Disclaimer: VOCALOID bukanlah milik saya.

Warning: (mungkin) alur cepat, TWINCEST, dll.

REQUEST FROM GLADYS-CHAN

HOPE YOU LIKE IT!


Kanvas oranye telah menghilang ditelan kegelapan. Pelita dengan berbagai warna telah menerangi jalanan. Sepasang kelereng azure menyaksikan keramaian kota dari balik jendela hospital. Bergerak-gerak mengekori setiap kendaraan yang berlalu-lalang.

Bosan. Sang empunya kelereng itu bosan. Bosan menunggu seseorang yang paling berharga bagi dunianya datang menjenguk dia.

Rindu. Pemilik kelereng itu─atau bisa kita panggil Rin─begitu rindu padanya. Sudah satu lustrum mereka tidak bertemu. Rin menyalahkan penyakit stroke yang dideritanya, hingga membuat ia tertidur dalam jangka waktu yang cukup panjang. Dan tanpa disadari, sebuah dinding pemisah telah berada di antara mereka.

Kagamine Len. Itulah nama orang yang paling berharga bagi Rin. Memiliki ciri fisik, kepribadian, dan suara yang hampir sama dengan miliknya. Mereka lahir pada tanggal yang sama, waktu yang hanya berselisih hanya 7 menit, dan di janin yang sama.

Tunggu, ciri fisik yang sama, tanggal dan waktu lahir yang sama, serta lahir di janin yang sama? Apa maksudnya? Apakah mereka adalah saudara kembar?

Ya, tentu saja.

Tidak ada orang yang mengetahui perasaan Rin terhadap saudara kembarnya. Rin mencintai Len sedari kecil, Rin tidak ingin semua orang mengetahuinya. Ia takut, konstelasi akan menjauhi dia hanya karena hal sesepele ini.

Meski ia tahu diri bahwa perasaan yang ia miliki adalah perasaan terlarang, Rin tidak ingin Len jauh dari jangkauannya. Ia ingin selalu bersama Len, selama mungkin.

Rin tidak akan merelakan dia pergi dari sisinya. Meninggalkan Rin sendirian, dengan sejuta luka yang membekas di hatinya, hanya karena Rin memiliki perasaan khusus terhadap Len.

Semua itu… Rin takut akan menjadi realita yang menyakitkan.

Tidak… Kami-sama tolong.. jangan sampai terjadi… Begitu hati kecilnya memohon.

Cinta memang tidak berlogika. Kita bisa saja jatuh pada orang yang salah dan tidak tepat.

Kalimat itu cocok sekali dengan keadaan Rin saat ini bukan?

Andai saja aku bukanlah saudaranya, pasti aku dapat memilikinya tanpa perasaan bersalah… harap Rin dalam hati. Tetapi ini adalah takdir, dan Rin tidak dapat mengubahnya.

Sementara itu, Rin menyembunyikan manik indahnya di balik kelopak mata. Ia ingin mengenang kembali beberapa kisahnya bersama Len. Phosphene menampakkan diri sejenak. Sedetik kemudian, warnanya mulai menerang─membentuk beberapa memori Rin bersama dia yang terlihat begitu nyata.

Memori pertama, tampak seorang anak lelaki bersurai honeyblonde berlari mengejar anak perempuan yang memiliki surai dan paras yang sama. Mereka tertawa penuh keceriaan hingga larut dalam dunia mereka berdua.

Memori kedua, seorang anak perempuan menangis tersedu-sedu akibat luka yang menggores kulit tangannya. Sang anak lelaki kemudian menghampiri, dan menyodorkan sebuah obat merah. Anak perempuan yang sedari tadi menangis itu terdiam. Kemudian, ia meraih obat merah pemberian anak lelaki itu, dan meneteskannya ke pusat rasa sakit. Sang anak lelaki tersenyum lembut, dan mengulurkan tangan kecilnya untuk menghapus air mata gadis kecil.

Memori ketiga, seorang wanita muda memberi dua potong kue kepada sang anak perempuan. Setelah menerima kue, anak perempuan itu berlari mencari anak lelaki yang amat ia sayangi. Ketika ia mendapati lelaki yang dicari sedang asyik membaca buku, gadis kecil itu segera duduk di sampingnya, dan menawarkan sebuah kue. Sang anak lelaki menoleh, dan mengambil kue tersebut dengan senang hati.

Secara otomatis, memori yang bagaikan sebuah film tersebut sirna. Phosphene kembali menyelimuti mata Rin. Dengan cepat, Rin segera membukakan mata, agar phosphene─yang membosankan baginya─segera menghilang.

Baru saja Rin membukakan mata, sebuah tubuh yang tegap segera menyambar tubuh kecil Rin. Lalu aksi tersebut dilanjutkan dengan mengusap-usap surai halus Rin.

