Sebelum baca cerita ini, dianjurkan membaca 'Cius? Si tsundere is Gumiho.'
Chap. 1 Reinkarnasi dan Kematian yang Menyedihkan
Waktu terus bergulir. Membawa masa-masa yang terlewati menjadi kumpulan memori kenangan manis dan pahit. Membawa jiwa raga dalam kawasan adaptasi baru yang mengubah segalanya. Hidup memang begitu, terus bergulir bagai roda yang tak berhenti berputar. Seperti langit yang tak selamanya biru, terhias awan ataupun lembayung jingga yang mengelokannya.
Mata bambi itu perlahan terbuka dari keterpejamannya. Atap plafon berwarna cream memenuhi pandangannya. Membuat bibir tipis berbentuk penuhnya tersenyum kecil.
Ada kenangan yng menyeruak ke otak, mengalirkan tiap rincian kejadian yang lalu tanpa cacat sedikitpun.
Tangan kurus namun kekarnya terangkat, menyentuh jantungnya yang bertalu tenang. Ia tak percaya jika semua ini dapat terlewati dengan begitu ringan. Apa karena sekarang ia tak sendiri? Sebesar itukah arti eksitensi seseorang bagi hidupnya?
"Kau sudah bangun?" pelukan erat di pinggangnya dan ciuman penuh endusan dipipinya membuat Changmin terpejam. tangannya kembali terangkat dan...
Plak!
"jangan perlakukan aku seperti itu hyung!" teriakan di pagi hari untuk mengetes kualitas vokalnya sungguh sangat meramaikan ruang-ruang apartemen itu.
Changmin beranjak berdiri, mata bambinya menatap waspada penuh keanarkisan sosok lelaki yang masih mengadu sambil mengelus bahunya yang mendapat sapaan di pagi hari. Dari balik selimut yang menutupi bagian pinggang hingga ke bawah tubuh lelaki itu, changmin tahu lelaki itu tak terbalut kain satupun. Sama sepertinya saat ini.
"Aw Chwang, ini sangat sakit. Dan hey kenapa bertelanjang? Ingin menggodaku?" Changmin mendengus mengejek mendengar pertannyaan konyol itu.
Dengan sembarangan diambil dan dipakailnya boxer yang tidak jauh dari kakinya. Setelahnya, tubuh yang hanya menggunakan boxer yang hanya mampu menutupi setengah pahanya itupun menjauh ke arah pintu kamar. Tadi malam memang tak terjadi apapun, hingga langkahnya sama sekali tak kesulitan. Changmin dan lelaki itu memang sangat suka tidur bersama dalam keadaan telanjang.
MyMy
Kadang sebuah rahasia itu sukar terungkap, tapi juga ada rahasia yang hanya dengan sekerjapan mata segera terungkap. Banyak perbedaan, banyak persamaan, hingga membuat pro dan kontra dalam mengungkapkan rahasia sangat berwarna.
Changmin menyadari semua itu. Hidup dalam selang waktu yang lama mengungkap segalanya. Kadang ada rasa bosan, sebuah rasa yang menimbulkan keinginan mengakhiri segalanya. Tapi keinginan itu seolah lenyap lewat kehadiran sosok itu.
Suara nyaring dari mesin kopi yang mengalirkan zat caffein ke dalam mug membuat Changmin tersadar, dengan senyum kecil dihampirinya mesin dan dimatikannya. Mug porselein berisi kopi hangat yang mengepulkan asap, membuat Changmin tak tahan untuk tak segera meminum kopi hangat itu.
Aktivitas meminum kopi yang sangat hikmat itupun terganggu, saat sepasang tangan memeluk punggungnya dari belakang. Tangan sosok itu melingkar erat di perutnya membuat Changmin dapat merasakan punggung telanjangnya menempel erat tanpa penghalang apapun dengan dada rata orang itu.
"Gezz Yunho hyung, kenapa kau berulah lagi?" gerutuan itu terlontar karena si lelaki bermata bambi hampir saja tersedak kopinya.
Lelaki yang memeluknya dari belakang—Yunho tampak tak peduli. Dengan wajah seolah tanpa dosanya, diendusnya tiap sisi leher panjang Changmin. Tengkuk nya yang menyerbakkan feromon, sangat disukai Yunho.
"Hyung!"
Yunho tetap tak memedulikan protesan itu, disingkirkannya Mug ditangan Changmin ke meja. Dengan mata sayu yang menyiratkan makna tajam, digenggamnnya sisi kanan wajah Changmin dan diarahkannya ke wajahnya lalu diciumnya bibir yang sangat suka memprotesnya itu.
Mata bambi Changmin tetap terbuka, hingga pandangannya jatuh pada mata musang yang menatap sayu kearahnya. Ada kilatan kesedihan di mata itu yang membuat Changmin dengan segera membalikan badan yang disambut pelukan erat oleh tangan kekar yang melingkar di perutnya.
Tangannya yang menawarkan kenyamananpun memeluk bahu tegap itu. Menawarkan ketenangan. Protesan tertahan diujung lidah. Mata yang tadinya tersirat penolakan perlahan menyendu dan terpejam.
Semuanya tak seindah itu. Kenapa ia terus mencoba melupakan hal penting ini? Pilihan yang penuh konsekuensi dengan prinsip dan paham yang terluka adalah kesedihan tiada batas. Changmin memang tahu tapi ia mencoba mengabaikannya. Ia tahu, Yunho sangat menyesal. Lelaki itu tak sekali ingin mati, namun selalu tertahan oleh bayangan dirinya—changmin yang bersedih sepanjang hidupnya. Yunho selalu memikirkan semuanya, itulah kelebihan serta kekurangan lelaki itu. Apa Changmin terlalu egois?
Kecapan kuat di belah bibirnya, membuat lelaki bermata bambi itu membuka celah bibirnya. menyambut bibir bawah tebal yang dilumatnya keras. Bibir bagian atasnya pun tak kalah dilumat membuat bagian tengah bibir atasnya itu semakin menonjol.
Decakan dan kecapan yang tak terelakan. Dua lidah yang keluar dari sarangnya. Terus berlanjut hingga saliva yang bercampur jatuh menuruni dagu. Dengan penutup akhir ciuman lembut dibibir hati itu, Changmin menjauhkan sedikit wajahnya.
Mata bambi yang terpejam terbuka hingga kembali bersitatap dengan mata musang yang di iris hitamnya menyimpan banyak luka. Ada banyak rahasia yang tak diberitahukan lelaki itu padanya. Seolah tersimpan dan rasa sakitnya dinikmati sendiri. Namun Shim Changmin adalah orang yang tahu segalanya, hanya lewat tatapan mata rahasia-rahasia Yunho begitu mudah terungkap.
