1. Author : Ando Nakamaru / Fudando69
2. Judul : Itazzura na Kiss
3. Cast : (Badeul/Jindeul/Jinchan) B1A4 Sandeul, Jinyoung, Baro, Gongchan, CNU, VIXX Haekyeon, Wonsik, Daeryong, Hyukjin, etc.(Anggap semuanya seumuran)
4. Genre : Remake, Yaoi, Shonen-Ai, boys love, comedy romance
5. Length : Chapterd
6. Disclaimer : Cast milik agensinya masing-masing.
7. Author Note : Cerita ini saya buat berdasarkan dari drama Ittazura na Kiss/ Playfull Kiss/Naughty Kiss. Saya meremake cerita ini menjadi versi Yaoi. Ide ceritanya sama seperti yang ada di drama, mungkin hanya ada sedikit perubahan agar sesuai dengan genre Yaoi.
.
.
.
Chapterd 1
Pagi itu seorang namja bernama Lee Junghwan – biasa di sapa Sandeul – berdiri di depan gerbang sekolah. Ia seakan-akan tak peduli dengan udara dingin yang menusuk kulitnya.
Sandeul menggosok-gosok kedua telapak tangannya, kemudian menempelkannya di pipi. "Ahh, hangatnya…" Sesekali ia melompat-lompat kecil di tempatnya hanya untuk sekedar menghangatkan diri.
Terkadang ia senyum-senyum sendiri, seperti orang gila. Sandeul memang sedang dalam keadaan gila saat ini. Karena sebentar lagi dia akan menyerahkan surat cinta pada orang yang di sukainya, Jung Jinyoung.
Kenapa hal ini membuat Sandeul terlihat seperti orang gila? Itu karena Sandeul dan Jinyoung bagai langit dan bumi. Keduanya sangat bertolak belakang. Jinyoung adalah murid kelas A, sementara Sandeul berada di kelas F, kelas tempat orang-orang ber-IQ rendah berkumpul.
Jinyoung adalah icon namja ideal masa kini. Wajahnya tampan, sehingga tak sedikit Yeoja dan Namja yang menyukainya. Dia juga di anugerahi otak yang encer.
Semenjak sekolah dasar ia sering mencatatkan namanya dalam deretan peraih nilai tertinggi ujian negara, sehingga ia mendapatkan julukan Mahwal – sebutan untuk orang-orang jenius -.
Sementara Sandeul? Dia hanya murid berwajah standart dengan otak minim alias bodoh. Belum lagi tingkah lakunya yang ceroboh dan sembrono. Jauh sekali dengan Jung Jinyoung.
Tiba-tiba pagi yang damai itu mendadak riuh dengan teriakkan-teriakkan Yeoja- Yeoja serta para Uke ganjen. Layaknya dalam cerita sebuah komik, Jung Jinyoung yang baru datang di sambut bak seorang pangeran dari negeri jauh.
Semua orang yang mengagumi Jinyoung hanya bisa melihat dari jauh. Pesonanya yang kharismatik membuat mereka menjaga jarak dari bintang sekolah itu, terkecuali dengan Sandeul.
Dengan penuh rasa percaya diri, Sandeul mendatangi Jinyoung. Beberapa pasang mata nampak memperhatikannya. Ada yang menatapnya sinis, ada juga yang memang penasaran. Jinyoung menatap Sandeul dengan dingin, nyaris tanpa ekspresi. Dan itu di nilai cool oleh para pengagumnya.
"Annyeong haseo, aku Lee Junghwan dari kelas 3-F," kata Sandeul memperkenalkan dirinya. "Ini untukmu. Aku harap kamu mau membacanya," Ia kemudian menyerahkan secarik amplop berwarna hijau muda kepada Jinyoung.
Murid-murid lain mulai terdengar berkasak-kusuk, membicarakan Sandeul yang dengan lancangnya memberikan sebuah surat cinta pada Jinyoung. Mereka menganggap Sandeul sebagai orang yang tak tahu diri.
