"Jangan terlalu keras belajar, nanti otakmu meledak..."
Orang yang duduk di sebrang meja tertawa terbahak-bahak.
"Kau kira otakku terbuat dari rangkaian bom. Dasar! Makanya jangan terlalu banyak menonton anime. Kepala meledak, banjir air mata, mata meloncat keluar, itu hanya ada dalam film kartun." Hyukkie hanya mendengus karena ia kalah bicara. "Lagi pula kau sedang apa di sini?" Lanjutnya.
"Aku menunggu Kyu. Kami mau pulang bersama, tapi seperti biasa dia ada urusan."
Jinwoo mengangguk-angguk dan kembali asyik membaca buku yang terbuka di depannya. Hyukkie yang bosan, memutuskan untuk mengganggu lagi teman sekelasnya itu. "Aisshh belakangan kau belajar keras sekali. Bukannya kau sudah menjadi juara kelas?"
Jinwoo mengangkat wajahnya, tersenyum manis pada Hyukkie, satu-satunya orang yang bisa ia akrabi di kelas. Tak seperti yang lain, Hyukkie terlihat murni dan tulus di matanya. "Aku harus lebih dari sekedar juara kelas Hyukkie. Aku ingin seperti temanmu itu, Kyuhyun. Paling tidak setingkat di bawahnya. Kau tahu, aku ingin membanggakan Umma."
Hyukkie tersenyum, dia mengangkat jempolnya. "Bagus! Semangat terus. Aku kira kau pasti bisa. Kyuhyun dan kau hampir mirip, keras kepala dan begitu cinta pada buku-buku yang di mataku errr menyebalkan hahahahha. Ah itu sepertinya dia.. aku duluan ya Jinwoo.. ingat Hwaiting!"
Jinwoo mengangguk dan memandang arah pergi Hyukkie. Dia tak berminat lagi membaca buku, Hyukkie mengingatkannya akan sesuatu. Ya bukan hanya karena ingin membanggakan ibunya dia belajar sekeras ini. Dia menghela napas keras.
.
.
.
.
.
Reason
By ciezie
KyuHyukKangin dan semua yang ada di sini bukan milik saya, kecuali ceritanya tentu saja. Terinspirasi dari salah satu kasus kriminal di berita.
Friendship. Crime. Typo. Harap ingat ini hanya fiksi semata. Ambil yang baik dan buang jauh-jauh yang buruknya.
.
.
.
.
"Tumben sekali kau mengajakku berjalan-jalan. Kau tidak sedang sakit kan Kyu?" Hyukkie meletakkan telapak tangannya di kening Kyuhyun yang tentunya langsung ditepis Kyu.
"Aishhh prasangkamu itu. Kalau kau tak mau tinggal kau tolak kan." Kyuhyun berjalan cepat bermaksud meninggalkan Hyukkie, lebih karena ia malu.
Segera tangan Hyukkie menggamit lengan Kyuhyun, memberinya cengiran, "Ya ampun begitu saja kau marah. Kau mau keningmu itu berkerut sebelum waktunya hmm?"
"Berkerut?" Kyuhyun memandang Hyukkie tak mengerti.
Hyukkie menghela napas, kau tahu kan sebuah pepatah mengatakan orang jenius dan gila itu bedanya tipis. Seperti sahabatnya yang satu ini, dia jenius, tapi kadang hal sederhana semacam candaan membuatnya berpikir keras seharian.
"Maksudnya kau cepat tua KYUHYUN. Salah satu tanda tua adalah kulit berkeriput! Aishhhh kapan kau akan bisa mengerti candaanku... hiks..."
Giliran Hyukkie yang berjalan cepat meninggalkan Kyuhyun. Diam-diam Kyuhyun tersenyum. Segera di kejarnya Hyukkie, di rangkulnya bahu Hyukkie yang kecil dan mereka pun mulai berjalan bersama. Sedetik kemudian Hyukkie sudah lupa akan kemarahannya dan ia malah asyik bercerita lagi. Ini lah yang Kyuhyun suka dari Hyukkie.