"Changmin..." suara itu membuat Changmin terkekeh geli, matanya menatap penuh pengertian ke Yunho.
"Kau tak bosan menciumku terus hyung?"
"Bagaimana aku bisa bosan! Menciummu itu sangat menyenangkan." Suara Yunho yang kembali bersemangat membuat hati Changmin menghangat. Ia memang tak bisa menyembuhkan luka permanent itu, tapi Changmin bisa mengalihkannya.
"Aw, gombalanmu tak mempan."
Poutan Yunho karena jawabannya membuat Changmin tertawa, digeplaknya bibir Yunho hingga lelaki itu mengaduh sembari memegangi bibirnya.
"Biar bibirmu kembali ke bentuk semula hyung!"
"Changminie! Waeyo? Bibirku ini aset memanjakanmu! Jangan main tangan begitu!"
Changmin menjawab protesan itu dengan dengusan menahan tawa. Mata bambi yang menyipit manis membuat Yunho tak tahan untuk tak tersenyum. Bibir hati yang sebenarnya masih berkedut-kedut itu menarik tiap sudutnya membentuk kurva senyuman tulus yang mendesirkan hati.
Pelukan yang selanjutnya diterima Changmin dari Yunho membuat Changmin mengubah raut wajahnya menjadi tak terdefinisi. Sejumput rambut Yunho yang menyentuh tengkuknya dan bibir lembab basah yang mengecup pelan tulang selangkanya, semuanya... ia tahu apa artinya.
'Apa kau sangat menyesal Yunho hyung? Pasti sangat berat ya hyung? Apa hatimu sangat terbebani? Apa aku salah memaksamu disisiku?' ribuan pertanyaan berkecamuk di otak Changmin. Tapi tak ada yang pernah tersampaikan lewat bibirnya.
"Hey Changmin, aku merasa sangat takut." Suara yang hampir tak terdengar itu membuat Changmin tersenyum kecil. Mata bambinya menatap ke arah jendela yang membingkai pemandangan trotoar yang dipenuhi pejalan kaki.
"Apa yang kau takutkan hyung?"
"Kehilanganmu."
Satu kata yang menyiratkan ribuan arti yang tak tersampaikan.
Changmin tersenyum tulus, matanya terpejam barang sejenak.
"Aku juga takut hyung."
"Kau takut kehilanganku?"
"Penyesalanmu."
Keheningan terjadi beberapa saat, Changmin bisa merasakan pelukan lelaki beriris hitam itu semakin mengerat pada tubuhnya.
"Kau ingat beberapa abad yang lalu hyung? Saat dimana Untuk pertama kalinya aku melihat wajah menyesal dan penuh lukamu. Itu membuatku benar-benar merasa..."
"Itu adalah hal terbodoh yang pernah ku lakukan. Karena itu membuatku hampir kehilanganmu."
"Hyung aku..."
"Changmin, jangan pikirkan itu lagi. Lupakan okey?"
'Tapi kau selalu memikirkannya hyung. Kau tak bisa membohongiku.'
"Mianhae."
Yunho membiarkan lelaki dipelukannya melepaskan diri dan melangkah pergi ke arah kamar mandi. Wajah tampannya tak menampilkan ekspresi apapun.
"Changmin, hati itu bagaikan sebuah batang pohon hidup. Setiap goresan dalam akan kekal dibatangnya. Walau sel-selnya terus tumbuh dan membelah. Namun goresan yang menembus kulit pohon akan tetaplah membekas. Tak bergetah dan menganga lebar seperti diawal. Namun terus terasa seolah itu baru saja berlalu."
Changmin bisa mendengar lirihan Yunho dibalik pintu kamar mandi yang tertutup. Matanya semakin berkilat.
"Yunho hyung, kau harusnya tahu pengalaman adalah guru yang terbaik. Rasa terluka bukanlah alasan utamanya. Namun pengecewaan akibat itulah yang memvonis segalanya. Rasa terluka dihatimu tak pernah kau pikirkan, tapi rasa karena telah mengecawakan banyak oranglah yang menghantuimu."
FlashBack, beberapa abad dari waktu sekarang
Changmin tersenyum bahagia, musim semi telah tiba. Bunga-bunga bermekaran dengan pepohonan rindang yang memenuhi mata. Segalanya terlewati sempurna. Tangan yang memeluk tubuhnya adalah nyata, helaan nafas teratur di tengkuknya bukanlah ilusi semata.
Ia dan Yunho benar-benar bersama. Dan mereka menikmati indahnya musim semi bersama di teras sempitnya.
"Yunho." Intrupsi seseorang menghancurkan ketenangan itu.
Changmin bangkit dari keadaaan berbaringnya hingga terduduk, dibiarkannya Yunho tetap tertidur di sampingnya.
"Siapa?"
"Bisakah kau membangunkan Yunho? Aku ingin berbicara dengannya." Changmin tak menjawab, diperhatikannya penampilan wanita itu. Hanbook yang terbuat dari sutra, batu giok indah yang tergantung diikatannya, dan beberapa abdi yang mengawalnya. Bukan wanita biasa.
Changmn ingin mengusir wanita itu, tapi tatapan matanya begitu memohon membuatnya menghela nafas kesal.
Dengan sedikit tak rela Changmin mendekatkan diri ke Yunho yang tertidur dengan posisi lucu. Mulutnya sedikit terbuka dengan dengkuran pelan.
Di kecupnya pelan bibir terbuka itu tanpa peduli ada orang lain disekitarnya. Changmin sedikit punya prasangka buruk jika wanita asing ini akan membuat Yunho menjauh darinya.
"Changmin..." lirihan serak khas bangun tidur membuat Changmin tersenyum hingga matanya menyipit.
Pelukan erat yang kemudian didapatnya beserta tubuhnya yang digulingkan hingga berada dibawah lelaki yang dicintainya membuat Changmin menghilangkan senyumnya berganti merengut ingin menggampar Yunho.
"Changmin.. kenapa membangunkanku." Ciuman gemas di kedua pipinya dari Yunho membuat Changmin malu sendiri. Dengan kesal didorongnya bahu Yunho anarkis dengan kaki yang siap menendang kuat.
"Yunho-yah..." lirihan bernada tak percaya itu menghentikan pergerakan mereka.
Changmin bisa melihat mata musang diatasnya yang terbelalak kaget disusul tubuh lelaki itu yang bangun dari keadaan menindihnya. Tubuh Yunho yang berbalik memunggunginya membuat Changmin merasakan perasaan gelisah tanpa sebab. Mata bambinya yang menyayu menatap dalam wanita asing yang menatap kekasihnya.
"Yang mulia ratu, apa yang anda lakukan disini?"
