"MY WIFEY"
LEE BONBONIE *a.l.m.b.e*
Genre : Romance, drama (?) . ETC
Cast : Kim Jaejoong, Jung Yunho, ETC.
Length : 1-Shoot
Rated : T
Warning: GS (GENDERSWITCH), typos bertebaran, EYD tidak beraturan, OOC, DLDR.
NOTE : Mungkin cerita pasaran. Masih perlu perhatian dan pembelajaran. Cerita murni hasil pemikiran, penglihatan dan imaginasi yang muncul di berbagai tempat. Jika ada terdapat kesamaan di lain cerita, itu hanya kebetulan yang tidak disengaja.
..
THANKS BEFORE
..
Summary : Dia berantakan, ia sudah disentuh, didepan mataku, suaminya yang bahkan belum menyentuhnya karena tak ingin memaksanya. Aku salah menilainya. Dibalik kesederhanaannya yang kupuja, ternyata ia licik dan penuh muslihat.
..
..
"saya bersedia"
Aku menoleh kearahnya ketika ia mendeklarasikan kesediannya dalam kalimat sakral dengan nada pelan itu.
Ketika merasa aku menatap beberapa detik padanya, ia ikut menoleh kearahku. Bibirnya bergerak membuka lalu menutup seolah ingin berkata namun ragu, lalu beralih lagi untuk menghadap lurus ke arah orang yang telah menikahkan kami.
Aku sudah beristri. Wanita bernama Kim Jaejoong yang belum kukenal lama namun berhasil masuk kekehidupanku. Ini adalah perjodohan, perjodohan yang tidak kutolak namun juga tidak dengan bahagia kuterima.
Yang kuingat saat itu, aku baru saja pulang kerja disaat dia yang adalah anak dari supir pribadi ku yang beberapa bulan lalu meninggal, datang bersama eommaku dengan wajah lusuh. Kebetulan sekali saat itu adalah minggu-minggu eommaku yang berkoar-koar ingin aku segera menikah dan beberapa kali menawarkan agar aku mau dijodohkan dengan anak kenalannya. Dan dengan wajah berbinar senang bercampur sedih, eommaku berkata dia adalah anak supir pribadiku yang tinggal sendiri dirumah mungil mereka. Kulihat wanita itu sedih namun juga tabah dengan keadaannya. Rupanya ia tidak memiliki saudara, eommaku berkata ibunya sudah lama meninggal. Ada rasa kasihan terselip didadaku ketika membayangkan betapa malangnya dia hidup sendirian didunia yang keras ini. Yang aku tahu dari eommaku saat kami berbicara serius berdua dimalam yang panjang, secara menyeluruh menceritakan tentang Kim Jaejoong seorang. Mereka adalah keluarga yang miskin, ayah dan ibunya punya beberapa saudara, namun karena miskin, saudara dari pasangan Kim tidak mau menganggap dan membantu, malahan keluarga mereka menjauhi keluarga Kim. Dalam hati aku berpikir, lebih baik orang-orang tak punya hati seperti itu menjauhi Jaejoong, bukankah sikap mereka sudah jahat, dan orang jahat perlu dijauhi bukan. Eommaku bercerita panjang lebar dan aku hanya ber oh dan ya saja. Lebih mendengarkan dan berpikir. Ketika eommaku berkata maukah aku menikahinya? bilang eommaku dia adalah wanita yang baik dan sederhana. Itu entah pujian agar aku mau menerima tawaran eommaku atau memang sebuah kejujuran. Yang pasti aku merasa sedikit percaya dan mejawab eommaku dengan "terserah"
Aku bahkan tidak pernah berpikir jika aku akan menikah. Selama aku hidup hingga dua puluh sembilan tahun, aku belum pernah memiliki kekasih sekalipun, yang kulakukan hanya berteman, bersekolah dan berakhir bekerja. Pernah aku berpikir jika mungkin aku tidak akan menikah karena aku bahkan bingung bagaiman caranya mencari kekasih. Aku terlalu pendiam dan terkadang dikatakan sombong, walaupun sebenarnya tidak benar-benar seperti itu. Pernah terbesit dipikiranku jika jodohku akan mendatangiku nanti, namun pemikiran itu musnah ketika umurku dua puluh lima tahun, orang bilang mana mungkin jodoh datang jika tidak juga berusaha. Tapi aku kembali mempercayai jika jodoh itu datang pada waktunya, terbukti sekarang aku sedang dikatakan berjodoh dengan Kim Jaejoong. Wanita yang saat ini berdiri bingung di pintu apartemenku. Yang akan menjadi rumah kami.
