bleach cuma milik Tite Kubo
Bagian pertama : Save Master! Or Save Myself?
Chapter pertama
Rukia memasangkan lencana Guardian pada saku baju kirinya dengan bangga, lalu mematut-matutnya di depan cermin dan ia tersenyum bangga. Hari ini ia akan mengawal majikannya ke sekolah barunya dan menjadi pengawal sekaligus teman sekelas bagi majikannya, Orihime Inoue. Dan ini memudahkannya karena setiap saat ia bisa berada disamping gadis itu. Ia menyisir rambutnya dengan tangan lalu mengikatnya seadanya. Dengan sedikit lambat, Rukia membuka lemari yang berada di samping cermin riasnya dan memperhatikan pedang berwarna perak yang indah dengan lambang mawar merah di bagian gagangnya. Rukia mengambilnya dengan hati-hati lalu menyarungkan pedang itu pada sarung pedang berwarna coklat pucat dengan hiasan yang indah, mawar yang saling bersambung dan terkait hingga pucuk sarung pedang itu. Rukia tersenyum saat menatap pedangnya lalu mendukungnya. Setelah mengikat talinya erat-erat, Rukia lalu mulai melangkah dari depan lemari dan menuju dunia yang akan di jamahnya.
"Night Academy, aku datang."
Rukia lalu melangkahkan kakinya mulai meninggalkan ruangan itu dengan tatapan percaya diri.
Rukia kini berada diruangan berukuran yang lumayan besar itu dengan sedikit gugup, karena hari ini ia resmi menjadi penjaga Orihime Inoue dan juga merasa bangga karena di usianya yang terbilang masih muda, yakni 16 tahun, ia sudah diakui sebagai penjaga. Apalagi penjaga keturunan Eve berdarah murni. Menjadi penjaga Eve darah murni sangatlah sesuatu yang tidak bisa dianggap remeh karena darah Eve menjadi incaran para vampir. Eve berdarah murni sangat langka, dan Orihime salah satunya dari 50 Eve yang tersisa.
"Apapun yang terjadi, aku harus melindungi Inoue-sama sebaik-baiknya. Dia tidak boleh terluka, sedikitpun," tekat Rukia dengan tatapan berapi-api.
"Aaah, Gomenne Rukia-chan. Sudah lama menunggu," ucap seseorang yang baru saja muncul dari ruang tengah, dan Rukia segera bangkit lalu membungkuk untuk memberi hormat pada orang tersebut.
"I-inoue-sama."
"Haih, haih... tidak perlu sampai membungkuk seperti itu. Santai saja. Jangan sungkan-sungkan," ucap pemuda itu.
"Demo..." Rukia mendongakan wajahnya untuk melihat orang tersebut.
Sora Inoue menyentuh pundak Rukia, mengisyaratkan agar gadis itu menegakkan tubuhnya. Rukia menurut dan menegakkan tubuhnya sehingga mereka berdiri berhadapan. Sora Inoue lalu duduk di sofa sementara Rukia masih berdiri di tempatnya dengan wajah merah karena gugup.
"Orihime akan tiba sebentar lagi. Duduklah. Dan ayo kita ngobrol-ngobrol sebentar," ucap Sora Inoue sambil mengisyaratkan agar Rukia duduk.
"Ha-hai..." sahut Rukia lalu kembali menunduk hormat.
"Sudah aku bilang. Tidak perlu sungkan," ucap pemuda itu ramah.
Rukia menegakan tubuhnya lalu duduk dengan ragu-ragu di sofa yang telah ditunjukkan oleh Sora Inoue. Keduanya duduk berhadapan, dan Rukia hanya menunduk karena gugup.
"Hm... berapa usiamu sekarang, Rukia-chan?"
"A-ano... En-enam belas tahun."
"Ore?! Enam belas tahun? Wah, menakjubkan sekali. Aku tidak menyangka telah menemukan jenis langka sepertimu."
"Ano... jenis langka? Apa maksudnya?"
"Haih, haih... tidak usah dipikirkan."
"Tidak juga, sih. Tapi pembimbing tempo hari juga mengatakan "Jenis langka" padaku. Aku... mau tidak mau jadi kepikiran juga, 'kan?! A-ano... apa Inoue-sama tidak keberatan memberitahu saya apa yang dimaksud "jenis langka"?"
