REMAKE DYING EXHORTATION DOCUMENT
By Ifu Uchiha
Disclaimer : Masashi Khisimoto
Rate : T
Pair : SasuxNaru
Genre : Romance
Warning : YAOI, M-preg, Lime(?), OOC, Geje, Abal, typos berterbangan.
.
.
Chapter 1
.
Naruto POV
Perkenalkan Namaku Namikaze Naruto. Aku adalah putra dari Namikaze Minato dan Namikaze-Uzumaki Kushina. Saat ini aku sedang berada di pemakaman. Lebih tepatnya pemakaman kedua orang tuaku.
Mereka meninggal karena kecelakaan. Meninggalkan sejumput perasaan aneh di dalam dadaku. Baru saja aku merasa bahagia karena mereka baru saja memberi kabar jika akan pulang dari urusan bisnis. Tetapi aku harus menelan kenyataan pahit. Di mana dalam perjalanan, mereka harus mengalami kecelakaan hingga tewas.
Aku hanyalah pemuda berusia 18 tahun yang baru saja puber. Aku akui pubertas ku itu memang sangat terlambat. Tapi, apa aku bisa memilih.
Aku masih sangatlah muda. Masih butuh kasih sayang orang tua. Tapi kenapa harus ditinggal sedemikian cepatnya.
"Kaa-san, kenapa cepat sekali perginya?" ujarku lirih. Aku masih berada di pemakaman. Sementara para pelayat lain telah pergi. Aku masih ingin bersama orang tuaku. Setidaknya, dengan berada di sini, aku merasakan kehadiran mereka.
"Kapan kalian akan pulang?" tanyaku berbisik. Pertanyaan bodoh. Bagaimana mungkin orang yang sudah meninggal bisa hidup lagi. Aku tertawa. Tawa yang terdengar aneh bahkan di telingaku sendiri.
"Kaa-san, aku akan pulang sekarang. Kalian istirahatlah yang tenang. Kapan-kapan aku akan mengunjungi kalian. Oyasumi Kaa-san, Tou-san."
Saat rintik hujan mulai membasahi bumi, kutinggalkan tempat peristirahatan kedua orang tuaku.
Naruto POV end
Naruto baru saja bangun dari tidurnya. Ia melirik ke arah jam weker yang terletak di meja nakas dekat tempat tidurnya. Menghela nafas pelan, Naruto beranjak dari tempat tidurnya dan melangkah ke kamar mandi. Tak lupa membawa handuk.
Selesai dengan urusan membersihkan diri. Naruto segera memakai seragam sekolahnya. Ia masih berumur 18 tahun, right? Artinya ia masih duduk di bangku kelas 3 SMA.
Membawa tas ranselnya. Naruto beranjak menuju dapur. Di sana telah tersedia berbagai macam masakan. Tentu saja masakan yang dibuat oleh pelayannya. Entah mengapa Naruto merasa tidak berselera. Apa karena kedua orang tuanya telah tiada?
Mungkin benar begitu. Naruto biasanya menghabiskan banyak waktu dengan Kaa-san dan Tou-sannya. Meski mereka sibuk, tapi mampu membagi waktu bersama sang buat hati. Karena sadar bahwa Naruto membutuhkan kasih sayang dari mereka.
Naruto pun menghabiskan sarapannya dalam diam. Para pelayannya hanya mampu memandang sedih ke arah Naruto. Tidak tahu harus melakukan apa agar tuan muda mereka tidak bersedih seperti ini. Mereka hanya mampu berdoa agar sang tuan muda bisa kembali ceria seperti biasanya.
"Naruto-sama, anda mau diantar supir?" tanya seorang pelayan. Dia adalah pelayan setia keluarga Namikaze. Umino Iruka namanya. Beliau sudah dianggap oleh Naruto sebagai ayahnya sendiri.
"Tidak perlu Iruka-jii. Aku ingin jalan kaki saja." Ujar Naruto membalas perkataan Iruka.
"Baiklah." Ujar pelayannya tersebut.