Jinyoung melirik sekilas surat yang berada di tangan Sandeul. Dengan ekspresi dinginnya, Jinyoung melewati Sandeul begitu saja tanpa menggubrisnya sedikitpun. Meskipun sedikit terkejut, Sandeul tidak menyerah begitu saja. Dengan sigap ia langsung mengejar dan menghadang Jinyoung.
"Jinyoung -ah, ku mohon terima surat ini!" seru Sandeul sembari menyerahkan suratnya pada Jinyoung dengan paksa.
Setelah memastikan suratnya di terima oleh Jinyoung, Sandeul langsung balik badan dan segera pergi tanpa mau menengok ke belakang. Berhadapan dengan Jinyoung benar-benar membuatnya nervouse.
Sementara Jinyoung menatap punggung Sandeul yang semakin menjauh. Ia lalu melirik surat yang sekarang berada di tangannya itu, meskipun karena terpaksa itu juga.
.
.
.
"Apa kau sudah gila, Lee Junghwan? Menyerahkan surat cinta secara langsung kepada Jung Jinyoung?!" tanya Haekyeon tak percaya.
"Memangnya kenapa? Ada yang salah?" jawab Sandeul acuh.
"Tentu saja ada!" seru Haekyeon tak sabar. "Orang yang sedang kita bicarakan itu Jung Jinyoung, Deul, Jung Jinyoung!"
Sandeul mengerling malas. "Tanpa kau beri tahu pun aku sudah tahu, Cha Haekyeon." katanya.
"Kalau kau sudah tahu, kenapa kamu masih nekat mengirimkan surat cinta pada Jinyoung?" kali ini Wonsik yang bertanya.
Haekyeon dan Wonsik adalah sahabat Sandeul sejak masuk ke sekolah ini. Dan seperti sebuah takdir, sejak kelas 1 mereka selalu satu kelas, di kelas F.
Saat ini keduanya tengah berada di kantin, menginterogasi Sandeul yang sudah menghebohkan seisi sekolah dengan pernyataan cintanya yang tidak secara langsung itu pada Jinyoung.
"Tentu saja karena aku menyukainya," jawab Sandeul. "Ahh, Jung Jinyoung…" gumamnya.
Haekyeon dan Wonsik menghela nafas melihat Sandeul yang sudah sibuk dengan khayalannya tentang Jinyoung.
"Apa tidak ada namja lain yang bisa kau sukai selain Jinyoung?" tanya Wonsik.
"Contohnya siapa?"
Wonsik tampak berpikir sejenak. "Err… Baro misalnya…" jawabnya dengan ragu-ragu.
"Apa kamu sudah gila, Wonsik? Mana mungkin aku berhubungan dengan namja bodoh itu!" sewot Sandeul.
"Kamu tuh yang gila. Kau dan Jinyoung itu beda kasta. Kalian seperti bumi dan langit." ungkap Haekyeon.
"Kau itu ibarat punduk merindukan bulan. Kau mengharapkan sesuatu yang mustahil." ujar Wonsik menambahkan.
Haekyeon mengangguk setuju dengan peribahasa yang di ucapkan Wonsik.
"Lagian benar apa kata Wonsik tadi, kau itu cocoknya dengan Baro, Deul."
"Cocok dari Hongkong!" Sandeul menggerutu tak jelas.
"Beneran cocok kok. Kau dan Baro kan sama-sama bodoh. Cocok kan?!" ujar Haekyeon di ikuti gelak tawa oleh Wonsik.
Sandeul mendengus kesal mendengar gurauan-gurauan sahabatnya itu. "Aish, kalian ini bukannya mendukungku malah meledekku terus, huh!" gerutunya.
Sementara Haekyeon dan Wonsik tetap menertawakannya. "Okelah kalau kamu menyukai Jinyoung. Tapi apa harus sampai memberinya surat cinta ya?" Wonsik bertanya.
"Iya, kau kan sudah kelas 3. Apa sebaiknya kau fokus pada pelajaran saja?" ujar Haekyeon menimpali.
