WARNING!: Lil'bit weird, OOC , full of typo. EYD hancur berantakan.

Chapter 1: Nii-san masih disini

"Kami turut berduka, Sasuke-kun."

Pemuda yang bernama Sasuke itu terdiam menatap sebuah makam dengan tatapan kosong. ia tidak peduli, lebih tepatnya, ia sudah bosan dengan ucapan orang-orang mengatakan bahwa mereka turut berduka.

Sudah hampir sejam Sasuke berdiam diri di depan makam itu. Sendirian, tatapan kosong. Tidak ada yang mau mendekati Sasuke. 'Biarkan dia sendiri, dia pastilah sangat terpukul' pikir orang-orang. Memang Sasuke ingin dibiarkan sendiri. ia ingin otaknya memutar sebuah film yang berjudul flashback tampa iklan.

kematian Uchiha Itachi-sang kakak- memang membuat luka yang sangat mendalam untuk sasuke. Ia masih tidak terima akan kematian sang kakak. Bagaimana tidak? apalagi Itachi mati dengan cara dibunuh.

"Sialan..." Geram Sasuke. Matanya menyorotkan vkesedihan dan kesepian. "Setelah Kaa-san dan Tou-san, kini kau juga pergi kesana, eh? Nii-san."

*WHAT I HEAR IS FUR ELISE*

Flashback, 5 tahun yang lalu...

"Sasuke, sekarang kita tinggal berdua." Ujar seorang pemuda berambut ekor kuda dengan garis yan melintang di sebelah kiri dan kanan hidungnya. Uchiha Itachi.

"Tidak." Sasuke kecil menggelengkan kepalanya. matanya berkaca-kaca."Tou-san dan Kaa-san masih ada...".

Itachi menatap adiknya dengan pandangan sedih. Ia mengacak-acak rambut ayam Sasuke. "Aku tahu kau masih belum bisa menerima kenyataan kalau mereka sudah tiada. Sebenarnya aku juga."

Hening sesaat. yang terdengar hanya bunyi detik jarum jam yang terus berputar.

"Tapi," Itachi merangkul adik kesayanganya itu. "Kita berdua adalah saudara yang sedarah. Sebagai kakakmu, aku..."

Sasuke mengangkat kepalanya dan menatap wajah Itachi. Itachi tersenyum. "Sebagai kakak, aku akan selalu ada disampingmu. Karena , itulah tugas kakak yang sebenarnya."

Sasuke terdiam dan ia nerasakan dadanya menghangat. Ia tersenyum dan menunjukan jari kelingkingnya. "Janji?".

"Janji." Itachi tersenyum dan mengaitkan jari kelingkingnya di jari kelingking Sasuke.

*WHAT I HEAR IS FUR ELISE*

Terdengar sayup-sayup suara dentingan piano dari ruang musik. Sasuke kecil yang baru pulang sekolah segera berlari ke ruang musik tersebut dan mendapati sang kakak sedang duduk di depan grand piano bewarna coklat. Jari-jarinya menari diatas tuts piano menghasilkan melodi yang indah. Dengan antusias, Sasuke menatap jari-jari Itachi yang masih memencet tuts piano. "Lagu apa ini, Nii-san?"

"Canon In D. Karya Johann Pacheble." Jawab Itachi sambil terus memainkan pianonya. "Apa kau punya saran lagu untuk kumainkan berikutnya?"

"Bagaimana denga The blue Danube?" Saran Sasuke , ia menirukan suara piano.

"Aku sudah bosan dengan lagu itu, coba yang lain."

"Moonlight Sonata?"

"Terlalu panjang."

"Arabesque?"

"Terlalu pendek."

"Apa ya..." Sasuke memasang pose berfikir. Ia teringat akan suara dering telepon rumah mereka. "Apa Nii-san bisa memainkan lagu dering telepon kita?"

"Fur Elise maksudmu?" tanya Itachi balik. "Tentu saja aku bisa memainkannya."

"Ayo mainkan Nii-san!" Ujar Sasuke bersemangat. Ia segara mengambil kursi dan menaruhnya di sebelah Grand Piano. Itachi sendiri segera mengambil partitur lagu tersebut.