.
.
.
.
.
Kyuhyun hanya mendengus membaca berita pagi itu. Dunia semakin hancur, mana mungkin ada anak yang membunuh ibunya? Orang yang melahirkannya? Kalau pun sebenci itu, tak mungkin sampai membunuh kan? Tapi matanya terbuka lebar ketika didapatinya nama sekolahnya ada dalam cuplikan berita itu?
Anak sekolahnya yang melakukan? Kyuhyun kini berkonsentrasi membaca berita di situs berita internet itu. Sementara hanya inisial yang diberikan JW. Kyuhyun tak punya bayangan siapa orang itu, lebih karena dia kan tak punya banyak teman di sekolah. Mungkin Hyukkie tahu. Mengingat itu, Kyuhyun mempercepat sarapannya dan segera berangkat sekolah tentunya setelah berpamitan pada Ummanya.
Seperti yang Kyuhyun duga, sekolah begitu ramai. Semua sedang asyik menggosipkan ini. Tak Kyuhyun kira di sekolah nya ini, lingkungan tempatnya belajar, ada monster yang tega membunuh ibu kandungnya. Sekolah pasti mendapat cap buruk setelah ini. Akhirnya ia bisa melihat Hyukkie yang kelihatannya sedang termenung di depan kelasnya. Ya kelas mereka memang berbeda.
"Hyukkie... kau sudah dengar berita itu?"
Tak ada jawaban, Kyuhyun makin mendekat. Kyuhyun bahkan bersimpuh agar bisa jelas menatap wajah Hyukkie yang menunduk, dan ia tersentak ketika melihat butiran air mata berjatuhan dan membasahi paha Hyukkie.
Kyuhyun segera merengkuh Hyukkie ke dalam pelukannya. Ia tahu sahabatnya sejak masa kecil ini memang sangat perasa. Dia pasti sedih karena berita itu. Kadang berita-berita kriminal yang tak berkaitan dengannya saja bisa membuat Hyukkie bersedih, apalagi kali ini ada kaitannya dengan sekolah mereka.
"Sudah... ingat ini bukan salahmu. Dunia tak bisa ada dikendalimu. Kita hanya bisa semampu kita saja mendamaikan dunia."
"Pa... pasti.. bu.. bukan dia ... Kk.. kyu.."
"Hah?" Kyuhyun melepaskan pelukan dan menatap Hyukkie.
Hyukkie menggeleng-gelengkan kepalanya. Bibirnya mengucapkan kata 'bukan dia' berulang-ulang tanpa mengeluarkan suara.
"Kau kenal padanya?"
Hyukkie mengangguk.
"Baiklah tenangkan dirimu dulu ya. Kita bicarakan lagi nanti ya."
Kyuhyun kembali memeluk dan mengusap-usap punggung Hyukkie.
.
.
.
.
.
"Dia juara kelas?"
Hyukkie mengangguk, dia sudah agak tenang sekarang. Karena sekolah sedikit tidak efektif, Kyuhyun membawa Hyukkie ke perpustakaan.
"Dia baik Kyu. Aku yakin. Dia bahkan bilang pengen jadi juara umum sepertimu agar bisa membanggakan Ummanya. Mana mungkin dia membunuh... nya? Tidak mungkin! Pasti ada kesalah pahaman."
Kyuhyun percaya pada Hyukkie, tapi.. tapi kadang Hyukkie terlalu naif. Dia selalu mengutamakan pemikiran dari sisi perasaan, bukan logika. Di mata Hyukkie semua orang selalu baik.
"Kyu... bantu aku!" Hyukkie menarik-narik tangan Kyuhyun ketika tak didengarnya jawaban dari Kyuhyun.
"Hah?"
"Bantu aku untuk buktikan dia tak bersalah. Aku mohon."
Kyuhyun menghela napas, "Tapi aku bukan detektif. Aku tak tahu apa yang harus aku lakukan."