"Yunho-yah... bisakah kita berbicara empat mata?" lirikan wanita itu kearahnya membuat Changmin tahu jika ia tak diizinkan mendengarkan.
"Ah tapi..."
"Tidak apa-apa hyung, kalian masuklah ke dalam. Aku akan tetap disini."
Changmin tidak tahu ini keputusan yang benar atau tidak. Tapi semoga tak terjadi hal buruk seperti dibayangannya.
Yunho menatap penuh tanya wanita yang duduk dihadapannya. Sudah lama mereka tidak bertemu, dan Yunho tak mengelak jika wanita yang sekarang telah menjadi istri sahabatnya itu semakin cantik.
"Ada apa yang mulia permaisuri datang kehadapan hamba?" pertanyan itu di selingi nada bercanda antar kawan lama, membuat wanita yang ada dihadapan Yunho tersenyum.
"Moos—ah maksudku Yunho-yah sudah lama kita tidak bertemu." Yunho menanggukkan kepala.
"Aku sudah mendengar semuanya dari Rin. Dan jangan memanggilku seperti itu, entah bagaimana aku tetap geli apalagi jika kamu yang memanggilnya."
"Tidak sopan rasanya jika aku melakukan itu yang mulia..."
"Yunho-yah, tolong? Kita hanya berdua disinikan?" mata belo dengan iris hitam yang memandang memohon membuat Yunho menghela nafas karena tak kuasa menolak.
"Baiklah Doha-yah."
Wanita itu tersenyum senang, wajahnya sejenak membuat Yunho terpaku dan segera mengalihkan pandangan.
Apa rasa itu masih ada?
"Yunho-yah apa pemuda tadi yang membuatmu mengirimkan surat pengunduran diri?" pertanyaan itu membuat yunho kembali menatap wanita itu.
"Aku rasa kau sudah tahu segalanya Doha-yah, aku tidak perlu menjelaskan apapun."
"Yunho-yah ini salah..." genggaman tangan pada jemarinya, membuat Yunho menunduk menatap genggaman itu.
"Aku memang tidak tahu sebenarnya apa yang terjadi, tapi ini benar-benar salah Yunho-yah. Aku tidak percaya kau mengundurkan diri karena hal gila ini. Bukankah mengabdi pada istana cita-citamu?"
Yunho tetap diam, tak menjawab.
"Yunho-yah, mungkin aku memang terkesan sangat ikut campur. Tapi apa kau sadar? orang yang kau cintai itu segender denganmu. Kau bilang kau kesepian bukan sebagai Mooseok? Yunho-yah kenapa kau berpikir begitu? Kau masih punya aku dan Rin. Juga ada masih banyak lagi orang yang peduli denganmu. Apa kau berpikir hidup dengan anak muda itu dapat melepaskan kesepianmu? Apa kau pikir bisa hidup bahagia dengannya? Kalian segender dan tidak mungkin memiliki keturunan, apa kau yakin tidak akan lebih kesepian tinggal hanya dengannya, jika denganku dan Rin saja kau kesepian? Yunho-yah... tolong pikirkan baik-baik."
Yunho tetap diam, namun perlahan tangannya melepaskan genggaman tangan Doha di jemarinya.
"Doha, aku rasa tak ada yang perlu dibicarakan." Yunho beranjak berdiri dan akan beranjak pergi sebelum perkataan Doha membuatnya menghentikan langkah.
"Yunho, aku dan Rin sangat merindukan Mooseok kami. Yang teguh pada prinsipnya, dan sangat tahu mana yang baik dan benar. Aku percaya jika ini juga yang diinginkan adikmu, melihatmu di jalan yang benar, dan bahagia dengan segala cita-citamu yang kau raih dengan susah payah. Jangan sia-siakan hidupmu Yunho-yah."
Genggaman tangan itu mengerat, mata musang milik Yunho menatap kedepan dengan sorotan kosong seolah banyak memori yang melintas di benaknya. Kebersamaannya dengan sang adik, kenangan terakhirnya dengan adiknya itu, kebersamaannya dengan Rin dan Doha. Lalu... airmata Changmin, kilatan terluka... senyum menentramkan hati yang perlahan menghilang... semua pilihan begitu penuh konsekuensi yang memberatkannya.
Yang Yunho tak tahu, dibalik dinding tipis rumah kecil itu. Changmin mendengar semuanya.
MyMy
Changmin mengelus bulu rubah didepannya. Wajahnya mendongak menatap awan yang bergerak pelan di langit. Ia tak ingin mendengar pembicaraan itu, tapi kesensitifan telinganya bukan kuasanya.
Mata bambi itu terus terpaku pada langit. Sebelum senyum miring menghias wajahnya.
"Pabo nomor dua, apa menurutmu aku terlalu berharap? Kau tahu? Rasanya kesal sekali. Kalau bisa, aku ingin membunuh semua orang yang membuat si Hyung pabo nomor satu itu meragukanku." Rubah yang diajak bicara itu hanya diam, mata besarnya yang menyeramkan menatap tajam wajah Changmin.
"Kau menyetujuinya? Kau memang benar-benar pabo! Hyung tak akan ragu lagi meninggalkanku jika aku melakukannya."
Rubah itu tetap memandang tajam, sebelum mendekatkan wajahnya dan menjilat pipi Changmin. Membuat Changmin menoleh dan menatap mata bulat tajam penuh kebuasan itu. Mata yang menyiratkan kepastian jika semuanya baik-baik saja.
"Jangan lakukan apapun." Rubah itu tampak kembali tak peduli, ia membalikan badan dan dengan keempat kakinya berlari pergi memasuki hutan.
Krek!
Suara pintu yang digeser membuat Changmin mengalihkan pandangan ke wanita asing yang keluar dari kediamannya. Yunho yang tak mengikuti wanita itu membuat kening Changmin berkernyit.
"Yunho ada di dalam." Pandangan wanita itu yang sangat intens memerhatikan penampilannya membuat Changmin merasa tak nyaman.
"Permisi." Kepergian wanita itu dengan para dayangnya tak dipedulikan Changmin dengan repot mencari muka, ia kembali duduk di teras dan memerhatikan pergerakan awan diatas sana. Semilir angin yang menerbangkan rambutnya yang tergerai bebas membuat Changmin memejamkan mata.
"Aku mungkin tidak bisa bertahan." Lirihan yang begitu pelan, hingga tertelan gemuruh angin.
Beberapa saat terlewati dengan begitu lambat. Keabsenan Yunho yang terlarut dalam dilemanya membuat Changmin merasa benar-benar asing. Changmin sudah terbiasa di dekat Yunho.
Di beberapa bulan purnama ini bahkan mereka lewati dengan saling bercanda, pelukan dan sesekali ciuman.