Itachi mulai memainkan piano tersebut. Sasuke yang melihatnya sangat bersemangat, apalgai saat kecepatan lagu itu bertambah.

Memang Sasuke dan Itachi adalah penggemar lagu klasik. Darah seni mengalir dari ayah mereka. Sasuke memang belum terlalu bisa memainkan piano karena ia beru mempelajarinya bulan lalu. Sedangkan Itachi sudah sangat jago memainkan piano.

"Aku menyukai lagunya!" Seru Sasuje senang. "Kuharap Nii-san mau mengajariku."

"Lagu ini lumayan, lho." Jelas Itachi. "Nanti kalau tingkatanmu di tempat les sudah 'Basic II' baru kuajari."

"Ah, Nii-san. Tapi aku mau diajari sekarang." Gerutu Sasuke sambil memajukan bibirnya. Tapi, tiba-tiba ia tersenyum. "Kalau begitu, apa Nii-san mau memainkannya setiap hari untukku?"

"Tentu saja." Jawab Itachi. Sasuke tersenyum lebar.

"Aku menyayangimu, Nii-san."

*WHAT I HEAR IS FUR ELISE*

flashback, 3 hari yang lalu...

"Aku pulang...!" Seru Sasuke sambil membuka pintu dengan keras. Hening. Sasuke merasa tidak ada kehidupan di rumahnya. "Nii-san belum pulang eh?"

Sasuke berjalan ke arah sofa dan melihat tas Itachi tergeletak begitu saja ditanah. Pensil, buku dan baang-barang yang ada didalam tas itu juga tersebar di lantai. 'Apa Nii-san sudah pulang?' Batin Sasuke. Ia merasa tidak enak.

"Nii-saaan!" Panggil Sasuke keras. BErharap Itachi mendengar dan mendekatinya. Tapi, tidak ada jawaban.

Sniff sniff

'Bau apa ini?' Batin Sasuke. Ia mencium bau amis. Bau amis darah. Ia mencari asal bau tersebut. Setelah mencari, ia merasa yakin bahwa bau amis dqrah itu berasal dari ruang musik. Ia menarik nafas dan berharap ia tidak melihat sesuatu yang mengerikan. Ia membuka pintu perlahan.

Sasuke membelakan matanya. Genangan darah dan tubuh kaku Itachi, Sasuke melihatnya. Ia berlari mendekati tubuh Itachi dan membalikanya, ia melihat luka tusukan dimana-mana. "Nii-san...tidak... kau jangan mati..."

"BANGUN, NII-SAN!' Berkata seperti itu pun, Itachi sudah mati. Sasuke menahan air matanya untuk tidak keluar dari ujung matanya. Tapi, bagaimana pun, air mata sasuke sudah terjatuh. "Nii-san, siapa yang melakukakan ini?!"

Sasuke memeluk tubuh Itachi yang bersimbah darah. Tak peduli kemeja putihnya berubah menjadi merah. ini adalah kedua kalinya Sasuke merasa kehilangan.

flashback end.

*WHAT I HEAR IS FUR ELISE*

Hari Senin...

Sasuke terdiam di atap sekolah. ia membiarkan angin sepoi-sepoi menyentuh dirinya. Sasuke menutup matanya dan kembali mem-flashback masa kecilnya. Masa kecil dimana ia sangat menyayangi kakaknya.

"Temeee!" Suara Naruto membuyarkan sesi flashback Sasuke. Sasuke menoleh dan menatapnya dingin.

Nqruto adalah sahabat dekat Sasuke. Karena sama-sama yatim piatu mereka menjadi akrab.

"Dobe." Jawab Sasuke dingin lalu kembali menatap kebawah.

"Kau tidak memutuskan untuk bunuh diri 'kan?" tanya Naruto asal. Ia mendekati sahabatnya. "Kau berubah tahu."

"Hmph." Jawab Sasuke pendek. "Mau apa kau disini."

"Melemparmu kebawah. Tentu saja, menghiburmu, Teme." Jawab Naruto gemas. "Kau diam terus sih. Kau masih terpukul?"

Sasuke tidak menjawab. Naruto menghela nafas panjang. "Tapi aku mengerti.", ujar Naruto."