"kau tidak masuk?"
Ia mengangkat kepalanya menatapku. Matanya bulat dan wajahnya mungil, kurasa ia memiliki wajah yang baby face, wajah yang tidak seumurnya. Dan aku menyukai sisi itu.
"ah ya aku masuk"
Aku menatap punggungnya dan gerak-geriknya, kepalanya menoleh kekanan kekiri, mungkin meneliti sisi semua ruangan dan barang di apartemen.
"kau mencari kamar kita? pintu di kananmu"
aku hanya menebak jika ia memang mencari kamar kami dan mungkin ragu bertanya padaku, jadi kuberitahu duluan.
Ia menoleh padaku dan mengangguk dengan senyum simpul. Kim Jaejoong sangat tertutup dan pendiam, aku juga pendiam dan kami malah berjodoh. Aku tidak tahu bagaimana bisa tapi pernah terbesit dalam otakku jika keluarga kami akan menjadi patung-patung yang berjalan di dalam sebuah apartemen. Tanpa percakapan dan dingin seperti angin musim dingin. Aku menepis pemikiran itu dan mengkomando dalam diriku jika akulah yang harus lebih memancing Jaejoong agar lebih bisa bersuara dan terbuka. Ya begitu, karna aku adalah kepala keluarga mulai sekarang.
Aku membuka pintu kamar dan Jaejoong terkejut karena sedang dalam posisi ingin membuka resleting gaunnya.
Aku menghampirinya dan mengambil kancingnya untuk kuturunkan.
"panggil saja aku jika butuh"
Dia berdiri tegak seperti tiang berdera, namun kepalanya mengangguk.
"aku mau mandi"
suaranya kecil namun masih bisa kudengar. Tanpa sadar ada rasa ingin menggodanya ketika ia mengatakan itu.
Punggungnya terekspose setengah tubuhnya dan aku menyentuh kulit basahnya yang berkeringat. Mulus dan menyenangkan untuk disentuh.
"mau kugosokkan punggungmu?" aku hanya menggodanya yang terlihat langsung merinding mendengarku. Aku bersumpah hanya menggodanya, namun aku juga malah merinding karena kulitnya membuat otakku kotor, dalam artian tanpa sadar akulah yang malah tergoda. Aku melepas sentuhanku dan mundur selangkah darinya, menjauh.
"maaf aku tidak bermaksud"
ada rasa canggung yang begitu besar diantara kami. Ia berbalik menghadapku dan berkata dengan senyum menenangkan.
"tidak apa, aku mandi dulu"
"Ya" sahutku cepat dan -entah aku bingung dengan diriku.
Ia masuk ke kamar mandi yang tersedia didalam kamar dan aku duduk ditepi ranjang. Merutuki diri sendiri yang berlaku aneh dan tidak wajar. Aku terlalu- kebingungan dan karena pertama kali, ini membuatku banyak berpikir. Aku minta maaf tadi dan aku menyesal karena meminta maaf. Untuk apa aku meminta maaf karena menyentuhnya, aku kan sudah menjadi suaminya, hal seperti itu memang seharusnya bukan, ah molla!, aku sungguh tidak wajar, seperti bukan lelaki jantan saja.
Pintu kamar mandi terbuka dengan dia yang muncul sudah berpakaian lengkap, pakaian tidur, piyama bergambar dan aku juga mempunyai satu, sudah tersedia diatas ranjangku,- eh kami.
"aku sudah selesai" dia menghampiriku dan duduk disampingku. Aroma segar terhisap dihidungku dan aku bangkit untuk bergegas mandi. Aromanya menggodaku untuk segera mandi.
.
.