Area KHS, atau Konoha High School. Terlihat ramai seperti biasa. Di mana hiruk pikuk siswa SMA terjadi di sini. Naruto pun hanya menatap malas gedung KHS yang sejak 3 tahun ini menjadi tempatnya menimba ilmu.
"Ohayou Minna~" Sapa Naruto. Tidak tampak bersemangat seperti biasanya. Teman-teman Naruto paham akan hal itu. Berita kematian kedua orang tuanya pasti menjadi beban berat bagi Naruto.
"Naruto, jangan terlalu lama bersedih. Tidak baik untukmu. Kau harus menjalani hidupmu dan menatap ke depan. Jangan seperti ini, oke?" ujar Inuzuka Kiba selaku sahabat Naruto. Pemuda dengan tato segitiga merah di masing-masing pipinya itu tersenyum. Senyum untuk menyemangati sahabatnya.
"Iya, iya Kib. Jangan menceramahiku." Naruto tersenyum lebar. Berusaha untuk tidak membuat sahabatnya sedih.
"Kalau begitu segeralah duduk. Sebelum Kurenai-sensei datang. Nanti kau malah dihukum lagi!"
"Kau ini cerewet sekali. Lama-lama miri Kaa-..." ucapan Naruto terputus. Pemuda itu menundukkan kepalanya. Mendadak kesedihan kembali melingkupi. Padahal baru beberapa saat yang lalu kesedihannya itu sedikit menghilang.
"Naru..." tanpa mengindahkan perkataan Kiba, Naruto segera melangkah ke tempat duduknya. Meletakkan tasnya di atas bangku dan mengeluarkan beberapa buku pelajarannya. Tak lama kemudian Kurenai-sensei memasuki kelas. Beruntung Kiba sudah duduk di bangkunya.
"Tadaima" ujar Naruto yang baru saja memasuki kediaman Namikaze. Tempat yang awalnya sudah sepi kini terlihat lebih suram. Karena baru saja ditinggalkan oleh pemiliknya.
Naruto hanya mampu menghela nafas. Tidak mengindahkan mitos yang mengatakan bahwa menghela nafas akan mengurangi kebahagiaanmu. Toh, kebahagiaannya sudah terkubur beberapa hari yang lalu.
Naruto melihat Iruka yang menghampirinya sambil tersenyum.
"Ada apa paman?" Naruto merasa sedikit aneh melihat senyum ganjil pamannya itu. Memang sih, Iruka sering tersenyum, tapi entah mengapa senyumnya hari ini terasa ganjil.
"kemarilah, ada kejutan untukmu." Ujar Iruka. Kemudian menarik lengan naruto. Atau lebih tepatnya menyeret pemuda berambut pirang itu. Namun, yang diseret merasa tidak keberatan. Karena ia merasakan sedikit kehangatan. Seperti sentuhan kedua orang tuanya. Mengingatnya membuat Naruto semakin rindu.
"Ada apa sebenarnya. Kenapa ramai sekali?" tanya Naruto yang tidak dibalas oleh Iruka.
Iruka pun menyuruh Naruto untuk duduk di sofa ruang tamu. Sedangkan Naruto hanya mampu menatap bingung. Apalagi di depannya ada 4 orang aneh berambut raven yang menatap kearahnya. Membuat Naruto menjadi gugup.
"Jadi err... ada apa ini?" tanya pemuda pirang itu. Meminta kejelasan.
"Jadi begini Naruto..."
"Tunggu, kau mengenal namaku?" potong Naruto.
"Tentu saja kami mengenal namamu Naruto. Kau adalah putra sahabat kami." Ujar seorang wanita berambut gelap. "Sebelumnya, perkenalkan. Aku Uchiha Mikoto." Wanita itu mengulurkan sebelah tangannya yang disambut oleh Naruto.
"Dan ini Uchiha Fugaku. Suamiku." Lanjut wanita itu. Disambut sebuah uluran tangan dari seorang pria berusia 40 an.
"Di samping Fugaku adalah Uchiha Itachi, putra sulungku dan Uchiha Sasuke, putra bungsu kami." Naruto menyalami mereka satu persatu. Tetapi saat akan menyalami Sasuke, pemuda itu hanya menatap dingin kearahnya.
