ARBITRAGE

Disclaimer: The translation is mine, don't take it without credits. the fic itself owned by fumerie. the cast belong to their owner, God.

Thanks a lot to fumerie for letting me translate this wonderful fic, and i am sorry it took me a long time to publish this story.

enjoy! ;)


Kyungsoo terbangun berkat goresan kasar aspal pada wajahnya serta bau basah tanah oleh rintikan air hujan menghujam hidungnya di setiap hembusan nafas. Hujan seperti ini telah turun selama berhari-hari bahkan berminggu-minggu. Dingin, pengap, dan menjemukan. Hujan musim semi. Sudah lama tidak turun hujan seperti ini di Seoul. Wajahnya kesakitan ketika kulitnya tergores oleh aspal pada saat ia mengejang dan berusaha untuk mengangkat dirinya dari tanah. Jalanan beraspal itu terasa basah dan dingin di bawah jemarinya. Hujan merintikkan air di bagian belakang kepalanya. Pipinya terasa kasar dan lunak. Tulangnya kesakitan. Ketika ia pada akhirnya memosisikan dirinya dalam posisi duduk, tanah tersebut tercoreng oleh noda serta cairan hitam yang tidak tampak seperti air hujan. Cairan itu tampaknya sesuai dengan warna goresan darah di lengannya. Kyungsoo mendesis ketika air hujan turun tepat di lukanya.

Ia masih dapat mendengar suara degupan jantungnya, keras dan bertubi-tubi dalam udara pagi hari. Hari masih pagi, putusnya, memandang ke arah warna abu-abu pucat langit. Jalanan sepi, hanyut dalam tidur yang pulas. Butuh waktu beberapa saat hingga lengannya kembali bekerja, jemarinya masih melingkari sisa-sisa adrenalin yang ada. Ia harus mengambil nafas beberapa kali, mencoba untuk menyimpulkan dimanakah ia. Jalanan ini terlihat familiar. Beberapa blok jauhnya dari bengkel. Beberapa blok jauhnya dari apartemennya. Langkahnya masing terpincang-pincang, namun perjalanannya tidak terasa panjang. Pelari pagi serta karyawan hampir tidak meliriknya ketika mereka melewati laki-laki itu. Rintik hujan tak cukup banyak untuk membasahinya, namun pengapnya hawa dingin membuat tubuhnya merinding, udara pagi hari merembes menembus lapisan pakaiannya.

Jendela kamar pertama dari kanan di lantai kedua gedung apartemennya terbuka ketika ia sampai disana. Kyungsoo berdiri di kaki gedung, mendongakkan kepalanya, menatap jendela yang terbuka itu, merasa sedikit bingung dan hilang. Ia mendapati Genesis Coupe hitam terparkir tepat di jalanan luar gedung. Kyungsoo berjalan mendekati mobil tersebut, bersandar pada badannya. Tangannya meraba, mengeluarkan dompet dari kantong belakangnya. Uang tunai, beberapa kartu, selembar polaroid dimasukannya dengan tergesa, menatap jendela terbuka itu sekali lagi sebelum berbalik dan berjalan menjauh.

Ia melewati kios koran dalam perjalanannya. Ia mengambil satu, sekilas memandang topik utama koran tersebut, dan genggamannya terguncang ketika ia melihat sudut kanan atas koran tersebut. Tepat di atas, "Pajak pemasukan naik sebanyak 2,4%" serta "Kecelakaan mobil beruntun di bagian utara Bandara Incheon." Dengan hati-hati, ia meletakkan kembali koran tersebut pada tempatnya. Ketika ia mendongak, seseorang sedang menatapnya dari kaca jendela Hyundai biru yang berhenti di pinggir jalan.

"Hey," sang pengemudi tersenyum ke arahnya. "Mau menumpang? Kelihatannya kau membutuhkannya."

Kyungsoo menyeret kakinya. Hari masih hujan. "Tak perlu."

"Kyungsoo, bukan? Aku pernah melihatmu di trek. Namaku Jongdae," sang pengemudi masih tersenyum, menjulurkan tangannya melalui kaca jendela mobil untuk sebuah jabatan tangan. Sikap sopannya membuatnya melangkah maju dan menjabatnya. "Tidak, sungguh, aku bersikeras. Hari ini hujan, dan kau terlihat seperti baru selamat dari kecelakaan mobil." Matanya tertuju pada goresan luka di lengannya. Kyungsoo menarik tangannya menjauh. "Aku akan membawamu pulang. Tidak masalah sama sekali. Jauhkah dari sini?"

Kyungsoo menggigit bibir bawahnya. "Aku, tak perlu. Aku sedang tidak punya tempat untuk dituju saat ini." Sebuah kode bahwa ia tak tahu kemana ia pergi sebenarnya. Jongdae mengedipkan matanya, alisnya terangkat naik.

"Oh."

Lalu entah bagaimana ia berakhir di atas kursi penumpang mobil Hyundai itu, duduk manis dengan tangan tergenggam di pangkuannya; berhati-hati supaya tidak menodai interior mobil tersebut dengan darah saat Jongdae sesekali melirik ke arahnya sepanjang perjalanan. Mungkin ia dapat membantu, ucap Jongdae. Kyungsoo mempertimbangkan pilihannya. Menimbang-nimbang pro dan kontra dan menghitung tiap resikonya.

"Orang-orang banyak bertanya tentangmu, kau tahu?"

Kyungsoo mendengung, bersandar pada jendela kaca mobil, menatap mboil-mobil serta gedung-gedung yang mereka lewati. Seoul terlukis dalam bayangan satu warna.

"Ada satu bengkel terletak beberapa blok jauhnya dari sini bernama EXO. Pernahkah kau mendengarnya? Teman-temanku. Mereka mencari pengemudi baru untuk bergabung bersama kru mereka untuk balapan yang akan datang. Kau harus memeriksanya. Mereka pernah melihatmu di lintasan," Jongdae membuat gerakan memutar pada kemudi. Ia adalah tipe orang yang tidak dapat berhenti bicara ketika ada orang lain di dekatnya. Pembuka pembicaraan yang bernafsu. "Sudah lama mereka bertanya-tanya tentangmu."

Mereka dalam perjalanan menuju tempat Jongdae, ujarnya. Terdapat kamar kosong di sebelahnya saat ini, mungkin Kyungsoo bisa melihat-lihat. Sungguh suatu kebetulan yang bagus. Rasanya seakan hidup tersusun oleh kebetulan dan keuntungan.

"Kau yakin kau baik-baik saja? Sungguh tidak ingin pergi ke rumah sakit? Telingamu berdarah."

Kyungsoo mengangkat satu tangan ke arah telinganya. Jemarinya bergerak menjauh bersamaan dengan darah.

"Balapan liar?" Jongdae menyentak kepalanya ke arah Kyungsoo, matanya tertuju pada satu titik di tubuhnya. "Aku harap kau menulis ulang nomor tersebut di suatu tempat. Mungkin saja seseorang tengah menunggu panggilanmu."

Kyungsoo menunduk, jemari-jemarinya secara otomatis bergerak menuju bekas yang dilihat oleh Jongdae. Terdapat tinta hitam di atas telapak tangan pucatnya. Garisan-garisan canggung, tulisannya seperti tulisan anak kecil, hampir tidak dapat dibaca, ternodai oleh hujan serta goresan tipis darah. Sebuah rangkaian angka, terlalu sedikit untuk ukuran nomor telepon seseorang.

20211130.

"Aku harap kau mengingat nama orang yang beruntung ini."


Kopling, pindah ke gigi dua. Ia merasakan gelombang hebat menerpa tubuhnya saat mesin mobil tersebut melaju sampai pada kecepatan 4500 rpm. Dengan cepat ia melepaskan kopling, merasakan sumber tenaga yang besar hampir saja membuatnya terlonjak saat kemudinya kehilangan tarikan serta bagian belakang sayap mobil berputar tak terkontrol, menciptakan badai debu di lintasan. Kecuali tidak juga, sebab triknya adalah bagaimana mengemudikan gelombang itu dan menghantam putaran tersebut menjadi sebuah lekukan untuk berbelok; membiarkan mobil tersebut melakukan drift. Rem, perlambat, kemudikan. Karet serta logam melengking lantang di jalanan, mengalahkan deru suara mesin. Ia membanting setir dengan gerakan yang hampir terlalu lebar, membawa mobil menuju tikungan tajam sebelum kembali mengambil alih; merasakan getaran halus menghantam tubuhnya saat mobilnya hampir membentur pilar beton.

Ia membiarkan mobilnya melaju untuk putaran keempat; mengemudi sembari memperhatikan pria yang berdiri sebagai titik tengah di jalanan. Ia dapat melihat mata yang sedang menghitung serta garis senyuman kekaguman yang terangkat naik, mengikuti arah pandangnya, kedua lengan terlipat dengan tenang meskipun ia sedang berada di tengah-tengah mobil yang melaju tak terkendali. Kakinya menginjak rem, dan mobilnya berdecit sebagai akhir dari drift terakhirnya yang tepat menghadap ke arah pria yang lain, suaranya lantang dan menggetarkan. Tak ada satupun dari mereka yang terlonjak. Laki-laki jangkung itu melepaskan lipatan tangannya dengan tenang kemudian mengangkatnya membentuk gerakan tepuk tangan. Kyungsoo menghela nafas pendek, mematikan mesin mobil dan melepas sabuk pengamannya, beranjak keluar dari mobil. Ia membanting pintu mobil tersebut berkat suara tepuk tangan serta siulan orang-orang terhadapnya.