"Ore?! Hm, itu bukan hal yang istimewa, kok. Kamu sama dengan penjaga lainnya. Tapi mungkin kamu adalah penjaga termuda dalam sejarah. Yah... selain Hisana Kuchiki tentunya."
"Eh? Hisana Kuchiki?"
"Hm, apa kamu tidak mengenalnya?"
"Uh, apa di silsilah keluarga Kuchiki ada yang bernama Hisana? Aku tidak tahu jika ada yang bernama Hisana."
"Ore?! Kamu tidak mengenal Hisana-san?!"
"Ung..." Rukia mengangguk lalu menunduk.
Sora menajamkan matanya, mengamati Rukia seluruhnya. Apa benar gadis Kuchiki itu sama sekali tidak mengenal Hisana? Apa tetua bangsawan Kuchiki tidak memberitahu gadis itu siapa Hisana?
"Inoue-sama, jika tidak keberatan... apa... anda mau bercerita tentang..."
"Haih, haih. Dia adalah penjaga Eve termuda dalam sejarah. Dan juga terbaik."
"Oh, souna no? Apa hanya itu yang anda tahu? Um... apa anda bisa memberitahu saja hal lebih tentang... Hisana Kuchiki?"
"Ah, sayangnya aku hanya tahu sebatas itu."
"Sou ka?" Rukia menghela nafas berat.
"Ada apa, Rukia-chan?"
"Lie." Rukia menggeleng pelan lalu melanjutkan kata-katanya,"aku pikir, aku bisa mencari tahu tentang masa laluku."
Keduanya lalu terdiam, sehingga ruangan itu sunyi. Hanya suara-suara para pelayan yang sedang beraktivitas di dalam rumah yang terdengar.
Tap... tap... tap... suara sepatu berhak tinggi yang beradu dengan lantai mengalihkan kebisuan mereka. Dengan reflek, Rukia menoleh ke asal suara itu. Dan tidak berapa lama, seorang gadis cantik tengah berlari menuruni tangga. Rambut karamelnya terayun dengan anggun.
"Gomen, Kamu pasti menungguku lama sekali, ya?!" ucap gadis itu sesampainya di dasar tangga, lalu berlari dan memeluk kakaknya dari belakang.
"Oh, tidak apa-apa, Inoue-sama. Untung ada kakak Inoue-sama yang menemani saya," ucap Rukia lalu tersenyum.
Bukan untuk sekedar formalitas saja, namun ia merasa senang karena melihat keakraban kakak beradik itu.
"Ahaha..." tanpa sadar, tawa yang ditahannya keluar dan Rukia segera menutup mulutnya, "Ups..."
"Ada apa, Rukia-chan?" tanya Sora sedikit mengagetkan Rukia.
"Ah, aku hanya merasa senang melihat kedekatan kalian."
"Be-begitu, ya? Bagaimana dengan hubunganmu dengan Kakakmu?"
"Oh, hubunganku dengan Nii-sama baik, kok."
"Oh, begitu, ya?!"
"Ah, sudah pukul 7. Sepertinya kita tidak bisa bersantai-santai," ucap Orihime sembari melepaskan pelukannya pada sang kakak.
"Hai, Inoue-sama!" sahut Rukia lalu bangkit dengan semangat.
Orihime dan Sora Inoue tertawa melihat semangat Rukia, sementara Rukia malu-malu. Lalu Orihime mulai melangkah disusul oleh Rukia di belakangnya. Sementara Sora Inoue terus menatap punggung kedua gadis itu hingga keduanya menghilang di balik pintu.
Mobil yang membawa Rukia dan Orihime kini mulai meninggalkan halaman rumah kediaman Inoue. Sementara Rukia memikirkan cara untuk melindungi Orihime, Orihime hanya memandang keluar jendela mobil. Udara malam yang dingin menyentuh kulitnya, meskipun ia sudah memakai jaket bulu favoritnya. Tiba-tiba saja hujan turun dengan derasnya dan sopir pribadi keluarga Inoue itu sedikit kesusahan karena jalanan yang licin. Rumah keluarga Inoue memang berada di kaki gunung. Jadi tidak aneh bila jalan yang mereka lewati licin. Karena jalanan itu belum di aspal. Alasan mereka tinggal di tempat yang sulit adalah, tentu saja untuk melindungi keberadaan mereka sebagai salah satu yang masih berhubungan dengan Eve.
Ckiiiit... tiba-tiba saja sopir pribadi Orihime mengerem mobilnya dengan mendadak dan itu hampir saja membuat Rukia dan Orihime menabrak jok mobil di hadapan mereka.