"Jadi err.. ada apa ini?" tanya Naruto. Menautkan kesepuluh jarinya. Gugup.
"Pertama-tama kami turut berduka cita atas meninggalnya sahabat kami Namikaze Minato dan Namikaze Kushina." Ujar Fugaku. Naruto hanya menunduk. Menatap lantai dengan pandangan sendu.
"Naruto..." Mikoto beranjak dari tempat duduknya. Mendudukkan diri di samping Naruto dan menggenggam tangan pemuda itu erat. Mencoba menyalurkan kehangatan seorang ibu yang telah meninggalkan pemuda itu.
"Kami tahu ini berat untukmu. Tapi mengertilah, bahwa kau tidak sendiri." Mikoto berujar lembut.
"Terima kasih Mikoto-baasan." Ujar Naruto diiringi senyum.
"Ehmm... jadi Tou-san. Bisa jelaskan alasan kedatangan kita ke mari?" tanya Sasuke.
"Jadi Naruto. Maksud kedatangan kami ke mari adalah untuk memberitahukan permintaan terakhir mendiang Minato dan Kushina." Tak pelak, apa yang diucapkan Fugaku itu membuat Naruto penasaran.
"Yaitu menikahkanmu dengan putra kami, Uchiha Sasuke." Lanjut Fugaku. Menuai tatapan kaget dari Sasuke dan Naruto.
"Apa maksudnya ini?! Saya tidak mengerti." Naruto berusaha menyangkal. Yang benar saja. Pasti orang tua di depannya ini sedang bercanda.
"Tou-san sedang tidak bercanda kan?" Sasuke mendelik marah ke arah ayahnya. Tidak mengerti jalan pikiran orang tua.
"Ototou, pelankan suaramu." Itachi mengernyit tak suka melihat adiknya yang mendadak berisik itu. Tidak seperti biasa, pikirnya.
"Alasan apa yang mendasari saya untuk menikah dengan Uchiha-san." Tanya Naruto. Berusaha sopan seperti apa yang biasa diajarkan oleh ibunya.
"Naruto... sebenarnya ini keinginan lama kami. Kami memang berniat untuk menjodohkan anak-anak kami. Tidak peduli laki-laki atau perempuan." Ujar Mikoto. Melempar senyum lembut ke arah Naruto.
"Tapi ini tidak benar." Naruto hendak memprotes. Begitupun Sasuke yang telihat tidak terima tentang keputusan orang tuanya.
"Naruto..." suara Mikoto menyahut.
"Kami memang tidak ingin memaksamu. Tapi, percayalah ini semua demi kebaikanmu." Mikoto mengambil map yang ada di atas meja. Menyerahkannya kepada Naruto.
"Itu adalah bukti perjanjian kami dan orang tuamu. Mereka telah setuju sejak lama. Kami mohon. Anggap ini sebagai hadiah untuk menyenangkan kedua orang tuamu." Lanjut Mikoto.
"Naru-chan... terimalah Ototouku ini." Ujar Itachi dengan senyum tipis.
"Aniki... kenapa kau setuju?!" Sasuke bersuara. Melayangkan protesnya ke arah Itachi. sang kakak hanya menggedikkan bahu.
Naruto merenung. Ia memang ingin membahagiakan orang tuanya. Terlebih selama hidupnya ia hanya bisa menyusahkan kedua orang tuanya. Sikap manja dan kekanak-kanakannya membuat ia jarang bersikap dewasa.
Apa mungkin ini jalan agar orang tuanya yang telah tiada bahagia di alam sana. Jika memang benar, Naruto akan menyetujuinya.
"Baiklah, Naru setuju." Putus Naruto pada akhirnya. Menuai senyum cerah dari Fugaku, Mikot dan Itachi. sedangkan Sasuke hanya mampu menatap tajam ke arah Naruto.
Naruto hanya mampu menganga lebar melihat seorang pria yang telah dipilih oleh orang tuanya sebagai tunangan. Kini pria itu sedang berdiri menyender mobil mewahnya dengan gaya angkuh di depan gerbang sekolah Naruot.