"Arrrrrghhhhhhht!" teriakan kesakitan dari arah hutan membuat Changmin terlonjak kaget. Suara pintu yang di buka kemudian, dan sosok Yunho yang berlari pergi ke sumber suara membuat Changmin segera berdiri dan mengikuti Yunho.
Sebenarnya apa yang terjadi?
Pemandangan didepannya benar-benar tak bisa dipercaya Yunho. Beberapa mayat tercabik telah terkapar tak bernyawa. Menyisahkan sosok sahabatnya—Doha yang terluka dengan tangan yang menahan Moncong Rubah diatasnya agar tak mengoyak lehernya. Bahu kecil sahabat perempuannya itu terlihat penuh darah karena kuku-kuku tajam sang rubah.
"Hentikan." Suara Yunho penuh getar rasa tak percaya. Bagaimana bisa rubah yang dianggap Changmin adiknya begitu juga Yunho melakukan ini? Bagaimana bisa berani melukai sahabatnya?
Rubah itu tampak tak peduli, ia semakin membenamkan kuku panjangnya ke bahu yang terlihat sangat rapuh itu hingga darah semakin banyak mengalir. Membuat Yunho semakin menatap tak percaya.
Changmin menatap keadaan wanita itu datar. Namun matanya berubah penuh kilat tak terdefinisi saat melihat tubuh terpaku Yunho yang tangannya tergenggam kuat menahan amarah.
"Hentikan."
'Jangan membuat ini semakin sulit dengan tindakan bodohmu rubah bodoh tidak punya otak!'
Perintah singkat dari Changmin segera dituruti sang rubah, membuat binatang berbulu kecoklatan itu meloncat dari tubuh wanita yang telah kehilangan kesadaran. Dan dengan tubuh yang semakin dirundukan terlihat takut-takut, rubah itu menghampiri Changmin yang berada di belakang Yunho. Yunho yang melihat hal itu segera berbalik hingga tatapannya bertemu tatapan changmin.
Rubah yang mengusap penuh ketakutan ke kakinya membuat Changmin mengigit bibirnya.
'Aku ingin membunuhmu, tapi ini tak sepenuhnya bahkan merasa senang melihat keadaan wanita itu. Jadi pergilah, Yunho terlihat sangat marah."
"Changmin, kenapa kau melakukan ini? Kenapa kau menyuruh rubah itu untuk..."
Yunho memang sangat suka menghakiminya, tapi Changmin tak menyalahkan itu. Langkah mendekat diambil Changmin mendekati Yunho saat rubah kecokelatannya telah berlari pergi.
"Changmin, aku berhak marah karena ini. Aku benar-benar tidak mengerti, wanita ini bukan orang jahat! Dia sahabatku. Kenapa kau melakukan ini Changmin-ah?!"
"Apa aku diijinkan membela diri hyung?"
Changmin menggenggam tangan Yunho yang terlihat tegang dan penuh tonjolan urat yang semakin nampak kepermukaan kulit. Namun yang didapatkan Changmin, sebuah sentakan hingga genggaman itu terlepas dan Yunho berbalik menghampiri tubuh wanita yang kehilangan kesadaran.
Dari awal Changmin tahu, pembelaan dirinya pasti percuma.
Sebelum ia berbalik pergi kembali ke gubuk bekas tempat pegasingannya, mata Changmin berkilat tidak suka melihat Yunho yang melangkah pergi dengan wanita itu di gendongannya.
Apa yang kau harapkan? Changmin mengejar Yunho yang terang-terangan mengabaikannya? Changmin tidak akan melakukan itu. Dari awal saat Changmin memutuskan membagi jalan takdirnya, Yunho adalah lelaki bebas tanpa tuntutan. Berhak meninggalkannya walau mereka terikat. Bahkan Yunho bisa hidup dengan orang lain jika lelaki itu memang ingin. Walau pasti sulit karena keterikatan mereka melukai hati lelaki itu, tetapi lelaki setangguh Yunho pasti dapat bertahan jika memang itu keputusannya.
Hingga Changmin dengan perlahan dan penuh kesiksaan akan mati karena kekekalannya yang semakin terkikis. Semakin Yunho mencoba menjauh dan mengabaikannya, maka semakin pendeklah umur Changmin. Bola kehidupan yang telah terbagi dua adalah bola rusak yang begitu rapuh untuk menjadi abu. Semakin jauh jarak memisahkan setiap bagiannya, maka semakin terkikislah bongkahan itu.
Semakin kecil hingga lama kelamaan hilang, habis seluruhnya menjadi debu. Yunho tak akan mati, lelaki itu akan sebebas sebelum bertemu Changmin. Berbeda dengan si bambi yang akan mengikuti jejak kelerengnya.
Jadi jalan takdir mana yang akan dipilih Yunho? Kebebasannya atau kebersamaannya dengan Changmin yang tak bisa memberikan apapun?
MyMy
Hari terus berganti, beberapa musim terlewati tanpa terasa hingga penghujung musim gugur didepan mata. Changmin tak pernah bosan, dari matahari memunculkan diri hingga kembali ke peraduannya ia akan duduk di teras rumahnya menatap pepohonan yang menggugurkan dedaunan dengan benak yang dipenuhi memori kenangan hidupnya yang tak singkat.
Changmin tak pernah lupa berburu, rubah kecokelatan yang selalu bersamanya di hidupnyapun tak absen membawa hewan buruan untuknya. Tapi Changmin rasa segalanya percuma, hampir setahun Yunho tak pernah kembali. Changmin bisa merasakan tubuhnya yang semakin rusak dari dalam, wajahnya yang kian hari kian memucat dan pipinya yang semakin tirus. Semuanya tanda hidupnya tak lama lagi.
Changmin tak menampik, hatinya begitu terluka. Yunho kembali mengingkari janjinya. Dan hal itu membuat Changmin terkadang meragukan, apakah Yunho mencintainya? Apakah Yunho menganggapnya orang terpenting di hidupnya? Seperti arti Yunho bagi Changmin selama ini?
Jilatan dipipinya membuat Changmin tersadar dari lamunannya. Mata coklatnya yang tak sependar dulu menatap rubah yang seperti adiknya itu dengan senyum kekanakan yang menyiratkan jika semuanya baik-baik saja.
"Tenang saja Pabo nomor dua, Yunho pasti kembali. Bukankah aku rumahnya?" itu hanya penghiburan untuk diri Changmin. Changmin hanya ingin menghibur dirinya yang terjebak pada kata-kata manis lelaki pembohong yang sangat dicintainya itu.
Rubah berbulu kecoklatan itu kembali menjilat pipinya, membuat mata bambi Changmin semakin kehilangan pendarnya.