"Menakjubkan! Aku tahu kau adalah incaran yang bagus setelah lintasan Bukak Skyway itu!" ekspresi menjengkelkan laki-laki tersebut berubah dari tenang menjadi semangat yang luar biasa. Mata lebarnya pasti mendominasi setengah dari wajahnya, pikir Kyungsoo sembari diam-diam menjauh dari laki-laki itu. Sengirannya sepenuhnya tersusun oleh giginya. Warna putih yang menjengkelkan, bahkan untuk gigi dengan perawatan yang baik.

"Chanyeol, menjauh, kau menakuti anak ini!" salah satu laki-laki yang duduk di bangku logam memanggil. "Matanya seperti mau lepas dari wajahnya!"

"Persetan denganmu, Kris! Lagipula mengapa kau berada disini? Kau bukan bagian dari tim!"

"Aku harus memeriksa pengemudi barumu untuk memastikan aku tidak perlu mencari orang baru untuk menyapumu di lintasan," laki-laki berambut pirang tersebut mengangkat bibirnya naik menyerupai setengah sengiran setengah seringai, mengibaskan puntung rokok ke tanah. Ia berdiri, dan si laki-laki pirang ini ternyata setinggi Chanyeol, mungkin lebih. Kyungsoo menggerenyit saat ia menyadari bahwa mereka jauh lebih tinggi daripada dirinya. "Ia tak buruk, kurasa. Lebih baik dari laki-laki yang mengotori halaman belakangmu dengan kaca pecah." Si laki-laki pirang kini menatapnya, bekas seringai masih menempel di bibirnya.

"Pergilah, Kris. Jangan cemburu karena kita akan menendang pantatmu dan mengubur wajah jalangmu ke dalam tanah tahun ini dengan si imut mungil ini." Hal itulah yang Chanyeol katakan saat ia menyandarkan tubuhnya pada si laki-laki pirang—pundak Kris. Ia menyeringai liar saat Kris menyikut tulang rusuknya supaya ia bisa terlepas darinya.

"Pastikan kau bisa memecutnya menjadi beberapa potongan dalam beberapa bulan ke depan."

"Ia alami, aku bisa lihat." Laki-laki lain berjalan ke arah mereka, tersenyum ke arahnya. Suho, Kyungsoo ingat ia memperkenalkan dirinya ketika ia pertama kali menginjakkan kakinya di bengkel. Ia berkata, "Kudengar kau tengah mencariku," dan laki-laki dengan senyum menyejukkan, Suho, memberitahukannya, "Perlihatkan pada kami apa yang kau bisa." Betapa mudahnya ditebak, pikirnya; namun hatinya masih berdegup kencang ketika mereka mengelilingi mobilnya di halaman belakang bengkel—yang mana jauh lebih luas dari halaman belakang yang pernah ada. "Siapa namamu lagi?"

"Kyungsoo," ia menyandarkan tubuhnya di badan mobil, merasa benar-benar tidak nyaman dengan sepasang mata yang menatapnya dari ujung kepala hingga ujung kaki. "Apa, apakah kau harus memeriksa latar belakangku?"

"Mungkin tidak untuk saat ini," seorang laki-laki kurus tertawa. Laki-laki kurus itu berbicara dengan pelat, matanya berubah menjadi bulan setengah ketika ia tertawa.

"Ia boleh juga. Pengemudi baik sangat mudah didapat, kita butuh seseorang yang sedikit tak terkendali." Kris mengerdik, menyandarkan sikunya pada pundak Chanyeol. "Tekniknya sedikit kurang—pegangannya terlalu licin dan terkadang ia jadi tak terkendali... namun terdapat sesuatu di dalamnya."

"Yah, siapa yang memerjakanmu sebagai manager HR?" Chanyeol memutar bola matanya sembari mendorong si pirang menjauh. "Namun ia mengingatkan kita pada seseorang, bukan?" Chanyeol meringis sembari mencondongkan badannya mendekat, menangkapnya dalam tinggi badannya. Kyungsoo menekan punggungnya pada bagian atas mobilnya.

"Caranya berkemudi, yeah... ia mengingatkanku pada anak itu." Kris tiba-tiba berbalik untuk menatapnya, matanya menaksir. "Mereka berdua mengemudi seperti orang yang menginginkan sebuah kecelakaan. Tanpa takut sama sekali. Terkadang hal itu bukanlah hal yang bagus."

Kyungsoo mengerutkan dahinya, mulutnya telah terbuka untuk sebuah jawaban ketika seseorang masuk, tangan di pinggang, menggerakkan matanya naik dan turun pada tubuh Kyungsoo. "Hal bagus karena kita punya si mungil ini sebagai penggantinya, huh?"

"Tidak ada yang dapat menggantikan Kai, Baekhyun. Kai masih bagian dari tim ini." Suho menepuk pundak laki-laki itu, terlihat jengkel.

"Well, terkadang sulit untuk mengingatnya, melihat bagaimana pantat berlapisnya yang penuh keagungan itu tak dapat ditemukan dimana-mana selama setengah tahun." Baekhyun memutar bola matanya. "Apa kau sudah menanyainya apakah ia akan mendaftar Perang balapan tahun ini?"

Semuanya melihat satu sama lain saat keheningan ragu-ragu menyudahinya. "...Terakhir kali aku melihatnya adalah sebelum pengumuman resmi dari Race War. Lebih dari sebulan yang lalu" Si laki-laki kurus mengerdik, terlihat benar-benar tak nyaman. Baekhyun melempar lengannya ke atas dengan jengkel seakan-akan ia mengatakan, "Aku istirahat dari kasus ini."

"Jadi..." Kyungsoo menyeret kakinya. "Apakah aku lolos?"

"Kau tak bisa keluar bahkan jika kau ingin sekarang," Suho mengalihkan pandangannya pada Kyungsoo, tangan terjulur untuk sebuah jabatan selamat datang. "Selamat datang di EXO-K"

Kyungsoo terdiam selama beberapa saat sebelum menjabat tangan tersebut, pandangannya tak lepas dari mata yang memandangnya.

"Bawa dia ke lintasan Incheon malam ini," celutuk Kris, melambaikan tangannya sembari berbalik, berjalan menjauh.


Musim semi di Seoul terisi dengan sinar lampu dan jalanan yang basah. Dengungan di kota diperkeras oleh banyaknya mesin mobil di jalan tol Bandara Incheon Utara, logam dari berbagai variasi dan warna-warna yang mengantri di dalam kerumunan yang ramai. Musik dance yang menjengkelkan menderu dari pengeras suara yang lebih besar daripada mobil, pemilik mobil yang rata-rata merupakan anak konglomerat berpose serta berparade bersama gadis-gadis cantik dalam rengkuhan mereka; memaerkan kekayaan keluarga mereka dengan lampu LED yang bersinar-sinar dan barang rampasan yang besar. Uang yang sesungguhnya berkerumun di kejauhan, direktur paruh baya serta pegawai pemerintah menyeringai di sebelah mboil milyaran mereka, Ferrari merah serta BMW hitam yang cantik dan tanpa cela.

Kyungsoo dengan mulus memarkirkan Genesis hitamnya di sebelah GT-R berwarna merah api dengan garis silver yang berpijar tepat di bawah atap mobil. Chanyeol dan Baekhyun duduk tepat di atasnya, Chanyeol mengunyah segenggam penuh keripik rasa bbq dengan keras sedangkan Baekhyun diam-diam mencuri keripiknya dari dalam tas setiap lima detik. Kyungsoo memperhatikan Baekhyun sekali lagi—ia terlihat benar-benar berbeda dengan porsi eyeliner yang begitu tebal serta cincin logam melingkari buku jarinya. Mereka melambaikan tangan ketika ia beranjak keluar dari mobil, bersamaan dengan terparkirnya Audi berwarna ungu velvet di sisi lain GT-R. Kyungsoo pernah melihatnya di bengkel, namun warna mobil tersebut benar-benar menarik perhatian di bawah cahaya lampu.

"Yo, Sehun!" Chanyeol melakukan high-five cepat dengan sang pengemudi ketika ia keluar dari mobil. Si pria kurus bebersih diri dengan sangat baik, dengan rambutnya ia sisir ke belakang dan sebuah jaket kulit buatan desainer ternama yang tampaknya berharga setengah dari mobil yang ia kemudikan tergantung di pundaknya. Gambaran sempurna dari anak konglomerat menjengkelkan yang terlalu dimanja oleh uang orang tuanya serta terlalu banyak waktu bebas, mencari-cari tantangan baru di lintasan balap.

"Hal yang lucu adalah bahwa sesungguhnya anak konglomerat kaya yang sesungguhnya adalah Suho," Chanyeol tertawa, suaranya berat dan lantang mengalangkan deru mesin mobil serta hentaman musik. Ia bersandar pada atap GT-R, mendengarkan obrolan Chanyeol dan Baekhyun dan gosip-gosip terkini, menunggu semua taruhan dipanggil. Chanyeol melambaikan tangannya pada Suho yang sedang berbicara dengan seorang laki-laki dengan Eclipse berwarna oranye. Kyungsoo mengikuti pandangannya dan mendapati mata Kris tertuju pada grup. "Audi V10 ini sebenarnya adalah mobil Suho, namun ia terlalu baik untuk mengemudi, sehingga ia meminjamkannya pada Sehun. Strategi bagus, tentu sja. Sehun membuat umpan yang baik, membujuk semua tukang pamer menjengkelkan itu untuk berpikir bahwa mereka hanyalah anak orang kaya dengan uang serta waktu bebas berlebih. Anak itu menghasilkan uang banyak di lintasan."