"Ada apa, Kariya-san?" tanya Orihime pada sopirnya.
"Ah, maaf. Tadi aku melihat ada seseorang di depan. Tapi sekarang... "
"Mungkin hanya bayangan kayu..." celetuk Rukia.
"Ah, mungkin."
"Hah, anda membuat saya khawatir," ucap Orihime sambil mengelus dadanya lega.
Kariya lalu kembali menginjak gas, dan mobil itu kembali melaju dengan kecepatan sedang. Suasana kembali hening. Hanya suara hujan yang mewarnai malam itu. Dari kejauhan, berpasang-pasang mata tengah mengawasi mobil yang ditumpangi Orihime. Pakaian mereka serba hitam, sehingga mampu menyamarkan keberadaan mereka di kegelapan malam.
"Sudah saya selidiki dan saya pastikan bahwa dia Orihime Inoue, salah satu pewaris darah Eve, " ucap salah satu dari mereka, melapor.
"Sudah aku duga. Lalu siapa yang bersamanya?" tanya salah seorang yang bertubuh besar, yang merupakan pimpinan mereka.
"Seorang gadis kecil yang sangat mirip dengan Hisana," jawab orang tersebut.
"Hisana?! Hisana Kuchiki?" ulang pimpinan itu.
"Hai."
"Hm... kita dapatkan hal yang lebih daripada seorang Eve."
"Kusaka-sama?!"
"Jenis... langka."
Pria itu menyeringai, memperlihatkan giginya yang putih. Lalu pria itu tertawa mengerikan, membuat yang mendengar suara itu merinding, lalu mereka lenyap begitu saja.
Night Academy, sekolah untuk bangsawan terkemuka di daerah itu. Sekilas sekolah itu terlihat seperti sekolah normal lainnya, namun sekolah itu berbeda. Ada makhluk lain yang bersekolah di sana selain manusia dan beberapa Eve. Sebagian besar siswa di sekolah itu adalah vampire. Inilah alasan kenapa para siswa berlabel manusia dan Eve memiliki penjaga pribadi. Bahkan terkadang satu orang siswa memiliki penjaga lebih dari lima orang. Untuk membedakan antara Eve, manusia, dan vampire, mereka mengenakan seragam yang berbeda. Seragam untuk manusia didominasi warna merah. Seragam anak laki-laki terdiri dari kemeja putih, jas merah, dan celana berwarna hitam. Sementara seragam untuk anak perempuan terdiri dari kemeja hitam, jas merah, dan rok merah berlipit dengan sedikit warna hitam di ujung rok. Untuk para vampire di dominasi warna hitam. Terdiri dari kemeja putih, jas hitam, dan celana hitam untuk laki-laki, dan kemeja putih, jas hitam, serta rok hitam berlipit. Sementara untuk Eve diberi kebebasan dalam berpakaian.
Rukia dan Orihime kini menyusuri koridor akademi dengan siaga penuh. Apalagi saat para siswa berseragam hitam –vampire—terus mengintai mereka –atau tepatnya Orihime-, Rukia tidak henti-hentinya memelototi mereka namun mereka hanya menyeringai membuat Rukia jengkel. Namun sepertinya Rukia hanya dianggap angin oleh mereka, yah, walaupun ada beberapa vampire yang nampaknya berminat pada Rukia. Salah seorang dari vampire itu dengan berani mengulurkan tangannya pada Orihime sehingga membuat gadis itu menjerit karena takut. Menyadari bahwa majikannya dalam bahaya, Rukia segera menarik pedangnya dari sarungnya dengan cepat dan mengacungkan pedang itu pada wajah vampire itu, hanya berjarak 5 centimeter dari wajah vampire itu.
"Jika kalian menyentuh Inoue-sama seujung rambut pun, aku... akan membunuhmu," ancam Rukia dingin dan kasar, yang sontak membuat gerombolan vampire itu terkejut namun tidak menampakan ketakutan sedikitpun.
"Hah, gadis kecil ini galak juga. Apa dia Eve juga?" tanya salah seorang dari mereka dengan wajah penuh minat.
"Bukan. Karena aku sama sekali tidak mencium aroma darah Eve. Hanya gadis biasa," jawab salah seorang temannya, vampire bersurai perak dan gondrong.
"Hm... souna no? Tapi gadis ini berani juga, ya?!" tiba-tiba dari dekat jendela, seorang vampire bersurai oranye ikut angkat bicara.