"Kau mengerti apa?" Tanya Sasuke sambil menarik kerah kemeja Naruto. Naruto tersentak. "Kau yang sejak awal tidak punya saudara atau keluarga, memangnya kau tau apa?! Kau yang sejak awal memang sebatang kara, memangnya kau tahu apa!? Haaah?! Karena ada ikatan itulah, orang merasakan takkan mengerti seberqt apa rasanya kehilangan!"

Sasuke melepaskan cekalannya membuat Naruto terjatuh. "Sekarang... Pergilah, aku ingin sendiri."

"Tapi-"

"Pergi!"

Naruto berdiri dan pergi meninggalkan Sasuke sendirian. Di tangga, ia sudah ditemui oleh Kiba dan Sakura.

"Bagaimana?" Tanya Kiba. Naruto hanya mengangkat bahu. "Haah sudah kuduga."

"Kau diusir?" Tanya Sakura.

"Yah... begitulah. Dia sampai teriak-teriak begitu. Aku sih memakluminya karena dia sedang kehilangan." Jawab Naruto sambil melipat tanganya didepan dadanya. "Aku... sedikit tersinggung sih."

"Sudahlah, maafkan dia." Ujar Sakura sambil menepuk-nepuk bahu Naruto.

"Memang dia sebegitu terpukulnya?" Tanya Kiba. Sakura menatapnya dengan tatapan 'Tentu saja, baka!'. "Kenapa? aku kan hanya bertanya."

"Sebenarnya aku tidak suka membicarakan orang sih, tapi, apa boleh buat." Naruto memulai ceritanya. "Saat umur Sasuke 11 tahun, orang tuanya mengalami kecelakaan. Saat itu, Sasuke sangat sedih. Dan karena dia hanya memiliki kakaknya dia sangat menyayangi kakaknya. Sekarang kakaknya sudah tidak ada, dia benar-benar sebatang kara sekarang."

"Oh, begitu. Tidak aneh sih-"

"Apa kalian sedang membicarakanku?" Suara dngin Sasuke membuat Naruto, Sakura dan Kiba tersentak. Sasuke berjalan melewati tiga temanya itu dengan dingin.

"Sasuke-kun, aku-"

"Aku bisa menebak apa yang akan kau katakan, Sakura." Potong Sasuke. Sakura menutup mulutnya. "Kau mau mengatakan , kau turut berduka atas kematian Itachi-nii. Huh... aku sudah bosan mendengarnya."

"Dan, untukmu, Dobe." Ujar Sasuke yang langsung memasang wajah sedih. "Kau benar,"

"Aku sebatang kara sekarang."

*WHAT I HEAR IS FUR ELISE*

Sasuke memegang daun pintu dan memutarnya perlahan. Ia membuka pintu rumahnya dan mendapati bahwa rumahnya kini berantakan. Sasuke terlalu malas untuk membersihkan rumahnya. Biasanya, saat ia pulang, ia akan melihat rumahnya yang bersih dan Itachi yang duduk di depan meja makan yang akan berkata "Sudah pulang? bagaimana harimu?" . Tapi , kini, sebaliknya.

Sasuke membuka sepatunya dan menaruhnya di rak. Membuka lemari dan mengambil Ramen instan. Hal yang dilakukan berikutnya adalah menyeduh ramen instan itu. Ia tidak mau, lebih tepatnya, ia tidak bisa memasak. Karena tugas memasak biasanya diserahkan pada Itachi.

Sasuke terdiam menatap pintu ruang musik dimana ia selalu mendengar lagu Fur Elise yang selalu dimainkan oleh kakaknya. Ruang musik juga tempat dimana Itachi meninggal, sehingga Sasuke tidak ingin memasuki ruangan itu.

Sasuke mengambil sumpit dan menjepit Ramen-nya. Baru saja ia akan memasukan Ramen-nya, ia mendengar sayup-sayup suara Fur ELise dari ruang musik. 'Tidak, aku pasti berhalusinasi.' Batin Sasuke. Tapi, suara piano itu semakin lama semakin keras membuat bulu kuduk Sasuke berdiri.

Rasa penasaran mengalahkan rasa takut sasuke. Ia berdiri dan mendekati pintu Ruang musik. Ia segera menempelkan telinganya di pintu. Suara dentingan piano itu terdengar jelas di telinga sasuke. Perlahan, ia membuka pintu tersebut.