Perlu ditekankan sekali lagi, di depan sekolah Naruto. Apa lagi yang mampu Naruto ucapkan untuk mengekspresikan kegalauannya. Apalagi cewek-cewek di sekolahnya menatap sang tunangan dengan mata berbinar-binar. Apa yang lebih buruk dari ini?
"Sasuke, apa yang kau lakukan di sini?!" tanya Naruto. Menghampiri Sasuke sambil melipat kedua lengannya di depan dada.
"Tentu saja menjemputmu. Apa lagi?" Sasuke berdiri tegak. Menjulang di hadapan Naruto yang 10 centi lebih pendek darinya.
"Tapi?! Tapi kan aku bisa pulang sendiri!" Naruto memanyunkan bibirnya. Tampak kesal terhadap Sasuke. Tapi apa mau dikata, Sasuke sudah berdiri di depannya. Mau diusir pun tidka mungkin.
"Memangnya siapa yang mau menjemputmu. Aku dipaksa oleh Kaa-san untuk membawamu ke rumah." Sasuke mendelik. Membuka pintu mobil dan memberi isyarat kepada Naruto untuk segera masuk.
Naruto hanya menurut. Kalau sudah diancam dengan kata-kata Kaa-san yang berarti Mikoto, ia tidak bisa berkutik. Kemarin setelah ia setuju untuk menikah dengan Sasuke, Mikoto menyuruhnya untuk memanggil Kaa-san. Toh, memang ia akan menjadi ibunya kan.
"Memangnya ada apa di rumah?" tanya Naruto.
"Entah." Sasuke menjawab cuek membuat Naruto lagi-lagi memanyunkan bibirnya.
"Kita ke rumah yang mana?" anya Naruto lagi. Ia mengeluarkan smartphone nya dan memasang headset. Hendak mendengarkan musik.
"tentu saja Kediaman Uchiha. Ke mana lagi?!"
"Teme! Jangan membuatku kesal ya. Ditanya baik-baik, jawabnya juga yang baik dong!" Naruto sewot. Tidak jadi mendengarkan musik. Sibuk menggerutu tentang sikap aneh Sasuke.
"Dobe, berisik."
"Apa?! Dob-Dobe?! Kau mau kubunuh ya?!" Naruto sudah bersiap-siap dengan bogemnya. Hendak meninju wajah tampan Sasuke yang seenaknya mengejeknya.
"Dobe, DIAM! Kau mau mati ya?! Aku sedang menyetir Baka!"
"Jangan panggil aku Dobe lagi TEME!" Naruto kembali berteriak.
Dan sepanjang perjalanan menuju kediaman Uchiha hanya dipenuhi dengan teriakan-teriakan Naruto dan Sasuke.
"Naru-chan, kau sudang datang sayang?" Mikoto menyambut kedatangan naruto dengan senyuman dan pelukan layaknya seorang ibu. Membuat Naruto ingin menangis saja. Teringat kembali dengan ibunya. Meskipun ibunya itu jarang memeluknya, tapi sekali memeluk, kehangatannya akan selalu Naruto ingat.
"Kalau Naru tidak datang, mana mungkin ada di sini?" Naruto sweatdrop.
"Dobe, jangan berisik." Sasuke menciup pipi ibunya kemudian masuk ke dalam rumah tanpa mengindahkan wajah Naruto yang sudah memerah. Marah.
"Teme! Berhenti memanggilku Dobe!" Naruto berteriak. Mengharuskan Mikoto untuk menutup lubang telinganya.
"Kalian sudah akrab ya?" tanya Mikoto dengan sneyum lembutnya.
"Ap-apa?! Kaa-san bercanda?! Dia itu menyebalkan sekali." Naruto memanyunkan bibirnya. Melipat kedua lengan di depan dada. Tanda ngambek.
"Sudah Naru-chan, tidak udah ngambek begitu. Ayo masuk." Mikoto menyeret Naruto masuk ke kediaman Uchiha. Menuju dapur. Memang waktunya makan siang. Jadi wajar jika Mikoto membawanya ke dapur.