"Aku ingin menangis, rasanya lelah sekali. Tapi itu adalah tindakan bodoh dan tak berguna." Walau berkata demikian, Changmin tetap meneteskan airmata. Hanya satu tetes, dan segera dihapusnya.
"Dulu aku ingin tertawa terbahak saat ibuku mati meninggalkanku karena cinta yang menjebaknya pada seorang lelaki haus kekuasaan. Tapi sekarang aku merasakannya, aku terjatuh pada lelaki pembohong." Rubah yang menggesekkan moncongnya ke perutnya membuat Changmin terkekeh.
"Mati disaat kau dalam pengharapan karena seseorang adalah hal yang sangat menyiksa dan menyedihkan. Dari awal harusnya aku tidak membuat Yunho hyung terjebak padaku. Tapi anehnya tak ada penyesalan dihatiku. Aku bahkan akan terus mengulanginya walau diberi kesempatan untuk memperbaiki."
Changmin beranjak berdiri, mengambil kelinci—hasil buruan si rubah yang tergeletak di dekat kakinya.
"Ibuku pernah bilang, jangan pernah Mati dalam pengharapan cintamu kembali. Tetapi aku dengan bodohnya dalam posisi itu. Ibu pasti tidak akan senang, dan akan memukulku di Akhirat nanti. Kekeke tapi aku harap ibu senang karena sebentar lagi akan bertemu denganku." Ucapan itu penuh nada humor dan seolah hal menyenangkan akan terjadi, namun tak sesuai maknanya yang begitu menyedihkan.
Changmin mungkin tak akan pernah tahu dan menyadari, jika rubah kecoklatan yang mendengarkan semua curahan hatinya itu ikut meneteskan airmata di belakang punggungnya.
MyMy
Yunho merasa hidupnya tak tenang. Sebagian dirinya terus memberontak ingin bertemu Changmin. Hidupnya seolah tak lagi nyaman dan tentram. Bahkan dalam tidurpun Yunho tak pernah mendapatkan ketenangan, bayang-bayang wajah Changmin memenuhi otaknya. Rasa ketakutan dan bersalah seakan membludak memenuhi tiap rinci hidupnya.
Bagaimana keadaan Changmin saat ini? Apa lelaki itu baik-baik saja?
"Mooseok-ssi, kau baik-baik saja?" sentuhan seseorang di lengannya membuat Yunho menoleh dan menatap wajah gadis oriental yang beberapa waktu ini menemaninya ditengah kesendiriannya. Gadis yang dikenalkan Doha saat wanita itu telah sadar dan keadaannya membaik. Gadis yang merupakan anak dari salah satu menteri kerajaan.
"Aku baik-baik saja Nona, apa tidak apa anda ke kediaman saya? Ini pasti akan menimbulkan presepsi buruk banyak kalangan."
"Kenapa harus dipikirkan? Aku mau kok jadi istri Mooseok-ssi." Gadis itu memang sangat blak-blakan, membuat Yunho tak nyaman dan dengan lembut melepaskan jemari lentik yang berada di lengannya.
"Maaf saya ada urusan."
Yunho tak pernah bisa memulai dengan orang lain. Hatinya seolah terkunci hanya untuk satu sosok. Changmin... lelaki yang selalu memberinya ketenangan dan kenyamanan. Yunho sangat merindukan lelaki itu. Waktu tak pernah bisa menghapus kerinduannya. Rasa itu seolah kian bertambah. Rasa cintanya pada Changmin benar-benar membuat Yunho tersiksa namun tak bisa melakukan apapun.
Yunho merasa bersalah, ia terus meragu pada keputusannya. Tapi... bayang-bayang kekecewaan semua orang memenuhi benak Yunho. Apalagi adiknya, Yunho melupakan hal penting melebihi cita-citanya ini dan Doha berhasil mengingatkannya. Yunho memang bukan lelaki egois, dan adiknya yang telah meninggal adalah kelemahan terbesarnya. Yunho tak bisa membuat adiknya tak tenang di akhirat sana.
Argh! Yunho memegang dadanya, rasanya sangat sakit. Ia segera ke pohon terdekat. Dan memuntahkan sesuatu yang seolah ingin keluar dari tubuhnya.
Darah yang bercampur dengan serpihan-serpihan kecil bercahaya yang perlahan meredup dan berubah menjadi pasir membuat mata musang itu terbelalak menatap pada apa yang dimuntahkannya itu.
"Kenapa perasaanku sangat buruk? Changmin..."
Perpisahan semakin dekat, dan tinggal menunggu waktu takdir memainkan perannya. Hey Yunho-yah... apa kau siap menerima kejutan takdir?
Semakin hari, rasa gelisah semakin memenuhi pikiran Yunho. Akhir-akhir ini ia selalu memuntahkan hal yang sama. Membuatnya merasa jika ada hal tak baik yang akan datang di hidupnya. Dengan perasaan tak enak akhirnya Yunho beranjak. Ia sudah memutuskan akan melihat keadaan Changmin,setidaknya untuk terakhir kalinya. Yunho sangat khawatir tentang kondisi Changmin setelah perpisahan sepihaknya. Ia sangat mencemaskan bambinya.
Sebut Yunho pembohong karena tak menepati janjinya pada Changmin, tapi Yunho benar-benar tak berniat seperti itu. Kekecewaan Doha, Rin, taman-temannya dan yang terpenting adiknya benar-benar memberatkan Yunho. Ia tak mungkin memilih satu orang diatas banyak kekecewaan banyak orang. Tak akan ada kebahagiaan untuk itu.
Tapi apa Yunho lupa jika Changmin telah menyuruhnya meninggalkan si bambi namun ia bersikeras disisinya?
Apa Yunho lupa jika ia berkata tak akan menyesali apapun yang terjadi?
Apa yunho lupa jika ia berjanji akan terus disisi Changmin?
Dan apakah Yunho lupa, semenjak malam penyatuan takdir mereka maka Changmin tak akan pernah bisa hidup terpisah jauh darinya?
Langkah panjang Yunho ambil menuju kandang kudanya, ia benar-benar harus tahu bagaimana keadaan Changmin. Terlalu terpaku pada tujuannya membuat Yunho tak menyadari jika ia telah melewati Doha yang berjalan dengan gadis yang dikenalkan kepadanya.
"Yunho-yah!" yunho tak mendengar, lelaki itu bahkan mulai berlari pergi membuat senyum Doha memudar.
"Jadi... ini pilihanmu Yunho-yah?" kekecewaan dan kesedihan jelaslah terlihat di ekspresi Doha.
"Mooseok-ssi mau kemana yang mulia?"
"Dia menuju ke sumber kehancurannya."
