.

"Monophobia"

.

Percy Jackson and the Olympians & Heroes of Olympus © Rick Riordan

Monophobia © Aiko Blue

.

(monophobia ; the fear of being alone)

.

"Saya mendapat keuntungan berupa kepuasan batin atas pembuatan fanfiksi ini."

.

.

.

"Jadi, kau bersama dengannya sekarang?"

Ada keterkejutan di sepasang manik mata sekelam obsidian itu sesaat, sebelum akhirnya wajah pucat itu tampak berseri hingga tarikan otot-otot senyuman saling berkontraksi di sana. Tipis, namun jujur adanya.

"Ya." Nico mengangguk. Angin yang bertiup menggoyang helaian rambut yang menyentuh ujung alisnya.

Putri Bellona di sampingnya tersenyum sekilas, cukup sebagai isyarat rasa bahwa ia turut bahagia. "Putra Apollo, eh?" Reyna menyeriangai jenaka.

Putra Hades tersenyum miring,. "Kematian, dan Matahari," mengangkat kedua bahunya ringan. "perpaduan yang ganjil, aku tahu itu." Nico menautkan kedua alisya hingga kerutan aneh muncul di sekitar keningnya.

Reyna terkekeh geli. "Aku tidak bilang begitu."

"Tanpa kau bilang pun, semua orang tahu kalau itu perpaduan yang ganjil."

Reyna tersenyum sementara satu tangannya bergerak menyibak rambut Nico yang jatuh menutupi matanya. Nico terperanjat kecil, lalu pandangan mereka bertemu dalam satu garis yang sama. "Perpaduan ganjil yang membuatmu bahagia." Reyna tersenyum kecil. "Itu yang ku tahu." Reyna menarik tangannya kembali.

Nico mengerjap,otaknya bergerak memahami, lalu senyumnya berkerja merespon. "Reyna?"

"Hm?"

Detik selanjutnya Nico membawa Reyna dalam pelukannya. Sebuah pelukan hangat persahabatan seperti pasca mengalahkan Gaea. Namun kali ini, bukan Reyna yang memulai, melainkan Nico. Dan Reyna menyambutnya. Tubuh remaja kurus itu berada dalam pelukannya, terlihat rapuh, namun Reyna tahu betapa kuat sebenarnya seorang Nico di Angelo.

"Terima kasih." Nico berbisik halus.

Reyna mengangguk dan menepuk punggung Nico ringan. Bibirnya tersenyum namun di saat yang sama mataya terasa perih membendung air mata.

Ia bahagia, tentu. Namun di sisi lain Reyna merasakan kepedihan luar biasa. Kesepian, kegetiran, dan rasa takut. Nico adalah satu-satunya demigod yang memiliki kepedihan hati mirip dengannya. Namun kali ini sudah lain, Nico telah menemukan obatnya. Satu cinta yang baru, kehangatan, dan seseorang untuk berbagi. Sementara Reyna masih terpojok bersama kubangan luka dan rasa sepi. Perkataan Aphrodite yang terus membayang dalam mimpinya, dan rasa takut yang menjelma menjadi bayangannya.

Jason dengan Piper. Percy dengan Annabeth. Frank dengan Hazel. Nico dengan Will. Bahkan Tyson si cylops dengan Ella si harpy. Dan meski ia sendiri tak yakin di mana Leo Valdez sekarang, namun Reyna tahu bocah mekanik itu pun telah menemukan kebahagian dan jalan baru bersama seseorang yang dicintainya. Sedangkan Reyna, kembali dibanting realita bahwa ia dijodohkan dengan kesepian.

Reyna menarik napas, dan melapskan pelukannya. Nico tersenyum padanya, rileks tanpa beban, mengundang Reyna untuk turut tersenyum.

Reyna mengalihkan pandangannya menatap langit, ia tersenyum, menerawang jauh di antara arak-arak awan. Sorot matanya berubah sekilas. Bagaikan melihat kemerlip bintang yang membentuk jutaan rasi cantik dalam satu detik, sebelum akhirnya berubah mendamba dengan segaris pesimisme yang nyata.

"Mencintai, dan dicintai. Menurutmu, bisakah aku melakukan keduanya bersama satu orang yang sama?"

Karena Reyna—meski ia tak ingin mengakui ini—meragukannya.

.

.

.

FIN

.

.

.

A/N: Halo, Aiko anak baru di sini, tehe :'D

Makasih buat yang udah terlanjur baca =)))

Review?