Author's Note : Berhubung ini fic pertama saya, jadi saya mohon maaf atas semua kesalahan saya, baik salah ketik, cerita tidak menarik, dan kesalahan-kesalahan lainnya.

Characters : (Female) Kazemaru Ichirouta, Fubuki Shirou.

Selamat membaca!

Nightmare Side

"Prologue"

*Ichirouta's POV*

"Kazemaru-san," panggil sebuah suara dibelakangku.

Aku menoleh, dan mendapati seorang gadis berambut biru sedang berdiri di belakangku dengan membawa sebuah map. Kacamata yang biasanya ia sematkan di rambutnya, sekarang berada tepat beberapa inci dari matanya. Itu artinya ia sedang serius saat ini.

"Duduklah, Haruna," kataku padanya.

Dia duduk di sampingku, dan langsung menatapku dengan serius.

"Ada apa, Ha-"

"Imperatore memberimu misi," dia memotong ucapanku.

"Misi?" tanyaku mengabaikan sikap tak sopannya tadi.

Haruna menarik nafasnya, lalu menjawab, "Prisma di vetro sudah ditemukan."

Aku terbelalak. "Benarkah? Bagaimana bisa? Apakah mereka sudah menemukannya? Siapa dia? Apa-"

"Ya, tentu saja prisma di vetro itu sudah ditemukan," potong Haruna sebelum aku bertanya lebih lanjut. "Dan mereka juga sudah menyadari keberadaannya."

"Jadi, misiku berhubungan dengan ini?" tanyaku.

"Ya. Imperatore memberimu misi untuk membawa anak itu ke sini dengan selamat," ucap Haruna dengan penekanan pada kata 'selamat'.

"Kalau begitu, sekarang aku harus mencari dua o-"

"Imperatore memberimu misi pribadi," Haruna memotong ucapanku, untuk yang ketiga kalinya.

Aku terkejut. "Misi pribadi? Aku bahkan tak pernah mendengar kita mempunyai misi pribadi!"

"Tapi ini perintah imperatore, Kazemaru-san. Kita tak bisa menolaknya," ucap Haruna dengan nada yang menenangkan.

"Baiklah. Aku akan melakukan misi ini. Jadi, map apa itu?" Aku menunjukkan map yang sejak tadi ada di pelukan Haruna.

Haruna menaruh map itu –dengan terburu-buru – ke meja. "Ini map yang berisi data anak itu. Sebaiknya kau mengerjakan misi ini sekarang juga, Kazemaru-san."

"Baiklah. Ja nee, Haruna," kataku melambaikan tangan ke arah Haruna. Haruna tersenyum kecil, kemudian balas melambaikan tangan ke arahku.


*Shirou's POV*

Tiba-tiba longsoran salju mulai berlomba menuruni bukit, dan dengan cepat menimbun mobilku. Semuanya terjadi begitu cepat. Yang kulihat hanya putih, putih, dan putih. Yang dapat terdengar oleh telingaku hanya suara gemuruh salju yang longsor, dan –

"ANIKI!"

-teriakan dari adik kembarku yang mencoba untuk mendorongku keluar dari mobil.

"ATSUYA!"

Aku mencoba mengatur nafasku. Tubuhku penuh dengan keringat dingin. Lagi-lagi aku dihantui mimpi itu. Entah sampai kapan aku akan terus bermimpi seperti itu. Aku… tak kuat. Tak kuat menahan rasa sakit yang kudapatkan dari mimpi itu.

Aku mencoba memfokuskan pikiranku. Kulirik jam yang berada di samping tempat tidurku. Jam 5 pagi.

Aku beranjak dari tempat tidurku, mencoba untuk melawan kantuk dan berjalan ke kamar mandi. Aku membasuh mukaku perlahan. Setelah merasa segar, aku segera pergi ke dapur. Aku mengoleskan selai vanilla di rotiku, lalu langsung kumakan dengan lahap.

Dalam waktu sepuluh menit, aku sudah mandi dan memakai baju seragam sekolahku, Hakuren Junior High School. Bajunya berupa kemeja putih polos, dipadukan dengan sweater rajut tanpa lengan berwarna cokelat muda. Sedangkan celananya berwarna cokelat tua, tampak serasi dengan sweaternya.

Aku mengambil tasku, keluar dari rumahku dan tidak lupa menguncinya. Setelah memastikan bahwa rumahku terkunci, aku berjalan menuju sekolah.


*Normal POV*

Gadis itu sedang berjalan menyusuri koridor sekolah. Matanya sibuk mencari tulisan VIII-1.

Setelah dua kali bolak-balik, gadis itu akhirnya menyerah.

Ia menepuk bahu seorang siswa. "Ummm….. Bisa minta tolong tunjukkan dimana kelas VIII-1? Aku… tersesat," gadis berambut turquoise itu menggaruk kepalanya.

"Kebetulan sekali! Kelasku berada di kelas VIII-1. Kau anak baru, ya?" sapa siswa berambut putih keabu-abuan yang ditepuk bahunya oleh gadis berambut turquoise sambil berjalan.