Hyukkie menatap Kyuhyun lama, "Kau tahu kenapa kau diciptakan pintar? Bukan hanya untuk kepentinganmu sendiri. Kau harusnya menggunakan kepintaranmu juga dalam jalan yang benar. Aku yakin kau pasti bisa memikirkan berbagai cara. Bukankah soal tersulit yang tak ada seorangpun di sekolah ini bahkan di kota ini yang mampu menyelesaikannya, tapi kau bisa. Seandainya aku dianugerahi otak sepertimu, aku akan menjadi penolong bagi semua orang."
Kyuhyun hanya bisa membuka mulutnya. Semua yang Hyukkie katakan benar. Kyuhyun akhirnya mengangguk.
"Baiklah..."
.
.
.
.
.
Kangin mengerutkan keningnya melihat dua anak SMA itu datang ke kantornya. Yang satu adiknya dan yang satu lagi musuh bebuyutannya tentu saja. Anak sok tahu yang selalu dekat-dekat adiknya, dan membuat adiknya yang super manis itu lebih dekat pada anak itu daripada dirinya yang sudah jelas kakak kandungnya sendiri. Lalu Kangin teringat kejadian sebelum ini. Ya mereka datang pasti untuk itu.
"Kalian pasti ingin menanyakan tentang anak yang membunuh ibunya itu kan?"
Hyukkie mengangguk, Kyuhyun hanya diam dan memandang Kangin.
"Dia mengaku kalau dia memang membunuh ibunya."
Hyukkie membulatkan matanya, sementara Kyuhyun meskipun sama kagetnya tetap tak ada yang berubah di ekspresi wajahnya. Padahal Kyu berharap ada penyangkalan, jadi dia bisa mulai memikirkan banyak cara untuk membela. Tapi kalau begini tak ada yang bisa dibela kan?
"Dia... dia tak mungkin membunuh Hyung..." suara Hyukkie mulai sengau lagi, dia menahan tangisnya.
"Dia temanmu?" Kangin mendekatkan dirinya pada Hyukkie.
Hyukkie mengangguk, "Dia teman sekelasku Hyung. Dia baik, aku tahu itu.. dia tak mungkin bahkan sekedar memukul orang, apalagi membunuh ibunya sendiri."
Kangin menghela napas, sebelum keluar dari kursinya. Ia lalu mendekat dan sedikit berlutut di usapnya bahu Hyukkie. Adik semata wayangnya itu, ia tahu pasti bagaimana perasanya. Tapi kadang perasaan menumpulkan logika kan? Kangin hidup lebih lama dengan hidup lebih keras. Ia tahu pasti bagaimana dunia sesungguhnya.
"Hyukkie... kau tahu kadang penampilan itu menipu. Coba kau lihat isi penjara ini. Penjahat yang bertato atau berpenampilan menyeramkan sebenarnya mereka hanya penjahat tingkat bawah yang kejahatannya berupa pencurian kecil. Tapi penjahat sebenarnya, yang membunuh tampa ampun, sebenarnya mereka malah tak terlihat seperti penjahat. Penampilan mereka seperti orang terpelajar dan cara berbicara mereka kedengaran cerdas. Hyung bukan tak mempercayaimu, tapi kadang kau harus bisa menerima hal seperti ini ya..."
Kangin ingat pelaku ini memang berpenampilan rapih bahkan tampan. Dan ya terlihat sekali cerdas. Tapi kangin tahu, banyak penampilan menipu. Ia pernah membaca tentang pembunuh-pembunuh tersadis dan ya mereka bahkan tak tampak seperti pembunuh sama sekali.
Hyukkie menatap Kangin dan menggeleng-gelengkan kepala. "Tapi dia tak seperti itu Hyung.. aku tahu.. aku bisa bedakan mana penjahat dan mana bukan..."
Kangin menoleh pada Kyuhyun, berusaha meminta bantuan. Ia rasa Kyuhyun memang lebih baik dalam menyampaikan kata-kata pada Hyukkie. Ya sebenci apapun pada Kyuhyun ia tetap harus mengakui itu.
