Ku Persembahkan Bunga Terakhir
Summary : Beberapa hari belakangan ini, Naruto sering dihantui mimpi buruk. Tapi ia selalu tak ingat apa mimpinya." Katanya perlahan sedikit curhat. Mungkin Sasuke tahu cara menolong Naruto. Ia terlihat menderita dan benar wajahnya semakin pucat dari hari ke hari. "Aku pernah mendengar ia bersenandung dalam mimpiny.Lingsir wengi sliramu tumeking sirno…Itu saja yang ku ingat. Apa kau tahu lagu itu?" Lanjutnya lagi. Two Shoot
Summary
DISCLAIMER : Naruto Belongs to Masashi Kishimoto
Genre : Supernatural dan Horor
Rating T aja deh.
WARNING
Banyak OC dan bertebaran typo di sana-sini, OOC, banyak bahasa Arab, lagu Jawa, seting Indonesia, kata-kata tak baku, FEM NARU
Pair : No Pair
Author Note : He he he, Ai hadir lagi dengan kisah horror asli Indonesia. Semoga para reader nggak bosan. Dan semoga habis publish nggak ada hal-hal aneh lagi yang terjadi kayak kemarin. Hiiii, bulu kuduk Ai meremang gara-gara itu. Ai jadi parno sendiri.
Tahu nggak reader? "Nggaklah. Kan belum ngomong." kata reader. He he he Ai lupa. Ingat kasus UGB? Sebelum kasus UGB dituduh melakukan praktek dukun merebak, Ai sudah dikasih tahu sama ustad yang meruqyah Ai. Dia bilang UGB itu pake jin, bukan ruqyah Islami, ya 11-12 dengan dukunlah. Makanya waktu kasus ini mencuat, Ai nggak heran. Tambah lagi, ia bilang orang yang minta bantuan jin, suatu saat akan menuai buah perbuatannya. Efek minimal ia jadi syirik, dan maksimalnya… Yaitu: jreng jreng jreng salah satu anak turunnya akan jadi korban alias tumbal sang jin.
Ai ngasih tahu cerita ini karena inilah inti dari kisah ini. Langsung saja, chekidot.
Don't Like Don't Read
Chapter 1
Naruto merasa aneh. Ia bingung berada di mana dia sekarang? Ia merasa asing dengan tempat ini. Tempat ini begitu sepi seolah tak berpenghuni. Ya, Naruto saat ini menginjakkan kaki di sebuah kampong yang mirip di Bali. Tapi lebih kuno. Banyak rumah dibangun ukuran kecil di sekitar kompleks yang dibatasi pagar. Di tiap kompleks ada bangunan mirip pura kecil warna hitam dari batu. Aroma dupa bercampur kembang kemenyan menyeruak di indera penciumannya. "Kalo ada dupa mengepul, berarti ada orang yang melakukan sesaji." Katanya lirih.
Naruto berjalan ekstra hati-hati. Kenapa? Banyak sesajen di sepanjang jalan yang dilaluinya. Ia berjalan semakin masuk ke dalam perkampungan, mencari seseorang untuk ditanyai. Tapi sejauh mata memandang tak ada orang sama sekali. "Hallo, ada orang di sini?" Katanya bergema, karena sepinya, hanya ada suara gemirisik daun kering yang terinjak olehnya. "Permisi! Adakah orang di sini?" tanyanya lagi. Tetap tak ada sahutan sama sekali.
Brrrrrrr, ia bergidik kedinginan. Ia pun merapatkan jaketnya karena merasakan hawa dingin dan kembali berjalan. Kali ini ia memasuki sebuah rumah yang terletak paling besar dan paling bagus. Bentuk atapnya menyerupai joglo susun 3 dan mirip dengan komplek perumahan bangsawan Jawa tempo dulu. Ada pendoponya, Bro.
Srekkk srekkk srekkk… Kakinya menginjak dedaunan kering yang terserak di halaman, memberi suasana bising di telinga. Pendopo nan mewah itu ia lewati begitu saja, karena sama sekali tak ada orang. Ia masuk ke dalam bangunan utama. Kalo tak salah denger, kata guru sosiologinya dulu, di belakang pendopo itu bangunan tempat tinggal sang bangsawan. Pasti di situ ada orangnya.
