Emm *nyapu debu* halo fandom fanfiksi kh indonesiaa~! Saya author baru, bisa dipanggil abang (?) Lumi, yang setelah bertapa selama berbulan-bulan di gunung salak akhirnya berhasil mengumpulkan keberanian dan motivasi buat publish disini! sebetulnya saya udah jadi silent reader sejak lama /ditimpuk/ dan saya dah lama gak nulis begini jadi mohon maaf dan maklum atas segala kesalahan dan kekurangan yang pasti ada, karena saya juga cuma manusia ahaha /ngeles/ saran dan kritik sangat sangat sangat diterima dengan tangan terbuka! Semoga saya bisa memberi hiburan kepada para readers tercinta, sama meramaikan sedikit fandom ini... *nengok ke fandom* *suara jangkrik* disini sepi.. seperti kehidupan asmara saya /BAH

Disclaimer: Kingdom Hearts bukan punya saya, tapi punya Om Tetsuya Nomura yang sebenernya Om saya /ngaku-ngaku /tersepak


.

.

.

Because of You

"Karena kamu, aku jadi begini, ini semua karena kamu."

.

.

.

fic ini mengandung kadar majas hiperbolisme yang sangat amat tinggi berikut dengan humor sense Author yang receh

.

.

.

Seorang pemuda berambut coklat dan bermata biru berlari-lari dengan heboh di sepanjang koridor lantai 3, dengan lincah menghindari orang-orang yang lewat, ia sempat jatuh bangun beberapa kali, namun tekadnya kuat dan pantang mundur, semua demi memperingati teman-temannya dari malapetaka yang akan segera tiba.

Ia mengerem tepat di depan salah satu dari deretan pintu, dan dengan satu tendangan pintu itu pun terbuka.

"WOY! Pak Luxord dateng bawa gunting!"

Dengan hanya satu kalimat sederhana yang terlontar dengan keras oleh Sora, kedamaian satu kelas langsung pecah berkeping-keping. Anak-anak menggila, ada yang lompat-lompat syok, ada yang guling-guling sambil nangis dan ada pula yang hanya diem kalem entah karena berdoa atau lagi bengong. Bah, lebay amat razia rambut doang!

Tapi yang begini memang sudah lumrah terjadi dalam keseharian para penghuni kelas 10-C, tentu saja, kelas yang dikenal paling liar (?) Ini bak sarang trouble maker. Bahkan wali kelas mereka Pak Vexen sudah angkat tangan, geleng-geleng kepala dan jalan di tempat ( ini mah senam ) karena anak-anaknya susah diatur, bisa dilihat dari keriputnya yang semakin bertambah tiap menjejakkan kaki di kelas ini, padahal baru satu minggu pertama semester satu! Bisa diprediksikan pada akhir tahun uban beliau dapat mengalahkan Pak Xemnas yang tersohor sekalipun.

Setelah selesai ambil napas, Sora menghampiri salah satu bangku dimana seorang anak dengan rambut hitam pendek sedang tertidur. Ia menepuk bahunya pelan, membangunkan si rambut hitam. "Xiooon!"

Yang dipanggil Xion membuka mata dan duduk tegak. Ia menguap dan mengucek mata, "Sora?" Tanyanya sembari mengumpulkan kesadaran.

"Ada razia rambut tahu!" Katanya, memunjuk teman-temannya yang sedang bergiliran untuk lompat ke luar jendela, berhubung ini lantai 3, maka diperlukan skill panjat level monyet hutan agar dapat mendarat dengan selamat di pohon jambu dan turun ke tanah dengan mulus. "Lo itu, rambutnya kan dah panjang!" Ia menunjuk rambut temannya yang hampir mencapai bahu.

Xion tersenyum kecil. "Ah, ini mah gak papa, mending lo lari duluan!" Sora menaikkan sebelah alis, "Ya sudah, kalo lo dibotakin Pak Luxord jangan salahin gue ya." Dan dengan itu, Sora segera melesat keluar jendela dan hinggap pada ranting pohon.

Kelas yang barusan penuh itu kini kosong melompong, kecuali untuk si rambut hitam bernama Xion. Ia menghela napas lalu berjalan keluar. Terus hingga mencapai tangga, tangga ini menghubungkan lantai 3 dengan atap sekolah, alias tempat favoritnya untuk berada selain warung es krim. Seorang kakak kelas rambut ubanUHUK silver yang dikenalkan Sora padanya—Riku—yang memberi tahukan pada mereka oasis sekolah yang sering sepi ini.