"Hyukkie... tadinya aku pikir dia menolak. Kalau seperti itu memang bisa dicari tahu kebenarannya. Tapi kalau dia mengakui..." Kyuhyun terdiam ketika Hyukkie ganti menatapnya.
"Kau juga tak percaya padaku..."
Pandangan terluka itu mau tak mau mengalahkan Kyuhyun. "Aku percaya padamu. Selalu. Baiklah, Kangin, bisakah kau menceritakan kronologisnya?"
Kangin? Kening Kangin berdenyut, tapi ia tak bisa membalas kekurang ajaran Kyuhyun di saat wajah adiknya selayu itu.
"Kemarin kami mendapat telepon, terjadi pembunuhan. Kami segera ke sana. Di sana kami mendapati tersangka sedang menangis di samping mayat ibunya. Yang menelpon adalah tetangga mereka yang biasa datang ke sana. Katanya ketika datang dia mendapati tersangka sedang menutup wajah ibunya dengan bantal."
Kangin diam sejenak untuk melihat ekspresi dua orang di depannya. "Kami membawa tersangka dan sebagian memeriksa TKP. Dari hasil interogasi, dia langsung mengakui. Hasil TKP terdapat sidik jari pelaku di bantal itu dan ya korban meninggal karena kehabisan napas."
"Seperti yang dikatakan Kyuhyun, seandainya dia menolak, mungkin akan dilakukan penyelidikan lebih lanjut. Tapi kalau tersangka sudah mengakui, kami harus apa?"
Hyukkie mengerutkan keningnya. "Jadi dia akan dihukum?"
"Sebenarnya ini masih jadi perdebatan. Dia dihukum atau tidak juga tak ada bedanya. Korban sudah tidak ada, dan tak ada yang menjadi penuntut. Lebih-lebih korban adalah ibu sendiri satu-satunya keluarga dari tersangka. Sebenarnya tak ada yang dirugikan dalam hal ini, dan tak ada yang diuntungkan juga. Dalam hukum belum diatur, tapi kalau pun dia dikembalikan tentunya masyarakat di sana takkan menerima kan?"
Sesaat hening. Tak ada yang tahu harus bicara apa lagi.
"Hyung..."
"Apa?" Kangin menatap Hyukkie dengan senyum manis.
"Biarkan aku bertemu dengannya..."
Kyuhyun dan Kangin saling menatap.
.
.
.
.
.
Dia hanya menunduk. Bahkan seakan sedang tak ada di sana. Matanya bengkak, Hyukkie yakin itu karena menangis tak henti. Meski saat ini dia sedang tak menangis, entah kenapa Hyukkie yakin di hatinya dia sedang menangis. Meski mereka tidak pada tahapan sahabat, Hyukkie bahkan dari sekilas mata bisa tahu dia bukan orang seperti itu.
"Jin Woo..."
Dia akhirnya mendongak dan menatap Hyukkie. Lalu tersentak, sepertinya baru sadar kalau itu adalah Hyukkie.
"Bukan kau kan?"
Mata Jin Woo mulai berkaca, dia menatap Hyukkie seolah tatapannya lah yang ia wakilkan untuk bicara.
"Itu bukan kau... aku tahu kita bukan sahabat yang sering menghabiskan waktu bersama, tapi dalam pertemuan atau perbincangan singkat kita, aku bisa tahu orang seperti apa kau ini. Kau tak mungkin menghancurkan impian membanggakan ibumu sendiri apalagi sampai melakukan itu... itu bukan kau..."
Jin Woo mulai menangis sekarang, bahunya bergetar. Matanya mengeluarkan air deras. Meski tanpa suara.
"Jawablah... agar aku bisa membelamu..." lirih, Hyukkie benar-benar memohon.
Jin woo kembali menunduk. "A... aku... aku membun... membunuhnya... Hyukkie..."
Mulut Hyukkie terbuka. Ia putus asa sekarang. Apa feelingnya benar-benar salah.
"Kau... kau bohong... KAU BOHONG JINWOO YAAA..."