"Sebenarnya, kau juga, kan?" Baekhyun meringis, mengibaskan sepotong keripik ke arahnya. "Wajah polos kebingungan itu, semuanya berpikir bahwa kau hanyalah anak hilang yang tiba-tiba saja berakhir di lintasan. Tapi kau bukan, benar? Aku pernah melihatmu balapan. Kau mungkin tersandung-sandung di lintasan, namun aku tak berpikir bahwa kau tak tahu apa-apa. Kris benar soal memilihmu. Ia punya mata untuk hal-hal seperti ini."

"Tikungan di lintasan gunung Bukak itu... itu benar-benar pekerjaan yang bagus. Kau punya potensi, dan kau bukanlah siapa-siapa, jadi mereka tidak tahu bagaimana kemampuanmu. Kau bisa jadi benih rahasia kita."

Kyungsoo mengibaskan keripik tersebut menjauh dari pundaknya, menyapu benang di jaketnya dengan kerutan dahi. "Kenapa kau berpikir bahwa aku akan balapan untuk kalian?"

"Well, kau disini, kan? Dan kau tahu ini bukan hanya tentang kita. Kita bisa bilang bahwa ini untuk uang, namun tidak juga."

Chanyeol tertawa, melambaikan tangan pada Skyline putih yang baru saja memarkirikan dirinya di sebelah Audi. Seorang bocah mungil keluar, matanya besar dan awet muda, namun garis wajahnya keras. Sehun mendekapnya untuk sebuah pelukan. "Kau punya tampang itu. Seolah-olah kau masa bodoh jika kau terjerumus ke dalam neraka, namun kau selalu mundur begitu saja di detik-detik terakhir ketika kau akhirnya ingat bahwa kau tidak boleh celaka. Sudah kubilang, kau mengingatkanku pada seseorang."

"Temanmu yang keluar?"

"Ia tidak keluar." Chanyeol menggelengkan kepalanya penuh semangat, seakan-akan terguncang hanya dengan membayangkannya. "Ia hanya... tidak menghabiskan sebagian waktunya sebanyak yang ia bisa." Baekhyun mendengus di sebelahnya.

"Apakah itu kru milik Kris?" Kyungsoo mencondongkan kepalanya ke arah grup yang sedang berkumpul bersama Suho dan Sehun.

"Yep, yang disana adalah tim M. Ada Kris, raja lintasan dengan muka jalangnya, kau telah bertemu dengannya. Laki-laki pendek dengan Eclipse oranye bernama Yixing. Si pirang menggemaskan yang baru saja keluar dari Skyline putih bernama Lu Han. Pemilik 370z biru es disana bernama Minseok. Yang mengendarai Genesis hijau itu bernama Tao, laki-laki di sebelah Kris yang tampak seperti pembunuh aliran kungfu. Sebenarnya ia menggemaskan, sungguh. Oh, dan yang sedang berbicara dengan Suho bernama... Jongdae. Koordinator M? Manager? Apalah itu. Kau akan bertemu dengan mereka semua nanti."

Jongdae melambaikan tangan ke arahnya ketika ia menangkap mata Kyungsoo di antara kerumunan.

"Race War, kau pernah mendengarnya, bukan? Lebih seperti penghargaan balapan akhir tahun di skitar sini, tiap kru hanya boleh mengikutsertakan maksimal lima mobil. Karena itulah kami berbagi bengkel yang sama namun terpisah menjadi dua grup, K dan M. Orang-orang berkumpul dari berbagai macam negara. Orang Korea asli, orang asing, tukang pamer, kami punya semua jenisnya. Tempatnya berpindah-pindah tiap tahun. Tahun ini akan diadakan di lintasan gunung Galma. Karena itulah kami mencari pengemudi baru, seorang drifter yang baik. Kru kami baik-baik saja, kita punya kartu as kami, namun kami membutuhkan orang baru."

"Karena kartu as kami adalah orang yang tak dapat diandalkan. Ia bagus, namun tak mudah diajak bekerjasama ketika tak seorang pun tahu dimana ia berada." Baekhyun mengerutkan bibirnya.

"Aku tak mendengarmu keluhanmu ketika ia memberondong uang untuk kita tiap dua minggu sekali." Suho berjalan ke arah mereka, memukul pundak Baekhyun. Sehun mengikuti di belakang. "Ayo, kita mulai di pertandingan keempat." Chanyeol menepuk pipinya sembari melompat turun dari GT-R merah tersebut.

"Siapa yang mengemudi malam ini?"

"Sehun dan Kyungsoo. Sehun memperoleh banyak taruhan bagus malam ini. Oh, dan mereka tidak menutup jalan malam ini. Bebas tanpa batas," Suho meringis, mengacak bagian belakang rambut Kyungsoo. Tak ada jalan yang ditutup, perhatikan saja pos-pos yang ada. Mereka balapan bersama penduduk kota malam ini. Pukul dua dini hari, tak mungkin ada kemacetan di jalan. Suho memberi Sehun sepasang earphone kecil hitam dan satu set mikrofon. "Untuk koordinasi," Suho memberitahunya, suara lirihnya pecah di telinga Kyungsoo ketika ia naik ke kursi pengemudi.

Genesis hitam/hijau serta Skyline putih salju bergerak menuju garis start di sebelah mereka. Si anak pirang, Lu Han, tersenyum dan melambai ke arahnya, sedangkan Tao hanya mengangguk, rambut gelapnya menutupi matanya, ia dapat merasakan konsentrasi yang kuat di wajahnya saat laki-laki itu memegang kemudi. Chanyeol dan Baekhyun memberinya acungan jempol sebagai tanda "semoga beruntung" di seberang kerumunan. Nissan Silvia berwarna hijau neon menggelikan dengan terlalu banyak detail GT-R serta lampu LED biru melaju di sebelahnya, bersamaan dengan Mercedes S350 berwarna metalik. Linatasan akan menjadi sedikit ramai pada ronde ini.

Kyungsoo membiarkan deru mesin mobil mengambil alih pikirannya, larut dalam suara bising kerumunan dan meletakkan semua sisa duniawi yang ada pada jendela kedap suaranya. Ia merasakan sensasi lembut di bawah sentuhannya, bergetar melewati tubuhnya. Matanya menatap lurus, garis panjang dari jalan tol yang berangin naik ke atas gedung gedung beton dan gunung gelap, teriluminasi oleh lampu jalanan serta lampu besar. Suara Suho di telinganya menjadi sebuah pengingat mungil.

"Siap, bersedia, Jalan!"

Kemudian para kerumunan berjingkrak ke depan.

Sehun memimpin di posisi pertama, diikuti dengan Mercedes metalik. Audi ungu melewati mereka tanpa susah payah selama satu quarter sebelum Genesis hijau gelap mengejar, meluncur di antara Sehun dan si Mercedes metalik. Suara bising Silvia hijau neon mulai membuatnya bergidik, jadi Kyungsoo dengan tenang membanting kemudinya ke kanan dan membiarkan pantat mobilnya menghantam badan Silvia, menggores garisan panjang pada cat kap mobil dan merasa puas melihat lampu LED mobil tersebut pecah. Kejadian tersebut membuat si Silvia terpaksa melintang setengah jalan ke sisi lain jalan tol, dan Kyungsoo mendengus ketika mobilnya bersusah payah kembali ke lintasan saat mobil-mobil penduduk sipil melaju dari arah berlawanan; membunyikan klakson mereka dengan keras ketika mereka membanting setir untuk melewatinya, hampir saja menubruk pantat mobil Nissan lagi dan lagi. Pengemudi mobil Silvia menurunkan kaca jendelanya dan meneriakinya, namun Kyungsoo telah melaju kencang, membuntuti Genesis hijau gelap dari dekat.

Mereka menjaga kecepatan mereka, sampai pada akhir quarter selanjutnya dan tiba-tiba saja Tao mendesak si Mercedes ke samping. Butuh waktu beberapa detik bagi Kyungsoo untuk menyadari bahwa ia sedang membuat jalan bagi Lu Han saat mobil Skyline putih melesat ke depan entah dari mana, beberapa inchi jauhnya dari mobilnya dan hampir tepat berada di belakang Audi Sehun sebelam membanting setir ke kiri.

"Apa-" Kyungsoo berkedip—ia benar-benar melupakan Skyline. Skyline putih itu mempercepat lajunya melewati si Mercedes dan Audi Sehun dalam beberapa detik selanjutnya, mobil itu tampak seperti bayangan hantu dalam jalanan gelap ini.

"Apakah Luhan baru saja mengejar? Ngomong-ngomong, dia kartu as tim M," Suho memberitahu dengan ceria melalui earphone di telinganya, meninggalkan Kyungsoo yang menatap kebingungan. Bocah pirang menggemaskan mengemudi layaknya iblis. Ternyata Tao adalah umpan tim M, dan tak seorangpun berpikir untuk memberitahunya. "Kyungsoo, giliranmu!" Sehun tiba-tiba membanting setir, mendorong Genesis Tao dan Mercedes metalik ke samping, membuka jalan yang lebar bagi Kyungsoo. Ia menggigit bibir bawahnya kemudian segera menginjak pedal gas.