Ketika sampai di atap, hawa sejuk menyambutnya, hari ini penuh awan sehingga mentari tak menyilaukan. Paling-paling di kejauhan hanya terlihat asap hitam yang berasal dari warung sate padang Mang Ansem.

Pada atap terdapat greenhouse besar yang penuh dengan berbagai macam produk botani—seperti cabai, jeruk, lidah buaya, dan raflesia arnoldi. Bisa ngerujak disini nih.

Disini nyaris seluruh lingkungan sekolah dapat terlihat, kolam, kebun, lapangan juga bangunan-bangunan lain yang berdiri kokoh. Hampir semua yang ada di sekolah ini dicat putih dan biru, warna maskot sarana pendidikan satu ini. Akademi Oathkeeper.

Akademi khusus laki-laki Oathkeeper.

Sekolah sepantaran SMA elit bersistem asrama dengan 300 lebih siswa laki-laki dan guru bermartabat yang sebagian besar juga lelaki, rasio populasi perempuan dibanding laki-laki disini hanya 100:1 dimana hanya ada dua guru dan satu koki perempuan. Hewan-hewan di lab biologi tak masuk hitungan.

Jadi melihat gadis bagi para siswa merupakan sesuatu yang sangat langka.

Tapi sepertinya data itu kurang akurat. Karena kenyataannya, Xion itu...

Perempuan.

Tapi yang tahu disini hanyalah dirinya, kepsek, dan Tuhan.

.

.

.

Sudah sepuluh menit ia diam termenung di atap sekolah, duduk di kursi panjang sambil memandang lurus ke pot-pot bunga yang dikerumuni kupu-kupu cantik. Tentram sekali—

"GYAAA BAPAK LUKSOOORD AMPUN!"

"JANGAN PAK! JANGAN MUSNAHKAN RAMBUT KECE SAYA!"

Menikmati jeritan pilu anak-anak yang sedang dikejar si guru kesiswaan dengan gunting rumput. Ini mau motong rambut atau motong kepala?

Xion sekali lagi cuma tersenyum kecil. Beuh anak satu ini nampaknya sedang punya masalah yang membebani hati dan pikiran ya? Padahal masih kelas 10, saat dimana seharusnya anak remaja sedang asik-asiknya menikmati hidup, gak kayak kelas 12 yang stress mulu ( Author numpang curhat )

Akhir-akhir ini dia susah tidur, dan jarang pula merasa senang. Karena ia terlalu banyak memikirkan tentang kakak—

"Hei."

Eh? Xion langsung melompat karena kaget, ia menoleh ke kanan dan kiri, perasaan tadi cuma ada dia doang di sini?

Ketakutan menyambar, jangan-jangan itu si penunggu pohon pisang, desas-desus horror yang beredar sejak pertama kali ia masuk ke sini.

Kabarnya dia suka gentayangan di atep ( yang ga nyambung banget kan kebon pisangnya ada di ujung sono kenapa dia maen sampe sini? ) makanya tempat ini sepi, tapi kata Riku itu cuma hoax semata jadi seharusnya gak papa- tapi.. biasanya dia kesini bareng Sora atau Riku dan sekarang dia pertama kali sendirian—

Gak, gak mungkin. Ngaco banget sih. Pagi-pagi begini mana ada setan. Ia memelototi burung dara yang asyik minum di pancuran. "Kamu ya?" Gumamnya. Mendekati si burung yang langsung terbang. "Woi! Balik! Burung jejadian!"

Gelak tawa terdengar, Xion langsung nengok ke belakang dengan kuda-kuda pencak silat, bersiap menjamu 'si penunggu' dengan teknik tendangan keramat turun temurun nenek moyangnya. Begini-begini dia bisa dasar bela diri akibat kakaknya yang suka tiba-tiba ngajak berantem.

"Oi, oi, santai dong," kata suara itu lagi, dan seorang pemuda berambut kuning bangkit dari balik bangku, sepertinya dari tadi ia berbaring tepat di belakang bangku, tepat dimana Xion tak bisa melihatnya. "Gue cuma lagi numpang tidur disini doang, kok."

'Eh? Orang ini..' batinnya. 'Gak punya hawa keberadaan ya?'