Naruto POV
Kriet… pintu berengsel itu ku buka perlahan, menimbulkan derit memekakkan telinga. 'Tak apalah berisik. Siapa tahu gara-gara itu ada orang yang nongol.' Batinku. Bau apek menyambut indra penciumanku. Aku menebaskan tanganku ke atas, menghalau debu yang berhamburan dan sarang laba-laba. "Sepertinya tempat ini sudah lama ditinggalkan orang." Kataku, sambil menutup hidung dan mulut dengan sebelah tangan.
Aku memberanikan diri masuk ke dalam rumah, meneliti bangunan tua tak berpenghuni ini. Tak banyak yang bisa ku lihat. Hanya ada meja kursi dari kayu yang diukir dan sebuah lukisan yang sangat besar terpampang. Lukisan seorang wanita bangsawan yang sangat cantik sedang berdiri di atas singgasana.
Wanita itu mengenakan gaun ala Jawa dengan kemben warna merah disulam benang emas dan jarit motif parang warna putih, membuatnya sangat anggun. Rambutnya dihiasi mahkota dan bunga melati teruntai di sela-sela rambutnya yang panjang hingga selutut. Di pergelangan tangan dan lengan atas, ada hiasan berupa gelang dengan motif ular disepuh emas. Ia sungguh cantik, anggun dan berwibawa.
Aku merasa seakan terhipnotis lukisan itu hingga tak sadar. Ada sebuah tangan nan dingin dan kukunya yang panjang mencengkeram pundakku erat dari belakang. Hipnotis nan magis itu terlepas, saat ku rasakan pundakku nyeri, sakit. Pundakku seolah ditusuk kuku nan panjang. Aku menoleh ke belakang dan ku lihat.
Ia nyaris kesulitan bernafas, seakan berada di ruang hampa udara. Matanya terbelalak ngeri. Seorang nenek bermuka angker dengan rambut berantakan berwarna abu-abu, berdiri di belakangku. Sorot matanya tajam dan sangat bengis. Ku tolehkan kepalaku ke bagian pundak yang makin terasa nyeri dan perih. Kuku nan panjang warna putih tulang mencengkeram kuat bahuku, kuku-kukunya yang tajam mengoyak daging merah di sana seakan tak ada lapisan baju dan jaket. Ini membuat bahuku berdarah. Spontan aku menjerit "Aaaaaaa…."
End Naruto POV
"Aaaaa…." Teriak Naruto keras, terbangun dari mimpinya. Naruto terbangun dengan nafas terengah-engah. Keringat membanjiri tubuhnya. Jantungnya berdetak kencang, berlomba dengan deru nafasnya. 'Untung hanya mimpi. Itu mengerikan sekali.' Batinnya, sambil mengusap wajahnya yang ayu dengan kedua tangannya. Ia berusaha bangun dari tempat tidur dengan susah payah karena masih lemas. Tangannya meraih sebotol air minum yang selalu ia letakkan di meja kecil, sebagai persiapan jika tengah malam ia terbangun karena haus.
Baru saja ia meneguk beberapa tetes air minum, ia mendengar deru nafas begitu kencang dari samping tempat duduknya. Ia jadi merinding terpengaruh oleh mimpi buruknya. Dengan gerakan patah-patah, ia menoleh ke samping kanan. Dan… "Aaaaa…" teriaknya tak kalah kencang lagi.
Tek tek tek byar… Semua lampu di kostannya menyala semua. Semua penghuninya berhamburan masuk ke dalam kamar Naruto, untuk melihat apa yang terjadi. Mereka melihat Naruto meringkuk ketakutan di ujung kasur.
"Ada apa?" tanya Tenten.
"Ada maling?" tanya Karin yang berdiri paling belakang. Tangannya dengan sigap menggenggam sapu ijuk sebagai senjata.
"A-a-a-ada ha-ha-ha-hantu." Kata Naruto tergagap, ketakutan mirip cara bicaranya Hinata.