Kepala itu perlahan terangkat, matanya menemukan mata Hyukkie yang sama basahnya. "Kau harus tahu aku mencintainya, tapi aku membunuhnya." Tak ada lagi tangis. Matanya mengisyaratkan penyesalan yang dalam. "Biarkan aku mendapat hukumanku. Kumohon."
Hyukkie tak tahan lagi ia keluar dari ruangan itu dan berlari, diabaikannya Kyuhyun yang hendak mencegahnya.
Kenapa? Kenapa dunia mengkhianatinya?
.
.
.
.
.
Kangin dan Kyuhyun sedang berbincang. Pemandangan yang aneh sebenarnya tapi mengingat kejadian ini amat darurat tak apa lah berdamai sesaat.
"Jadi menurutmu bagaimana?" Kangin memulai pembicaraan.
"Haaahh aku tak tahu. Seandainya dia menyangkal, aku bisa saja langsung percaya dia bukan pelakunya."
"Justru itu anehnya, kenapa dia langsung mengakui perbuatannya?" Kangin mengusap-usap dagunya.
"Tentu saja karena dia merasa bersalah. Aku saja ketika mendengar pertama kali hal ini, langsung merasa ini bukan manusia tapi iblis. Lalu ketika Hyukkie bercerita tentang dia. Pertahananku mulai goyah. Hanya sekarang apa alasannya dia tak bersalah? Ah iya sudahkah kau tanyakan alasan dia membunuh ibunya?"
"Sementara ini belum, dia belum terlihat rilex... Pengakuannya sementara jadi pegangan. Lalu bagaimana dengan Hyukkie?" mereka berdua serempak memandang Hyukkie yang terlihat melamun di depan kepolisian.
Kyuyuh mengeluarkan napas keras, "Serahkan padaku."
Kyuhyun berjalan mendekatai Hyukkie. Sementara Kangin hanya mengawasinya dari jauh.
"Kau mau begini terus?" seperti biasa dengan nada datar malah cenderung sinis, orang yang baru pertama kali berbincang dengan Kyuhyun pasti langsung merasa Kyuhyun orang yang dingin dan kejam.
Tak ada jawaban. Kyuhyun duduk di samping Hyukkie. "Ayo ikut!"
Barulah Hyukkie menoleh. "Ikut?"
"Kalau kau begitu ingin membuktikan dia tak bersalah, kita harus memulai penyelidikan."
Mata Hyukkie berbinar dan senyumnya terkembang.
.
.
.
.
.
"Sebenarnya dia anak baik. Dia tak pernah lelah mengurus ibunya yang sakit-sakitan. Aku dan ibunya sahabat baik sejak dahulu. Kalau Jinwoo sekolah aku yang sesekali menengok. Aku juga tak tahu kenapa Jin Woo bisa sampai seperti itu..."
Ini adalah ahjuma yang melaporkan Jin Woo dulu.
"Ibunya JinWoo sakit apa ahjuma?" tanya Hyukkie.
"Komplikasi, dia punya darah tinggi, lambung, bahkan entah apa lagi. Tapi dia tak pernah mau ke rumah sakit. Padahal aku tahu betapa sakitnya ia. Selalu saja ada alasan agar tidak ke rumah sakit. Padahal beberapa kali aku berhasil mengumpulkan uang sumbangan dengan tetangga."
Hyukkie termenung. Apa karena ini? Ia teringat sebuah percakapan singkat, saat itu guru sedikit telat masuk kelas. Kebetulan bangku Hyukkie di depan Jin Woo.
"Hyukkie... apa benar juara umum mendapat hadiah uang?"
Hyukkie menoleh dan mengangguk. "Iya, Kyuhyun sampai membelikanku sebuah baju basket yang mahal. Kenapa?"
Jin Woo menggeleng hanya saja matanya lebih bercahaya.
"Gomawo. Ahjuma." Hyukkie berdiri. Dan membungkuk dalam, Kyuhyun menatap Hyukkie tak mengerti, apalagi ketika Hyukkie menarik tangan Kyuhyun untuk keluar dari sana. "Ah iya satu lagi ahjuma, aku yakin Jin Woo bukan pembunuh. Bukan!"