"Oi, tapi siswa manusia tidak boleh membawa senjata, bukan? Yah, kecuali penjaga-penjaga tidak berguna mereka," ucap vampire berambut merah itu meremehkan.
"Apa-apaan kalian! Aku penjaga, tahu!" sahut Rukia ketus.
Wajah para vampire itu menegang sesaat, namun tidak berlangsung lama. Salah seorang dari mereka bersiul, sementara Rukia kini mengacungkan ujung pedangnya pada segerombolan vampire itu setelah vampire tadi menjauh.
"Guardian?! Bwaaahahahaaahaha..." vampire berambut oranye itu tertawa keras sambil memeluk perutnya.
"Apanya yang lucu, hah?!" ucap Rukia marah.
"Guardian, jangan bercanda. Dengan tubuh seperti itu, apa yang dapat kamu lakukan, hah?" tanya vampire bersurai hitam itu sambil tersenyum miring.
Rukia mempererat pegangannya pada pedangnya lalu menerjang vampire bersurai oranye itu. Dengan tatapan meremehkan, vampire muda itu hanya menghindar sedikit karena meremehkan kemampuan gadis penjaga itu. Ia berpikir hanya dengan menghindari ayunan pedang itu sedikit, gadis itu tidak akan mengenainya. Namun pada kenyataannya, ujung pedang gadis itu dapar mengenai sejumput rambutnya sehingga rambut oranye itu bertebaran di udara, dan pada detik selanjutnya, pipi kirinya terasa perih dan darah menetes.
"Berterima kasihlah padaku, karena aku hanya memotong rambutmu sedikit, jeruk!" ucap Rukia merendahkan lalu melangkah diikuti oleh Orihime.
"Cih...!" vampire muda itu berdecih sambil menyeka darah di pipinya.
Seorang vampire bersurai biru bersiul lalu tertawa.
"Aku tidak menyangka bahwa seorang Ichigo Kurosaki bisa dikalahkan seorang gadis mungil seperti dia," ucapnya sambil tersenyum miring.
"Damn it! Cih... aku akan membalasnya," ucap pemuda itu.
"Membalasnya? Dengan cara apa?" sahut vampire berambut merah.
"Yah, dengan cara yang manis...," ucap vampire bersurai oranye itu lalu menyeringai.
Mata awas Rukia menelusuri kalimat demi kalimat pada lembaran kertas itu sambil sesekali meminum orange juice-nya. Mata indah itu tampak serius sehingga ia tidak menyadari keberadaan majikannya yang kini tengah duduk di sampingnya.
"Nee, Kuchiki-san. Kamu akan masuk kelas apa?" tanya Orihime dengan penuh perhatian.
"Aaah...aahh...," Rukia tergagap lalu berkata," Ah, aku akan masuk Guardian Class."
"Guardian class? Tapi itu kelas khusus laki-laki, kan?"
"Souna no? Tapi aku harus lebih kuat lagi untuk melindungi Inoue-sama," balas Rukia lembut.
"Ku-chiki... san..."
"Baiklah! Karena hari ini hari pertama, ayo semangat!" ucap Rukia bangkit dan mengangkat kepalan tangannya tinggi-tinggi di udara.
"Kuchiki-san," bisik Orihime lalu tersenyum.
"Yosh, sekarang aku akan pergi ke Guardian Class. Hati-hati, Orihime...," ucap Rukia sembari mengerdipkan sebelah matanya. Rukia segera melangkah meninggalkan ruang registrasi menuju Guardian Class.
"Orihime? Dia memanggilku Orihime?" ucap Orihime, ia lalu tersenyum lembut pada sosok Rukia yang menghilang di balik pintu.
"Guardian, guardian, guardian..." di sepanjang perjalanan, Rukia terus menggumamkan kata-kata itu, seolah itu adalah mantra terbaik yang ia miliki.
"Ah!" mata Rukia berbinar setelah menemukan Guardian Class.
Ruang itu berada di bagian paling belakang bangunan, sehingga sama sekali tidak menonjol di banding kelas-kelas lainnya. Dan aura dari ruangan itu sangat dingin dan suram, seolah tempat itu adalah tempat kematian. Rambut di tengkuk Rukia berdiri saat ia merasa bahwa ada yang mengawasinya. Dengan penuh kewaspadaan, Rukia mulai membuka ruangan yang suram itu. Rukia meneguk ludahnya tegang, sementara keringat dingin terus-menerus membasahi tubuhnya saat ia mendengar suara yang familiar. Saat pintu terbuka, mata Rukia menyipit karena cahaya ruangan yang remang-remang. Rukia dapat melihat beberapa sosok tubuh yang ada di ruangan itu, meski berupa sosok-sosok hitam yang mengerikan.