"Putar balik pada 100 meter selanjutnya!" Suho berteriak di telinganya. Kyungsoo menurunkan kecepatan mobilnya dengan kasar, melemparkan berat mobil pada kemudi depan. Ban depan mobil memekik lantang pada aspal saat kemudi belakangnya kehilangan kendali dan mulai melakukan drift. Kyungsoo memutar mobilnya 180 derajat sempurna sebelum menginjak pedal gas lagi, kembali mempercepat laju mobilnya menuju garis start. Ia berada di posisi kedua sekarang, mengincar Lu Han yang telah berada di depannya, ia dapat mendengar suara lengkingan mobil yang melakukan drift jauh di belakangnya. Namun, tiba-tiba ia merasakan sinar lampu yang amat terang tepat di sebelahnya, dan mobil berbadan berat tiba-tiba menekan mobilnya kesamping sembari melesat melewatinya. Kyungsoo dengan susah payah mengemudikan mobilnya kembali di lintasan sebelum mobil lain dari arah yang berlawanan menubruknya.

"Apa-apaan itu?" ia mendesis tak percaya, sebab mobil yang baru saja menekannya di antara dirinya dan Skyline putih adalah mobil Jaguar XJ, badan metalik mobil besar itu begitu mengintimidasi pada setiap keagungannya. Mobil itu jelas-jelas tidak ikut balapan, namun tidak ada penduduk sipil yang mengemudi seperti itu, tipikal pengemudi Jaguar—

"Oh sial," Tawa Chanyeol meledak di telinganya, "Oh sial, itu dia rajanya! Tentu saja ia memutuskan untuk muncul entah dari mana dan mengacaukan balapan ini setelah menghilang selama sebulan penuh; kerdil, beri dia jalan!"

"Apa?!"

"Jaguar itu, dia Kai! Beri ia jalan kalau kau tidak mau mobilmu berakhir rusak parah di pinggir jalan! Ia mengincar Lu Han sekarang!"

Seperti yang dikatakan Chanyeol, dalam beberapa detik selanjutnya, Jaguar metalik itu menghantam Skyline Lu Han ke samping, hampir saja membuatnya terlempar keluar lintasan. Skyline tersebut dengan cepat mengejar kembali, namun tampaknya ia kalah oleh kelembapan, tertinggal jauh oleh si Jaguar.

"Oh man, Lu Han akan benar-benar kesal—"

Kyungsoo mendesis simpati ketika melihat si Jaguar berhasil mengikis sebagian cat metalik pada badan kanan mobil Lu Han. Jika saja ia dapat melesat melewati pertarungan antara Jaguar dan Skyline... kecuali jika pantat si Jaguar membentur lampunya ketika ia mencoba untuk menyalip, memecahkan lampunya sendiri.

"Aw sial," Chanyeol masih tertawa melalui earphone. "Ia tidak tahu kalau si kerdil berada di tim kita! Kyungsoo, dengar, Kai tidak kemari untuk menang, ia hanya menahan jalan para kompetitor kita, jadi menyingkirlah dan—"

Kyungsoo mengambil nafas panjang dan memutar bahunya ke belakang. Dalam hitungan selanjutnya, ia membiarkan dirinya bertubrukan dengan si Jaguar. Suara kaca pecah dan kikisan logam meledak pada jarak sempit di antara mereka. Ia tidak dapat melihat pengemudi lain di belakang jendela hitam si Jaguar, namun ia dapat merasakan sepasang mata menjurus padanya. Setelah itu, semuanya tampak kabur ketika mereka mempercepat laju pada sisi satu sama lain menuju garis finis; sampai-sampai ia dapat merasakan lengkingan dalam kepalanya, gelombang pendek yang bergetar ke seluruh tubuhnya dengan segala resikonya. Ia merasakan suara-suara bising bergejolak di telinganya, namun ia tak dapat menangkap apa yang mereka katakan.

Kemudian si Jaguar menjauh— dan semua berhenti begitu saja

Ketika mata Kyungsoo kembali tekerjap membuka, Chanyeol ada disana, menariknya keluar dari mobil dan tanpa basa-basi segera memeluknya, tertawa dan mengguncangnya dengan penuh semangat. Para kerumunan bersiul dan bertepuk tangan di sekitar mereka, dan Kyungsoo baru menyadari apa yang baru saja terjadi ketika Suho melompat di belakangnya lalu mencium pipinya.

"Kau benar-benar gila, kerdil!" Chanyeol menarik lengannya, menekannya pada badan mobil. "Mungkin kau baru saja menghancurkan seluruh badan kanan mobilmu hanya untuk memenangkan pertandingan ini, namun kurasa hal itu adalah salah satu resiko yang harus kau dapat karena menantang bocah gila satu itu!"

Ketika ia mendongak, Jaguar berwarna metalik itu telah terparkir di samping Genesisnya, salah satu sisinya berada di kondisinya yang sama parahnya, warna metalik mobil tersebut terkikis kasar serta peyok. Kemudian ia menyadari bahwa kaca jendela mobil tersebut turun, dan bocah gila yang lain menatap lurus ke matanya, sebuah seringai menghiasi bibir merahnya. Kyungsoo merasakan jantungnya bergedup kencang, serbuan adrenalin masih mengalir dalam aliran darahnya, membawa perasaan geli pada ujung jemarinya. Ia melipat tangannya membentuk sebuah kepalan, kukunya tenggelam dalam telapak tangannya seakan-akan ia dapat mencakar getaran pada kulitnya. Kemudian, si Skyline putih berhenti di sebelah Jaguar, dan tatapan mereka pecah begitu saja ketika si Skyline menghalangi mereka. Kyungsoo mengerjap.

"Kai! Apa kau akan ikut Race War?" Lu Han berteriak dari mobilnya, dan Kyungsoo merasa bahwa ia tidak terdengar marah sama sekali untuk ukuran seseorang yang baru saja dihantam keluar lintasan oleh mobil asing yang muncul entah dari mana.

"Yeah, yeah, mungkin," Suara dalam laki-laki itu membuat kepala Kyungsoo tersentak ke atas. Mungkin ini hanya imajinasinya, namun mata mereka bertemu kembali, dan Kyungsoo membeku di tempatnya.

Si Jaguar berbalik dan menghaling dibalik malam sebelum mobil-mobil balap yang lain sampai di garis finish. Sehun memberinya setumpuk uang di akhir acara. Kyungsoo mngerjap.

"Jangan biarkan Jongin menakutimu."

"Siapa itu Jongin?" tanya Kyungsoo, namun Sehun kembali menghilang ke arah kerumunan.


Mungkin ini hanya imajinasinya, namun ia melihat Jaguar metalik itu lagi dalam perjalanannya pulang pada dini hari, lampu belakangnya pecah dan pintu sampingnya ambruk, bemper metalik mobil tersebut hampir saja lepas dari engselnya. Kyungsoo memperhatikan ketika si Jaguar memperlambat lajunya dan memutar sang mobil ke tikungan yang salah, melempar badan depannya pada aspal dibawah dengan bunyi yang memuakkan. Yang tertinggal hanyalah pecahan logam serta serpihan kaca. Suara hiruk pikuk berbunyi lantang dalam waktu yang sunyi ini, memecah kemilau pagi hari. Logam tergelincir dan mencakar aspal. Tak ada kebakaran ataupun ledakan, yang ada hanyalah rongsokan logam yang rusak dan dingin terlentang diam di jalan pada kedinginan Seoul pagi hari.

Kyungsoo duduk di mobilnya dan menunggu sampai sinar mentari naik ke atas langit kota, namun tak ada yang menjauh dari rongsokan logam— satu-satunya hal yang tersisa dari Jaguar metalik. Jantungnya berdegup kencang. Ia membunuh waktunya dengan mendengarkan koleksi musik—menurut artis, menurut judul album, menurut jenis musik, menurut tahun—lagi dan lagi dan lagi. Ia tak bisa melihat darah dari jarak ini.


Hujan kembali turun ketika ia membuka matanya. Aspal terasa dingin dan basah, rintikan air hujan musim semi membasahi celananya. Lututnya terluka, seakan ia bisa mengikisnya kasar dari kain pakaiannya. Kai menggerakkan tangannya menuju rambutnya. Seoul satu warna, hujan yang tak pernah berhenti. Tak ada yang berubah di sekitar sini. Perjalanan pulang terasa lama, namun sisa-sisa adrenalin masih bergerak di sekitar tubuhnya, jadi ia memutuskan untuk mengambil rute yang jauh. Kecuali jika hujan kembali turun di tengah-tengah perjalanan dan membuatnya wajahnya mengerut sembari mencari tempat berteduh di toko terdekat. Tangannya terasa dingin, dan hawa dingin ini membuatnya menginginkan secangkir kopi.

