"Ngghh-aaaghhh . . ."
Melayang.
Terbang.
Jatuh.
Lust, Ketika semua telah diambang batas semua akan terasa benar. Teriakan, makian , suara sumbang yang memburu. Raga yang meronta terbungkus hasrat akan kebebasan.
Naruto sendiri tak mengerti. Entah sejak kapan semua ini terasa candu baginya. Menguasai batin pemuda tampan itu perlahan. Semua ini . . . terasa lebih adiktif dari yang ia kira. Kegilaan terbodoh yang mungkin pernah ia buat. Euforia akan cinta sepihaknya. He never reach him.
Ya.
Hingga kini.
Percikan kasih yang ia tuangkan pada sosok menawan yang terjadi adalah suatu kesalahan. Ia tahu. Ia sadar. Dirinya tidak lebih dari sekedar pelarian laki-laki rupawan dihadapannya ini. Pelarian akan sakitnya kehilangan.
Tapi ini tak apa. Ini lebih baik dari pada tidak sama sekali.
Dan ketika kedua obsidian itu kembali terbuka. Naruto kembali jatuh akan jeratnyanya. Tatapan sendu dengan setitik air mata itu selalu membius akal sehatnya. Persetan dengan semuanya. Kali ini, kali ini saja ia biarkan egonya membuncah melebihi batas yang selama ini ia jaga. Garis pembatas kewarasan pada titik stabilnya. Sasuke, kau mengoyaknya lebih dalam lagi.
"Naruto,"
Bisik itu terdengar parau. Hampir tak terdengar karena deru nafasnya. Lalu terputus oleh erangan keras. Mereka mulai kembali menitihkan air matanya. Sakit. Tapi dititik itu juga mereka akan kembali tersenyum.
"Hh . . . Hhaah . . .tah –Aaakhh!"
Tak ada percakapan berarti. Tak ada sahutan kepemilikan. Hanya frase yang sebenarnya tak bermakna namun menghentak semakin dalam. Laju yang lebih cepat lagi. Sasuke mulai meringis tertahan. Naruto dan dirinya sama sama dalam ambang batas mereka. Hangat yang keduanya bagi dalam sakit mereka.
Naruto masih terengah, nafasnya memberat lagi. Selalu seperti ini. Menikmati ketika keduanya saling mendekap erat. Mencium dalam satu sama lain. Bermain main dengan helaian rambut pasangannya.
Naruto selalu ada untuknya.
Naruto selalu bersama dirinya. Menjaga dan melindunginya. Delusi yang ia bawa sendiri pada kubangan dosa sehina ini. Sasuke sadar Naruto adalah sosok yang baik. Terlalu baik bahkan. Laki-laki tinggi yang masih mendekapnya ini hanya berusaha membuatnya kembali bangkit dari keterpurukannya. Kegagalannya atas pilihan hidupnya ,dulu.
Tapi kedekatan mereka kini lebih dari itu, Sasuke sadar dirinya tak lebih dari sekadar pengemis belaka. Mengemis belaian seseorang yang bisa ia percaya. Mengemis kasih sayang yang ia rindukan dari seseorang yang bisa mengertinya. Mengemis akan sosok sesempurna Naruto untuk sekedar menopangnya menerima kenyataan hidup. Hidup yang tidak selamanya memihak kepadanya.
Kerena itu Sasuke tak ingin hal ini segera berakhir. Ia ingin semua tetap seperti ini. Kalau ia harus menulikan telinganya atau membutakan matanya ia akan lakukan. Bahkan untuk menghilangkan akal sehatnya. Akan ia lakukan bila itu cukup untuk tetap menjaga keadaan ini dalam suatu keabadian.
Sasuke mendambakannya . . . selalu.
Karena sejatinya ia telah jatuh cinta pada sosok rupawan dihadapannya ini.
Naruto . . .
"Terima kasih."
"Hhm?"
"Terima kasih . . . untuk semuanya,"
"Hahahaha memangnya kita apa sampai kau harus berterima kasih seperti itu?"
"Sabahat yang sesekali melakukan sex denganku, mungkin," Bercinta karena cinta
"Hahahaha,"
Yeah, I know Dobe.
Naruto hanya mampu memejamkan matanya. Ini bukan pertama kalinya mereka berucap seperti itu tapi tetap saja ini menyakitkan. Tapi ia tak peduli. Meski ia tetaplah eksistensi rapuh . . . yang butuh dihargai dan dicintai. Naruto tak peduli. Ini semua sudah lebih dari cukup.
Sepasang tangan tan mulai melingkari pundak Sasuke. Membawa sang terkasih untuk kembali dalam peluknya. Naruto lantas bersandar pada bahu kouta. Membenamkan wajahnya pada perpotongan lehernya.
"Sas,"
"Hn,"
"Aku punya tujuan baru,"
"apa itu?"
"Tetap disampihku. . .
...selamanya."
I won't let it end. Although it hurts,Teme.