'Hey Yunho, kau telah memilih jalan yang benar. Tapi kenapa kau kembali menoleh ke belakang? Kembali meragu? Dan terjebak pada labirin Cinta terlarangmu. Aku tahu bagaimana cinta itu, karena akupun merasakannya pada Rin. Tapi Yunho-yah... cinta itu tidak pernah melukai, apalagi menyudutkanmu pada persimpangan penuh dosa. Kenapa kau kembali ke jalan tidak benar Yunho-yah?'
Hey Doha, apakah kau lupa? Itu adalah presepsi Cinta buatmu. Bukan Yunho ataupun orang lain yang merasakan cinta. Bahkan Rin yang mencintai dan dicintaimupun memiliki presepsi berbeda tentang cintanya padamu.
MyMy
Salju turun dipagi awal musim dingin, Changmin menyambutnya dengan senyum kecil dan tangan yang menengadah ke atas. Rintik-rintik putih itu jatuh ketangannya membuat senyum di bibir yang memucat itu semakin tertarik.
Dengan baju tipis yang tak terlindungi mantel ataupun durumagi, Changmin melangkah keluar dengan kaki telanjang. Changmin bisa merasakan, tubuhnya sudah mencapai batasnya. Bola kehidupannya hanya tinggal serpihan kecil yang tak kan lama lagi seluruhnya menjadi debu.
Kakinya yang jenjang dan kurus mulai melangkah menembus rintikan salju. Suhu yang mendingin membuat Changmin sesekali menggigil. Kaki telanjangnya bahkan mulai kembali mati rasa karena suhu itu.
Namun Changmin tak peduli.
Menjaga kesehatan seperti kata pembohong yang memiliki hatinya terdengar tak penting lagi. Ia akan benar-benar mati. Wajahnya sudah tak semanis dulu, pipinya sangat tirus. Bibirnya benar-benar pucat. Dan mata bambinya memiliki kantung mata hitam dibawahnya. Changmin tak pernah bisa tidur, rasa cintanya pada Yunho membuatnya begitu tersiksa oeh rasa ditinggalkan.
Tapi rasanya keelokan parasnya pun sudah tak penting lagi. Kenyataan tidak akan berubah. Yunho tetap tak menoleh apalagi kembali kepadanya.
Changmin terus berputar kekanakan diantara salju yang turun. Bibir yang tersenyum menyamarkan semua kesakitannya. Hidupnya yang serasa begitu sulit sejenak Changmin lupakan. Di tengah ambang-ambang batas hidupnya, Changmin ingin tersenyum dan mengatakan pada takdir yang selalu mempermainkannya jika ia baik-baik saja.
Dan mata musang itu mengamatinya.
Yunho bisa melihat Changmin yang terlihat bahagia tanpanya, yang membuat bibir hatinya meringis penuh keterlukaan. Mata musangnya menyorot sendu. Apa Changmin telah melupakannya? Sebegitu mudahnyakah?
Jarak yang memisahkan mereka memang cukup jauh, tapi Yunho bisa melihat Changmin baik-baik saja. walau ia ingin memarahi lelaki bermata bambi itu karena tak memakai baju hangat, tapi melihat keceriannya. Yunho yakin tidak akan terjadi apapun.
Sekarang Yunho sadar, ia terlalu berlebihan. seharusnya ia tak perlu memikirkan Changmin. Lelaki bermata bambi itu baik-baik saja.
"Selamat tinggal Changmin." Yunho berbalik pergi, tanpa menyadari di balik punggungnya tubuh Changmin jatuh terkapar. Tak bergerak. Dan seolah kecerian hanya bayang semu semata. Takdir telah memutuskan kebersamaan mereka.
Langkah Yunho terhenti, ia masih ingin melihat senyum ceria Changmin untuk yang terakhir kalinya. Ia berbalik, dan pemandangan di depannya membuat mata musang itu terbelalak. Yunho dengan segera berlari mendekati tubuh Changmin yang terkapar. Dan hal yang ia lihat setelah menyandarkan kepala Changmin ke lengannya benar-benar membuatnya tertegun.
Wajah Changmin benar-benar pucat, dengan pipi tirus dan lingkar hitam dibawah mata yang sangat terlihat. Bibir tipis berbentuk penuh yang dulu selalu dikecupnya kehilangan warnanya, bahkan darah mengalir dari cela bibir itu. Tubuh yang dulunya masih cukup berisi itupun berubah menjadi sangat kurus.
"Changmin... Andwe... Changmin..." lirihan itu terdengar penuh penyesalan, airmata tanpa dapat ditahan jatuh mengaliri pipi hingga jatuh ke pipi tirus yang pucat itu.
Sebelah tangan Yunho dengan bergetar menyentuh pipi itu. Sangat dingin, tak ada jejak kehangatan disana.
"Jangan tinggalkan aku, Changmin-ah... ku mohon. Changmin-ah kumohon..."
Tak ada jawaban. Hati Yunho sangat terluka. Di seluruh hidupnya, Yunho tak pernah merasakan rasa sakit seperih ini. Raut penuh keterlukaan terekpresi secara jelas di wajahnya.
"Aku menyesal. Maafkan aku Changmin, aku selalu menyakitimu..."
Ciuman kecil Yunho daratkan dibibir pucat itu, namun... tak ada perubahan.
Apakah semuanya benar-benar terlambat?
Raga Changmin benar-benar kehilangan detak jantungnya, dan kenyataan itu membuat Yunho sangat tersakiti. Dengan otak yang tak bisa berpikir jernih Yunho mencabut pedangnya, dan mengarahkan ke lehernya.
Raut penuh kefrustasian tersirat diwajahnya. Darah mulai menetes dari luka yang perlahan terbentuk di lehernya.
"Changmin... aku akan menyusulmu. Di reinkarnasi berikutnya, semoga kita bisa bertemu. Dan percayalah... aku tak akan menyiakanmu lagi di kesempatan itu. Maafkan aku yang bodoh hingga terus membuatmu terluka. Aku... aku... memang terlalu bodoh."
Mata pedang itu akan memenggal kepala Yunho sebelum sepasang tangan menghentikan itu. Membuat Yunho menatap tak percaya tangan Changmin yang menahan tangannya.
"Hy-hyung... jang-an!" Yunho terpaku menatap pada bibir pucat yang terbuka dan tersenggal itu. Walau Mata bambinya tetap terpejam seolah sulit terbuka. Lirihan itu bahkan sangat pelan hingga nyaris tak terdengar.
"Bukankah ini yang kau inginkan? Pi-pikirkan semuanya hyung! Teruslah hidup dan jalani cita-citamu yang selama ini tertahan karena ke-hadiranku..."
"Changmin..." airmata kembali menetes dari mata musang yang menatap tak percaya itu. Yunho merasa sangat menyesal.