"Nii-" Sasuke tidak bisa melanjutkan kata-katanya. Mata terbelak, Itachi ada disana, dengan tubuh bersimpah darah sedang duduk didepan Grand Piano. Tangannya masih memencet tuts piano. Sasuke kepala Itachi menoleh.

"SASUKE!" Suara berat Itachi membuat Sasuke sangat ketakutan. Tangan dan kaki Sasuke bergetar. Kenapa ia melihat Itachi? Itachi sudah meninggal! Ketakutan menguasai Sasuke membuat terjatuh dan pingsan.

*WHAT I HEAR IS FUR ELISE*

Sasuke tidak bisa memperhatikan Guru Kakashi yang sedang mengajar fisika di depan kelas. Dia masih shock karena kejadian kemarin. Melihat Itachi, pingsan di ruang musik dan bangun di kamarnya. Siapa yang tidak merasa takut melihat orang yang sudah mati di rumahnya?

Memang Sasuke masih tidak mau ditinggalkan oleh pun demkian, Sasuke sudah mengerti bahwa kenyataannya Itachi sudah mati. Tebtu saja Sasuke tidak ingin melihat Itachi dengan keadaan yang seperti itu.

"Oi, Teme." Naruto yang duduk disebelah Sasuke menepuk bahu Sasuke. Sasuke yang sedikit kaget menatap Naruto. Ternyata Guru Kakashi sudah meninggalkan kelas. "Hari ini kerja kelompok dikerjakan dirumahmu, ya!?

"Rumahku?!" Pekik Sasuke. "Kenapa harus dirumahku?"

"Karrna, rumahmulah yang paling dekat dari sini." Jawab Naruto polos.

"Jangan!" Tolak Sasuke. "Rumahku sedang berantakan, dirumahmu saja ya?" Sebenarnya bukan itu alasan kenapa Sasuke tidak ingin teman-temannya datang kerumahnya. Ia hanya takut Itachi datang di saat yang tidak tepat.

"Ah, Temeee. Aku yakin rumahku jauh lebih berantakan dari rumahmu." Ujar Naruto sambil mengibas-ngibas tanganya didepan wajahnya. "Ngomong-ngomong, kau kembali."

"Kembali dari mana? Aku masih berpijak di bumi." Celetuk Sasuke. Naruto tertawa lepas mendengarnya. "Apa? aku serius, dobe."

"Kau baru saja kembali dari kutub utara." Celetuk Naruto. "Kau sadar tidak kalau dari kemarin sifatmu itu dingin sekali. Yah, kau memang dingin ,sih. Tapi kemarin... kau bahkan jauh lebih dingin dari es."

"Huh, sudahlah." Ujar Sasuke sambil berdiri. "Daripada itu, ayo traktir aku! Aku lapar. Kau 'kan berhutang padaku."

"Huh, baiklah!" Ujar Naruto terpaksa. Karena ia sendiri belum membayar hutangnya pada Sasuke selama sebulan.

*WHAT I HEAR IS FUR ELISE*

"Ah, Teme. Kau kau keterlaluan."

"Apa?"

"Ini!" Naruto menunjukan dompetnya yang kosong. "Kau keterlaluan memesan ramen spesial yang mahal. Apalagi kau minta tambah!"

"Salahmu sendiri tidak membayar hutangmu tepat waktu." Jawab Sasuke acuh tak acuh.

"Uhh, dasar." Gerutu Naruto. "Aku benar-benar sial hari ini! Uang habis! Ditolak Sakura! Tidak makan siang demi kau! Huh!"

"Berhentilah menggerutu, kau seperti perempuan sekarang." SAsuke berjalan mendekati kamar mandi laki-laki. "Dobe, kau tunggu disini."

"Kau sendiri terlihat seperti perempuan sekarang! Ke kamar mandi saja minta ditemani." teriak Naruto membuat membuat orang yang lewat menatap Naruto dan Sasuke dengan tatapan bingung.

"Terserah kau saja." Ujar Sasuke pendek sambil memasuki kamar mandi dan memasuki salah satu bilik kosong.