Ini kecanggungan yang sudah keberapakalinya dari kami. Entah aku bingung memulai. Ini malam pertama kami dan aku bingung harus melakukan apa, aku ragu apakah dia sedang memikirkan hal yang sama sepertiku atau tidak.
"apa kau mau melakukannya sekarang a-"
Dia memotong ucapanku dengan kepala menunduk malu.
"bisakah tidak melalukannya hari ini? aku belum siap"
Aku menarik nafas. Ya aku rasa sudah pasti dia belum siap. Dia bahkan menikah dengan orang yang tidak ia kenal, bagaimana dia bisa mempersiapkan diri.
"baiklah, ayo tidur saja"
Dan kami hanya tidur dengan posisi saling berpaling. Apakah itu menyedihkan untuk sepasang suami istri yang baru menikah, tidak juga kurasa.
.
.
Mataku terbuka karena sudah terbiasa bangun jam setengah tujuh dan aku merasa sesak ditubuhku. Kepalaku menoleh ke kanan dan menemukan seorang wanita dengan mata tertutup memelukku seperti memeluk guling, erat dan nyenyak. Aku terdiam dan tanpa sadar tubuhku kubuat mematung agar tak membuatnya terbangun. Kurasa lima menit berlalu, dan matanya mengerjap terbuka. Ia menatapku sebentar dan tersenyum lucu sebelum melepasku dengan wajah terkejut.
"maaf" serunya reflek dan ia terduduk bangun. Aku mengikutinya duduk dan memeluknya beberapa detik.
"kita impas" kusempatkan tersenyum sebelum masuk kekamar mandi.
.
.
Dia bernama Jung Yunho, suamiku yang kurasa baik, aku belum terlalu mengenalnya tapi dia selalu memperlakukanku dengan baik dan menyenangkan.
Pagi ini aku terbangun dengan posisi yang begitu mengejutkan. Memeluknya erat dengan posisi sangat memalukan. Istri macam apa aku ini. Menolak malam pertama dan memeluk paginya. Lalu ketika ia memelukku, aku merasa hangat dan langsung menyukainya, menyukai pelukannya dan senyumannya.
Yunho itu memiliki wajah yang sangat berkharisma, -menurutku. Pertama kali bertemu dan melihatnya, aku bahkan tidak berani menatapnya lama. Saat itu aku berdiri hanya selehernya dan dia menatap diam padaku. Aku tanpa sadar cukup memujanya yang memiliki paras yang pernah kuidamkan sebagai pasanganku kelak, dan hebatnya aku benar mendapatkannya. Aku bahkan tidak tahu jika pertemuan itulah yang membuatku bisa menjadi istrinya. Paras seperti itu kenapa dia belum pernah memiliki kekasih?. Mrs. Jung bercerita jika Yunho begitu pendiam dan cukup pemalu sehingga belum pernah memiliki kekasih, tapi sependiam dan sepemalu apa dia sampai tidak pernah menjalin kasih. Tapi aku tidak memikirkan itu lagi karena aku mengetahui jika memang Yunho seperti itu.
Saat ini aku sedang membuat makanan untuk sarapan kami. Aku terlambat bangun, tidak biasanya, mungkin karena bed-nya begitu nyaman dan lembut sehingga tidurku sangat nyenyak.
Yunho sedang menobton tv diruang keluarga, ia mengambul cuti selama 3 hari untuk pernikahan kami. Apartemen ini besar dan lengkap. 2 Kamar tidur, dapur, ruang tamu dan ruang keluarga, ruang olahraga dan beberapa ruang kecil yang belum terisi. Aku menyukai apartemen ini tapi entah kenapa dalam impian berkeluargaku, aku menginginkan mempunyai sebuah rumah dengan taman dibelakang. Ah sudahlah, aku hanya akan merepotkan Yunho jika mengatakan itu.
"eum- Yunho-sshi, ayo sarapan"
sejenak aku bingung apakah panggilanku terhadapnya sudah benar? entahlah. Dia datang dengan setelan baju kaos santai dan celana olahraga, namun itu sudah cukup membuatku berdebar karena memuja kekharismaan suamiku. Ya ia sempat berolahraga beberapa menit didalam ruang beolahraga tadi. Dan aku mengetahui kenapa ia bisa memiliki tubuh yang proporsional itu.
