ayah, bertarung paling berani bersama para prajurit terpilih, pulang paling akhir saat menggenggam kemenangan,"
Jimin mendengar kekaguman di nada bicara Yoongi. Dia mengangguk lalu bergumam, "Aku belum pernah melihatnya berperang sih. Aku lebih menyukai Draco, jujur saja."
Mereka tertawa lalu Draco terbang ke arah utara, dimana gunung-gunung berselimut salju berdiri kokoh.
"disebelah sana ada gua air panas," Yoongi menunjuk kaki gunung di depan mereka, "disebelah sana aurora akan terlihat sangat jelas dan banyak" Yoongi menunjuk ke arah barat, dimana ada sebuah padang salju dengan beberapa pohon beku.
"Kau akan menyukai aurora disana" Yoongi mengambil keputusan untuk melihat belok ke barat terlebih dulu, "Belok kiri, Draco"
"Aku ingin ke gua air panas. Apa benar-benar ada air panas disana?"
"Er, ya. ada air panas" Yoongi menggaruk rambutnya, "Tapi aurora disana keren sekali, kau akan menyukainya"
Jimin menggeleng samar, "Ini masih siang, aurora tidak akan muncul siang hari. Aku mau melihat air panas"
"Aku yang tinggal disini –Aurora muncul disana jam segini," Yoongi mencebik, "Apa sih enaknya melihat air panas? Hanya ada air yang panas. Draco, belok kiri"
Jimin menghentak kakinya kesal diudara, sedikit mengenai kaki Draco tapi Qilin itu tidak marah. Mereka malah merasa Draco tidak belok kiri, dia terbang rendah menuju kaki gunung, ke gua air panas. Saat mereka tiba, Jimin turun dengan suka cita, sedangkan Yoongi mengerutkan kening kesal.
"Apa ini? kau lebih mendengarkannya? Kau baru saja berbaikan dengannya beberapa jam yang lalu dan sekarang kau lebih mendengarkannya?"
Draco melompat-lompat kecil sambil berputar di sekeliling Jimin. Pangeran peri itu tertawa kemudian memeluk kepala Draco.
Setidaknya dia menyukaiku
"Aku juga menyukaimu" Yoongi semakin kesal melihat Qilinnya tampak menggosokkan hidung di lengan Jimin.
Tapi dia tidak memuji Qilin lain di depanku. Dia lebih menyukaiku dari pada Gallant. Draco terlihat senang sekali, dia menuntun Jimin masuk ke dalam gua yang mulutnya ditutupi tirai tumbuhan rambat, meninggalkan Yoongi diluar sedang mengangkat kening dan membuka mulut tak percaya. Qilin yang sudah bersamanya sejak umur tujuh tahun, kini lebih mendengarkan orang lain yang baru saja berkenalan dengannya kemarin.
.
Benar kata Yoongi; di dalam gua itu hanya ada dua atau tiga lubang berisi air panas, uap mengepul di langit-langit gua membuatnya berkabut. Yoongi melipat tangan di dada, di belakang Draco. Jimin yang terlihat paling senang, dia tersenyum sambil berkeliling. Yoongi heran, apa yang dilihat Jimin dari dinding gua yang gelap itu, karena sang pangeran peri sudah memegangi dinding itu hampir lima menit.
"Ada batu alam di dalamnya" Kata Jimin melihat kerutan di wajah Yoongi, pangeran es itu sudah keringatan.
Batu alam? Draco si Qilin mendengus penasaran, Apa itu maksudnya berlian atau sesuatu?
"Entahlah. Jangan bicara padaku, pengkhianat" Yoongi menjawab, tubuhnya lemas seperti kehilangan cairan.
Draco mengibaskan rambutnya, Aku bicara padanya
"Dia tidak akan mendengarmu"
Draco mendengus lagi, membuat Jimin tertawa melihat mereka.