Ketika orang itu menyibak poni yang tadinya menutupi wajahnya kuda-kuda Xion bukannya jatuh tapi malah lebih kuat. Tatapan matanya lebih tajam. "Ro-ro—"

"Tunggu, Tunggu! Gue bukan Roxas!" Cowok itu panik menunjukkan kedua telapak tangannya yang terbuka pertanda 'stop'. "Ini Ventus."

"Eh?" Jelas-jelas cowok ini Roxas, lihat saja rambut kuning berantakkannya yang khas, mata biru dan wristband catur hitam- loh? wristband-nya warna putih...

"Erm, Elo.. kelas 10 ya? Anak baru?" Kata 'Ventus'. "Gue baru masuk hari ini, semingguan kemaren absen sakit, jadi wajar kalo gak tahu..." lanjutnya. "Tapi pasti dah denger kan, Roxas punya kakak kembar? Nah, itu Gue."

"Kakak.. kembar Roxas.." benar sih, Sora pernah mengatakan sesuatu tentang saudara kembar ketika mereka sedang membicarakan Roxas—seorang kakak kelas yang super ngeselin ketika Masa Orientasi Siswa. Xion menatap orang ini dari bawah hingga atas seperti melihat keajaiban alam. Suara cowok ini lebih lembut dari Roxas, wajahnya yang serupa itu nampak lebih friendly dan murah senyum dibanding Roxas yang jutek dan dingin. Xion berhenti memasang kuda-kuda silat dan menggaruk sisi kepalanya yang tidak gatal sambil menunduk dengan wajah malu. "Ah.. maaf.. kakak."

Ventus tertawa. "Gak apa, emang pada sering ketuker kok, tapi kalo dah deket sih pasti bisa ngebedain," ia menunjukkan wristband catur putih di tangannya. Seingat Xion, milik Roxas warnanya hitam. "Mhm, gimana kalo kita mulai dari awal—" ia menyodorkan tangan, si lawan bicara menjabatnya dengan ragu.

"—Ventus, Ventus Strife, panggil Ven aja! Kelas sebelas A." Mata biru gelapnya memandang tepat ke milik Xion yang sama birunya.

"Aa, s-saya.. Xion Leonhart! Xion, Kelas sepuluh C.."

Ven mengangkat alis dan bergumam, "Leonhart?"

"I, iya, benar kak! Itu nama keluarga saya."

"Jangan kaku dong, pake gue-lo aja biar akrab," si kakak kelas tersenyum manis lagi, dan entah kenapa walau sudah dibilang jangan kaku Xion malah jadi lebih gugup. "Oke, salam kenal ya, Xion." err, ini perasaan doang atau mendadak ini tempat jadi lebih terang tiap ia senyum?

Xion cuma mengangguk kecil saja. "Kak Ven sering kesini?"

"Eh.. iya sih, disini seger, enak buat tidur."

"J-jangan tidur di lantai dong, kak!"

"Kenapa? Lantai kan dingin. Adem."

"Soalnya—" Xion mengangkat kepala langsung untuk menyamai pandangan cowok yang agak lebih tinggi darinya itu. "Nanti kakak semutan! Soalnya kakak kan manis." Ia berkata garing. "Aahaa.. ha..." tawanya hambar. "Be-be-bercanda kok."

Tadinya itu sih cuma lelucon singkat dari Xion untuk meringankan suasana hatinya, tapi jatuhnya malah canggung gini.

Hening beberapa detik.

Dia sudah nyaris pingsan karena malu. 'Xi- ya ampun! Ngomong apaan sih barusan?! Iya dia emang cakep dan manis tapi lo jangan keceplosan gitu dong! Lo inget kan lo lagi nyamar jadi cowok?! Gimana kalo kak Ven kira lo belok?! AAAAGH—'

".. Ahahahaha! Bisa aja!" Ven tertawa walau telat, dan sesaat Xion menghalangi matanya dengan kedua lengan karena mendadak silau aura angelic si kakak. "Kamu juga, lumayan manis, kok." Katanya mengetuk dahi si rambut hitam dengan telunjuknya.

... eh..

Barusan, kak Ven bilang dia manis? Hah? Ciyusan? Er, ini normal dikatakan cowok ke satu sama lain, nih?

Ah, dia pasti cuma bercanda juga, kan.