"masak apa?"
aku menatapnya ragu. "omurice?"
Ia tersenyum. Senyuman yang membuatku serasa diterpa angin malam. Sejuk.
"ayo makan"
aku mengangguk.
.
.
Entah kapan kebiasaan ini bermula, tapi setiap bangun tidur aku akan memeluknya. Ia hanya diam dan mungkin tidak menolak. Tubuhnya mungil sehingga aku merasa nyaman memeluknya.
Ini sudah sebulan umur pernikahan kami. Dan aku baik-baik saja walau belum diberi jatah malan pertama. Aku hanya tidak mau memaksanya. Mungkin ia memang belum siap atau takut. Yah aku hanya perlu bersabar dan lebih mendekatkan diri pada istriku yang mulai kucinta ini.
Aku memeluknya dan mencium bibirnya sekilas untuk berpamitan berangkat kerja. Rutinitas yang sering kami lakukan agar lebih dekat. Akupun merasa ini berkerja karena Jaejoong mulai bisa membuka diri denganku.
"aku berangkat"
Ia tersenyum. Cantik. dan aku merasa benar tentang orang yang akan menjadi pasangan sejati kita itu, walau bagaimana wajahnya, dia akan terlihat cantik bahkan yang paling cantik dari yang tercantik. Itu terjadi padaku. Bagiku Jaejoong tercantik. Tapi bukan berarti Jaejoong jelek, tentu saja Jaejoong memang sudah cantik.
Aku berangkat dan masuk kedalam mobil, menjalankan mesin dan mulai bergerak pelan, kutolehkan mataku untuk melihat pantulannya yang ada di kaca spion mobil dan aku tersenyum. Ternyata begini memiliki seseorang yang kita cintai. Namun senyumku hilang berganti dengan wajah bingung ketika sebuah mobil berhenti didepan rumah kami.. Ya Rumah, Jaejoong yang menginginkannya, rumah dengan taman besar agar bisa bermain bersama dibelakang, itu bilangnya dan aku menyetujui usulnya. Menjual apartemen dengan cepat dan membeli rumah ini. Kembali pikiranku pada mobil seseorang yang tadi mampir dirumah kami. Siapa itu? aku gelisah.
Aku sudah menginjak bangunan kantor namun langkahku terhenti karena rasa gelisahku pada Jaejoong. Ah aku tidak bisa mengalihkan pikiranku dari tadi. Aku terus-terusan memikirkan Jaejoong dan lelaki yang datang kerumah kami. Dengan pasti langkahku berbalik dan tujuanku satu, kembali kerumah.
.
.
Dadaku bergemuruh panas saat melihat dihadapanku Jaejoong sedang berciuman dengan orang yang sempat kulihat tadi. Apakah ini yang selalu Jaejoong lakukan selama aku kerja. Teganya dia menghianati aku. Aku bahkan sudah mencintainya. Rasanya aku mau menangis karena penghianatan ini.
"Brengsek" Teriakku membahana. Orang yang asik memciumi Jaejoong terkejut dan berhenti. Ia menatapku panik dan akan lari sebelum aku mengambil kerahnya dan meninjunya membabi buta.
"brengsek! brengsek! mati saja! sialan!" aku tak tahu setan apa yang merasukiku tapi aku merasa tidak mau berhenti memukuli orang ini sebelum ia mati. Jaejoong yang tadi terdiam dengan nafas memburu menahan lenganku agar menghentikan aksi kesurupanku.
Aku menghempas lelaki itu dan dia terbirit lari dari hadapanku. Aku menatap terluka pada Jaejoong yang dari tadi terlihat lemas. Mungkin mereka sudah lumayan lama menikmati saling bercumbu sehingga Jaejoong terlihat lemas seperti itu.
"pergi dari sini! aku akan menceraikanmu segera! dasar wanita tak tahu diri!"