Mata bambi itu perlahan terbuka, dan membuat nafas Yunho tercekat melihat binar yang disukainya telah hilang tak berbekas. Irisnya tetap berwarna coklat cerah, namun begitu kosong dan hampa.
"Lihatlah, ka-karena aku hyung sampai berwajah sangat ter-luka seperti ini..." nafas Changmin semakin tersenggal-senggal seolah oksigen sangat sulit diperolehnya.
"Aku percaya, tanpaku pasti hampir setahun ini hyung sangat bahagia. Aku tidak akan menangis selama sisa hidupku karena a-ku akan mati. Maafkan aku yang terlalu egois ini hy-hyung..." mata bambi yang akan terpejam dan nafas yang kian melemah membuat Yunho merendahkan wajah. Dan mencium menyalurkan nafasnya ke sosok di lengannya itu.
"Hyung! A-apa yang kau la-kukan..."
"Jangan tinggalkan aku Changmin-ah... Tolong..."
"H-hyung kenapa kau lakukan ini... harapan apa la-gi ini hyung... hyung jangan la-kukan lagi."
Airmata perlahan mulai menuruni mata bambi itu, changmin merasa sangat dipermainkan. Ia bersedia melepaskan Yunho, untuk cita-cita dan semua yang dipentingkan Yunho. Untuk kebahagiaan lelaki itu. Tapi kenapa selalu seperti ini? Kenapa Yunho selalu menyuruhnya bertingkah egois lalu diakhir meninggalkannya saat rasa terpecaya itu terpupuk. Tak tahukah Yunho jika itu sangat menyakitinya?
"Hyung... kau pasti akan bosan hanya memiliki-ku yang jelas tak memberimu keturunan yang meramaikan rumahmu. Kau akan bosan... dan kem-kembali meninggalkanku hyung. Seorang lelaki tak akan pernah lengkap jika tak memiliki anak, benar-kan? Jadi biarkan aku..."
"Tidak! Itu tidak benar. Changmin-ah tetaplah bertahan, tetaplah disisiku. Kali ini aku berjanji dengan disaksikan matahari dan seluruh isi bumi. Aku tidak akan meninggalkanmu! Apapun yang terjadi aku akan terus disisimu! Tidak akan pernah ada rasa bosan, kebahagianku bukan bertolak ukur kehadiran seorang anak. Kebahagiaanku adalah dirimu, percaya padaku Changmin-ah! Tolong percayalah padaku. Changmin-ah kumohon..."
Changmin tersenyum tertahan, Yunho sangat suka bejanji dan membuatnya berharap. Yang dengan bodohnya ia tak pernah bisa menolaknya.
Dengan tangan yang bergetar Changmin menghapus airmata dipipi Yunho. Mata bambinya sesekali terpejam tak kuasa bertahan.
"Hyung... tapi ini sudah terlambat." Dan tangan itu jatuh dengan lemas dari pipi Yunho. Bersamaan dengan mata bambi yang terpejam dan nafas yang benar-benar telah direnggut dari raga.
Semuanya telah terlambat.
"CHANGMIN!"
MyMy
"CHANGMIN!"
Yunho terbangun dari tidurnya. Wajahnya penuh keringat dengan mata musang yang terbelalak ketakutan. Dengan panik dia beranjak berdiri dan mengambil pakaian di lemari.
Yunho tak peduli pada apapun lagi! Ia harus bertemu Changmin! Yunho tak akan kehilangan Changmin, dan hal itu pasti.
Dimalam musim gugur yang sangat dingin Yunho memacu kudanya kencang. Yunho tak memikirkan udara yang dapat membekukannya. Ia terlalu takut mimpi itu menjadi kenyataan!
Pagi menjelang dengan cepat, Changmin membuka pintu rumahnya dan kembali dengan rutinitasnya beberapa waktu ini.
Hari masih sangat pagi, tapi Changmin tak peduli. Ia tak pernah bisa tidur nyenyak setelah kehilangan Yunho di sisinya. Rutinitas duduk diteras menatap langit adalah kebiasaan menunggu Yunho dan mengalihkan pikirannya dari rasa terluka dihati yang sangat menyiksanya.
"Hyung, kau tak akan kembali ya? Apa kau bahagia tanpaku? Kenapa sangat betah meninggalkanku begini." Changmin bisa merasakan waktunya tinggal beberapa hari lagi. Changmin tak yakin tubuhnya dapat bertahan dipergantian musim nanti.
"Apa nanti kau bahagia ya jika aku mati? Huh pasti sangat bahagia." Nada jutek itu tak dibarengi raut Changmin yang menyendu.
"Changmin..."
"Merindukanmu membuatku berhalusinasi mendengarmu menyebut namaku hyung."
Sepasang tangan yang menangkup pipi tirusnya dan kecupan penuh lumatan kerinduan di bibir pucatnya membuat Changmin terbelalak kaget. Mata bambinya menatap tak percaya mata Yunho yang terpejam meresapi ciuman di bibirnya.
"Yu-Yunho hyung?"
Yunho memberi sedikit jarak antara wajahnya dengan wajah Changmin, mata musangnya perlahan terbuka dan menatap intens wajah berekspresi syok Changmin.
Kedua ibu jarinya mengusap lembut lingkar hitam di bawah mata bambi yang disukainya. Telapak tangannya terus mengusap pipi tirus yang memucat.
Mata musang itu mengalihkan pandangan ke bola mata Changmin yang binarnya memudar. Bibir kesukaannya juga kehilangan warna.
Keadaan Changmin sama persis di mimpi itu, membuat Yunho sangat ketakutan.
"Changmin maafkan aku, jangan tinggalkan aku. Ku mohon Changmin-ah..."
Kecupan yang terus mendarat di bibir dan seluruh wajahnya membuat Changmin terkekeh geli dengan mata yang menyipit bahagia. Bibir pucatnya yang terbuka terus dikecup bibir hati itu hingga perlahan merona kemerahan karena kehangatannya telah kembali.
"Hehe Hyung, aish! Jangan begitu ah geli!"
"Changmin..."
Kecupan itu terus berlanjut dengan tubuh Changmin yang dipeluk erat Yunho hingga kedua tubuh itu terbaring di teras dengan Changmin yang ditindih Yunho.
Yunho yang tak bosan-bosannya mengecup bibirnya dan seluruh permukaan wajahnya membuat Changmin terkekeh dan terlarut pada rasa tak kepercayaan jika Yunho kembali ke sisinya.
"Kau tak akan meninggalkankukan Changmin-ah?"
Kekehan Changmin terhenti. Tangannya memeluk erat lewat sela-sela ketiak Yunho.
"Bukankah kau yang meninggalkanku hyung? Kau pasti sangat membenciku dan melupakanku ne? hingga sangat betah diluar sana."