"Oh, lihat. Siapa yang datang," ucap salah seorang dari mereka yang spontan membuat bulu roma Rukia berdiri, karena ia merasa familiar dengan suara itu.
Cteekk... ruangan yang semula remang-remang itu berubah menjadi terang-benderang, membuat Rukia dapat melihat sosok-sosok itu dengan jelas yang spontan membuat Rukia memposisikan tangannya pada gagang pedangnya, sementara ia melangkah mundur. Namun ia hanya menggapai-gapai udara. Rukia terkesiap dan segera menoleh ke belakang.
"Heee... pedang milikku!" seru Rukia karena pedangnya tidak ada di tempat yang seharusnya.
"Heee... ada apa, gadis kecil? Kamu kehilangan mainanmu?" ucap seorang pemuda bersurai merah lalu tersenyum, memperlihatkan taringnya yang runcing.
Glek... dengan susah payah, Rukia meneguk ludahnya. Tanpa pedang, Rukia tidak bisa berbuat apa-apa. Yah, meskipun ia bisa bertarung dengan tangan kosong. Namun yang di hadapannya bukan manusia kebanyakan. Mereka adalah VAMPIRE. Sekali lagi ia tegaskan MEREKA adalah VAMPIRE. Salah seorang dari mereka, seorang vampire bersurai biru tengah memainkan pedang milik Rukia.
"Aku tidak menyangka dengan tubuh sekecil itu, kamu dengan mudah memainkan pedang ini," ucapnya.
Rukia berjalan mundur dengan sedikit takut, namun pundaknya ditahan seseorang dari belakang. Peluh dingin di pelipis rukia jatuh ke pipinya. Dengan menghela nafas tegang, Rukia menoleh ke belakang dan mendapati seorang pemuda berambut oranye tengah menyeringai padanya. Rukia tersentak dan segera menepis tangan vampire muda itu lalu berlari menjauh dari ruangan itu. Rukia terus berlari untuk meraih gagang pintu, namun ia merasa bahwa jarak antara dirinya dengan pintu semakin jauh. Rukia menggapai-gapai udara di depannya, namun ia semakin menjauh dari pintu. Rukia memutuskan untuk berhenti karena mulai kehabisan nafas dan mendapati bahwa ia masih di tempatnya semula. Wajah pucat Rukia membiru, lalu dengan takut-takut ia menoleh pada gerombolan vampire itu. Vampire berambut biru itu tengah menyeringai sembari memainkan jari-jarinya.
"Mustahil, pengendali ruang..." ucap Rukia panik.
"Kenapa, gadis kecil? Kemana keberanian yang kamu tunjukan tadi. Kenapa sekarang kamu ketakutan begitu?" ucap vampir itu sambil tersenyum miring.
"Tidak mungkin. Aku harus bagaimana sekarang? Ini buruk. Aku sudah kehilangan pedangku," bisik Rukia sembari berusaha mengeluarkan sesuatu dari tas kecil yang ia sembunyikan di balik roknya.
"Kecuali..."
Rukia mengambil dua buah lingkaran yang ternyata adalah bom asap. Rukia segera melemparkan bom asap itu ke arah para vampir itu. Asap segera memenuhi ruangan itu mengacaukan pandangan para vampir itu. Sementara para vampir itu kehilangan arah, Rukia segera melompat keluar dari kepungan asap dan berhasil mencapai pintu keluar lain yang berada di bagian belakang ruangan itu.
"Yokatta..." bisik Rukia lalu membuka pintu itu, dan serta merta sekumpulan kelopak mawar yang tertiup angin menabrak wajahnya.
"Apa ini?" tanya Rukia sembari mengedarkan pandangannya keseluruh penjuru tempat itu.
Sebuah taman mawar terbentang luas di hadapan Rukia. Rukia terbeliak.
"Aku tidak menyangka ada tempat seperti ini di belakang akademi," ucap Rukia lalu mulai melangkah menyeberangi taman itu.