Lalu tanpa basa-basi lagi Hyukkie menarik tangan Kyuhyun keluar dari rumah.
.
.
.
.
.
Suasana ruang interogasi seperti biasa, hening dan dingin. Kangin duduk berhadapan dengan Jinwoo. Baiklah setelah melihat lebih dekat, Kangin mulai bisa percaya apa yang dikatakan Hyukkie. Orang ini terlalu lemah untuk jadi pembunuh. Dari sorot wajahnya bahkan Kangin bisa melihat sorot Hyukkie. Mereka sepertinya berkepribadian sama.
"Kalau memang kau pembunuhnya, apa alasanmu?"
"Aku.. aku kesal karena dia tak henti merengek karena sakitnya." Matanya menatap Kangin, meski begitu tatapannya kosong.
"Bagaimana caramu membunuhnya?"
Terlihat sekali Jinwoo tersentak dan sorot wajahnya mengelam, "Aku ... aku... membekap wajahnya dengan bantal."
"Dari hasil interogasi dengan tetangga sekitar rumah kalian, berhasil ditemukan kesimpulan, kau bukan orang yang suka marah-marah dan selalu terlihat melayani ibumu dengan sabar. Mereka bahkan tak percaya kau akan melakukan pembunuhan. Bahkan orang yang melaporkanmu dulu sekalipun. Dia menelepon polisi karena refleks dan kaget."
"Orang bisa berubah kan. Aku menyimpan semua kesalku sampai hari itu aku tak tahan lagi." Keras kepala.
Hyukkie yang menyaksikan itu dari ruangan lain yang mempunyai cermin terbalik, tak tahan lagi mendengarnya. Ia segera keluar dari ruangan itu dan masuk ke ruang interogasi dengan Kyuhyun di belakanganya.
"KAU BOHONG JIN WOO!"
Jinwoo tak menoleh pandangannya masih lurus dan kosong.
"Kenapa kau bersikeras seperti ini?"
Masih tak ada jawaban. Hyukkie mendekat dan menyentuh bahu Jinwoo, " Kalau kau begini semua perjuanganmu sia-sia. Bukankah kau ingin..."
"Membanggakan ibuku?" Jinwoo menoleh pada Hyukkie dan tersenyum sinis, "Membanggakan dia yang sudah tak ada?"
Benar. Hyukkie terdiam di tempatnya, itu poin yang benar sekali. "Tapi..."
"Kau tahu kisah laba-laba Stegodyphus? Aku menemukannya di buku perpustakaan. Dia meletakkan telur anaknya di sarangnya. Menjaganya dengan baik hingga mereka menetas. Memberi makan ketika akhirnya mereka menetas, bahkan tak peduli dirinya sendiri. Tapi setelah sebulan, dia... dia membiarkan anak-anaknya membunuhnya."
Tak ada yang berkata, bahkan mereka tak mengerti kemana arah pembicaraan ini.
"Di sana tak ada penjelasan kenapa ibunya seakan membiarkan dirinya dibunuh? Kau tahu? Aku baru sadar sekarang. Laba-laba itu tak ubahnya seperti ibuku, dia melakukan segalanya agar aku bisa sekolah aku tetap hidup, mengorbankan dirinya dan sakitnya. Lalu ketika tahu dia sudah tua dan tak mungkin disembuhkan dan nantinya hanya akan menjadi beban, ia membiarkan anaknya membunuhnya."
Kali ini hening karena mereka sedang menyerap semua perkataan.
"Kalian.. kalian yang kaya takkan mengerti. Kalian mengeluh tentang kasih sayang? Kalian menghamburkan uang, berfoya-foya, dan menjadikan alasan kurang kasih sayang sebagai penyebabnya. Hahahaaa kalian tahu aku iri pada kalian. Kalau aku kaya, aku akan lebih peka pada sekitar. Aku akan berusaha membanggakan Umma, tak apa dia sibuk asal dia sehat."