Setelah itu Jaejoong menangis dan pingsan. Aku menatap tubuhnya yang tak sadarkan diri beberapa menit. Dia berantakan, ia bahkan hanya memakai bra nya walau masih memakai celana lengkap. Mereka bercumbu, didepan mataku, suaminya yang bahkan belum menyentuhnya karena tak ingin memaksanya. Aku salah menilainya. Dibalik kesederhanaannya yang kupuja, ternyata ia licik dan penuh muslihat. Mungkin ia hanya ingin hartaku agar hidupnya yang selalu miskin itu lebih berderajat. Sialan! aku memutuskan akan menceraiaknnya segera. Kuangkat tubuh pingsannya, kupasangkan pakaiannya dan kuantar kerumah sakit. Didalam hatiku yang paling kecil, aku masih merasa ingin melindunginya walau telah dihianati seperti tadi.
.
.
Aku kacau! hidupku terasa hampa karena tidak ada Jaejoong. Terakhir melihatnya saat aku mengantarnya kerumah sakit. Sakit hatiku begitu dalam sehingga tidak ingin melihatnya lagi dan memutuskan hanya menulis surat agar meminta perceraian dibulan depan. Aku perlu meminta seluruh keluarga terdekatku agar melihat perceraianku dan itu kurasa perlu sebulan untuk mengumpulkan mereka dan membuat mereka mengetahui siapa Jaejoong dibalik wajah polosnya yang manis. Namun kali ini entah kenapa, dua minggu berlalu dan aku merasa hidupku begitu berat tanpa Jaejoong. Ternyata aku sudah sangat mencintainya seperti air yang akan mengalir turun. Ini menyiksaku. Aku sudah sangat menbencinya, namun juga masih mencintainya. tapi kebanyakan hatiku berkata untuk melupakannya. Sialan!.
Aku berhenti seketika ketika mendengar suara ibu-ibu bergosip didekat rumahku. Bergosip tentang orang cabul yang kini akhirnya ditangkap aparat kepolisian. Tiba-tiba saja diriku yang penasaran seperti remaja tanggung menghampiri kumpulan penggosip itu dan bertanya hal yang tidak seharusnya lelaki dewasa seperti ku urusi.
"orang cabul ditangkap? pernah dikompleks sini ya ahjumma?" anggap saja aku sedang mengakrabkan diri pada warga di lingkungan kompleks rumahku, bukan namja berstatus suami yang tiba-tiba ingin berkumpul dengan ahjumma penggosip. Ya tuhan.
Aku melihat ahjumma-ahjuma itu berbinar melihatku. Aku tersenyum maklum dan kembali memasang wajah penasaran.
"beberapa kali aku melihat orang cabul itu berkeliaran dikompleks kita nak eum-
"Jung Yunho imnida, panggil saja saya Yunho. maaf baru bisa memperkenalkan diri"
"ah ya nak Yunho. itu.. bilangnya orang cabul itu sering berkedok sebagai jasa perbaikan atau sebagainya, ia akan memantau saat pertama kali datang dan selanjutnya ia akan memulai aksinya dengan memberikan obat yang bisa membuat orang lemas dan terangsang agar bisa melayani nafsu bejadnya. ih menjijikan sekali"
ahjumma yang barusan bercerita bergidik jijik membayangkan. Aku jadi malu karena rasa penasaranku lebih dari seorang wartawan dan kembali bertanya untuk meminta cerita lebih, ah memalukan. Bagaimana bisa sekarang aku tidak menjadi namja pendiam dengan perangai sombong? oke ini rasa penasaran ku yang tak bisa dibendung dan sangat dimaklumi jika hal itu terjadi padaku sekarang.
"lalu ahjumma? bagaimana ia bisa ditangkap?"
"hei kau tahu dia bahkan kulihat beberapa kali masuk kerumah itu dan dia pernah sekali kulihat seperti habis dipukuli setelah keluar dari rumah itu"
ahjumma tadi menunjuk ke arah rumahku. Ya itu benar. Rumahku dan Jaejoong. Jadi - aku terdiam. Berdiri seperti tiang lampu lalu-lintas sementara otakku berputar dengan cepat, memproses semuanya agar tersusun rapi dan menjadi jelas.