"Ayo, Naru-chan duduk di sini. Kaa-san sudah buatkan ramen kesukaan Naru-chan." Mikoto tersneyum lagi sesampainya mereka di dapur. Di sana sudah ada Sasuke yang menyantap makan siangnya dengan tenang.
"Eh, Kaa-san tahu Naru suka ramen?" tanya Naruto memiringkan kepalanya imut.
"Tentu saja Kaa-san tahu. Sekarang duduk dan makan makan siangmu."
"Un" Naruto mengangguk semangat dan segera menyumpit ramennya. Dengan senyum bahagia ia menyantap makanan kesukaannya. Padahal biasanya terasa hambar. Apa mungkin karena adanya Mikoto sebagai ssok pengganti ibu untuknya?
"Dobe. Makan pelan-pelan. Nanti kau tersedak." Ujar Sasuke. Masih menyantap makanan dengan tenang. Meski sesekali melirik ke arah Naruto.
Naruto menyipitkan matanya tidak suka.
"Apa hak mu Teme? Terserah aku dong!"
Mikoto hanya mampu tersenyum. Sudah lama ia mendambakan anak yang ceria seperti Naruto. Anak yang akan bermanja-manja dengannya. Tidak seperti Sasuke maupun Itachi yang selalu bersikap dewasa.
"Di mana Anikimu Sasuke?" tanya Mikoto. Ikut duduk di meja makan.
"Aniki masih di kantor. Seharusnya akupun ada di sana saat ini. Masih ada banyak pekerjaan." Ujar Sasuke dapat. Meletakkan sumpitnya di atas meja.
"maafkan Kaa-san ya."
"Tidak apa-apa Kaa-san." Balas Sasuke.
"AH?! Ternyata Sasuke bisa bersikap baik juga" ujar Naruto dengan cengiran lebar. Hanya dibalas Sasuke dengan delikan maut.
"Aku selesai. Aku harus kembali ke kantor." Sasuke beranjak dari tempat duduknya. Mengambil jas yang sebelumnya ia sampirkan di kursi.
"Eh, Sasuke. Jangan pulang terlalu larut ya." Pesan sang ibu. Sasuke hanya mengangguk. Tak lama kemudian terdengar deru mesin yang semakin menjauh.
"Ne, Naru-chan. Malam ini menginap di rumah ya?" tanya Mikoto. Menatap penuh harap ke arah Naruto.
"Eh?!" Naruto berjengkit. Menatap ke arah Mikoto yang memandangnya dengan mata berbinar-binar.
"Un." Kemudian mengangguk. Tak sanggup menolak pesona calon ibu mertua.
"Bagus! Nanti Sasuke yang akan membawa barang-barangmu." Mikoto bertepuk tangan sekali. Kemudian mulai membereskan meja makan. Dibantu oleh Naruto.
"Ne, kaa-chan. Nanti aku harus tidur di mana ttebayou?" tanya Naruto. Ia merinding jika harus membayangkan tidur sekamar dengan Sa-...
"Tentu saja dengan Sasuke."
-...Suke.
Oh, kali ini Naruto langsung merinding.
"Tapi Kaa-chan-..."
"Tidak ada tapi-tapian Naru-chan. Kalian kan akan segera menikah. Jadi tidak ada masalah kan jika tidur bersama?" Mikoto memasukkan semua piring kotor ke bak cuci. Menyalakan keran dan mulai mencuci.
"Ugh..." Naruto bingung harus membalas seperti apa. Ia hanya mampu mengangguk. Menerima piring yang sudah dicuci oleh Mikoto dan melapnya sampai kering. Kemudian meletakkannya di rak.
Semoga kau selamat Naruto...
TBC
.
.
Hai Minna~~ ini Remake Dying Exhortation Document.
Banyak yang Ifu ubah disini. Utamanya fakta bahwa pasutri FugaMiko enggak jadi mati.
Semoga banyak yang suka ne?!
Jangan lupa review...
Dadah... ^_^