Hanya ada satu pelanggan di dalam toko. Seorang laki-laki mungil dengan pakaian biru gelap, berdiri di tempatnya sembari memilih-milih merek tomat kalengan mana yang harus ia beli, memperhatikannya lekat-lekat seolah-olah tomat memegang rahasia paling besar di dunia ini. Kai mengenalinya. Ia hanya melihat laki-laki itu selama beberapa saat ketika ia tenggelam dalam lengan Chanyeol dan detengah dihalangi oleh Skyline Lu Han; namun ia menyadari bagaimana mata besar itu mengambil alih sebagian wajahnya, membuatnya terlihat setengah ketakutan setengah kebingungan. Ia melihat mata itu menatapnya lurus dari kaca jendela hitamnya dengan logam serta kaca mobil mereka bersentuhan dahsyat diantaranya. Pipi bulat yang lembut, rambut gelap yang tertata rapi. Ia menggenggam tas plastik berwarna merah. Kai berjalan mendekat, kembali menggerakkan tangannya pada rambutnya; mengguncang rembesan air di kepalanya dengan putus asa.

"Hey," ia tersenyum, ramah dan manis, seakan-akan ia sedang mendekati anak anjing yang gugup. "Berbelanja di hari hujan?"

Laki-laki mungil itu berbalik dan menatap dirinya dengan mata besarnya yang mengesankan, ia seperti baru saja melihat hantu dan tidak tahu apakah ia harus lari ataukah berteriak.

"Aku Kai," ucapnya, lebih seperti sebuah pengingat daripada perkenalan. Entah bagaimana ia ragu apakah laki-laki ini melupakannya atau tidak. Si laki-laki mungil meraba-raba keranjangnya, menggumamkan sesuatu seperi, "Aku tahu" dalam tarikan nafasnya, kemudian mengambil sekaleng tomat dengan tergesa dan mencengkramnya erat di dada layaknya sebuah pelindung; matanya mengalihkan pandangannya dari tatapan Kai. Kai mengerutkan dahi. "Aku minta maaf soal mobilmu waktu itu? Aku tak bermaksud apapun, sungguh. Kuharap mobilmu masih berfungsi?"

Si laki-laki mungil pada akhirnya tertawa, melempar kaleng tomat di tangannya pada keranjang. Satu bungkus pasta, satu bungkus keju. Kebutuhan dasar untuk kehidupan yang sederhana. "Aku tak berharap banyak."

"Maaf?" ia mengulang lagi, memberinya senyuman terlucu. "Aku bisa mengganti ruginya." Si laki-laki mungil berjalan ke arah kasir, dan ia membututi di belakang, mengambil sekaleng kopi di tengah perjalanan.

"Apakah kau mengikutiku?" si laki-laki mungil mengerutkan dahinya padanya ketika mereka berdua berdiri di teras toko. Hari masih hujan, rintikan hujan menghantam jalanan dengan kasar.

Ia menunjuk ke arah payung yang ia bawa di salah satu tangannya. "Kau punya payung. Dan mungkin akan membuat makanan."

Si laki-laki mungil berbalik untuk menatapnya. "Apa yang membuatmu berpikir kau bisa seenaknya mengikutiku pulang untuk makanan gratis?"

"Sebab kau adalah pria biak-baik, aku basah kuyup, dan aku baru saja mengalami malam yang sangat, sangat panjang?"

Pada akhirnya mereka berjalan berdua di bawah payung yang sama dalam hujan. Meskipun sebagian tubuh Kai tetap saja basah kuyup. Si laki-laki mungil bersikeras untuk memegang sendiri payungnya, dan bagian tajam payung tersebut kerap menghantam bagian kepala Kai, walaupun ia telah menunduk. Kaleng kopi itu tetap hangat dalam genggamannya.

"Apa kau benar-benar tidak takut jika aku membunuhmu segera setelah kita sampai di tempatmu?" ia bertanya pada si laki-laki mungil—Kyungsoo, katanya—membuka kunci pintu apartemennya. "Hey, aku kenal gedung ini. Bukankah disini tempat Jongdae juga tinggal? Kau tahu, laki-laki yang suka tersenyum, tulang pipi mematikan, bagian dari tim M? Kau pasti pernah melihatnya, lagipula kau bersengkokol dengan anak-anak itu."

"Aku punya lebih banyak alasan untuk khawatir jika kau pingsan di lantaiku daripada jika kau membunuhku," Kyungsoo mendengus, membukakan pintu untuknya. "Kau terlihat seperti anak anjing yang basah kuyup. Berdiri disana dan biarkan aku mengambil handuk."

"Aku hanya bercanda ketika aku bilang aku akan mengikutimu pulang," ujarnya, melepaskan jaket tebalnya, menjatuhkannya pada lantai dengan suara cipratan air. "Namun kau benar-benar membawaku pulang, huh. Mungkin kau adalah pembunuh berkapak, membujukku untuk datang ke rumahmu dengan janji akan makanan dan handuk kering." Tempat itu juga cocok untuk menjadi sarang pembunuh berkapak—sunyi dan suram, dinding kosong, ruangan hampa. Bantalannya pun diletakkan dengan rapi di atas sofa seolah-olah tak pernah disentuh sama sekali. Ia melepas pakaiannya, dan sedang dalam proses membuka celana jeansnya ketika Kyungsoo kembali ke ruang tengah dan memekik, melemparkan handuk kering tepat di wajahnya.

"Apa yang kau lakukan?!"

"Apa?" ia meletakkan handuk kering tersebut di bahu telanjangnya. "Bajuku basah, dingin rasanya." Ia melepas pakaian dalamnya. Kyungsoo menatap tajam, namun segera memungut bajunya yang basah dan menghilang ke ruangan lain. Kai melingkarkan handuk kering itu di sekitar bahunya. Ia duduk di dapur sembari melihat TV sedang Kyungsoo tengah membuat masakan aneh yang ia beri nama kimchi spaghetti. Aroma kejunya sedap, begitu pula dengan kimchinya, hal itu membuatnya sangat senang.

"Kau begitu baik pada orang asing yang hampir menghancurkan mobilmu di sirkuit balap," ujarnya sembari memasukkan spaghetti buatan Kyungsoo ke dalam mulutnya dengan sumpit.

"Kau terlalu sok akrab pada orang asing yang hampir kau hancurkan mobilnya. Sudah berapa lama semenjak terakhir kali kau ke bengkel?" tanya Kyungsoo. "Kurasa mereka ingin menemuimu."

"Aku tak tahu, tak ingat." Ia mengaduk-aduk kimchi dihadapannya. Sesuatu berwarna merah jatuh ke piring. Sekumpulan tissue putih ditepukkan pada wajahnya sebelum ia dapat bereaksi.

"Ugh, menjijikkan. Jangan meneteskan darah pada makanan."

Kai tertawa malu, menggengam tissue kertas itu ke arah hidungnya. Mimisan karena kimchi, sungguh. Kyungsoo menuntunnya ke sofa, membuatnya berbaring terlentang, tergesa-gesa dan hening saat Kyungsoo membersihkan dapur.

Ia jatuh teridur di atas sofa jelek Kyungsoo tak lama setelahnya. Masih terdengar suara rintik hujan membentur kaca jendela ketika ia bangun di sebuah kamar kosong setelahnya, langit berubah mendung di bawah sinar lampu kota malam hari. Kepalanya masih terasa berat, tubuhnya kesakitan dan letih, sehingga ia kembali jatuh tertidur berkat suara rintikan hujan.


Ketika ia terbangun untuk kedua kalinya, langit tampak lebih cerah, dan pakaiannya diletakkan di meja kecil disampingnya, kering dan hangat, terlipat rapi. Kyungsoo tak dapat ditemukan dimana-mana, jadi ia membiarkan dirinya keluar, merasa sedikit aneh layaknya pagi hari yang terbaikan sehabis melakukan urusan rahasia.

Ia menaiki bus berwarna hijau dari halte di ujung jalan. Ia bersandar pada tiang, merasakan dengungan roda pada aspal di atas kakinya. Chanyeol adalah orang pertama yang menangkap matanya dari ketika ia turun di ujung jalan dan melihat bengkel timnya. Sebelum ia sadar, ia telah ditarik dalam sebuah pelukan.

"Kai!" Chanyeol tertawa, mengacak-acak rambutnya. Ia mungkin agak merindukan wajah gila itu. "Wow, aku tak menyangka akan bertemu denganmu secepat ini! Kali ini kurang dari seminggu, ini rekor baru!"

"Yeah?" ia melepaskan diri dari pelukan Chanyeol dengan lembut, melambai pada anak-anak lain yang tengah berjalan untuk memeriksa ada keributan apa ini.

"Well, kita hampir tak bertemu satu sama lain ketika kau menghancurkan seluruh balapan dengan Jaguar kerenmu itu minggu lalu, tapi aku menganggapnya sebagai sebuah pemandangan saja." Tao menariknya untuk sebuah pelukan, sedangkan Kris bergerak mendekat dan mencoba untuk menepuk kepalanya dengan kunci inggris.

"Dimana Lu Han? Aku ingin minta maaf karena telah mengikis cat Skylinenya," Kai tertawa, namun ia sudah tahu jawabannya. Pada dini hari, orang-orang yang berkumpul di bengkel hanyalah orang-orang yang benar-benar bekerja disana. Orang-orang itu adalah Kris, Yixing, Chanyeol, Baekhyun, dan Tao.

"Well, Lu Han tidak ada disini, namun kau bisa minta maaf pada Kyungsoo." Yixing mendorongnya masuk, dan Kai terkejap melihat pemandangan akan Kyungsoo yang tengah larut pada laptopnya di bangku kerja. Ia mendongak ke arah keributan dan mengerjap, mata besarnya menatap Kai layaknya seekor rusa ketika mata mereka bertemu. "Memperkenalkan anggota baru tim EXO K, pengemudi Genesis hitam setengah hancur yang berlomba denganmu pada balapan terakhir!" Yixing mendorongnya maju, membuatnya hampir tersandung. Bibirnya membentuk sebuah senyuman masam, dan Kai berjalan mendekati Kyungsoo pelan-pelan.