Tiba-tiba bel berbunyi dengan keras. Ah, waktu istirahat sepertinya telah habis, ia menoleh ke bawah dari ujung atap, siswa-siswa berjalan kesana kemari bagai semut berhamburan, bisa dilihat dari yang jalan santai tanpa satu pun beban hidup pasti pelajaran selanjutnya guru yang suka telat, sedangkan yang lari-larian seperti dikejar rentenir pasti habis ini pelajaran guru killer.

Untung habis ini pelajaran kimia Pak Vexen, wali kelas ~ tercinta ~ kelas 10 C, yang kalau marah juga gampang dipademin dengan pelukkan mematikan dari seisi kelas. Kasian amat ya itu guru satu, kena bully muridnya terus.

Sedangkan Kak Ven mendadak langsung panik, "Ppp-pelajaran Pak Lex-!"

"Eh? Pak Lex? Yo*ng Lex?!"

"Bukan atuh, Pak Lexaeus guru olahraga kelas sebelas!" Ia melambaikan tangan. "Gue harus lari sebelom ditebas, jadi sampai jumpa ya, Xion-chan!" Dengan kilat Ven pun hilang meninggalkan asap dan debu dan duit lima ribu.

"Iya—!

...

...

—tunggu dulu, Xion.. chan?"

Xion menggelengkan kepala, palingan dia cuma salah denger, atau Kak Ven tipe orang yang senang SKSD. Ah tapi, dia senang bisa bertemu dengan senior yang baik hati.

gak kayak si itu tuh.

si itu.

orang itu tuh.

Roxas.

bayangan orang yang bernama Roxas ini muncul di pikirannya, tapi langsung ditepis jauh-jauh, apa ada kejadian tertentu yang membuat nona protagonis ini tidak suka dengan individu satu itu?

Ven itu kalau dibandingkan dengan Roxas seperti langit dan laut, beda sifat tapi mirip warna dan rupanya, bedanya yang satu malaikat murah senyum dan yang satu lagi iblis berkedok cogan. Walau kekejiannya masih kalah jauh sama Kakaknya Xion.

Loh, Xi, situ ngaku Roxas cakep dong?

P-pokoknya, Xion tahu, dia gak punya waktu sama sekali buat mikirin naksir-naksiran, simpan jauh-jauh angan-angan asmara remajamu, Xi, karena suatu hal yang sangat jauh lebih penting sedang terjadi, sesuatu yang menyita pikirannya pada hampir setiap saat. Menyangkut sebab dan alasan mengapa gadis ini terdampar di sekolah asrama laki-laki dengan identitas palsu pula.

.

.

.

Ketika ia kembali ke kelas, suasana acak kadul, teman-temannya yang kurang beruntung dan gagal lolos sudah mendapat tatanan rambut baru gratis dari Pak Luxord. Ayo kita semua berdoa agar beliau tidak pernah kepikiran untuk bikin salon pribadi. Ia duduk di bangkunya yang bersebelahan dengan Sora, "Xi! Berhasil lolos?! Tos sini! Pasti sembunyi di atep, ya?"

Xion terkekeh dan membalas ajakkan Sora. "Iya, lo pasti ngumpet di kelasnya Riku."

"Yoi, sekalian ngabisin bekalnya juga." Sora nyengir tanpa dosa. "Ah-" pintu terbuka. "Wali kelas tercinta telah dataaang!"

"Semua, siap-siap, berdiri, beri salam!" Aba-aba sang ketua kelas.

"SELAMAT PAGI PAK VEXEN JOMBLO 40 TAHUN!"

Pak Vexen memijat jidat dengan menelan semua rasa ingin menginjak muridnya satu-satu. Sabar ya, Pak. "Selamat Pagi, anak-anak."

.

.

.

Xion sedang berlari di sepanjang koridor lantai dua, ia diberi amanat untuk mengamankan tempat duduk di kantin sementara Sora berusaha membujuk Riku untuk meminjamkan botol ladanya. Ngapain Riku ke sekolah bawa-bawa lada? Tanya sendiri. Yak, hari ini mereka sepakat ingin makan sesuatu yang pedas jadi bila ditambah cabe rawit dan lada bubuk pasti lebih dahsyat ( diarenya )

Kantin sudah lumayan penuh, isinya adalah para manusia kelaparan yang siap ngabisin stok beras, Xion melihat sebuah meja masih kosong, dua kursi, pas untuk ia dan Sora. Ia lalu menerobos kerumunan, untung saja anak ini bertubuh kecil dan ramping sehingga bila urusan nyelip dan nyelak ia jagonya. Tapi ketika ia akhirnya mencapai meja target dan memegang ujung kursi, pada detik yang sama sebuah tangan memegang kursi yang sama sehingga tangan mereka bersentuhan.