"terima kasih, permisi ahjumma" aku pamit dengan langkah kaki terburu-buru dan masuk ke rumahku untuk berduduk sejenak. Tiba-tiba saja aku merasakan sakit didada dan kakiku melemas. Pikiranku tertuju pada Jaejoong yang kini tak kuketahui dimana. Ya tuhan aku telah salah. Jaejoong hanya korban. Kenapa Jaejoong tidak bilang. Bodohnya aku melupakan jika akulah yang tidak mau mendengarnya bahkan bertatap muka dengannya lagi. Jaejoong yang penuh pemikiran yang sulit pasti berpikir jika ia sudah tidak pantas lagi menjadi seorang istri karena tidak bisa menjaga diri dan bahkan dicumbi didepan suami sendiri, suami yang bahkan belum melakukan hal seintim itu dengannya.
Aku salah, ya akulah yang salah. bodohnya aku.
Kepalaku rasanya berat dan aku memejamka mata sebentar untuk mengingat senyuman Jaejoong agar aku bisa lebih tenang, tapi sayangnya yang kuingat adalah wajah lemah Jaejoong sebelum pingsan. Wajahnya yang mungkin saat itu begitu lega karena aku datang menyelamatkannya namun juga kecewa pada dirinya sendiri. Kasihan sekali Jaejoongku. Kenapa aku bisa seperti ini. Kenapa aku bisa terbodohi seperti ini. Sialll... Jaejoong maafkan aku..
.
.
Aku tidak tahu jika Jaejoong tidak mengganti nomornya dan bahkan mengangkat teleponku. Aku tak tahu tapi aku begitu bersyukur karena itu.
"Yeobseo, nuguseyo?"
Ya aku memang telah mengganti nomorku karena aku tidak ingin seorang Jaejoong muncul dalam list pesan atau telpon di ponselku. Apakah aku berlebihan? kurasa tidak saat itu. Aku hanya takut terluka karena terbayang hal pahit itu, namun sekarang aku sadar betapa konyolnya aku yang harus mengganti nomor. Seperti remaja yang baru mengenal cinta saja - eh bukannya Jaejoong memang cinta pertamaku. Ah bisakah aku berbicara dengan Jaejoong saja dan berhenti berpikiran aneh.
"nuguseyo?"
aku merindukan suaranya. Kuharap dia sehat dan mau bertemu denganku karena aku ingin bertemu dengannya sekarang.
"Kim Jaejoong"
Suaraku terkeluar dengan lantang seperti orang yang ingin mengancam musuh, aneh sekali, inikah suara orang kelewat rindu. Aku mulai gila sepertinya.
"Yunho-sshi?"
"jangan berani tutup telponku" aku mengatakan itu karena aku mempunyai firasat jika Jaejoong mungkin akan menutup telponku.
"mianhae"
katanya dengan suara lemah penuh penyesalan dan aku terenyuh karenanya.
"tak perlu minta maaf dan temui aku sekarang dirumah!" kataku penuh penekanan. Aku hanya ingin agar Jaejoong masih mengira aku membencinya dan mungkin dia bisa datang padaku dengan wajah menyesal. aku harap perkiraanku benar, karena jika salah mungkin aku akan menjadi duda seumur hidup karena menyesal.
"maaf aku tak bisa ak-"
"sekarang! aku ingin membicarakan perceraian kita!"
"Yunho-sshi bisa mengatur semuanya, aku akan mengikuti"
Inilah Jaejoong, dia menganggap dirinya rendah dan masih merasa jika dirinya tak pantas.
"ini pernikahan kita, aku tak mau mengurusinya sendiri!"
"maaf aku tak bisa, tidak usah membagi harta, aku tidak akan meminta"
"kau kira aku mau membagi hartaku?!"
"maaf"
cicitnya lagi penuh penyesalan. Kasihannya Jaejoongku.
"kesini atau aku akan bunuh diri didalan rumah dengan meminum racun!" ancamku yang tak tahu datang dari mana. Kurasa aku memang berlebihan. nmun ini hanya terjadi untuk Jaejoong, Ya Jaejoong yang membuatku seperti ini.
"Yunho-ah! jangan lakukan itu!"
dia memanggilku lagi seperti biasa. Aku tersenyum karenanya.
