Disclaimer: Magi belongs to Shinobu Ohtaka. I take nothing except pleasure from making this fic.

Note: au. Segala kesamaan kalimat, ide, dan plot hanya kebetulan semata. Terima kasih dan selamat membaca!


Iridescent

a JuKou fanfiction

[Dan cerita mereka baru akan dimulai]


Petak-petak langit-langit dan palang besi bertirai adalah hal yang diterjemahkan retinanya saat pertama membuka mata. Menguap, dia bangun dan meluruskan tangan di atas kepala. Ini UKS. Entah bagaimana isi makan siang tadi hingga dia bisa terdampar di tempat ini. Matanya memandang sekeliling. Sebuah siluet di balik tirai putih terlihat tidak bergeming dari tadi.

"Jam berapa sekarang?"

Siluet itu kaget. "Anda sudah bangun?"

"Belum, tadi aku mengigau."

Suara dengusan terdengar dan dia mengyingkap tirai. Bu Guru Kougyoku sedang duduk di kusen tepi jendela, menikmati pemandangan dari lantai tiga yang memang selaiknya dilakukan guru baru.

"Bu Guru Kougyoku, rupanya. Boleh tahu jam berapa sekarang?"

Wanita berambut merah-sedikit-muda itu menyingsingkan lengan panjang jas lab-nya. "Lima lewat seperempat, Pak Guru Judal."

"Sore sekali," Judal menepuk jidat. "UKS sepi. Apa tidak ada orang ke sini? Beberapa hari ini kudengar banyak orang ke UKS, baik siswa laki-laki maupun guru. Kau tahu sesuatu, Bu Guru Kougyoku?"

"Beberapa orang tadi ke sini. Tapi satu-satunya ranjang dipakaimu tidur. Apa boleh buat," dia mengangkat bahu.

Judal melihat dahi wanita di depannya berkerut. Mungkin bingung? "Oh, bagus. Kau tahu mana yang benar-benar sakit dan mana yang ingin diberi sakit."

"Maaf?"

"Ah. Anggap aku bicara sendiri. Kau sedang apa, Bu Guru Kougyoku? Menunggu pasienmu bangun?"

Kougyoku mengulas senyum, "Ya. Dan melihat awan yang cantik."

Judal menangkap gestur Kougyoku menyuruhnya mendekat ke jendela. Di langit sana, lapisan awan sirus tampak bertekstur warna-warni. Iridesen.

"Oh, awan nacreous."

"Awan nekrosus?"

"Nacreous, Bu Guru Kougyoku. Awan paling tinggi di stratosfer yang kering yang terbias matahari fajar atau petang. Sangat jarang, dan yang ini begitu besar."

Kougyoku tertawa seperti anak kecil yang pertama melihat balon. "Awan yang indah."

"Ah, kau bercanda? Indah dan buruk rupa, sejujurnya. Beberapa peneliti menemukan relasinya dengan kerusakan lapisan ozon sebab reaksi kimianya."

"Oh …," sekarang wanita itu terlihat seperti anak kecil yang balonnya dipecahkan paksa.

Judal mendenguskan tawa. "Awan yang mirip denganmu."

"Maaf?" Kougyoku mendelik.

"Oh … aku bicara sendiri." Judal baru sadar mata guru baru itu tampak sangat jernih. Nyaris merefleksikan awan nacreous, kalau saja bukan pantulan dirinya yang mendominasi di sana. Seperti bertahta. Dan pipi mulus itu sedikit merona. Seperti awan warna-warni di langit sana.

Kougyoku indah, tapi keindahannya tidak baik untuk jantung Judal. (Dan mungkin untuk orang lain juga.)

"Tadi kau bilang orang-orang urung ke sini, ya?"

Kougyoku mengangguk.

"Kalau begitu mungkin aku memang harus berkunjung ke sini sekali-sekali."

Kougyoku mengerutkan dahi lagi dan Judal menemukan dirinya kelepasan tertawa. Agaknya wanita itu merasa diundang, jadi dia juga balas tersenyum. Petang hari, UKS, dan dua orang yang berbincang karena awan. Atmosfer tidak pernah sekaya ini.

"Ngomong-ngomong, panggil saja aku Kougyoku."

"Panggil aku Judal kalau begitu." Dia tersenyum, "Mau kuantar pulang? Mungkin kita bisa melihat awan ini sepanjang jalan."

Dan cerita mereka baru akan dimulai, dengan segala relief iridesennya yang manis.


.

a/n: jujur saja, awalnya cerita ini bukan untuk jukou. tapi setelah saya pikir-pikir, kenapa nggak? membuat judal dan kougyoku dengan karakter dewasa yang beda dari biasanya ternyata menyenangkan (meski saya masih ketar-ketir sama kapal ini). terima kasih sudah membaca \(´v`)/