Wristband catur hitam.

OH NO, OH GAK, TIDAK TIDAK.

Dengan slow motion Xion menaikkan matanya ke atas hingga melihat wajah pemilik tangan itu, dan ia sekejap merasa membeku bagai kaleng susu beruang yang kemaren Author taruh di freezer lalu kelupaan dan akhirnya kena omel emaknya ( perbandingan macam apa ini )

Horror sekali pemirsa, lebih horror daripada telat ngumpulin tugas ke guru yang galak. Yak, tidak lain tidak bukan, sodara-sodara, yang ditemui mata Xion adalah orang yang kita ketahui bernama Roxas Strife.

'Dari sekian banyak orang disini kenapa harus dia, sih.' ya apa dikata namanya juga takdir, neng.

"..."

Hening. Gak juga deng, kan kantinya rame, tapi antara dua manusia ini tak ada sedikit pun komunikasi yang berlangsung selain pandang-pandangan atau lebih tepatnya, pelotot-pelototan.

"Gue disini duluan." Roxas buka mulut, dan Xion segera berhenti bengong untuk membalas, "... Gak."

"... ngomong apa barusan?" suara pemuda blond itu dingin dan mendesis, aneh sekali rasanya ketika Xion beberapa jam lalu baru saja bertemu Ven yang berwajah sama tapi ekspresi dan hawanya beda sejauh bumi dan bulan. "Xion Leonhart."

"S-senior," Xion berhasil mengumpulkan keberanian untuk balik nyolot. "Senior harusnya ngalah sama yang lebih muda!"

"Ha?" Roxas masang tampang senga sambil mempererat cengkramannya pada kursi. "Jelas-jelas tangan Gue nyampe duluan, salah sendiri pendek."

( padahal sih tinggi mereka gak jauh-jauh amet. )

"H-hah?! Gak bisa gitu dong!" Xion juga ogah mundur, ia dan Roxas akhirnya saling adu tarik-tarikkan kursi bak anak TK.

"LEPAS WOE! GUE MAU DUDUK!"

"DI LANTAI AJA LO, GIH."

"NGAJAK TEMPUR?!"

Seisi kantin langsung menaruh minat akan persaingan mereka, dan bukannya melerai tawuran one-on-one itu mereka malah bersorak-sorak, mendukung dan taruhan. "Roxas! Roxas! Go Go Go! Liat semua, ketua tim basket kita mau baku hantam!" "Oh! Itu anak kelas 10? Nyali gede juga tuh! Gue dukung!"

Xion sebenarnya sudah punya janji agar tidak buat masalah di sekolah ini, tapi kok kalau dengan Roxas rasanya dia gak bisa nahan diri, ya? Seperti sesuatu tentang orang ini membuatnya ingin memesekkan hidung mancung itu dengan sekali tabok ( sadis ya )

"Lo ini—" Roxas melepaskan kursi, membuat Xion terpental ke lantai, si rambut hitam meringis, tapi belum sempat ia berhasil bangkit, Roxas sudah menghalanginya berdiri. Kabedon versi lantai. "—Bener-bener mesti diajarin sopan santun sama yang lebih tua." Ia menekan ibu jari dan telunjuknya pada kedua pipi Xion sehingga gadis itu tak bisa balas jawab.

'Jangkrik, apa-apaan nih?!' Xion tadinya berniat teriak pelecehan, tapi dia inget dia lagi pura-pura jadi cowok. Dorong gak? Gimana ceritanya dia bisa menang fisik denga Roxas yang ketua tim basket? Di tengah dirinya yang antara panik, kesal, malu, dan takut tercampur aduk, teringatlah kemampuan spesial kakak kandungnya yang mampu membuat preman-preman kekar tunduk ketakutan seketika. Siapa tahu ia juga mewarisi death glare legendaris kakaknya itu. Maka ia mencoba memasang tampang datar dan memicingkan mata, menatap lurus ke orang yang berada tepat diatasnya ini. Walau jantungnya sendiri sudah main trampolin dengan cepat.

"Apa liat-liat?" Roxas malah menganggap glare itu sebagai tantangan. "Hoo, berani ya."