"Yeah, okay... yeah. Aku benar-benar minta maaf soal Genesismu. Mari kita mulai dari awal lagi?" Ia menjulurkan tangannya. "Namaku Kai." Kali ini ia memperkenalkan dirinya.

Kyungsoo ragu selama beberaa detik, kemudian menjulurkan tangannya untuk menerima jabatan tersebut, jemarinya hangat dan mungil dalam genggaman Kai. "Kyungsoo. Dan aku tidak menyesal soal Jaguarmu."

Chanyeol tertawa terbahak di belakang mereka. "Tidak ada yang menyesal akan si Jaguar."

Kyungsoo memiringkan kepalanya bingung.

"Kau tahu bagaimana mereka bilang bahwa setiap lelaki membunuh apa yang ia cintai, kecuali yang pintar? Orang yang pintar menyewa seseorang untuk melakukannya. Dan saat itulah Kai muncul. Ia adalah orangnya," Chanyeol menepuk pipinya. Ia senang menceritakan cerita ini. "Itulah pekerjaannya. Karena itulah ia tidak datang balapan, tidak lagi. Tidak untuk uangnya, paling tidak."

"Kau tidak tampak seperti pembunuh," ujar Kyungsoo. Pujian yang bagus, pikirnya.

Ia mengambil tempat di sebelah Kyungsoo. Laki-laki yang lain tidak bergerak sedikitpun ketika bahu mereka bersentuhan. "Ferrari 360 Spider merah menyala, Lamborghini Gallardo LP 570-4 berwarna kuning, Jaguar XJ Saloon metalik, Porsche Carrera S putih bersih, Maserati Spyder biru langit. Hitung jumlah semua uang itu di kepalamu. Sebuah showroom mobil-mobil mewah, mimpi akan kehidupan mewah serta modern yang memuaskan, menghabiskan waktu di bengkel pribadi dan lapangan parkir khusus. Mimpi seseorang terpatahkan. Di kota ini, selalu ada pria tua dengan mobil milyaran yang menginginkan sebuah kecelakaan."

Mobil-mobil hampir saja menghilang karena perceraian yang berantakan dan kegagalan pewaris. Pemilik mobil yang telah bangkrut. Mobil-mobil yang dikemudikan oleh nyonya rumah dengan nama buruk. Penipuan asuransi. Balas dendam. Putus asa. Cinta. Hal-hal iu merupakan alasan mengapa seseorang mengendarai mobilnya ke jurang. Lengkingan ban mobil pada aspal atau goresan logam pada dinding beton, hal tersebut hanyalah suara mimpi yang telah mati.

"Itulah yang ia bunuh. Mimpi lama para orang kaya. Setumpuk uang berubah jadi cinta; cinta berubah menjadi rongsokan logam di pinggir jalan."

"Gajinya bagus," ujar Kai, bersandar pada atap terbuka Silvia putih. "Anehnya, orang-orang mematok harga yang tinggi untuk sebuah kerusakan."

"Tidak semua orang punya hati untuk menubruk Porsche asli pada tiang lampu kemudian membawanya masuk ke jurang. Orang-orang membayar mahal untuk kejahatan. Aku kerap memberitahunya untuk memberi kita beberapa bagian dari mobilnya sebelum ia tabrakan."

"Itu tak sama. Nyonya rumah kesepian pantas mendapatkan kematian yang layak jika mereka tidak mendapatkan kehidupan yang layak."

"Karena itulah kau tidak ikut balapan lagi. Karena kau selalu mengemudi untuk sebuah kecelakaan sekarang," ucap Kyungsoo, alisnya berkerut saat ia berpikir. Ia terlihat lebih baik saat tersenyum, pikir Kai.

"Jadi, apa pekerjaanmu?" tanyanya, mata terseret pada kuku jemari Kyungsoo yang rapi. Tangannya terlipat rapi di pangkuannya.

"Aku... kerja di bank. Tidak terlalu menyenangkan, jika dibaningkan denganmu."

"Mengerkah angka. Mengendalikan uang dunia. Seorang pekerja bank dengan kemeja putihnya yang menginginkan sedikit sensasi tiap akhir minggu." Ia meringis, menggoda. Kyungsoo hanya mengangguk.

"Sesuatu seperti itu."

"Hey, kau harus pergi minum dengan kami malam ini! Sehun dan Lu Han akan datang nanti." Yixing memukul punggungnya saat ia berjalan melewati mereka.

"Aku harus memberitahu Kris kali ini," ujar Kai saat yang lain mengerang jengkel. "Mungkin lain waktu, guys. Aku harus pergi. Titip salam untuk yang lain."


Mungkin itu adalah kecelakaan, mungkin tidak, namun Kai melihat Genesis hitam bobrok pada perjalanannya pulang malam itu, mobil itu terlihat familiar dengan sebagian kaca jendelanya yang rusak serta warna cat yang terkelupas. Jika ia melihat lebih dekat, mungkin ia dapat melihat bintik-bintik metalik dari si Jaguar. Hari tidak lagi menurunkan hujan, namun mobil tersebut masih bergerak tak terkendali saat mobil itu membentur pembatas jalan dan terputar-putar di udara, badan logam yang besar itu hampir tak berbobot pada setiap gerakannya. Mobil itu menghantam tanah dengan keadaan terbalik, terpental beberapa kali sebelum terjatuh dalam keadaan hancur total, seprihan kaca bertebaran dimana-mana dan gasolinnya mengucur deras.

Beberapa pejalan kaki berteriak ketika mobil itu terbakar, apinya mendesis tinggi menjadi awan hitam ketika karet mobil itu meleleh dan logam mobil tersebut menghitam tak karuan. Tak ada yang menjauh dari rongsokan itu. Ia mendapati asap bergerak naik dari jauh sampai mobil pemadam kebakaran datang.


Kyungsoo berhenti tiga langkah jauhnya dari puncak tangga yang membawanya ke lantai tempat ia tinggal. Mungkin ia tidak akan terkejut mendapati Kai duduk di depan pintunya, tudung abu-abu menutupi kepalanya, namun salah. Kai jelas-jelas telah berada disana selama beberapa saat, melihat dari puntung rokok yang mengotori lantai di sekitarnya. Kyungsoo menjaga jarak darinya ketika ia berjalan untuk membuka kunci apartemennya. Kai terlonjak kaget ketika pintu terbuka.

"Kau tak boleh merokok disini," Ia menatap tajam, dan Kai mengangkat tangan kosongnya naik, sengiran di wajahnya membuatnya tampak jauh lebih muda. Kai mengikuti di belakang, berbau seperti rokok dan hujan pagi hari.

"Apa yang kau dapat?" Kai mencondongkan kepalanya pada bahu Kyungsoo ketika ia mengambil tahu dan sekotak telur dari tas belanja yang ia bawa, meletakkannya di meja dapur.

"Kemari untuk makan malam gratis?" ia memutar bola matanya, mendorong Kai dari jalannya sembari meletakkan sekotak susu mungil di lemari es.

"Aku bisa membayarmu, namun kurasa kau tak begitu membutuhkan uang. Tuan pegawai bank dalam penyamaran."

"Apa yang membuatmu berpikir aku sedang menyamar?"

"Well, kau jelas-jelas baru pindah kemari. Tempat ini benar-benar hampa. Dan aku yakin kau punya lebih banyak uang untuk tinggal di tempat yang lebih baik daripada disini. Kau punya penampilan itu. Terlihat sangat rapi, benar-benar sempurna." Kai meringis ke arahnya, satu lengan bersandar pada meja dapur, tangan yang lain tergantung di bahu Kyungsoo. "Jadi apa yang kau lakukan? Mencuri beberapa miliar won dari gudang bawah tanah bankmu?"

"Pertama, aku masih punya pekerjaan, terima kasih banyak. Kedua, aku tidak bekerja di bank komersil. Tak ada gudang bawah tanah." Ia mengeluarkan dua buah telur dari dalam kardusnya, kemudian berhenti sejenak, lalu mengambil dua buah lagi sebelum meletakkan kardus telur tersebut kembali pada tempatnya. Memasak jadi lebih rumit ketik kau harus menambah porsinya. Makanan jadi lebih cepat habis.

"Jadi kau bekerja di bank jenis apa? Apakah kau membuat omelette?"

"Ya." Kyungsoo menghela nafas, dongkol. "Bank pemasukan, okay? Lagipula, apa pentingnya hal itu? Kau tidak perduli akan apa yang aku lakukan. Aku hanyalah pegawai bank membosankan dengan kemeja putihnya." Telur, daging babi cincang, garam, cabe, bawang, minyak. Penggorengan panas itu mendesis, lantang dan mengganggu. Ia menggunakan panci mungil untuk memasak air yang akan digunakan sebagai kuah sup tahu.

"Hey, masukkan lebih banyak cabe. Kau benar, aku tidak perduli, namun aku hanya bosan. Jadi, tuan pegawai bank pemasukan, apa yang kau lakukan?"