"baiklah aku kesana sekarang"
dan aku menyeringai senang. Selamat datang istriku.
.
.
Aku datang dengan kepala tertunduk tadi. Saat ini aku sedang duduk berhadapan dengan suamiku yang memandangku penuh benci. Salahku, ya salahku. Aku telah menghianatinya walau tidak benar-benat menghianati. Aku bodoh karena tidak bisa menjaga diri dan menjaga hati suamiku. Masih terekam diingatanku Yunho yang memandangku penuh kekecewaan saat itu dan melampiaskan kemarahannya pada lelaki yang hampir memperkosaku. Dia pasti sangat membenciku saat ini, terlebih aku yang tidak memberitahunya tentangaku yang saat itu dijebak. Yah aku hanya tidak berani membela diri. Sudah sangat beruntung aku sempat tinggal bahagia dengannya dan menjadi istrinya yang saat ini akan melepas predikatku dari istri Yunho menjadi janda. Hah mungkin ini pantas untukku. Aku hanya perlu berlapang dada.
"dimana kau tinggal?" Yunho duduk dengan angkuh didepanku. Tangannya terlipat didepan dada dan memandangku dari atas ke bawah keatas lagi. Aku baru kali ini melihat Yunho seperti ini dan itu sedikit melukaiku. Ya aku pantas dibencinya, tekankan itu Kim Jaejoong.
"dirumah kami, ayahku" cicitku pelan.
"terserah. kau mau bercerai kan?"
Yunho bertanya seperti itu semakin memberatkanku. Aku tidak mungkin berkata 'ya' karena dalam hatiku tentu saja tidak mau bercerai dengannya, tapi aku harus menjawab apa.
"baiklah masuk kekamar"
perintah Yunho kuturuti dan aku menunduk saat berlalu darinya menuju kamar kami. Yunho kulihat sekilas masih menatapku tajam.
Aku sudah didalam kamar dan ia juga sudah masuk. Sempat menguci pintu yang membuatku menyerngitkan alis namun ku tepis pemikiran tentang itu, yang terpenting sekarang untuk apa Yunho menyuruhku kekamar?
"aku mempunyai dua pilihan untukmu"
aku menatapnya sebentar sebelum kembali menunduk seperti terdakwa yang tidak berani mendengar hukumannya.
"tidak bercerai dan lakukan malam pertama saat ini juga atau tidak bercerai dan lakukan malam pertama malan ini juga. pilih yang mana?"
Suara Yunho terdengar lantang dan penuh penekanan. Aku merona malu pada dua pilihan itu. Malam pertama yang selalu kutakutkan. Tapi dibalik itu tidak ada kata 'bercerai' dan aku merasa begitu lega karenanya. Namun aku sedikit bingung.
"Yunho-ah"
aku menatapnya meminta pejelasan, Tapi Yunho tidak mengerti itu.
"kau terlalu lama. aku memerintahmu untuk melakukannya saat ini juga!"
dan aku memejamkan mata ketika Yunho mengangkatku dan menghempaskanku ke bed empuk kami.
"aku sudah mengetahui jika orang itu adalah seoranh cabul yang menjadi buronan karena selalu meresahkan warga"
Yunho sudah mengurungku dibawahnya dan berkata lirih tentang itu.
"maaf karena saat itu tidak membiarkanmu menjelaskannya terlebih dahulu. Aku menyesal"
"aku lah yang harus meminya maaf"
kataku dan Yunho tidak melanjutkan sesi penyesalan kami karena Yunho sudah menciumi seluruh area wajah dan leherku dengan nafsu.
"kita akan benar-benar melakukannya saat ini, siap tidak siap kau harus siap sayangku"
aku merona malu.
.
"a-aku siap"
.
.
.
.
.
.
.
END
.
Hai.. lama tidak muncul dan datang dengan fic yang hmm entah.. aneh ya..wkwk.. aku hanya menyalurkan sesuatu yg tiba-tiba hinggap dikepala.
.
semoga aja bacanya gk bngung ya..hehe..
.
MIND TO REVIEW PLEASE?