Kalau bisa, Xion ingin meludah, persetan dengan betapa gak sopannya kelakuan itu pada seorang senior tapi—

Roxas tertawa kecil, tapi tawanya tak menyenangkan hati seperti Sora atau Ven, tawanya itu mengingatkan Xion pada tawa nista kakaknya yang kadang rada-rada(?), dan Xion tahu tawa yang seperti itu sama sekali tidak berarti hal yang baik.

"Oke."

OKE APA

Lalu Ia mendekat, menurunkan kepalanya perlahan, dan Xion yang masih loading akhirnya nyadar.

LAH INI—

Ya, Nak Xion, nampaknya first kiss dikau bakal diambil oleh Roxas.

WOY, YANG BENER AJA?! KAKEK, XI GAK MAU JADI COWOK LAGI! MAAFIN XI GAGAL MENEMUKANMU, ABANG VA

Xion merem, paling gak dia bisa pura-pura kalau lagi ciuman sama yamazaki kento atau siapa gitu— siapapun asal bukan Roxas.

Dekat, dekat, lebih dekat lagi, lebih lebih dekat lagi, dan ketika jarak diantara bibir mereka telah tinggal 5 milimeter ( buset ini siapa yang ngitung ) dan Xion nyaris menerima akhir riwayatnya ini (?) Roxas berhenti dan menyeringai, "Kena."

".. Eh?" Xion membuka matanya dengan perlahan, dan tangan Roxas yang tadi ada di pipinya beralih ke mengapit hidungnya keras-keras.

"PESEK LO, PESEEEEK!"

"ANJRIT!"

Ternyata yang barusan itu cuma siasat Roxas agar dapat kesempatan untuk menyerang hidung si gadis, pemirsa. ( fans Rokushi lalu kecewa )

"JURUS RAHASIA MBAH TUKIJAN, kabut penderitaan keperihan: lada hitam, HEAH!" Sora tiba-tiba muncul dan menabur lada bubuk kemana-mana, membuat suatu asap lada yang pekat sehingga memedihkan mata dan hidung orang-orang dalam radius tiga meter, Sora menendang Roxas kesamping dan menarik Xion berdiri. "Ayo kita lari sekarang!"

Tindakkan penyelamatan Sora yang heboh memberikan kesempatan bagi kedua anak itu untuk lari sejauh-jauhnya dari TKP. "Sora! Makasih banget, HACHUH!"

"Iya masama, Xi! Yang tadi kayaknya gawat banget—HUACHUH!"

Mereka lari tak pasti tujuan sambil bersin-bersinan. Sementara itu, kondisi kantin porak poranda ditemani suara bersin massal, Roxas mengucek matanya dan berkata geram ke udara kosong.

"Awas lain kali ketemu, Gue slam dunk dua-duanya ke tiang."

.

.

.

"Ah."

Pesan baru terpapar di layar handphone miliknya, Xion membuka dan membacanya.

'Hei Nona, bagaimana penyelidikkanmu disana?

-Om Xiggy ganteng.'

.

.

.

Apa sebenarnya yang membuat Xion gak suka sama Roxas?

Kenapa Roxas galak banget? Dia lagi dapet ya? ( #Author ditebas keyblade )

Terus kenapa Xion bisa ada di sekolah khusus cowok dan pura-pura jadi cowok begini?

Apa maksudnya penyelidikan di pesan itu? Lebih pentingnya, Om Xiggy ganteng tuh siapa?!

Kenapa Riku suka bawa-bawa lada emangnya?

Apakah Mang Ansem akan banting setir dari tukang sate menjadi model celana renang? Kan absnya sayang tuh.

Apakah Pak Vexen dapat bertahan menjadi wali kelas tanpa berakhir botak?

Siapakah ketua DPR yang baru? ( loh )

Tu Bi Kontinyud

.

.

.


Yak, akhirnya selesai juga, rasanya dari kemaren ngetik ga selesai-selesai *ngelap keringet* maaf bila aneh dan awut-awutan, para readers yang terhormat, saya masih amatir :'D karena ch pertama jadi panjang banget eh? selanjutnya semoga gak kepanjangan juga ahahahah

Sampai jumpa di chapter selanjutnya!

P.S Ngomong-ngomong sesuai penelitian seorang ilmuwan dari negeri teletabis (?) membuktikan bahwa review dapat mempercepat update *kode keras* *kedip-kedip jijay*