ELEGI
Chapter 1
Naruto dkk adalah kepunyaan Masashi Kishimoto
Kousaka Reina 2015
SemiCanon, Typo everywhere, cerita mudah-mudahan tidak pasaran (?)
Romance/Hurt
Rated T
KRIIINNNGGG
Tap !
Sebelum alarm berbentuk kepala sapi berdering untuk kedua kalinya,sang pemilik langsung menekan tobol off lalu bangkit dari kasur.
"Alat tulis, papan ujian, saputangan, hmmm ... semuanya lengkap ! Yosh waktunya berangkat !"
Pagi, langkah kaki seorang gadis menuruni tangga menuju ruang bawah terdengar sangat semangat. Dia menggandeng tas sekolahnya dan siap untuk berangkat seko... aahh tidak ! Hari ini ada hal yang lebih penting yang harus dia lakukan, menyangkut masa depannya.
Kaki jenjangnya sampai diruang bawah dimana terdapat ruang keluarga, ruang tamu dan ruang makan sekaligus dapur. Matanya melirik ke arah seorang wanita berusia 40-an yang tengah menyusun lauk bento ke dalam dua kotak bekal. Satu untuk dirinya, dan satu lagi sepertinya untuk saudara perempuannya.
"Ohayou, Kaa-san."
"Ohayou Hinata-chan, sarapan ?" Tanyanya pada gadis yang dipanggil Hinata. Sekilas sang gadis melirik jam pada tangannya yang masih menunjukkan pukul 8 tepat. Kemudian Ia mengangguk.
Sarapan sedikit sepertinya tidak masalah.
"Hanabi-chan belum bangun, ya ? Satu jam lagi bel masuk sekolah. Hinata-chan bisa kau bangunkan dia ?"
"Baik Kaa-san." Baru saja Hinata ingin bangkit dari duduknya, sebuah suara khas baru bangun tidur menginterupsi gerakannya.
"Aku sudah bangun. Ohayou Kaa-san, Nee-san." Sang Ibu hanya terkekeh melihat gadis bungsunya ternyata sudah berdiri di ambang pintu dapur.
"Ohayou."
"Ohayou Hanabi-chan."
Kedua gadis tersebut sudah duduk manis di kursi makan sembari menunggu Kaa-san mereka selesai menyiapkan sarapan pagi ini.
"Bisakah kau pergi mandi terlebih dahulu ? Melihat penampilanmu membuat nafsu makanku hilang, Hanabi."
"Kalau begitu kau tidak perlu melihatku, Hinata-nee."
"Kau duduk didepanku, bagaimana caranya agar mataku tidak terlepas darimu ?"
"Tutup saja matamu, dan nikmati sarapan dengan mata terpejam. Hitung-hitung mencari sensai berbeda dalam menyantap sarapan. Ah ! Dan kau bisa menguraikan hasilnya dalam blog kesayanganmu."
"Alasan apa itu ? Bisakah sesekali kau membuat alasan yang logis ?"
"Yang tidak logis itu pertanyaan mu Nee-san. Aku ini cantik, harusnya nafsu makanmu bertambah berkali- kali lipat hanya dengan melihatku."
"Sayangnya kecantikanmu tersamarkan, ah tepatnya menghilang karena sifat dan penampilanmu."
"Perempuan cantik akan selalu terlihat cantik di setiap keadaannya."
"Mirisnya aku tidak pernah melihat sisi perempuan didalam dirimu."
Sang Ibu hanya menghela nafas pasrah melihat bagaimana kedua anak perempuannya memulai pagi mereka lalu beragumen tanpa ada yang ingin dijatuhkan. Penampakan baru, bagi dirinya. Setelah 6 tahun tidak berada dirumah bersama mereka.
"Mau sampai kapan kalian berdebat ? Hinata-chan kau akan terlambat. Dan Hanabi-chan cepat habiskan sarapanmu. Ibu tak pernah ingat kapan terakhir kau tidak kembali tidur setelah sarapan." Alhasil Hanabi hanya mampu menggerutu di meja makan karena baru saja Kaa-san nya membeberkan fakta nyata tentang dirinya. Selesai sarapan, Hanabi mengambil langkah kembali menuju kamarnya. Tapi sebelum itu,
"Terimakasih makanannya Kaa-san. Dan terima kasih untuk tetap setia menjadikanku partner debatmu, Hinata-nee." Hanabi tersenyum manis pada sang kakak perempuan. Dan Hinata tahu senyum tersebut amatlah manis jika diartikan sebagai sebuah senyuman.
"Ya, sama-sama Hanabi-chan." Hinata tersenyum tak kalah manis sampai matanya menyipit saking manisnya.
Keduanya saling melempar senyum sindiran.
Dan Hanabi sudah benar-benar menghilang dari ruang makan.