"Aku menjual dan membeli surat-surar berharga. Membuat persetujuan. Mengerkah angka. Menukar satu kontrak ke kontrak yang lain. Mencari keuntungan melalui devisa. Benar-benar membosankan." Ia memeriksa sisa nasi semalam. Hampir tidak cukup untuk dua orang, namun harus cukup. Kai menjulurkan tangannya dan mengambil sesendok nasi dengan tangannya, memasukkannya ke dalam mulutnya. Kyungsoo memukul pergelangannya dengan spatulanya.

"Aku pikir uang tidak membosankan." Kai menjilat jemarinya, basahnya lidah menempel di ujung ibu jarinya, gerakannya lambat dan menggoda, seakan-akan ia sedang menjilat madu daripada butir nasi. Kyungsoo kembali berbalik pada gorengan daging cincangnya.

"Betapa mengejutkannya."

"Uang adalah benda terdekat yang bisa kita dapat untuk kekekalan di jaman sekarang. Bukan setumpuk uang yang bisa kita sentuh, namun sistem saat ini, arus angka dan rangkaian elektronik. Menghancurkan banyak negara dan masa depan. Dimana kau bekerja? Yeouido?"

"Yeouido. Pulau finansial dari kaca, besi serta angka berwarna hijau yang menyilaukan. Kubus granit serta gedung pencakar langit dari logam." Mencelupkan kocokan telur pada daging cincang, sikutnya memukul tulang rusuk Kai sekali lagi. Ia butuh penggorengan yang lebih besar dari ini.

"Masuk akal. Kau jadi benar-benar terikat; uang dan angka dan kemeja putih ketat yang sempurna. Sepatu kulit mengilat. Sapu tangan kecil terlipat rapi di dalam kantong jas miliaranmu, tepat disebelah pulpen hitam mengilat. Potongan rambut rapi. Menghabiskan makan siang di atas tower dekat sungai Han. Aku dapat membayangkanmu seperti itu. Kemudian kau pergi balapan dengan kecepatan 300 km/jam bersama anak-anak gila pada jam dua dini hari. Sedikit sensasi."

Masakan Kyungsoo beraroma lezat. Mereka makan di sofa jelek Kyungsoo daripada di meja dapur.


Satu malam mereka berkendara ke Yeouido dengan Maserati Gran Turismo abu-abu metalik, menelan habis pandangan pejalan kaki yang kagum serta iri, dengungan lembut mesin terasa di bawah kaki mereka, kulit lembut hitam yang hangat seperti mentega di bawah sentuhan mereka. ia membawa Kai ke atap salah satu gedung pencakar langit setelah tengah malam, angin berhembus kencang dan kasar di atas kota. Mereka tidak dapat melihat orang-orang di ketinggian seperti ini, namun sinar lampu kota membayarnya.

"Uang berubah menjadi kehidupan di seberang lantai kaca berkilauan ini serta tower logam perbankan. Miliaran dan triliunan uang ditinjau dan disandi melalui mesin, gelombang ritme yang tak pernah berakhir, uang bergerak dan merubah wujudnya dari lembaran uang menjadi angka elektronik, rangkaian, sandi, keping magnet, batang grafik berwarna pada satu layar. Aku menukar uang, namun kurasa sudah lama aku tak memegang lembaran uang."

Ia melihat ruangan sandi. Ia melihat bagaimana uang dipadatkan menjadi barang yang tak tampak seperti uang lagi. Uang sebagai sebuah gagasan. Uang sebagai data yang tak pernah mati. Uang sebagai perbuatan gaib. Uang sebagai ukuran kekayaan seseorang. Uang dalam bentuk BMW sempurna yang dibakar menjadi logam, kaca, karet, abu hitam pekat, terabaikan di pinggir jalan.

"Sesungguhnya para karyawan lebih untung secara spiritual daripada biksu." Kai tampak seperti akan memanjat pagar pembatas. Kyungsoo menjauh dari tepi.

Setelah itu, mereka berkendara menuju gunung Galma, Kai menginjak pedal gas, menanjaki tanjakan serta tikungan gunung dengan tak hati-hati. Kaca jendelanya terbuka, membiarkan desisan angin serta deru lantang mesin menenggelamkan percakapan mereka. Tiba-tiba Kai membanting setir ke arah yang salah pada salah satu tikungan gunung yang menanjak, mobil tersebut hampir saja terjatuh ke jurang ketika ia menginjak rem, meninggalkan jarak beberapa meter antara kemudi depan dan tepi jurang. Mereka beranjak keluar, Kai meninggalkan kunci mobil pada kunci kontak. Ia menyalakan semua lampu serta sistem alarm, menginjak pedal gas, dan membiarkan mobil tersebut jatuh menuju kemariannya, alarm meraung-raung serta cahaya bersinar menyilaukan, membelah malam itu.

Mereka berdiri di tepian, memperhatikan Maserati itu hancur dan membakar gunung secara bersamaan. Perjalanan turun terasa lama, namun Kai adalah seorang partner berbicara yang baik.

"Jadi kudengar dari Chanyeol kalau kau pintar melakukan drift."

"Itu hanyalah olahraga yang berlandaskan gerakan tak terkontrol."


"Kita hanya butuh LSD, kemudian ban baru, gigi baru, dan ganjalan mesin, tambahan monitor di kokpit, rem tangan baru, katup baru, setelan mesin, dan mobilmu siap untuk balapan. Aku masih tak mengerti mengapa kau tak menggunakan Genesis lamamu untuk ini. Maksudku, ya, ini sedikit bobrok karena Kai, namun mesinnya masih berfungsi dengan baik."

"Kau yakin ia tidak butuh dekaliter baru dan beberapa lampu LED menyilaukan?" seru Lu Han dari balik Skylinenya, dan Kris memutar bola matanya. Atau mungkin, Kyungsoo merasa bahwa Kris pasti memutar bola matanya, sebab kepalanya masih tenggelam dalam bemper Genesis baru Kyungsoo. Entah bagaimana Kris mengumumkan bahwa dirinya adalah mekanik resmi mobil Kyungsoo, walaupun Chanyeol memprotesnya. Kyungsoo mulai curiga bahwa dia adalah satu-satunya orang yang melakukan apapun yang ia bisa di sekitar sini.

"Dan jika kau butuh tambahan modifikasi untuk mobilmu, pergilah ke Lu Han."

"Jangan!" Minseok memekik dibalik 370Z Coupenya. "Aku tak meminta cat Hello Kitty ini! Apa yang telah kau lakukan!" Minseok berteriak kencang ketika mendapati bemper 370Znya di cat dengan bentuk Hello Kitty. Kyungsoo mengira bahwa itu adalah pekerjaan tukang jahil, namun ternyata itu adalah pekerjaan Lu Han. Walaupun ia mulai ragu apakah Lu Han yang melakukannya.

"Tenanglah bakpao mungil. Kau tak pernah tahu, mungkin kau akan memenangkan penghargaan mobil modifikasi tercantik di Race War berkatku. Cat Hello Kitty juga akan meningkatkan tenaga kudamu sebanyak 300%."

"Bagaimana dengan beberapa stiker binatang di kaca pelindungku? Apa yang kau harapkan saat aku melihatnya?"

"Tiap stiker berharga 50 bhp okay. Dan siapa yang butuh penglihatan jelas ketika kau punya stiker Misa Misa pada kaca pelindungmu?"

Kyungsoo tak pernah bisa menyimpulkan apakah bocah pirang menggemaskan, Lu Han (yang ternyata bukanlah seorang bocah), termasuk tipe yang ironis atau ikhlas akan setiap pekerjaan yang ia lakukan dengan suara datarnya serta mata bambi berkilaunya.

Mereka meminjamkan Kyungsoo sebuah Hyundai Tuscani berwarna kuning selama mobilnya berada di bengkel. Warna kuning telur, kata Baekhyun, meringis sembari memberikan Kyungsoo kunci mobil tersebut. Kunci mobil tersebut dihiasi oleh gantungan telur kuning. Mobil tersebut sebenarnya mobil lama Baekhyun, walaupun akhir-akhir ini dia tidak menggunakannya lagi. Kris meminta Baekhyun untuk pergi mengambil beberapa onderdil di toko di pusat kota, dan Kyungsoo dengan sukarela mau mengantarnya. "Cuma ingin mengetes mobil ini," ucap Kyungsoo sembari mengambil tempat di kursi pengemudi Tuscani itu. "Untuk memastikan bahwa aku dapat mengendalikan kuning telur ini." Musim panas mulai datang, panasnya begitu terik dan menyesakkan bengkel.

Ternyata Baekhyun jauh lebih sering bergosip daripada Chanyeol. Ia menyalakan radio di dalam mobil, meloncat dari hip-hop asing sampai girl group Kpop yang menjijikkan sampai trot ceria kemudian informasi lalu lintas, kemudian kembali lagi menjadi girl group Kpop. Baekhyun adalah tipikal orang yang akan selalu menari pada setiap lampu merah, termasuk menggoyangkan lenganmu dan mengangguk-anggukkan kepalamu kesana kemari layaknya gurita.

"Chanyeol dan Kris benar-benar memiliki mobil kembar, dan bukan bagian luarnya saja yang kembar. Mereka punya mesin yang sama, modifikasi yang sama, semuanya sama. Sungguh sebuah perselisihan yang aneh untuk melihat siapa yang lebih baik dengan GT-R yang sama, aku tak tahu. Mereka bahkan memenangkan mobil-mobil itu bersamaan."