"Justru karena aku sekarang sudah kelas 3. Aku ingin merasakan cinta pada masa SMA sebelum lulus," jawab Sandeul. Pandangannya menerawang entah kemana. Ah, lagi-lagi dia sibuk dengan khayalannya.
"Dan kau memilih Jinyoung? Astaga, beruntung bagimu tapi musibah baginya," kata Haekyeon sarkasme.
"Gezz…" desis Sandeul seraya melirik sinis Haekyeon.
Tiba-tiba terdengar suara keributan dari ujung kantin. Sandeul menghela nafas, ia sudah tahu apa yang terjadi di sana, sementara Wonsik dan Haekyeon mulai menyikut dirinya.
"Lihat, kalau jodoh memang tidak kemana ya. Baru saja di bicarakan, orangnya langsung muncul," kata Wonsik dengan nada menggoda, sementar Sandeul hanya mendengus kesal mendengarnya.
"Sandeullie sayanggg….." teriak seseorang dari kejauhan, sehingga membuat Sandeul merasa malu karena tiba-tiba menjadi pusat perhatian seisi kantin.
Orang yang baru saja berteriak itu adalah Cha Sunwoo atau biasa di sebut Baro. Dia adalah namja bodoh teman sekelas Sandeul. Sudah sejak lama Baro terang-terangan menyukai Sandeul, meskipun sampai saat ini perasaannya tak di gubris oleh Sandeul.
"Sandeullie….." rengek Baro yang kini sudah berada di hadapannya. Seperti biasa dia di ikuti oleh kedua pengikut yang sama bodoh dengannya, Daryeong dan Hyukjin.
"Sandeul, benarkan kau mengirim surat cinta pada orang itu? Kenapa kau melakukan ini padaku?!" seru Baro seraya memasang wajah memelas.
"Issh, bisakah kau tidak bicara sekeras itu? Memalukan saja!" ujar Sandeul tak senang.
Baro memang seperti itu, selalu bicara tanpa mengontrol nada bicaranya.
"Maklum saja, bos kita ini kan mulutnya mulut Toa hehehe…" sindir Daryeong yang langsung di beri jitakan di kepalanya oleh Baro.
"Tapi apa berita itu benar? Tolong katakan padaku kalau semua itu bohong!" Baro memandang Sandeul dengan penuh harap.
"Aniyo, itu semua benar kok," Sandeul menjawab dengan entengnya, sementara Baro langsung terkulai lemas di atas meja.
"Waeyo? Kenapa kau melakukan ini padaku? Kau kan tahu kalau aku menyukaimu, Deullie." mimik wajah Baro terlihat kecewa.
Sandeul hanya bisa tersenyum. Ia bingung harus berkata apa pada namja di hadapannya itu.
"Apakah kau yang namanya Lee Junghwan?" tanya seseorang.
Sandeul dan teman-temannya menoleh ke arah sumber suara. Betapa kagetnya mereka melihat sosok yang berada di hadapan mereka.
"Jinyoung…" gumam Sandeul.
"Kau Junghwan kan?" Jinyoung kembali bertanya. Ia seolah tak peduli dengan tatapan orang-orang di sekitarnya.
Perasaan kita baru bertemu tadi pagi, kenapa dia sudah lupa dengan wajahku, pikir Sandeul.
"I-Iya, aku Lee Junghwan, tapi kau bisa memanggilku Sandeul saja," jawab Sandeul gugup. Ia memang masih tak percaya kalau Jinyoung ada di depannya.
Dengan ekspresi datarnya, Jinyoung melemparkan secarik surat pada Sandeul. Namja bersurai hitam itu gelagapan
menangkap surat yang di lempar Jinyoung.
Ini kan… Surat yang ku berikan padanya, kata Sandeul dalam hati.
Sandeul terkejut ketika membuka surat itu, karena surat itu memang miliknya. Namun yang membuat Sandeul kaget adalah beberapa bagian suratnya di tandai dengan spidol merah. Kini surat cintanya itu seperti kertas ujian bahasa yang banyak koreksinya.