"Ne, Hinata-chan apa semua peralatanmu sudah lengkap? Tidak ada yang tertinggal ?" Tanya Ibunya. Hinata membuka tasnya lalu memeriksa barang bawaannya.
"Sepertinya tidak ad... ah ! Kartu ujianku !" Hinata terlonjak kaget saat tak menemukan kartu ujian didalam tasnya. Padahal barang tersebut adalah hal terpenting dari semuanya. Bagaimana Ia bisa mengikuti ujian jika tak membawa kartu ujian ? Bisa-bisa Ia gagal bahkan sebelum Ia memulai.
Hinata pun bergegas kembali menuju kamarnya.
"Mereka memang tak pernah berubah." Ibunya tersenyum kecil melihat tingkah kedua anak gadisnya. Yang satu sedikit pemalas , yang satu pelupa.
8.30 am
"Ternyata sudah 30 menit aku menghabiskan waktuku hanya untuk sarapan. Hah !"
Hinata menghela nafas, menatap kearah luar jendela kereta yang akan membawanya ke lokasi ujian. Kereta pagi ini terlihat cukup ramai, didominasi oleh pelajar-pelajar yang sepertinya berkepentingan sama seperti Hinata dan juga karyawan-karyawan yang akan berangkat ke kantor mereka. Selagi menunggu kereta sampai di stasiun tujuannya, Hinata mengeluarkan buku saku kumpulan rumus-rumus dari dalam tas sekolahnya lalu mulai membaca perlahan.
Hinata adalah gadis yang cerdas. Biasanya anak yang cerdas tak perlu belajar di tengah perjalanannya. Tapi bagi Hinata, terlahir cerdas bukanlah untuk dianggap remeh dan hanya untuk sekedar dipandang hebat. Justru karena Ia cerdas Ia tak boleh lengah apalagi sampai tersirat rasa malas. Terlahir cerdas membuatnya tak ingin melewatkan satupun pelajaran yang akan membuatnya dilampaui. Yah sedikit terlihat tak ingin kalah. Begitulah selama ini Ia dilatih. Tahun-tahun yang dirinya lewati membuatnya sadar tak selamanya Ia bisa duduk manis lalu suruhannya datang menyuguhkan hal-hal manis. Ia akan menentang siapapun yang ingin menjadi hebat tanpa merasakan kerasnya perjuangan meraih dengan keringat dan darah sendiri. Dan hari ini dia akan membuktikan. Anak cerdas tidak mengandalkan tiket undangan masuk untuk sebuah perguruan tinggi ternama di Tokyo. Ia akan menunjukkan bahwa Ia benar-benar akan lulus melalui tahapan tes, dan akan meneriakkan kepada orang-orang bahwa Ia bisa sampai ke titik sekarang karena semangat dan kerja kerasnya.
UJIAN MASUK UNIVERSITAS TOKYO
09.15 am
Dan disinilah Hinata sekarang, tempat dimana dia akan mengikuti ujian masuk perguruan tinggi. Ya, Hinata baru saja selesai mengikuti ujian akhir di SMA nya dan selagi menunggu kelulusan, banyak universitas seantero Jepang mengadakan ujian masuk untuk mahasiswa/i baru yang ingin menjadi bagian darinya.
Sepatunya menelusuri jalanan didalam lingkungan universitas impiannya sejak dahulu kala. Ternyata lumayan banyak pelajar yang mengenakan seragam sekolah mereka disaat ujian seperti ini, sama halnya dengan Hinata. Sebenarnya tidak ada aturan khusus perihal pakaian ketika akan mengikuti ujian, hanya ditegaskan bebas pantas tapi sopan. Namun Hinata lebih memilih untuk mengenakan seragam sekolahnya, yah hitung-hitung menikmati masa SMA sebelum benar-benar lulus dari sana.
Tak terasa dirinya telah sampai didepan pintu ruang ujiannya. Hinata bergegas masuk setelah melihat tak sedikit peserta yang telah duduk di bangku masing-masing. Ruangan ini cukup besar untuk menampung setidaknya 40 peserta dan terasa nyaman karena dilengkapi dengan pendingin ruangan.
"Hei, Nak. Silahkan ambil lembaran jawaban sebelum mencari bangkumu." Seorang pengawas mengingatkan Hinata. Ia sedikit kaget lalu menuju sumber suara.
"Terimakasih." Hinata menunduk hormat setelah menerima lembar jawaban dari pengawas.
"Pastikan kau mengisi data peserta dengan benar dan lengkap. Ujian akan dimulai 45 menit lagi, dan isilah selagi menunggu soalnya tiba."
Hinata mengangguk lalu segera berjalan mencari bangkunya. Nomor ujiannya yaitu 305 dengan begitu Hinata hanya perlu mencari bangku yang bertuliskan nomor 305.