"Mereka memenangkannya?" Kyungsoo telah bertanya-tanya mengapa ada dua GT-R yang identik di lahan parkir bengkel.

"Oh yeah. Hal itu terjadi pada saat taruhan mobil-untuk-mobil yang gila pada suatu pertandingan beberapa saat lalu. Saat itu mereka mengemudi sebagai sebuah pasangan dan membawa pulang dua mobil itu. Benar-benar gila, hanya dua orang itu, sungguh." Baekhyun mengganti stasiunnya menjadi informasi lalu lintas lagi. Kemacetan di Susaek-dong. Kecelakaan tiga mobil di Sowon-gil. Tabrakan beruntukan. Beberapa orang tewas.

"Kai adalah salah satu orang yang sangat hebat dalam hal menghilang. Jika kau menulis biografi tentangnya, mungkin akan ada beberapa halaman kosong dengan sedikit catatan di atas—'Ia menghilang dari permukaan bumi', dan pada halaman selanjutnya—'Ia muncul empat bulan kemudian'. Jika kau merobek halaman kosong itu, buku itu akan menjadi cukup tipis."

"Aku pernah melihatnya. Aku baru saja melihatnya di bengkel kemarin."

"Yeah, mengenai hal itu. Ia jadi lebih sering muncul setelah kau datang. Mencurigakan." Baekhyun meringis, menatapnya kesamping. "Mungkin ia akan meninggalkan cara hidup Houdininya." Sengiran Baekhyun berubah menjadi tafakur. Jemari-jemari lentiknya mengetuk kaca jendela. "Well, kurasa ia tak selalu seperti itu. Ia mulai melakukan kegiatan menghilang itu sejak... entahlah—empat, lima tahun lalu kurasa? Setelah ia mengalami masalah besar dengan Sehun dan Lu Han. Mereka kira tidak ada yang sadar, namun hal itu terlihat jelas. Orang-orang hanya tidak mau membicarakannya."

"Masalah apa?"

"Well... Sehun dan Kai semacam teman masa kecil? Mereka tumbuh bersama di komplek yang sama. Sejujurnya, banyak dari kita yang mengalami hal serupa. Karena itulah kami jadi sering berkumpul bersama. Seperti Chanyeol, Minseok, dan aku. Ngomong-ngomong, aku tidak tahu... Sehun selalu membututi Kai kemana-mana? Kemudian Lu Han datang dan mereka menjadi trio dari neraka yang tak dapat dipisahkan. Namun aku tak tahu, entah bagaimana Sehun dan Lu Han berpacaran. Kai marah pada mereka atau semacamnya, kurasa. Masalah itu terjadi. Aku tidak yakin mengenai detailnya. Lalu satu malam ia menghilang begitu saja. Benar-benar gila—mereka menemukan mobilnya terbanting cukup parah pada salah satu sisi gunung. Semuanya benar-benar ketakutan."

Sebuah mobil BMW berwarna hitam berhenti di samping mereka pada salah satu lampu merah, setengah perjalanan dari bengkel dalam perjalanan pulang mereka. Kai adalah pengemudi dibalik kemudinya, menyeringai pada mereka sembari melepas kacamata hitam besarnya layaknya seorang aktor ternama yang menjemput teman kencannya. "Bagaimana mesin balapmu?" tanyanya saat Kyungsoo menurunkan kaca jendela Tuscani itu.

Lampu BMW itu menyala tiga kali. Ia dapat mendengar deru mesinnya. Kyungsoo tersenyum pada dirinya sendiri ketika ia sadar apa yang akan terjadi. Kyungsoo menatap lurus ke arah mata Jongin, tangan mereka menggenggam erat kemudi setir, jarak di antara mereka menyempit menjadi segaris kontak mata. Bibir Kai bergerak menjadi sebuah seringai simpul, namun matanya tidak tertawa. Hal tersebut bukanlah sebuah tantangan, namun cukup mendekati.

Lampu lalu lintas berubah menjadi kuning. Tiga, dua, satu. Warna kuning berubah menjadi hijau. Kosong. Dan mereka berdua segera menginjak pedal gas.

"Yang benar saja kau—oh sial!" Baekhyun memekik di sebelahnya, namun Kyungsoo hampir tak menyadarinya. "Kyungsoo, perhatikan jalannya-!"

Mereka tidak melepaskan kontak matanya saat kedua mobil tersebut melesat ke depan, garis pada speedometer terus naik naik naik sampai mencapai titik seimbangnya, bersebelahan. Ini bukanlah balapan, tidak ketika Kai dan dirinya berada di jarak yang sama, meluncur di jalanan kososng sembari menatap satu sama lain seakan-akan mereka berdua ingin melakukan aksi bunuh diri dengan terjun ke jurang secara bersamaan. Sampai maut memisahkan kita, hanya kita dan dunia, dan lain-lain. Sensasi yang sama ketika Jaguar dan Genesis bergesekan dan menekan satu sama lain menuju garis finish pada malam itu di lintasan Incheon. Mata Kai bersinar dan bersemangat. Ia membiarkan mobilnya melesat, melaju di atas gelombang.

Baekhyun berteriak di sebelahnya. Beberapa mobil membunyikan klaksonnya saat mobil mereka melewatinya, beberapa meter jauhnya dari kecelakaan. Kyungsoo membiarkan insting dan intuisinya mengendalikan genggamannya pada kemudi setir. Kai masih tersenyum. Hal tersebut menggembirakan; tak tahu kemana ia pergi. Pada akhirnya mereka memutus kontak mata diantara mereka ketika bengkel hanya 100 meter jauhnya. Kai mengalihkan pandangannya ke jalan dengan senyum lebar sembari melaju kencang di depan mereka, mengakhiri perjalanannya dengan satu tikungan menakjubkan. Kyungsoo tiba di halaman depan bengkel beberapa detik setelahnya.

"Oh sial, Chanyeol tak bercanda ketika ia bilang kau bisa menjadi Kai 2.0" Baekhyun mengangkat tangannya di udara jengkel sembari tertatih-tatih keluar dari Tuscani. Kai melompat melewati ujung bemper mobilnya, tak perduli akan adanya pintu. Ia melingkarkan lengannya pada bahu Kyungsoo sembari berjalan masuk ke bengkel bersama.

"Tidakkah kau bersikap terlalu akrab denganku?" Kyungsoo mendorong lengan di sekitar lehernya malas. Ia telah terbiasa dengan beratnya.

"Jangan sedih, kau baru saja menciptakan sandaran yang enak."

Kyungsoo memarkirkan Tuscani kembali di bengkel dan membiarkan Kai menyupirinya ke tempat sunyi di sungai Han dengan BMW mengilat pada sore hari. Mereka merebahkan diri di atap mobil tersebut, menatap refleksi matahari tenggelam pada kaca jendela menara yang membuat kota bercahaya di kaki langit.

"Kau jelas-jelas punya sesuatu yang sangat ingin kau katakan padaku. Utarakan saja. Aku sudah siap dengan segala jenis pernyataan." Kai menyeringai, mencondongkan badannya mendekat pada Kyungsoo, matanya hanya terpisah beberapa inchi dari pipinya. Seringainya lima kali jauh lebih kuat pada jarak ini (atau mungkin kurang), pikir Kyungsoo. Lengkungan penuh pada bibirnya terlihat memuaskan, terpancarkan oleh sinar matahari tenggelam.

"Aku melihat terjun bebas dengan Jaguar silvermu beberapa minggu yang lalu. Malam pertama kita bertemu, setelah balapan itu. Tak ada yang berjalan menjauh dari kerusakan itu. Aku menunggu."

"Oh," Kai bersandar kembali, meletakkan lebih banyak beban pada sikunya. "Well," alisnya berkerut. "Karena waktunya cocok, beberapa saat lalu aku melihatmu memutar badan Genesis lamamu paling tidak sebanyak lima kali di jalan. Mobil itu meledak dan terbakar. Pemadam kebakaran segera datang dan memadamkannya. Sungguh dramatis."

"Kapan kau mengetahuinya?" jantungnya berdegup kencang. Kyungsoo diam-diam mengepalkan tangan pada pahanya, seolah-olah ia dapat mencakar perasaan takut yang merasuk kulitnya.

"Tidak, santai saja. Tanyakan pertanyaan yang benar." Mata Kai bersinar ketika ia menatapnya. Langit berubah menjadi gelap di sekitar mereka; rona biru gelap membentuk bayangan kristal yang nyata. Musim panas hampir tiba. Hujan berhenti turun beberapa minggu ini.

"Kemana kau pergi setelah kecelakaan itu?"

"Masa depan. Kau?"

Kyungsoo terdiam selama beberapa saat. Ia tak pernah menduga akan mendengar hal tersebut. "...Kurasa kita tidak pergi ke tempat yang sama. Kecelakaan selalu membawaku ke masa lalu."


a.n;

hellloooooo guys, finally back after such a long long hiatus!

maaf banget baru bisa muncul lagi setelah hiatus lebih dari 2 bulan, second semester of college was full of shit (sobs). anyway, karena sekarang aku lagi liburan semester, mungkin aku bisa update lebih cepat dari biasanya. dan yeah, aku tahu ada satu lagi translation arbitrage yang dipublish si ffn but- it doesn't stop me to publish this translation lol.

and bad news, i lost all of my request translation list heol. still, feel free to request on me again! promise i wont lost it this time. just leave a comment or maybe contact me on twitter or line c: thank you very much!

reviews are so much loved 3