Semakin terdiam. Kyuhyun benar-benar merasa tertohok, dia termasuk orang kaya yang seperti itu. Ya itu dia. Marah-marah karena kesibukan Ibu dan ayahnya.
"Jadi... Hyukkie... kau tahu aku tak menyangka kau sampai sejauh ini demi aku. Gomawo. Tapi.. tapi biarkan aku mendapat hukuman ini. Aku ... aku benar-benar merasa tersiksa saat ini. Aku secara tak langsung membunuhnya kan? Karena dia sampai sakit dan tak bisa ke rumah sakit karena aku. Dan... lagipula... kau tahu... banyak orang yang mendapat pencerahan setelah dipenjara."
Hyukkie menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Kumohon. Aku janji akan baik-baik saja setelah ini. Aku tak mau kembali ke rumah. Dan aku tak punya siapapun untuk pulang. Jadi biarkan aku di sini."
Tak ada lagi yang bisa bicara. Hanya hati mereka yang bicara. Siapa yang salah sebenarnya?
.
.
.
.
.
"Jadi kesimpulannya siapa yang membenamkan bantal itu?" Kyuhyun menatap Kangin. Hyukkie kembali melamun, kali ini mereka ada di rumah Kangin dan Hyukkie.
"Ada dua kemungkinan. Mungkin ibunya sendiri, kemudian Jinwoo menemukannya dan berusaha mengambil bantal itu. Kedua Jinwoo yang melakukannya dengan permohonan ibunya. Entah yang mana, aku bahkan tak tega melanjutkan interogasi. Dia anak baik dan aku yakin dia akan bangkit. Hanya saat ini biarkan dia begitu."
Kyuhyun menganggukan kepalanya.
"Hiburlah dia!" Kangin menghela napas, ia buruk soal menghibur. Kyuhyun mengangguk dia segera mendekat pada Hyukkie yang rupanya sedang mengetik sesuatu di laptopnya.
"Kau akan menyebarkan berita kalau dia tak bersalah?" Tanya Kyuhyun sambil ikut menatap tulisan di layar.
Hyukkie menggeleng. "Peristiwa hari ini, esok hari akan dianggap peristiwa yang berlalu. Bahkan bulan depan mungkin sudah dilupakan. Orang-orang saat ini tak lagi heran dengan peristiwa kriminal. Mereka bahkan bisa dengan santai melihat berita pembunuhan sadis sambil makan." Terdengar nada kemarahan dalam ucapan itu.
"Lalu apa yang akan kulakukan?"
Hyukkie menoleh dan tersenyum menatap Kyuhyun, " Kau orang hebat Kyu, kalau nanti kau jadi orang besar. Jadilah orang bijak. Aku... aku mungkin takkan pernah menjadi orang besar. Hanya ini yang kubisa. Aku akan menyebarkan tentang pentingnya kedamaian dunia lewat tulisan. Mungkin hanya segelintir yang membacanya atau malah tak ada yang membaca sama sekali. Tapi hanya ini yang kubisa."
Kyuhyun merangkul bahu Hyukkie. "Mari kita berjuang bersama... kalau tak ada yang membacanya, aku yang membacanya... dan aku akan jadi orang besar seperti harapanmu."
Hyukkie semakin melebarkan senyumnya, sementara diam-diam di belakangnya Kangin tersenyum. Dia juga akan jadi orang seperti itu. Harus.
.
.
.
.
.
END
Hmmm ini lah. Hasil dari galau melihat berita di TV. Betapa mengerikan sifat manusia saat ini.
Mungkin tak banyak yang membaca, tapi seperti yang Hyukkie bilang di atas. Setidaknya saya sudah berusaha lewat jalan yang saya bisa.
Ah iya niatnya ini akan jadi series. Jadi tiap seriesnya ada satu masalah yang akan dipecahkan oleh Kyuhyuk yang dibantu Kangin dan mungkin juga personel SUJU lain. Tentunya kalau ada yang mau baca hihihihi
The last, bagi anda yang membaca dan meripiu terimakasih banyak. ^^