"I-Ini…"
"Sampah!" timpal Jinyoung. "Bahkan anak sekolah dasar pun bisa membuat surat yang lebih baik dari itu!"
Karena penasaran, Haekyeon langsung merebut surat itu dari tangan Sandeul. Wonsik dan juga Baro ikut-ikutan mengintip surat yang kini tengah di baca oleh Haekyeon.
"Astaga, ini sih parah banget," gumam Haekyeon yang langsung di sikut oleh Wonsik agar tidak bicara macam-macam.
"Kau membuang-buang waktuku karena harus membaca tulisannya yang seperti ceker ayam itu." ujar Jinyoung sinis. "Sampah tetaplah sampah!" katanya kemudian.
Sandeul tersentak, namun ia hanya bisa diam saja. Wajahnya tertunduk lesu, sementara pandangannya menerawang entah kemana. Berbeda dengan Sandeul, justru Barolah yang emosinya terpancing dengan ucapan
Jinyoung.
"Hey, kau, cepat tarik lagi ucapanmu!" Baro menunjuk ke arah Jinyoung.
"Wae? Kenapa aku harus menarik ucapanku? Bukankah semua kataku itu benar adanya?!" jawab Jinyoung dengan enteng tanpa merasa bersalah sedikitpun.
Rahang Baro mengeras. Ia sadar betul perkataan Jinyoung barusan memang benar, meskipun menurutnya itu sangat keterlaluan.
"Ta-tapi, tidak seharusnya kau berkata seperti itu. Bagaimanapun itu surat yang di buat Sandeul dengan penuh
perasaan!" kata Baro beralasan.
"Cih, orang bodoh memang selalu berkumpul dengan orang bodoh lainnya!" sindir Jinyoung dengan sinis.
"A-Apa kau bilang?! Katakan lagi kalau kau berani, brengsek!" Baro sudah bersiap menyerang Jinyoung, namun teman-temannya menahan dia.
Jinyoung menatap Baro acuh, toh dia merasa tidak ada urusan dengan anak itu.
"Bodoh," ucap Jinyoung dengan ekspresi datarnya.
"Kau ini…." geram Baro emosi. "Lepaskan aku, biar ku hajar bocah songong itu!" Baro meronta-ronta berusaha melepaskan diri. Ia ingin sekali memukul wajah Jinyoung.
Baro memang orang yang temperamental, apa lagi kalau sudah berurusan dengan Sandeul, orang ya di cintainya.
"Akhhh…" pekik Sandeul sehingga membuat semua mata tertuju padanya. Ia kemudian mengacak-acak rambutnya, frustasi.
"Kau…" Sandeul menatap Jinyoung dengan tajam. "Kau benar, aku memang payah," katanya pasrah.
Semua orang di kantin kemudian menertawakan Sandeul, terkecuali teman-temannya.
"Kau benar, aku memang payah dan juga bodoh," ujarnya mengulang perkataanya barusan. "Tapi… Bukan berarti kau harus melakukan hal ini pada surat yang ku tulis,"
Jinyoung masih menatap Sandeul dengan ekspresi datarnya.
"Di dalam surat itu, aku mengungkapkan perasaanku padamu yang sejujurnya," ungkap Sandeul.
"Suratmu itu hanya merusak mataku saja. Sampah tetaplah sampah, harus di buang pada tempatnya," kata Jinyoung dingin.
Sandeul menelan ludah dengan susah payah.
"Aku tak ingin melihat wajahmu lagi. Jadi, tolong jangan menghalangi jalanku lagi!" Jinyoung berkata dengan santainya, namun dari nadanya tersirat sebuah ancaman.
"Jinyoung…" lirih Sandeul sedih, sementara Jinyoung pergi begitu saja. Ia tak peduli dengan teriakkan Baro yang memaki-makinya.
"Yak, kemari kau, brengsek!" seru Baro dengan nada tinggi.
– To be continue -
.
.
.
Jangan lupa komentar atau reviewnya ya. Kalau responnya bagus, kan jadi semangat buat post next chapnya hehehehe