Jimin kemudian menempelkan telapak tangannya ke dinding gua, menggerakkannya seperti menarik sesuatu dari dalam dinding, sedetik kemudian beratus-ratus batu alam warna-warni muncul ke permukaan hingga langit-langit gua. Menggatung indah di atas mereka. Yoongi terpana, begitu juga si Qilin. Mereka tidak menyangka ada hal semacam ini di dalam gunung mereka, dan Jimin yang baru pertama kali datang kesana langsung menemukanya.
"Mau berendam?" Jimin menawarkan, membuat Yoongi menyeringai.
"Kau mau terbakar di dalam sana? Airnya mendidih"
Jimin tertawa, "Benarkah?" Dia lalu menggerakkan dua tangannya di atas air sekitar lima belas detik, lalu berkata pada mereka, "Aku sudah menurunkan suhunya. Mau berendam?"
Aku mau, Draco memekik senang. Walaupun Jimin tak bisa mendengarnya, tapi Jimin bisa mengerti karena Draco sudah melompat-lompat di tanah.
Sang pangeran peri tertawa, menurunkan suhu air di kolam satunya, tempat dimana Draco langsung turun dan melipat kakinya, merendam tubuhnya di air sambil menggigil.
Ini lumayan enak, bos. Kau harus mencobanya
Yoongi tertarik untuk mencoba bukan karena pendapat Draco tapi karena sekarang Park Jimin sedang melepaskan satu persatu pakaiannya; sepatu hak tinggi warna coklat kayunya di tinggalkan di tepi dinding, ikatan di rambutnya terlepas hingga semua rambutnya menggantung jatuh begitu saja hingga kepinggang, dia melepas ikat pinggang tipis warna hijau dari gaunnya. Jimin kemudian membebaskan beberapa kancing bentuk daun di dadanya, menurunkan gaun itu ke lantai batu yang lembab. Yoongi melihat kulitnya yang kuning langsat dengan otot tipis yang membentuk tubuh. Jimin menyisakan celana katun besar panjang warna putih, lalu masuk ke dalam air hangat, mendesah lega.
Jimin menatap Yoongi yang hanya mematainya dari tepi kolam, "Tidak ingin bergabung?"
Yoongi kemudian melepaskan pakaian dengan canggung; menjatuhkan jubah kebesarannya di atas batu, menanggalkan kemeja dan celana birunya dengan cepat, lalu meninggalkan sepatu bootnya. Dia masuk ke dalam kolam disamping Jimin lalu berbisik "Aku tidak terlalu suka air hangat –kau tau, aku merasa tubuhku mencair"
"Benarkah?" Jimin mengangkat tangan, membelai pundak telanjang Yoongi kemudian tertawa, "Perasaanmu saja. aku pikir kau benar-benar mencair"
Yoongi sendiri sudah mengalihkan pandangannya ke bebatuan di langit-langit gua –dan kemana saja selain kearah Jimin. Karena entah kenapa sentuhannya membuat Yoongi merinding.
"Kau yakin airnya aman? Maksudku air dari gunung biasanya mengandung belerang atau zat berbahaya" Tanya Yoongi, memecah keheningan yang sudah berlangsung sekitar lima menit karena tidak ada yang benar-benar tau harus membicarakan apa. Draco bahkan tertidur, saking rileksnya.
Jimin mengangguk yakin, "Air dimanapun yang terkena kekuatanku akan menjadi jernih –aku peri perairan, aku menguasai sungai dan hujan"
"Kita lumayan cocok" Kometar Yoongi, "Kau air, aku es"
Jimin mengangguk setuju, "Kurasa kita akan jadi partner yang baik"
"Yeah, kurasa juga begitu"
Mereka terdiam lagi. Yoongi sibuk mematai langit-langit gua yang sudah dilihatnya belasan kali, dan Jimin sibuk bermain air, dia membuat gelembung-gelembung dalam kolam juga membuat air mancur. Saat berusaha menghindar dari cipratan air mancurnya sendiri, Jimin tidak sengaja bersandar di lengan Yoongi, sehingga keduanya tiba-tiba terpaku kemudian perlahan bergerak saling menjauh.
"P-pangeran es tubuhnya memang dingin ya? padahal kita sedang berendam di air hangat" Jimin berkomentar dengan suara gugupnya.