Gadis berambut turquoise itu mengangguk dan mulai mengikuti langkah siswa itu. "Bagaimana kau bisa tahu?" tanyanya.

Siswa itu tertawa kecil. "Tentu saja! Hanya anak baru yang bisa tersesat di sekolah, kan? Lagipula, aku belum pernah melihatmu sebelumnya."

Gadis itu mengangguk setelah mendengar penjelasan siswa itu. "Hey, nama-"

"Kita sudah sampai," potong siswa itu sambil membuka pintu kelas.

Dan gadis itu hanya bisa merutuki nasibnya karena hampir semua orang suka memotong perkataannya.

"Oh, kau pasti murid baru itu, kan? Masuklah, tak usah segan, dan perkenalkan dirimu," ucap seorang wanita yang ditebak sang gadis berambut turquoise adalah wali kelasnya. Ia masuk, dan tampaklah berpuluh-puluh pasang mata yang sedang memandangnya.

"Hai, semua. Perkenalkan, namaku Kazemaru Ichirouta, pindahan dari Tokyo. Senang berkenalan dengan kalian semua!"


*Ichirouta's POV*

"Rupanya namamu Kazemaru Ichirouta, ya?"

Aku mengangguk. "Terimakasih sudah menujukkan kelas ini tadi."

"Sama-sama."

"Jadi… kau sudah tau namaku, tapi aku tidak tau namamu. Tidak adil," protesku.

"Oh ya, aku sampai lupa memperkenalkan diri. Namaku Fubuki Shirou, yoroshiku!" kata Fubuki sambil mengulurkan tangannya.

Jika kepalaku ini adalah balon, aku yakin kepalaku akan meletus saat ini juga.

Fubuki Shirou. Aku jelas mengingat nama itu. Nama yang tertulis di map yang diberikan Haruna. Nama anak yang harus kubawa ke markas dengan selamat.

"Hei, Ichirouta? Kau tak apa?" tanya Shirou.

Aku mencoba mengumpulkan kesadaranku. "E-eh… Uhm… Iya. Aku baik-baik saja kok."

"Bagaimana kalau nanti, waktu istirahat, aku mengajakmu berkeliling sekolah ini?" tawarnya.

"Untuk apa?" tanyaku. Bagus. Aku baru saja mengeluarkan pertanyaan yang sangat aneh.

Benar saja, setelah mendengar pertanyaanku, Shirou tertawa.

"Kenapa? Tentu saja untuk memberitahumu letak-letak ruangan yang ada di sekolah ini," katanya, masih tertawa. "Jadi bagaimana? Mau atau tidak?"

"Boleh," jawabku.


"Ini ruang perpustakaan." Shirou membuka pintu ruang itu, dan membukanya.

Yakin ini benar-benar ruang perpustakaan?

Perpustakaan itu berisik, buku berserakan dimana-mana, makanan dan minuman bertumpahan di setiap inci ruangan, dan terlihat sekelompok anak sedang dangdutan di pojokan.

Daripada perpustakaan, sepertinya ruangan itu lebih tepat disebut-

"Aku tau kau pasti terkejut melihatnya. Ruangan ini lebih tepat disebut rumah sakit jiwa," kata Shirou seakan membaca pikiranku.

"Sedang apa anak-anak itu, dangdutan di sini?" tanyaku sambil menunjuk ke arah sekelompok anak yang sedang berjoget… apa namanya? Goyang gergaji?

"Lupakan mereka. Mereka…," Shirou memutar matanya. "Hanya ingin bersenang-senang, kurasa."

Aku hanya bisa mengangguk. Shirou mengajakku ke luar dari ruangan perpustakaan. Aku mengikutinya.

"Ini kantin," katanya menunjuk ke arah kios-kios makanan.

Aku mengangguk.

"Beberapa anak suka sekali lewat kantin jika sudah telat," ujar Shirou dengan muka tidak senang.

"Lewat kantin? Bagaimana caranya?" tanyaku.

"Pintu itu," Shirou menunjuk ke arah pintu yang berwarna biru tua, senada dengan warna dinding kantin yang berwarna biru muda. "Bisa dibilang seperti pintu darurat. Pintu itu biasanya digunakan untuk staff sekolah. Tapi, karena tidak pernah dikunci, anak-anak yang terlambat suka sekali menggunakannya agar tidak dikenai hukuman. Dan ada juga yang menggunakan pintu itu untuk bolos sekolah."

"Oh…," jawabku pelan.

Kami berdua menyusuri koridor yang dipenuhi banyak orang.

Shirou menunjuk ke arah lapangan yang berada tepat di depan kami. "Ini lapa-"

DHUAAR!

Kami berdua menatap pintu gerbang.

Ralat.

Semua orang yang ada di sekolah menatap ke tempat yang tadinya ada pintu gerbang.

Bagus.

Firasatku mengatakan hari ini tidak akan menjadi hari yang baik, bagiku ataupun bagi Shirou.


Review, please?