"…?" Yang dipeluk hanya bisa kebingungan merespon pelukan itu. Siapa? Rin takut jika orang yang tidak dikenal lah yang kini sedang memeluknya.

"Rin…" suara yang mulai terdengar berat itu memecahkan keheningan.

Tunggu, sepertinya Rin mengenal suara ini.

"Kenapa kamu sedari tadi terus memejamkan matamu? Padahal aku─"

Dengan cepat, Rin meregangkan pelukan mereka. Terpantul dengan cukup jelas refleksi sang lawan bicara di manik gadis itu. Seorang pemuda yang berparas hampir sama dengannya itu menggoreskan senyuman lembut.

"Ini aku, Len…" ucap pemuda itu dengan lembut.

Pemuda yang sedari tadi Rin tunggu kehadirannya, kini mulai berubah. Tubuhnya lebih tinggi, suaranya mulai memberat, jakun mulai menumbuh, dan dadanya terlihat lebih bidang. Len telah menginjak remaja.

Rin menatap Len dengan tatapan tak percaya dan terharu. Tak percaya karena Len telah berubah, dan terharu karena Len telah menjenguk dia. Matanya mulai berkaca-kaca. Samar-samar, semburat merah muda tipis terlukis di wajah mulus Rin.

Rin segera memeluk kembali pemuda itu. Ia membenamkan kepalanya di atas bahu Len, seraya menangis tersedu-sedu. Len mencoba menenangkan gadis itu, dengan membalas pelukan dan menepuk-nepuk punggung kecil Rin.

"L-len… hiks…" isak Rin, "A-aku.. m-merindukanmu…" lanjut dia.

Mendengar ucapan Rin, Len melebarkan senyumannya. Ia mendekatkan bibir tipisnya ke telinga Rin. Entah mengapa, pertahanan Len terhadap rasa sakit mulai runtuh. Namun, ia berusaha untuk menyembunyikan keruntuhan itu.

"Aku juga Rin…" lirih Len, "Aku juga merindukanmu dan…"

"Daisuki dayo," lanjut Len dengan mantap, namun suaranya terdengar sedikit bergetar. Manik azure milik Len terlihat mulai berkaca-kaca. Meski ia berusaha untuk menutupi kenyataan bahwa ia akan menangis, tetapi sudah terlihat jelas dari suaranya yang bergetar.

Rin membulatkan kedua mata. Terkejut dengan kalimat Len barusan. Ia tidak percaya bahwa cinta terlarang juga tumbuh di hati Len.

"A-aku juga! Daisuki dayo!" kata Rin sambil berusaha menegaskan kata-katanya. Sekarang, tangis Rin mulai mereda, "T-tetapi… bukankah ini… perasaan terlarang?"

Seketika, pertahanan Len hancur berkeping-keping mendengar perkataan yang dilontarkan oleh Rin barusan. Ia sudah tahu perkataan apa yang akan dilontarkan saudar kembarnya itu. Dan sekarang, Len lah yang terisak pelan. Air mata yang dikeluarkan membasahi bahu kanan Rin, hingga pemilik bahu itu tersadar bahwa Len sedang sibuk meneteskan air mata.

Kebingungan menyambar pikiran Rin. Dengan ragu-ragu, Rin menepuk pelan punggung Len.

"L-len? Gomen nasai… atas perkataanku tadi…" lirih Rin.

Len merenggangkan pelukan mereka, " Rin… maukah kamu menjalani cinta terlarang ini?"

Rin terkesiap. Ingin sekali ia menjawab 'ya aku mau!'. Tapi, bukankah takdir tak mengizinkan?

"Tidak apa-apa…" jawab Len, seolah-olah bisa menebak pikiran Rin, "Ini demi kebahagiaan kita, Rin. Kita tidak boleh putus asa dengan apa yang terjadi. Kita harus siap menanggung resikonya…"

Rin tersenyum senang. Merasa lega dan senang karena Len mengatakan hal itu. Ia memeluk kembali tubuh Len. Ia lega mendengar perkataan Len barusan, "Arigatou, Len…"

Pada hari ini, mereka telah berhasil memecahkan dinding pencipta spasi yang mengganggu kebersamaan mereka, dan menggantinya dengan seutas tali percintaan terlarang.


END

AHAHAHAHAHAHA! *ketawa nista* akhirnya fic ini jadi! Hyaaa! XD XD Fic ini didedikasikan untuk Gladys-chan! Ini… sesuai ekspekstasi kah? Maaf kalo ini gak ada saingan cinta dan kependekan.. T_T dan maaf juga kalau endingnya BAD banget yaa…