Setelah menyelesaikan urusan pribadinya, sasuke berjalan mendekati wastafel dan mencuci tanganya. Ia menatap kaca sekilas. Ia sangat terkejut melihat kaca itu.

"UWAAA!" Pekik Sasuke kaget. Ia terjatuh dan nafasnya tidak beraturan.

"Teme? Ada apa?" Tanya Naruto yang langsung memasuki kamar mandi karena mendengar suara Sasuke. Ia terheran-heran melihat wajah Sasuke yang pucat pasi.

"Aku melihat...Itachi-nii." Jawab Sasuke sambil berdiri.

"Itachi-san katamu? Jangan bercanda!" Bantah Naruto. "Kau pasti berhalusinasi."

"Tidak, aku serius." Ujar Sasuke. "Aku melihatnya, berada di belakangku... penuh darah..dan dia... seperti ingin menyampaikan sesuatu."

Naruto awalnya ingin membantah ucapan Sasuke. Tapi, melihat wajah Sasuke yang benar-benar ketakutan, ia hanya memutuskan untuk mempercayainya. "Ya sudah, tenangkan dirimu. Kita ke kelas saja."

*WHAT I HEAR IS FUR ELISE*

"Baiklah anak-anak, kita mulai pelajaran hari ini dengan semangat mudaaa!" Teriak Guru Guy -guru olahraga- itu dengan semangat mudanya. "Oke, hari ini kalian akan lari estafet . Silahkan bentuk kelompok sebanyak 5 orang!"

"Teme, ayo sini." Panggil Naruto paksa sambil menarik pergelangan tangan Sasuke. "kita akan masuk kelompok Shikamaru."

"Baiklah, berhentilah menarik tanganku. Dasar dobe.",Ujar Sasuke sambil menarik tanganya lalu berjalan lunglai mengikuti Naruto yang mendekati lima orang laki-laki.

"Jika kau berjalan seperti itu, Guy-sensei akan menceramahimu karena tidak punya semangat muda." komentar Gaara sambil menatap Sasuke heran.

"Masih kepikiran?" Tanya Naruto.

"Sedikit." Jawab Sasuke pendek yang masih teringat akan Itachi yang muncul di kaca kamar mandi. "Lebih baik kita memberi urutan pelari sekarang."

"Baiklah, Gaara akan jadi pelari pertama. Aku kedua. Sai akan jadi pelari ketiga. Pelari keempat Naruto. Sasuke terakhir." Jelas Shikamaru.

"Kenapa aku menjadi pelari terakhir?" Tanya Sasuke dengan nada protes.

"Itu karena kau jago lari." Jawab Sai enteng. "Kau mau tukar?"

"Aku ingin jadi yang ketiga atau empat." Jelas Sasuke. "Kakiku sedang sakit."

"Apa maksudmu kakimu sakit? Aku melihatmu makan ramen sebanyak dua mangkuk tadi. Kau yakin kau sakit?" Tanya Shikamaru seakan ia adalah polisi yang mengintrogasi seorang terpidana.

"Tak apa! Biarkan aku yang menjadi pelari terakhir, dengan semangatku aku pasti akan menjadi orang pertama yang sampai di garis finis!" Ujar Naruto berapi-api. Ia terlihat seperti guru Guy sekarang.

"Huh... baiklah. Sasuke akan jadi pelari keempat. Dan kau, Naruto, kau akan menjadi pelari ke terakhir." Ujar Shikamaru dengan nada malas. "Ayo kita lapor pada Guy-sensei."

*WHAT I HEAR IS FUR ELISE*

Empat orang berjejer dibelakang garis 'start' . Ditangan mereka terdapat tongkat yang panjangnya sekitar 30 cm. Guru Guy tampak melipat tangannya di pinggir garis 'start'. "Oke semuanya berlarilah dengan semangat muda kalian! GET READY! GO!."

Empat orang-termasuk Gaara mulai berlari kencang.

Sasuke yang sedang bersiap dengan memutar-mutar pergelangan kakinya tidak bisa menghindarkan matanya dari pohon beringin yang berada di pinggir lapangan. Ia merasa tertarik dengan pohon itu, di sisi lain ia merasa di awasi.

