Setelah lama saya hiatus dari dunia FF, akhirnya saya kembali lagi. ;w; /slapped

Baru kali ini saya membuat FF dengan casts Tatsuya dan Kagami. Saya harap kalian semua suka dengan FF ini. ;w;

Dan sesuai judulnya, saya hanya akan mem-posting chapter per chapter hanya pada hari Sabtu. ;w;)a

Kali ini… FF yang dapat menggetarkan hati- /dibuang

Yosh, tidak usah banyak basa-basi lagi!

Happy reading! \(;w;)/

Disclaimer : Tadatoshi Fujimaki (saya tidak punya apa-apa tapi jari untuk mengetik...)

Based on a true story by Mitch Albom.

.

.

.

.

.

Aku duduk di tempat tidurku sambil memandang ke luar jendela, menikmati manusia-manusia yang berjalan melewati daerah rumahku—seperti tak punya tujuan. Malam ini mungkin akan menjadi malam biasa jika saja 'dia' tidak mengirimiku pesan. Segera kuambil ponselku dan kulihat layarnya.

Tatsuya.

From : Tatsuya

Subject : Hey.

Bagaimana harimu? Kau sudah makan malam 'kan? Jangan tidur terlalu larut.

Aku mengangkat sebelah alisku.

Senyumanku mengembang. Senyuman pahit.

.

.

.

Himuro Tatsuya, seorang pemain basket yang sekarang sudah berumur 21 tahun yang pernah mengajariku basket saat aku masih kecil. Dia orang yang lembut dan baik hati., juga sangat lincah. Kami tidak bertemu lagi setelah lulus SMA, dan jujur saja, aku merasa agak kecewa. Saat SMA, aku cukup sering bermain one-on-one dengannya.

Sosok kakak yang sempurna di mataku.

Tapi siapa yang menyangka bahwa dia tidak akan pernah bisa main basket lagi?

Suatu pagi pada musim panas, saat itu umurnya masih 19 tahun. Dia terkena demam dan hidungnya mimisan. Karena ayahnya bekerja, Himuro diantar ke rumah sakit oleh ibunya untuk melakukan pemeriksaan. Setelah dilakukan pemeriksaan, Himuro diantar ke ruang pasien dan ibunya dipanggil.

"Dengan Bu Himuro?"

"Ya."

"Anak Anda…" Dokter tak melanjutkan perkataannya.

"Ada apa? Ada apa dengan anak saya?"

Dokter menelan ludah sekilas, kemudian memberanikan diri untuk menatap perempuan yang tampak tak berdaya di hadapannya.

"…menderita leukemia. Atau kanker darah. Sudah stadium tiga."

Mata ibu Tatsuya membulat. Ia beranjak dari kursinya.

"Tidak mungkin dia terkena leukemia! Dia sehat-sehat saja!"

Dokter menghela napas.

"Anak Anda harus tahu akan hal ini."

"Jangan!" seru sang ibu dengan berlinang air mata. "Saya saja belum bisa menerimanya, apalagi dia…!"

"Bu, dia harus tahu akan penyakitnya. Jika tidak, dia tidak akan punya harapan untuk sembuh."

Ibu Tatsuya kembali duduk sambil menghapus air matanya.

"Apa dia bisa disembuhkan?"

"Bisa, tapi dia harus menjalani serangkaian operasi."

Dokter menemani ibu Tatsuya selama kurang lebih satu jam. Sederet pertanyaan yang diajukan ibu Tatsuya dijawab oleh sang dokter dengan sabar, Setelah itu, Tatsuya diberitahu soal penyakitnya. Awalnya dia tidak terima. Terbukti setelah diberitahu, dia sempat melompat dari ranjangnya dan berteriak. Tapi, akhirnya dia bisa mengendalikan emosinya.

Tatsuya duduk di ranjangnya kembali sambil memandang keluar jendela, menatap manusia-manusia yang berlalu lalang tanpa arah.

'Mengapa dunia tak ikut berhenti?' batinnya. 'Apakah mereka tak merasakan guncangan yang tengah kualami?'

Jika kuingat lagi, hal itu sungguh menyedihkan.

Saat pertama kali aku menjenguknya, dia sedang duduk di kursi dekat jendela.

"Oh, Taiga. Selamat siang," sapanya sambil tersenyum.

Aku mengangguk. Aku sudah tahu akan penyakitnya, dan aku tidak ingin bicara banyak.

"Hari ini lumayan dingin, ya?"

Aku mengangguk.

"Aku ingin cepat sembuh dan bermain one-on-one lagi denganmu."

Aku juga, dan aku pasti akan memenangkan yang berikutnya!

Ia tertawa. "Baiklah, baiklah…"

Tatsuya menunduk sedikit, kemudian memegangi dadanya.

Ada apa? tanyaku.

"Tidak, tidak apa-apa…"

Aku meminta maaf karena aku sudah mengganggunya. Aku berjalan keluar dari kamarnya, bermaksud untuk pulang.

Ia menoleh ke arahku.

"Taiga," panggilnya.

"Datanglah kembali untuk menjenguk sahabatmu yang mulai lemah ini."

Ia tersenyum mengejek ke arahku. Aku merasa agak jengkel karena tingkahnya, dan berjanji bahwa aku akan datang Sabtu depan.