Rukia memperkirakan bahwa seluruh jenis mawar ada di tempat itu. Mata Rukia terpana saat ia melewati segerombolan mawar putih yang warnanya seputih salju. Mengingatkannya pada seseorang. Tiba-tiba saja rasa sakit menyerangnya, dan Rukia melenguh. Suatu memori yang aneh berkelebat, meninggalkan rasa sakit yang sangat.
"Ada apa ini? Kepalaku tiba-tiba saja sakit," ucap Rukia.
Deg... deg... deg... Rukia merasa bahwa jantungnya akan meledak saat itu juga saat ia teringat wajah seorang wanita yang samar.
"Rukia," suara itu bergema di otak Rukia berulang-ulang, menjadikan kepalanya semakin sakit seolah dipukul dengan martil raksasa.
"Rukia." Kembali suara itu memenuhi otak Rukia, terdengar sangat sedih dan rapuh.
"Rukia." Rukia menutup kedua telinganya, berharap bahwa ia tidak akan mendengar suara itu.
"Rukia!" Suara itu berubah menjadi jeritan memilukan.
Rukia segera berlari menembus semak mawar berwarna putih itu, sehingga kelopak-kelopaknya berhamburan lalu terbawa angin. Rukia terus berlari, tidak memperdulikan tubuhnya yang dipenuhi luka karena duri-duri bunga itu. Namun suara itu terus mengejarnya, membuat Rukia merasa gila. Tiba-tiba saja Rukia merasa bahwa ia kembali menjadi gadis kecil yang lemah sembilan tahun yang lalu.
Gadis berusia tujuh tahun yang lemah dan tidak berdaya saat melihat api berwarna biru yang membakar habis apa yang dimilikinya. Termasuk seorang wanita yang samar untuk Rukia kenali. Wanita itu tengah berdiri di tengah-tengah api yang berkobar dengan tersenyum. Bibir wanita itu bergerak.
"Teruslah hidup, Rukia," ucap wanita itu.
"Aku mohon, jangan tinggalkan aku. Aku mohon!" ratap Rukia sembari berlari ke arah api itu.
Wanita itu menggeleng lemah, lalu api biru itu berkobar menenggelamkan wanita itu dan mencegah Rukia untuk mendekat.
"Teruslah hidup, Rukia. Aku menyayangimu," masih terdengar ucapan wanita itu untuk yang terakhir kalinya.
Dan mata Rukia terbeliak ngeri saat api itu membesar dan semakin besar.
Rukia seolah telah kembali dari dunia lain namun ia kembali terjebak di dunia yang berbeda. Memorinya berputar ke sepuluh tahun silam, saat ia melihat seorang wanita bergaun putih yang membelakanginya. Jantung Rukia seolah berpacu lebih cepat saat ia melihat wanita itu berbalik. Masih, wajahnya terlalu samar untuk Rukia ingat. Namun yang pasti, wajah dan tubuh wanita itu penuh dengan cipratan darah. Tidak jauh dari wanita itu, seorang pria telah kehilangan nyawa dengan sangat mengenaskan. Rukia menutup mulutnya, tidak mampu untuk melihat kengerian itu.
"Maaf, Rukia. Aku harus menjagamu dari mereka," ucap wanita itu dengan senyuman yang tidak wajar dan menerikan untuk Rukia.
Rukia merasa bahwa ia sudah tidak mampu lagi bertahan. Ia pun mulai menjerit.
"Aaaaaaaaa...!"
Rukia menjerit. Benar-benar menjerit dengan sisa tenaga yang ia miliki. Dan setelah itu tubuhnya yang lemas terjatuh tidak berdaya dan pandangannya mengabur. Ia telah kehilangan kesadarannya. Dan sebelum tubuh mungilnya jatuh di atas semak-semak mawar, seseorang telah menahan tubuh mungilnya.
Wussss... angin malam yang dingin bertiup kencang menerbangkan kelopak bunga warna-warni yang suram karena kabut di sekitar mereka. Rambut perak milik pemuda itu bergerak searah dengan arah angin sedangkan mata turqois-nya yang terlihat dingin menatap lurus pada wajah pucat gadis itu. Pemuda itu lalu menarik sebelah tangan Rukia, sehingga mereka terlihat seperti sedang berdansa bila dilihat dari kejauhan.
Wuuusss... angin kembali bertiup, menerbangkan kelopak bunga-bunga mawar itu kelangit malam yang kelabu.
Yeeeaaayyy... bagian pertama chapter pertama, selesai. Mohon saran dan kritiknya buat fanfic gaje ini.