"Sasuke!" Teriak Sai sambil memberikan tongkatnya pada Sasuke. Dengan sigap Sasuke menerimanya dan berlari sekuat tenaga sehingga menyusul orang-orang yang berada didepannya.

"Dobe, ini." Sasuke memberikan tongkatnya pada Naruto.

"Terima kasih, Teme." Ujar Naruto yang membuatnya melambat. Ia langsung berlari menuju garis finish.

"Di saat seperti itu masih sempat-sempatnya berterima kasih . Dasar Dobe." ledek Sasuke.

"Urat kecerdasannya 'kan memang sudah putus." Sambung Kiba tiba-tiba yang berada disebelah Sasuke. "Ngomong-ngomong kenapa kau tidak jadi pelari terakhir? Bukannya kau hebat dalam berlari."

"Tidak, aku mau jadi pelari keempat. itu saja." Ujar Sasuke. Kiba hanya ber-'oh' ria.

"Kenapa kau ingin jadi pelari keempat? aku ingat saat kau pertama kalinya ke rumahku dan kau dikejar kejar oleh Akamaru. Kau benar-benar terlihat seperti ninja saat itu. Apalagi saat itu..."

Mendengar cerita Kiba, Sasuke hanya menatap Kiba dengan senyum bingungnya. Apapun yang Kiba ucapkan, bagi Sasuke, yang terdengar hanyalah 'bla...bla...bla..'. Kiba memang cerewet.

Sasuke kemudian menatap jendela kelasnya yang terlihat berada disebelah Kiba. Ia merasa janggal, 'kenapa ada orang disana? Padahal semua murid mengikuti pelajaran olah raga disini.' pikirnya. Di jendela kelasnya memang terlihat seseorang disana, ia sedang menatap Sasuke. Saasuke menyipitsan matanya, betapa kagetnya ia ketika ia menyadari bahwa orang itu adalah Itachi. Sasuke langsung berjongkok sambil memegangi kepalanya. Ia merasa ketakutan.

"O...oi! Kau kenapa?" Tanya Kiba yang langsung berjongkok."Wajahmu pucat. Sakit kepala?"

Sasuke menggelengkan kepalanya pelan. Kiba menatapnya bingung, "Sepertinya Akamaru memberikan trauma berat untukmu. Tenangkan dirimu Sasuke!"

*WHAT I HEAR IS FUR ELISE*

"Jangan menyesal melihat rumahku yang berantakan, ya?" Tanya Sasuke sambil memasukan kunci rumahnya kedalam lumbang kunci. "Rumahku seperti kapal pecah, mungkin lebih parah."

"Tak perlu malu, Sasuke. Ayo cepat buka pintunya dan kita selesaikan tugas kita! Agar aku bisa pulang cepat dan makan." Ujar laki-laki gemuk yang bernama Choji.

"Benar-benar, kau , Choji! Apa didalam pikiranmu hanya makanan?" Tanya adis berambut pirang-Ino-.

Sasuke tidak mempedulikan debat Ino dan Choji tentang makanan. Ia membuka pintunya. "Lihat? Sudah ku-"

"Apa yang berantakan, Teme? Rumahmu itu rapi tampa cela." Komentar Naruto dengan tatapan menintrogasi. Benar, saat ini keadaan rumah Sasuke memang sangat bersih.

"Tapi, aku tidak membereskan rumahku." Ujar Sasuke dengan nada bingung. Ia tidak membersihkan rumahnya. Rasa takut datang kembali padanya. "Siapa yang membersihkannya?"

"Tidak perlu acting, Sasuke. Ayo kita kerjakan pekerjaan kita." Ujar TenTen. Mereka pun memasuki rumah Sasuke.

"Rajin sekali kau, Teme. Rapi begini." Ujar Naruto yang tampa malu langsung meloncat ke arah sofa.

"Sudahlah, kita kerjakan disini saja." Ujar Sasuke sambil mengambil meja pendek. Ia berusaha menyembunyikan rasa takutnya.

Mereka langsung duduk didepan meja pendek tersebut. Tak lupa mereka mengeluarkan kertas dan buka cetak yang super tebal.

"Halaman 221." TenTen membuka buku cetaknya dengan tatapan malas. "Apa maksudnya Kakashi-sensei memberi kita tugas ini? Dia bahkan belum mengajari kita bab ini."