Semua langsung terlonjak kaget, spontan saling merapatkan diri. Matanya jelalatan melihat seisi kamar Naruto.
"Mana? Mana? Mana? Mana hantunya?" tanya Sakura yang paling berani diantara mereka.
"I-i-i-i-itu." tunjuk Naruto dengan mata masih tertutup karena takut.
"Mana?" tanya Sakura bingung sendiri. Padahal semua temannya sudah lihat sosok hantu yang dilihat Naru-chan.
Hinata lalu mengarahkan pandangan Sakura. "I-i-itu Sa-sa-sakura-chan." Kata Hinata tergagap, antara malu dan takut.
Kali ini Sakura juga melihatnya, persis di samping kanan mereka. Sesosok bergaun putih panjang dengan rambut panjang berombak terurai, berdiri dan bergumam sesuatu tak jelas.
"Mana? Itu? Ha ha ha.." Sakura tertawa geli setelah melihat siapa sosok hantu itu. "Itu mah bukan hantu. Itu Ino yang lagi pake masker." Kata Sakura masih ketawa ngakak.
"Ino?" gumam Tenten heran. Ia perhatikan lagi sosok hantu bergaun putih itu.
"Iya ini gue." Kata Ino kesal. Masa ia yang kece membahana badai ini dibilang hantu. "Rusak deh masker gue." Gerutunya. Maskernya rusak gara-gara dipake ngomong.
"Beneran Ino? Hi hi hi...lucu juga." Kata Tenten akhirnya tertawa geli, menertawakan kebodohannya.
"Salah elo sendiri nakutin kita. Ngapain elo pake masker tengah malam buta? Pake gaun putih lagi. Pasti semua orang juga ngiranya elo sundel bolong." Kata Karin ketus, menyalahkan Ino.
"Gue tiap malam pake, tahu. Kecantikan kan wajib dijaga, Sis. Nggak kayak elo. Entar elo keriputan lho." Kata Ino membela diri.
"Tapi nggak gitu juga kale. Dasar centil lho. Elo bikin Naru-chan sampai histeris. Kasihan kan dia." Kata Karin nggak mau kalah.
"Bukan salah guelah. Naru-chan dari tadi juga udah ketakutan, sebelum gue masuk. Pas gue mau nanya, eh dia-nya malah teriak lebih kenceng lagi." Kata Ino menjelaskan.
"Bener, itu Nar?" tanya Temari, penghuni yang lebih tua umurnya diantara penghuni kostan lainnya. Ia duduk menenangkan Naruto dan memberi Naruto air minum. Naruto menganggukkan kepala sebagai jawaban. Ia masih merasa lemas karena mimpi buruk dan insiden dengan Ino.
"Elo tidur lagi aja, baru jam 3 pagi ini. Jangan lupa baca doa tidur." Kata Temari yang diberi anggukan lemah Naruto. Ia kembali berbaring. Temari menyelimutinya dengan lembut. Ia memang yang paling dewasa dan keibuan dibandingkan penghuni lainnya yang terkadang sifatnya rada absurd.
"Huahhh, tidur lagi, ah. Masih ngantuk." Kata Karin sambil menguap lebar yang diamini yang lainnya.
"Tidur aja di pikiran kalian. Sholat tahajud dulu, gih. Trus tadarus! Bentar lagi shubuh tuh." Kata Temari.
"Kok perintahnya beda dengan Naru-chan. Ini nggak adil." Protes Ino yang lagi-lagi diamini penghuni lainnya.
"Naru-chan kan lagi halangan. Nah kalian? Apa alasannnya? Tahajud itu banyak pahalanya lho. Udah sana ambil wudhu. Ntar juga kantuknya hilang." Kata Temari sabar dengan ulah junior-juniornya yang manja itu.
Dengan segala gumaman dan runtukan kesal, mereka dengan berat hati menyeret kaki-kaki mereka ke kamar mandi. Air nan dingin mengguyur wajah mereka, sukses mengenyahkan kantuk yang menyerang.
