Disclaimer: Tsukiuta by Fujiwara dan JIku

Tidak ada keuntungan yang diambil dari pembuatan fanfiksi ini. Semuanya murni untuk senang-senang saja.

Notes:
- Setting ganti-ganti per chap, namanya juga nulis random jadi sesuka keinginan aja :')
- Alternate Universe. Genderbend bisa jadi.
- Pair pun campur sari. Di update tiap upload ye.

DLDR as usual.


I

「November Sea」

.

Enjoy Reading


Laut di bulan November tampak suram.

Hanya itu yang mampu dipikirkan Kai ketika menatap hamparan luas pantai Teluk Tokyo. Tapi mungkin dia hanya salah memilih waktu untuk datang kemari. Pantai identik dengan cuaca cerah di musim panas, di mana langit biru cerah dengan terik mentari yang menyengat dipadu dengan sejuknya air laut atau ketika langit menggelap dan kembang api dinyalakan. Datang ke pantai pada bulan November, di mana musim gugur sedang dingin-dinginnya dengan angin kencang dan langit yang lebih sering berawan daripada tidak rasanya membuat hati ini miris. Menurut Kai.

Bukannya Kai ingin bilang laut di bulan November itu jelek. Kai yakin pasti ada orang-orang yang bisa mengapresiasi suasana sunyi pantai dan dingin udara. Laut biru yang warnanya sedikit menggelap dan awan berarak juga sebenarnya bukan pemandangan yang jelek. Tapi sebagai anak musim panas, Kai harus bilang ia lebih menyukai laut di musim panas.

Lantas kenapa Kai yang menyukai laut di musim panas malah datang ke Teluk Tokyo ketika bulan November?

Jawabannya mudah saja.

Mata biru Kai memandang sekeliling, lalu memicing ketika menangkap satu sosok. Kai setengah berlari menghampiri sosok itu—si sinting yang sedang bermain air laut di penghujung musim gugur.

"Ooi, Shun!"

Yep. Kai di sini karena Shun.

Shun menoleh. Rambutnya yang biasanya rapi acak-acakan tertiup angin. Kai mendecak sebal ketika ia melihat jaket, sepatu, dan kaus kaki digeletakan begitu saja di atas pasir. Shun berbalik ketika Kai semakin dekat, menyelipkan rambut ke belakang telinga karena terpaan angin.

"Kai. Kenapa di sini?"

"Kenapa lagi.. Menurutmu karena apa?" Kai menghela napas. "Kau ini, mentang-mentang pekerjaan sudah selesai dan pulang sendiri, bukan berarti kau boleh langsung pergi entah ke mana! Setidaknya bilang dulu ke manager kita. Anak-anak yang lain sampai cemas, tahu."

Shun melangkah ke tepi, tapi berhenti ketika air masih sebatas mata kaki.

"Aah, maaf, maaf~ Aku mau beritahu Dai begitu sampai, tapi aku keasyikan bermain, jadi..."

"Keasyikan bermain... Aah, kau ini."

Kai menghela napas lagi. Ia menunduk untuk mengambil jaket dan sepatu Shun, lalu menggoyangkan keduanya untuk menjatuhkan pasir yang menempel.

"Ayo pulang. Nanti kau sakit karena terlalu lama bermain air."

"Mm, nanti."

Shun kembali memunggungi Kai dan kembali melangkah ke laut. Ia berhenti ketika separuh betis sudah terendam, sedikit di atas kaki celana yang ia gulung.

"Shun?"

"Kai."

Shun memanggil pelan. Matanya tertuju pada cakrawala. Kai merapatkan jaket dan syalnya ketika angin berhembus lagi, membuat rasa dingin kembali menyerang tubuh.

Leader Procellarum itu tidak menggigil barang sedikitpun. Kai setengah menggerutu dalam hati. Huh, inikah keuntungannya memiliki suhu tubuh selalu pada kondisi 20 derajat?

"Ada apa? Cuacanya semakin dingin, tidak bisakah kita bicarakan ini ditempat yang lebih hangat dan tidak berangin?"

"Nee, Kai."

Kai menyerah mencoba membuat Shun mengurungkan niat. "Ya?"

"Pernah tidak Kai merasa.. Bosan?"

"Mm?" Kai mengerjap. "Tentu sajakan?"

"Bagaimana cara mengatasinya?"

"Mengatasinya ya..." Kai mengusapkan kedua tangannya yang semakin dingin ke lengan sendiri, "Hmm.. Tergantung. Biasanya melakukan sesuatu yang melibatkan gerak badan membantuku. Atau melakukan hobiku?"

"Apa rasa bosan Kai kemudian hilang?"

"Biasanya."

"Bagaimana kalau misalkan.. Rasa bosannya tidak hilang?"

"He? Hmm.. Susah juga ya. Kalau seperti itu kurasa aku kan berhenti sebentar untuk melakukan hal lain dan bersantai dulu.. Lalu melakukannya lagi nanti?" Kai menatap shun cemas. "Kenapa? Kau bosan dengan sesuatu?"

Shun mengangguk ragu. "Mm. Tapi ya.. Aku tidak tahu harus berbuat apa."

Pemuda berambut perak itu menoleh pada Kai, sorot matanya tampak kosong.

"Kai, aku bosan menjadi idol."