"Sasuke, kau 'kan pintar, apa kau mengerti soal ini?" Tanya Ino. Saasuke hanya menggeleng. "Astaga, Kakashi-sensei benar-benar,deh."

"Bagaimana kalau kita tanya saja pada Kakashi-sensei?" Usul TenTen.

"Percuma, Kakashi-sensei tidak akan memberi tahu kita." Ujar Naruto. Ia teringat akan wajah tampa semangat Guru Kakashi.

"Apa boleh buat, 'kan? Kita-"

TOK TOK TOK...

"Sebentar." Sasuke berdiri dan membuka pintu rumahnya. "Kisame-san? Deidara-san? Tumben, ada apa?"

Tampaklah dua orang pria yang dikenal Sasuke. Yamanaka Deidara-kakak Ino- dan Hoshigaki Kisame teman dekat Itachi.

"Cuman berkunjung,ngg... kau sedang kerja kelompok ya?" tanya Kisamae. Sasuke mengangguk. "Apa kami menggangu?"

"Tidak, justru kalian datang disaat yang sangat tepat." Ujar Sasuke sambil mempersilahkan kedua orang itu masuk.

"Nii-san, sedang apa disini?" Tanya Ino ketika melihat Deidara.

"Hanya berkunjung." Jawab Deidara pendek.

"Kami sedang mengerjakan tugas fisika yang sama sekali tidak kami mengerti. Deidara-san, kau kan pernah menjuarai lomba fisika, apa kau bisa mengajarkan kami materi ini?" Tanya Sasuke sopan sambil menunjuk 20 soal yang ada di buku fisikanya."

"Ini 'kan mudah." Ujar Deidara. "Baik, akan kuajari!"

"Terima kasih, Deidara-san." Ujar Sasuke berterima kasih. Deidara pun langsung mengajari mereka soal itu. Kisame hanya melihat-lihat saja karena ia memang tidak bisa membantu.

"Sasuke, aku pinjam toiletmu sebentar." Ujar Kisame sambil berdiri. Tampa menoleh, Sasuke pun mengangguk. Kisame pun memasuki toilet.

"Begitu caranya." Ujar Deidara setelah mengajarkan cara pengerjaan soal tersebut. "Nah, cobalah sendiri."

"Tidak, sesulit yang aku kira. Terima kasih, ya." Komentar Naruto yang lalu menekuni soalnya.

GUBRAAAK!

"Aw!"

"Kisame-san? Kau baik-baik saja?" Tanya Sasuke ketika Kisame keluar dari kamar mandi.

"Tak apa! Aku hanya terpeleset." Jawab Kisame dengan senyum canggungnya. "Eng... Sasuke, aku pulang dulu , ya. Ada yang harus ku kerjakan."

"Eh? Baiklah, cepat sekali." Ujar Sasuke. Kisame pun meninggalkan rumah Sasuke.

"Siapa itu? Orangnya (menurutku) sedikit aneh." Tanya Tenten sambil mengangkat sebelah alisnya.

"Hoshigake Kisame. Sahabat Itachi-nii." Jawab Sasuke yang kemudian terdiam. Yang lain hanya bisa menebak-nebak apa yang dipikirkan Sasuke.

*WHAT I HEAR IS FUR ELISE*

"Teme, kami pulang dulu,ya!" Ujar Naruto mewakili enam orang yang hendak pulang itu. "Jangan lupa mandi dan makan malam,oke?"

"Ya, baiklah. Hati-hati dijalan. Apalagi kau, Dobe." Kata Sasuke yang sedikit menyindir Naruto. Ke-enam orang itu pun berjalan meninggalkan rumah Sasuke. Sasuke menghela nafas daan menutup pintu. Ia merasa kesepian sekarang. Ia berjalan lunglai ke arah sofa dan menjatuhkan dirinya di sofa tersebut.

Disaat itulah, dentingan piano terdengar jelas ditelinga Sasuke.

-TBC-

Akhirnya! Part satunya selesai! *nangis terharu*. Gimana? Jelek ya? Yah, namanya juga masih newbie. Tolong kasih tahu kekurangan FF (aneh) ini lewat Review. Arigatou!