"Aku tidak melupakanmu Changmin!"
"Kau terlihat sangat sehat, pasti sangat bahagia ya hyung?"
"Changmin!"
Changmin mengalihkan wajah ke samping, ada banyak kilatan dimatanya.
"Padahal aku sudah berpikir melepaskanmu kekeke."
"Jangan melepasku." Ciuman intens di belah bibirnya membuat Changmin memejamkan mata dan membalas ciuman itu.
"Hyung, tapi kau pasti bosan bersamaku kare—"
"Tidak akan pernah, lupakan kebodohanku yang lalu. Kali ini aku selamanya akan disisimu apapun yang terjadi."
"Hyung..." Ciuman yang kembali terjadi membuat Changmin memejamkan mata dan membalas ciuman penuh hawa panas serta tuntutan itu.
Dalam sebuah hubugan pastilah akan selalu banyak halangan yang menghadang, dan Changmin telah melewati salah satunya. Pengorbanan jelaslah tak sedikit, dan Changmin yakin akan lebih banyak halang rintangan yang menanti hubungan mereka di kedepannya. Apalagi sekarang Changmin sendirian, apa dia kuat jika kelak Yunho kembali menempatkannya pada posisi ini?
Kelopak mata itu kembali terbuka, lewat celah bahu lelaki yang menindihnya mata bambi Changmin dapat melihat gundukan tanah baru yang tidak jauh dari tempat mereka sekarang.
'Pabo nomor dua, apa kau yang melakukan semua ini?' mata bambi itu memerah sebelum kembali terpejam dan membalas Cumbuan kekasihnya.
Rubah kecoklatan yang selama ini menemaninya dan sudah dianggap adiknya itu memang bukan rubah biasa. Rubah tersebut adalah rubah peliharaan ibunya yang diberikan kepadanya sebelum meninggal.
Rubah yang memiliki pecahan kecil bola kehidupan Ibunya. seekor rubah yang ditugaskan ibunya untuk menjaga Changmin yang waktu itu masih tidak tahu apa-apa tentang buruknya dunia. Di setiap rasa kesepian dan rasa terasingnya, Changmin selalu tahu rubah itu selalu bersama dan mengawasinya. Selama ini tak berani terlalu dekat karena Changmin memang suka memukulnya.
Bukan Changmin benci ataupun jahat, tapi rubah itu memang suka menimbulkan masalah lewat pikiran pendeknya—dan batas toleransi Changmin untuk hal itu sangatlah kecil. Namun entah bagaimana bagi Changmin menanggapi lagi-lagi keputusan pendek rubah itu pada hal ini. Si pabo nomor dua telah pergi.
Selama hidupnya Changmin banyak mengalami kehilangan. Ia bahkan hampir kehilangan Yunho dan nyawanya jika sedikit saja semuanya dibuat terlambat. Dan sekarang juga ia telah kehilangan Rubah yang dianggapnya adik.
Setengah bagian bola kehidupan yang telah meluruh menjadi debupun tak bisa kembali seperti semula. Membuat Changmin dalam keadaan lemah yang butuh banyak waktu untuk memulihkan keadaan.
Hanya sang waktu dan kesetian Yunho pada janjinya yang dapat Changmin andalkan saat ini. Kesempatan hidup Changmin masihlah tersisa, namun sedikit saja keraguan Yunho hinggap kembali hingga meninggalkannya di masa depan, tak akan menjamin Changmin dapat bertahan lebih dari satu purnama.
Changmin hanya bisa membiarkan takdirnya memilih jalan apa yang akan ditempuh hidupnya nanti. Takdir yang pasti tidak jauh dari mempermainkannya seperti saat ini.
"Yunho hyung Saranghae,"
"Nado Saranghae Changmin-ah."
Bersambung.
Hello Hominoids. Hari ini entah kenapa wiye sedih banget. Ngerasa flashback gmana perjuangan tohoshinki ampe bisa kaya sekarang ini. Entah berapa banyak airmata yg wiye keluarin buat mereka berdua. Yunho-yah... Changmin-ah... selalu semangat ne. Apapun yang terjadi, wiye bakal tetap jadi fans kalian...
Wiye lihat video-video di laptop wiye, dari konser, offshoot, sampe beberapa variety show dan kebersamaan yang lainnya. Entah kenapa wiye ngerasa gak mudah.
Hufft udahlah, oh ya wiye tegasin di sini. Di cerita ini wiye bukan membuat Yunho plin-plan. Tapi wiye pengen mengimplementasiin sebuah kata penting di fic ini. Wiye pengen kalian tahu kalo menyakiti orang yang dicintai itu ga sesakit ngecewain banyak orang, apalagi buat Yunho yg berpikir bakal ngecewain adiknya yg udah meninggal (cerita mooseok dalam the watchman journal), tapi... rasa sakit ngecewain banyak orang itu ga sebanding dengan rasa sakit disaat dengan matamu sendiri, orang yang dicintai mati dipelukanmu dan kamu sebabnya. Rasa sakitnya bener2 ampe kamu pengen mati menyusulnya ^^
Ini cerita republish, kemaren aku udah post, tapi karena di potong aku ngerasa feelnya kurang ngena dan ga nyambung jga. Jadi aku post ulang dengan tambahan yang harusnya jadi Chap 2. Tapi kenapaa malah jadi kaya oneshoot?
Dan temen-temen sesama pecinta pair homin, aku mungkin post satu lagi cerita baru khusus buat kalian dan setelah itu bakal hiatus dari ffn. Aku ngerasa aku udah ga sanggup ngemban jadi author ffn, aigoo aku ngerasa jadi contoh author abal krn bener2 nyampur adukin bacotanku ke ff. Well, hufft banyak hal yang ga bisa aku ungkapin, dan akhirnya aku tetep harus hiatus. Ugh ngerasa berat banget, aku pengen bertahan setidaknya ampe Yunho wajib militer. Tapi ternyata aku ga sanggup.
Last, mianhae buat semuanya~
PS1: Buat Melqbunny, makasih udah nemenin wiye dari awal wiye jadi author ffn. Wiye ngerasa seneng banget bisa kenal kamu :') mianhae, wiye tetep milih hiatus. Tp kegiatan diluar ngepublish ff tetep lanjut kok :3
PS2 : Buat yg udah kenalan, kita tetep bisa ngobrol krn walau hiatus, aku tetep aktif di twitter kok. Dan percayalah walau aku hiatus, hiatusku itu beda sama author lain, lebih ke nenangin diri.
PS3 : buat readers dan reviewer yg setia nunggu ff abalku, ya ampun kalian baik banget. Makasih ya buat semua penyemangatnya :')