SKIP TIME
Naruto mengikuti kuliah dengan malas. Bukannya dia nggak suka mata kuliahnya. Hanya saja dosennya nerangin nggak enak. Persis kayak ibu-ibu yang menina bobokkan anaknya. Tuh lihat aja! Banyak kok deretan mahasiswa yang sukses diantar kea lam mimpi oleh dosen itu. Ia berusaha bertahan, mengusir rasa kantuk yang menyerang. Meski matanya sudah merah, ia tak mau menyerah.
Ia mencorat-coret bukunya sesuai dengan penjelasan dosen yang ia anggap penting. Kalo otaknya sibuk gini kan ia jadi nggak ngantuk. Tak cukup itu saja. Diam-diam, ia ngemut permen kopiko sebagai senjata andalan pengusir ngantuk. Ia kan nggak mau dijuluki ratu tidur juga kayak Nao, teman kuliahnya yang lain. Tapi entah bagaimana, ia tak sadar. Kepalanya tertunduk ke bawah.
Naruto POV
Aku mengerjabkan bulu mataku, bingung. 'Perasaan tadi aku masih dengerin kuliah. Kenapa sekarang aku berada di rumah ini lagi.' Batinnya. Tempat ini masih rumah yang sama yang pernah ia masuki di mimpinya semalam. Bau apek dan sarang laba-laba di mana-mana, kembali menyapanya. Hatinya menjerit ingin keluar, tapi kakinya malah membawa masuk lebih ke dalam lagi. Ia buka satu-per satu kamar di rumah ini.
Sayup-sayup, aku mendenger suara seorang wanita sedang menyanyi. Aku merasa penasaran siapa gerangan? Aku pun mencari arah suara itu berasal. Semakin lama suaranya semakin terdengar jelas di gendang telinganya. Suaranya berasal dari dari kamar di depannya. Ia semakin bersemangat dan membuka pintunya perlahan karena meski diketuk beberapa kali, tak ada sahutan.
Krietttt, pintu engsel tua kamar itu berderit kencang, tapi tak cukup menarik perhatian si empu kamar. Terbukti ia masih asyik berdendang dengan bayi di tangan kanannya. Ia berdiri di dekat jendela, menunjukkan anaknya sang Bulan Purnama. Gaun putih nan panjangnya hampir tertutupi oleh rambutnya yang hitam legam, berombak dan panjang hingga kaki. Wajahnya tertutupi oleh rambutnya.
tak lelo lelo lelo ledung
cup menenga aja pijer nangis
anakku sing ayu rupane
nek nangis ndak ilang ayune
"Maaf permisi. Boleh tanya sebentar?" sapa ku sopan, berusaha menarik perhatian sosok tersebut, meski jujur ia takut. Bagaimana tidak? Sosoknya mirip dengan gambaran sundel bolong kayak di film-film Suzana. Iya kalo dugaannya salah, kalo bener gimana? Kakinya gemetaran dan giginya gemeletuk, ngeri. Ia masih berdendang, mengacuhkanku.
tak gadang bisa urip mulyo
dadiyo wanito utomo
ngluhurke asmanewong tua
dadiyo pendekaring bangsa
"Permisi, Mbak! Maaf mengganggu sebentar. Boleh saya tanya sesuatu?" Kata ku kembali mengusik ketenangannya. OK aku memang ingin pergi dari sini dengan segera, tapi hanya dia yang bisa ia tanyai di tempat nan asing ini. Ia tetap tak perduli dan tetap mendendangkan lagu yang semakin lama terasa menyeramkan. Auranya itu lho. Bulu kuduk ku sampai merinding.
cup menenga anakku
kae bulane ndadari
kaya ndasbuthonggilani
lagi nggoleti cah nangis
tak lelo lelo lelo ledung
"Maaf, Mbak. Boleh minta waktunya sebentar saja. Ini rumah siapa?" tanya ku lagi berusaha menguatkan nyalinya.
Kali ini ia mau menjawab, meski tak menoleh ke arahku. "Rumah Kanjeng Ratu." Jawabnya pelan. Suaranya terdengar sedikit melengking di telingaku. Lalu ia kembali bersenandung lirih.
cup menenga anakku cah ayu
tak embanslendangbatikkawung
yen nangis mudak gawe bingung
tak lelo lelo ledung
Benar dugaan awalku. Ini rumah milik seorang bangsawan. "Boleh saya tanya jalan keluar dari desa ini? Saya tersesat ke sini." Kata ku lagi sopan.
