langsung ke ceritanya (saya harap ceritanya nggak begitu aneh)


Aku terbaring di padang rumput hijau dengan kedua tanganku yang menyilang sebagai bantalnya. Kedua bola mata hitamku memandangi awan-awan sebatas langit tanpa sinar matahari yang menyilaukan. Kuhirup nafas sesegaran sekitar sedalam mungkin.

Aku telah mencoba untuk tidak mengingat dirimu. Rambut pirangmu, kedua bola mata birumu yang mampu menjadi seindah mawar merah, dan... cintamu yang pernah mewarnai masa lalu. Aku ingat pertama saat bertemu denganmu. Hatiku tak mampu menyangkalnya.

Cinta selembut awan

Masih tersimpan di hati

Pesonamu menawan

Ku dilanda sepi

Kurapika, kau tahu rasanya tanpa dirimu? Kau tidak pernah tahu. Dulu, aku berjuta-juta mengucap rindu dan cinta padamu. Kau juga begitu.

Seperti, "Kuroro, kau sudah makan kecoa malam ini?"

Membayangkan bagaimana kau mengatakannya, membuatku benar-benar mengingat sosokmu. Rasa jijik dan geli menjadi satu. Aku tertawa mengingatnya, namun sedih mengenangnya. Sayangnya, kini tinggal kenangan saja. Tak akan mungkin kau berkata seperti itu lagi.

Mengapa hanya padamu

Tercurah seluruh rasa

Hadir di setiap nafasku

Bayangmu menyapa

Angin berhembus pelan, menyisir rambutku yang hitam. Awan-awan masih setia melindungiku dari teriknya matahari.

Kuharap angin mampu membawa bayanganmu pergi pelan-pelan. Aku masih belum rela atas kepergianmu, namun aku membiarkanmu. Begitu pula dengan bayanganmu, aku malah tidak rela, namun aku harus membiarkan bayanganmu juga pergi.

Kuharap angin mampu membawa terbang bayanganmu pergi menuju awan-awan. Kuharap awan-awan menjadi cintamu yang lebih sejati dariku, Kurapika. Bila kau sempat, jenguklah awan-awan yang kupandangi kini. Kau lihat? Apa jawabanmu?

Meskipun ku tahu dirimu kini

Tiada lagi sendiri

Namun ku tak rela melepas segala mimpi

Aku tidak tahu. Yang kuyakini, kau sudah benar-benar pergi bersama awan-awan yang semakin berlalu ditiup angin, meninggalkan bayanganmu yang lupa kau bawa pergi. Oleh karena itulah, jangan marah bila aku tak rela.

Oh... Mengapa hanya dirimu

Yang mampu mengisi hampa sanubari?

Apa kau ingat saat kau memutuskan untuk memutuskan hubungan kita? Aku yakin kau ingat bila tidak mengalami amnesia. Aku yakin kau ingat benar bagaimana kau mengatakannya, "Bagaimana kalau kita putus saja?"

Apaan itu? Kau mengucapkannya begitu santai. Hei, Kurapika, kau sadar benar ucapanmu bisa mengakhiri kisah kita.

Aku, "Tidak setuju. Mengapa, Kurapika?"

Namun kau, "Setuju, karena aku ingin mengakhiri cinta sesama. Aku sudah normal dan aku sudah melakukan pendekatan dengan seseorang. Kau mengerti, KURORO?"

Ah, aku mengingat yang itu lagi. Sebenarnya, aku tidak menangisi kisah yang telah berakhir. Aku hanya kecewa mengingat yang itu lagi: bagaimana ekspresimu, nada suaramu yang begitu dingin dan mencengkram di akhir kalimat.

Kuharap kau tidak marah karena melamunimu. Kuharap kau tidak marah karena mengingat dirimu dan hari-hari bersamamu.

Kini ku mengerti

Cintaku hanya lamunan

Kisah kita berakhir

Menjadi kenangan

Berbahagialah meski bukan denganku, Kurapika.

::Owari::

Hunter x Hunter © Yoshihiro Togashi

Cinta Selembut Awan (liriknya) bukan milik saya.

Bila ada kesalahan, mohon maaf! ^_^

Terima kasih sudah membaca! Jangan tinggalkan review (belum tentu dibaca dan dibalas)! :D