"Eh ? Kenapa tidak ada ? Nomor ujianku terdaftar kan ?" Hinata sedikit panik ketika tak menemukan bangku bertuliskan nomor 305. Dia sudah berada pada barisan yang benar dimana barisan tersebut mengurutkan nomor ujian dari 301-310. Harusnya dia masuk barisan tersebut kan ?
Setelah beberapa menit berbolak balik meneliti satu persatu bangku ujian, barulah Ia sadar ternyata dibarisan nomor 301-310 telah duduk seorang laki-laki yang tengah sibuk dengan lembar jawabannya. Dan detik itu juga alis Hinata bertaut.
Sepertinya anak ini mengambil bangkuku.
Untuk memastikannya Hinata berdiri agak dekat dengan bangku yang sebenarnya milik dia. Dan sekilas ketika lelaki tersebut bergeser kearah samping ... hoah ! benar saja dibangku tersebut bertuliskan 305.
Dia salah bangku !
"A-ano.. permisi," Hinata sedikit berbisik mengingat bukan hanya dirinya yang berada didalam ruangan. Namun, lelaki tersebut tetap menunduk karena tengah sibuk dengan lembar jawaban.
"Permisi.. " Hinata sedikit menaikkan volume suaranya dan barulah sang lelaki tersadar dan kemudian mendongak.
Tatapan mereka bertemu untuk sepersekian detik.
"S-sepertinya anda salah bangku." Hinata berujar sangat sopan dan pelan sembari menunjukkan kartu ujiannya.
HYUUGA HINATA 305
Lelaki itu menunjukkan wajah kaget , meneliti nomor bangku ujian dan nomor dikartu ujiannya secara bergantian. Lalu ia terkekeh geli mengingat kecerobohannya.
"Ah, gomen. Sepertinya aku telah mengambil bangkumu. Sekali lagi mohon maaf." Ujar sang lelaki sembari menunduk dan bergegas mengambil barang-barangnya dan menuju bangku didepan Hinata.
Dia satu nomor didepanku, berarti 304.
"Ya, tak masalah." Hinata tersenyum maklum lalu menempati bangkunya yang barusan ditempati oleh orang yang salah.
Hinata POV
11.45 am
Ternyata belajar di kereta tadi pagi sedikit membantu. Beberapa soal benar- benar diluar dugaanku.
Setelah bel ujian bagian pertama selesai berbunyi, selang beberapa menit sebelum keluar aku menatap lembar ujian dan berdoa sejenak.
Aku berharap banyak padamu, wahai sains !
Otak ini perlu istirahat sejenak dan akupun berjalan seraya menatap kiri kanan untuk mencari adakah tempat yang sepi dan nyaman untuk beristirahat, juga sekalian memakan bento dari Kaa-san. Waktu istirahat cukup lama , 30 menit.
"Sepertinya disini cukup sepi, aahhh masih ada hari esok ! Semangat semangat Hinata !" Aku memutuskan untuk duduk di bawah pohon di dekat lapangan basket kampus ini. Sedikit jauh dari area luar lapangan namun masih terlihat pemain didalam lapangan. Sejuk dan hening, itulah yang aku rasakan. Angin sepoi-sepoi menyapa rambut indigoku dan mengajaknya menari-nari dibawah rindangnya pohon. Aku mengeluarkan bento dari dalam tas dan tersenyum kala melihat lauk bento kesukaanku. Ada tempura, telur gulung, kentang rebus dan sedikit taburan rumput laut diatas nasi.
"Itada..."
"Membawa bento ternyata pilihan yang tepat, ne ?"
Gerakanku terhenti ketika sebuah suara serak memotong ucapan selamat makan-ku. Aku terkejut, sedikit, tapi tak langsung menatap kearahnya, tak berani karena Ia orang asing. Ekor mataku mengikuti gerakannya yang mengambil posisi duduk bersila di samping pohon. Jadi posisi kami yaitu, aku sendiri, lalu pohon, lalu dia. Kami duduk hanya dibatasi pohon, ya hanya sebatang pohon.
Entah mendapat sinyal darimana aku menoleh kearahnya tepat saat dia juga menoleh kearahku.
Dan lagi, tatapan kami bertemu untuk sepersekian detik.
TBC
A/N :
huahhh finally chapter 1 kelar XD maafkeun saya karena belum terlalu banyak memasukkan dialog, malah banyak sama POV nya saya -,,,- mohon dimaklumi berhubung newbie jadi masih butuh banyak belajar mueheh mungkin chapter ini lebih ke prolog ya ? Tapi it's oke lah mudah2an pada suka dan penasaran sama next chapter.
Untuk chapter awal ini, mohon review-nya minna sekalian ^^
Akhir kata,
Sangkyu , jaa ne ~
July, 9th 2015