"Yeah" Yoongi membalas, "Aku bahkan bisa membekukan kolam ini hanya dengan tubuhku"
"Astagah kau ini–"
" –mau berciuman?"
"Apa?" Jimin mengedipkan matanya, terperangah. Namun dia membiarkan Yoongi menarik pinggangnya di dalam air lalu mencium bibirnya.
"Bibirmu saja dingin" Jimin bergumam membuat Yoongi terkekeh.
"Tapi milikmu hangat"
Lalu mereka kembali melanjutkan ciuman itu. awalanya hanya kecupan-kecupan ringan, kemudian mereka mulai menggigit bibir satu sama lain, membuat mereka sama-sama tertawa dalam ciuman itu. keduanya memejamkan mata erat, menikmati lumatan di bibir masing-masing. Tangan Yoongi sudah naik turun di punggung Jimin, mendorong tubuh lelaki itu lebih dekat dengan tubuhnya sendiri.
Sementara mulut Jimin terbuka, Yoongi mendorong lidahnya masuk, bermain-main di dalam sana. Lidah Jimin menyerah pada keagresifan Yoongi, menyambut lelaki itu.
Yoongi melepaskan ciumannya saat merasakan sesuatu yang lembut dan ringan jatuh di atas dahinya, dia mendongak, melihat beberapa kelopak bunga lantana warna kuning dan ungu, juga daun-daun kecil berjatuhan dari udara.
"Astagah" Jimin menghela nafas kaget, "Itu aku –aku selalu begini setiap sedang bahagia"
Yoongi heran dengan jawaban itu, tapi kemudian dia terkekeh, menyambut Jimin yang kembali menciumnya.
Aku akan tunggu diluar, bos.
Mereka mendengar Draco keluar dari air dan berjalan kearah mulut gua, meninggalkan kedua pria itu saling melumat mulut masing-masing dengan puluhan kelopak bunga dan dedaunan juga kepingan salju yang jatuh dari udara kosong ke atas kepala mereka.
.
Invation to the Elvish
Yoongi sedang mencium Jimin di dalam kamar pribadinya saat sebuah ketukan dipintu menginterupsi mereka. Jimin cepat-cepat mengancingkan pakaiannya, mengudang decak tidak senang dari Yoongi. Mereka bersama-sama membuka pintu, Jimin menyambut dengan senyum hangat pelayan yang kini membungkuk sopan di depan pintu.
"Raja Glaciem yang agung mengundang anda di aula utama –Anda juga, pangeran Min" sambungnya melihat Yoongi akan berbalik masuk ke dalam kamar.
"Ada apa?" Yoongi menyahut malas, "Bukannya aku tidak dibolehkan ikut dalam penulisan perjanjian?"
"Jadwal penulisan perjanjiannya besok" Kata Jimin memberitau.
"I-ini hal penting, yang mulia" pelayan itu tergagap, hampir menangis. Membuat Yoongi mengerutkan keningnya lalu memutuskan menyusul Jimin yang sudah berjalan cepat di depannya.
Yoongi mendorong pintu aula utama dan membiarkan Jimin masuk terlebih dahulu. Perasaannya tidak enak melihat keenam utusan kerajaan Elvish berkumpul disana dengan pakaian perang, mereka menyambut kedatangan Jimin dengan raut kekhawatiran yang sangat kentara.
Belum sempat mereka bertanya ada apa? Salah satu utusan sudah memegangi lengan Jimin erat, "Kita diserang, pangeran. Banyak dryad dan hamadryad mati, sayap mereka hangus, pepohonaan dan sungai terbakar, banyak Elves yang terluka, para sidhe dan knockers tidak mau keluar membantu. Para Asrais, Gwageth, mermaid dan peri air lainnya hanya mau di perintah olehmu. Elvish hampir jatuh –kita harus pulang."
Informasi itu membuat Jimin shock. Dia membatu ditempat tak bisa bersuara, nafasnya cepat, matanya berair hampir menangis, "Ki-kita harus pulang" katanya sambil mulai bergerak panik, dia tidak tau harus melakukan apa, yang ada di pikirannya sekarang adalah kembali ke kerajaannya.