"Tak ada yang bisa meninggalkan kediaman Kanjeng Ratu. Sekali masuk tak bisa keluar." Katanya dengan nada mengancam.
"Eh.." pekik ku pelan. Kali ini ia benar-benar ketakutan. Kakinya melemah solah tak sanggup menahan tubuhnya. Sosok itu menoleh ke arahnya menunjukkan wajah tepat padanya. "Aaaaaa…" aku menjerit sekuat tenaga.
Sosok itu berwajah putih, sangat putih hingga tak ada warna apapun menodainya. Tapi putihnya putih pucat dengan mata yang bundar dan besar. Warna hitam di sekeliling mata membuatnya terlihat tambah mengerikan, mengesankan sosok itu sedang marah padanya.
(ini beneran lho. Ai pernah lihat sendiri. Ia melotot menatap Ai marah. Rambutnya sumpah panjang bergelombang hingga lantai. Gaunnya putih. Bayangin aja sosok sundel bolongnya Susanna, nyaris nggak ada bedanya. Yah meski pucat, tapi dia cantik, Bro. Cantik banget Depe aja kalah jauh.)
End Naruto POV
Hah hah hah… Naruto bernafas terengah-engah. Lagi-lagi ia mimpi buruk, di tengah kuliah pula. Ia memegangi dadanya untuk mengurangi rasa sesak di dada. Itu mengerikan sekali. Lebih seram dibandingkan mimpi sebelumnya. Lagu itu terasa tak asing. Ia sering mendengar ibunya berdendang saat ia masih kecil dulu. Ibunya sudah lama meninggal seusai melahirkan adik laki-lakinya yang hanya berusia 3 jam.
"Ukhti tidak apa-apa?" sapa Sasuke, teman seorganisasi dan teman kuliahnya juga, hanya beda angkatan. Ia angkatan dua tahun di bawah Sasuke.
"Tidak apa-apa." Kata Naruto berusaha menyunggingkan senyum.
Naruto lihat sekelilingnya sudah sepi. Teman-teman kuliahnya sudah berhamburan keluar menyisakan dia duduk di bangku kuliah dan Sasuke yang ada di depan pintu. Oh ya, ia lupa ia kan dimusuhi teman sekelasnya karena ia golput waktu pemilu kemarin. Makanya tak ada yang berniat membangunkannya. Untung ia segera terbangun. Bisa-bisa ia menginap dalam kelas ini lagi.
(Ini beneran Ai alami juga. Dimusihi gara-gara nggak milih PKS seperti teman-teman kuliahku. Parahnya lagi aku golput. Nggak dewasa banget ya. Itu kan hakku mau milih apa enggak. Masa aku harus milih maling rakyat atau calon maling uang rakyat? Nggak sudi layau.)
SKIP TIME
Malam ini ada rapat BKIM (Badan Kerohanian Islam Mahasiswa) di kampus. Sebagai pengurus, Naruto tentu saja ikut. Ia datang bersama teman-teman sekosannya. Ia malah ditunjuk sebagai panitia acara. Makanya itu ia sibuk bukan main. Tepat saat Ustad Hidan memberi tausiah, baru ia bisa istirahat dan duduk paling depan.
Naruto POV
Sepanjang acara, aku tak bisa konsentrasi. Aku merasa tak nyaman dan takut. Entah takut pada apa? Aku juga tak mengerti. Kepalaku selalu bergerak-gerak sendiri tanpa bisa aku kontrol. Tubuhku terasa panas seperti dibakar api. 'Oh ya Allah. Ada apa lagi ini?' batinku.
Suara pak ustad Hidan memberi tausiah sebelum rapat dimulai seakan lewat begitu saja di telingaku. Tak ada satupun yang nyantol di otak. Takut- takut dan marah, itu saja yang ada di otakku dan ku rasakan. Aku sendiri tak mengerti, kenapa aku jadi begini. Ada apa denganku?