"Kami butuh bantuan, yang mulia" Kata salah satu utusan menghadap raja Glaciem penuh duka, "Kami tau perjanjian belum dituliskan dan sepenuhnya dibuat. Tulis apa saja keinginan Glaciem dalam surat itu –untuk sekarang, bantu kami"
Jimin berhenti panik, dia menghadap sang raja kemudian menundukkan kepalanya, "Bantu kami. Tolong"
Sang raja turun dari singgasananya lalu memeluk Jimin, "Astagah, tentu saja. kita bisa memikirkan perjanjian itu nanti. Sekarang pulanglah, aku akan mengirimkan bantuan terbaik yang bisa Glaciem berikan"
Jimin mengangguk cepat, menggumamkan terima kasih lalu berbalik pergi, bergerak meninggalkan aula utama tapi Yoongi menahan tangannya.
"Aku ikut" Kata Yoongi mantap. Dia menatap ayahnya, "Aku akan berperang bersama Elvish, yah, berikan restumu"
Sang raja terdiam, dia menatap putera satu-satunya yang kini berdiri mantap di depannya sambil menggenggam erat tangan sang pangeran peri. Dia tidak benar-benar ingin melepaskan anaknya ke medan perang begitu saja, namun dia bersuara sambil mengangguk satu kali, "Kuberikan restuku"
Yoongi menghela nafas lega, "Terima kasih, yah" lalu tersenyum menguatkan pada Jimin.
Sebelum mereka semua pergi dari aula itu, raja Glaciem memanggil mereka untuk berkumpul sejenak di depan pintu, "Ini yang harus kalian lakukan" katanya, "Min Yoongi, aku ingin kau mengaktifkan perisai es di atas negeri kita agar tak ada yang bisa menerobos masuk lewat udara –tak akan lama, hanya sepuluh menit" katanya pada Jimin, "Amankan siapapun yang kau rasa terluka parah tak bisa berperang ke dalam Glaceim. Amankan juga baginda ratu, perempuan dan anak-anak. Mereka bisa bersembunyi di sini. Aku akan menyiapkan pasukan –kau pemimpin pasukan Glaciem, Min Yoongi– juga stok makanan kesana. Kalian mengerti?"
Mereka semua mengangguk kemudian berlari masuk ke dalam kereta. Jimin memeluk raja Glaciem dan mengucapkan terima kasih sekali lagi, dia berbisik, "Aku akan melapiskan mantra pelindung di perisai Yoongi untuk Glaciem" membuat Raja Min mengangguk.
Mereka mendengar derap kuda dari kejauhan, dan saat mereka menoleh, Draco sudah berdiri di samping kereta, Butuh tumpangan, bos?
Yoongi memeluk ayahnya satu kali kemudian menarik Jimin menghampiri Draco, "Kalian pergilah dengan kereta," Kata Yoongi pada utusan Elvish, "Pasukan pertama akan mengawal kalian. Aku dan Jimin harus membuat perisai dulu di dalam sini, kami punya tumpangan –pergilah"
Keenam utusan Elvish pergi dengan dua kereta yang ditarik oleh kuda, sedangkan Yoongi dan Jimin naik ke punggung Draco lalu meluncur naik ke angkasa.
Sang raja menatap kepergian anaknya dengan berat hati, dia menarik keluar sebuah kalung dengan liontin cincin emas dari balik jubahnya, menggenggam cincin itu erat kemudian berbisik pada langit yang perlahan tertutup perisai es dan mantra alam, "Tolong jaga putraku"
.
.
To be continued
A/N::
Maafkan keautisan (?) cerita yang tiba-tiba muncul ini. rencananya bakal di publish bareng FF lain, tapi saya memutuskan akan publish yang sudah selesai lebih dulu (walaupun sebenarnya Frozen Flower juga belum kelar. hehe) FF lain dalam perjalanan, semoga mereka sampai dengan selamat.
Happy reading ya~ Semoga kalian menikmatinya.
Ninggalin review gapapa kali ya~
.
Deep bow, Red Casper