Lingsir wengi sliramu tumeking sirno…
Ojo tangi nggonmu guling…
Awas jo ngetoro…
Aku lagi bang wingo wingo…
Lebih buruk lagi, sayup-sayup aku mendengar suara alunan gamelan di telingaku. Gila, bagaimana mungkin itu bisa terjadi? Demi Allah, semua orang juga tahu di rohis yang ku ikuti, tak ada musik apalagi suara nyanyian langgam Jawa. Paling yang ada lantunan nasyid oleh beberapa ikhwan, tanpa alat musik lho ya. Takutnya entar kita terlena dari mengingat kajian keislaman karena keasyikan dengerin lagu. Apalagi lagu cinta-cintaan pembangkit syahwat, najis deh. Sampai lebaran monyet juga nggak bakalan terjadi.
'Lah lalu yang ku dengar ini terus apa?' batinnya merinding disko. Suara cewek itu terus saja menyenandungkan lagu Jawa yang aku sendiri tidak tahu apa judulnya. Lagu itu asing di telingaku.
Jin setan kang tak utusi…
Dadyo sebarang…
Wojo lelayu sebet…
Namun jangan membawa maut…
End Naruto POV
"Kamu baik-baik saja, Nar? Wajahmu pucat sekali." Tegur Sakura.
"A-a-aku ti-ti-tidak.." Kata Naruto dengan tergagap.
Tiba-tiba ia merundukkan kepalanya. Badannya panas dingin dan tahu-tahu tubuhnya lemas dan terkulai di kursi. Sakura yang panik langsung mengajak teman-teman akhwatnya membantu Naruto. Mereka menggotong tubuh Naruto ke tempat lainnya, biar nggak ganggu acara.
Hinata yang tajir dan membawa mobil membawa tubuh Naruto ke dalam mobil, dibantu teman-temannya. Ia pulang bareng Ino dan Sakura. Keduanya memberi pertolongan seadanya, sedang Hinata menyetir mobil. Ino yang memberinya minyak kayu putih untuk menyadarkannya. Sakura yang meremas tangan Naruto yang dingin sekali. (Akhwat artinya cewek yang udah ngaji, pake jilbab, dan ikut aktif dunia dakwah).
Tentu saja insiden pingsannya Naruto menarik perhatian cukup banyak. Naruto kan duduknya paling depan. "Ehem." Ustad Hidan berdehem untuk menarik perhatian. Para peserta di ruang kuliah RK Pinus 01 ini diisi oleh 100 orang. Semua pengurus rohis di IPB tumplek blek di sini, dari Darmaga, Baranang Siang, Gunung Gedhe, sampai Taman Kencana, semua kumpul. Wajar jika jumlahnya banyak.
Diantara mereka ada sosok ikhwan berambut seperti pantat ayam yang tadi sekelas dengan Naruto. Kebetulan mata kuliah yang diambilnya sama. Ia memandang dari Naruto terlihat gelisah hingga digotong ke luar ruangan.
"Hei, Sas. Ingat ghodul bashar. Tundukkan pandangan. Jangan liatin putri biru terus. Matanya sampai mau loncat keluar." Tegur Neji, teman sebelahnya.
He he he, Naruto terkenal dengan nama putri biru di kalangan para ikhwan. Ia always pake baju, kerudung, tas dan pernak-pernik biru. Apalagi didukung oleh iris matanya yang juga biru, klop deh jadinya. Makanya ia dijuluki putri biru oleh para ikhwan. Dia cukup terkenal tegas, disiplin, dan punya keberanian dalam berdakwah, meski masih baru.
(cowok yang ngaji dan jadi aktivis dakwah dipanggil ikhwan. Padahal kan ikhwan itu bahasa arabnya cowok juga. Enggak tahu kenapa artinya jadi beda.)
"Ghodul bashar palamu. Aku nggak ada niat gitulah." Kata Sasuke tersinggung.
"Lah itu apa? Dari tadi lihatin terus juga. Kamu nggak nyadar Mas Pain udah melototin kamu dari dari. Entar kamu pasti ditegur." Kata Neji memberi tahu.
Sasuke lalu melihat Pain, kakak pembina mereka di BKIM, dan benar kata Neji. Ia menatap tajam Sasuke, seolah mengingatkan. "Bukan begitu. Aku dari tadi merasa aneh." Katanya lirih pada Neji, mumpung lagi rehat. 10 menit lagi acara dimulai.
"Aneh gimana?" tanya Kiba yang rupanya ikut nguping dan diamini oleh Sai, Utakata, Menma, Gaara, dan Shika yang duduknya dekat mereka.
"Gue lihat cewek berambut panjang memakai gaun terusan putih, di sampingnya. Sejak itu putri biru jadi pucat."
"Allahu akbar. Jangan bercanda loe, Sas." Kata Kiba yang keluar sifat gaulnya. Mantan aktivis cowok gaul ini kan rada parno ama makhluk begituan. Apalagi konon katanya tempat mereka ini angker. Hiii, parnonya pun muncul begitu saja, tanpa bisa ia cegah.
"Beneran. Aku berani sumpah." Kata Sasuke ngotot.
"Be-be-benarkah kata akhi?" kata Temari, kakak Gaara. Ia tadinya ingin memberi uang pada Gaara yang katanya uangnya lagi kehabisan, mumpung ketemu. Biasa tanggal tua. Ia jadi mendengarkan pembicaraan para ikhwan karena itu menyangkut Naruto, adik kelasnya.
Ia pun mengambil tempat duduk tak jauh dari mereka. Oleh dibilang tak cukup dekat untuk disebut ikhtilat (campur baur cewek cowok). Tak cukup jauh, suaranya untuk bisa didengar mereka. Ia mengambil nafas panjang. "Beberapa hari belakangan ini, Naruto sering dihantui mimpi buruk. Tapi ia selalu tak ingat apa mimpinya." Katanya perlahan sedikit curhat. Mungkin Sasuke tahu cara menolong Naruto. Ia terlihat menderita dan benar wajahnya semakin pucat dari hari ke hari.
"Aku pernah mendengar ia bersenandung dalam mimpiny.Lingsir wengi sliramu tumeking sirno…Itu saja yang ku ingat. Apa kau tahu lagu itu?" Lanjutnya lagi.
"Eh…." Sasuke tersentak kaget. Sebagai cucu seorang dalang tentu ia tahu lagu itu dan apa fungsinya. Baru juga ia ngomong, tiba-tiba HP Temari bunyi.
"Hallo, assalammu'alaikum." Sapa Temari yang kebetulan melaud speaker Hpnya. Habis kalo nggak gitu ia nggak denger suara yang nelepon.
"Kak Temari, cepat ke kosan. Naruto lagi gawat." Teriak Ino histeris.
"Gawat gimana?" tanya Temari ikut bingung. Tak ada sahutan. Mereka mendengar lagu
Lingsir wengi sliramu tumeking sirno…
Ojo tangi nggonmu guling…
Awas jo ngetoro…
Aku lagi bang wingo wingo…
Semua langsung merasa merinding. Lagu itu seolah menyedot keberanian mereka, begitu mistis. Sasuke yang cepat tersadar, langsung menghubungi Ustad Hidan yagn berniat pulang.
"Ustad tolong bantuannya. Akhwat yang tadi sedang kesurupan. Sepertinya kondisinya gawat. Ustad bisa meruqyah kan." Kata Sasuke sejelas mungkin di tengah kepanikan yang melanda.
Ustad Hidan setuju menolong. Ia dibantu Sasuke yang sedikit mengerti cara meruqyah, Gaara, Neji, Shika, dan Utakata yang cukup berani. Beberapa teman sekosan Naruto juga ikutan pulang. Mereka sama-sama mengkhawatirkan Naruto. Sepeninggal orang itu, rapat BKIM ke 50 dimulai. Well, meski ada sedikit insiden, the show must goon. Itulah prinsip Pain.
TBC
Ini kisah nyata temanku dan aku. Buat menambah suasana horror baca sambil dengerin lagu itu. konon lagu lingsir wengi ini lagu pemanggil roh. Ada pendengar yang ngaku lihat penampakan habis denger itu. Jangan lupa terus RnR sebanyak-banyaknya Ai tunggu.
