PROLOG
Tak ada yang lebih mengerikan daripada hari ini. Hawa panas menjalar ke seluruh tubuhnya, pita suaranya tercekat, kedua matanya tak mampu berkedip, air matanya sudah mengering sedaritadi matanya memandang.
Rumahnya dilahap oleh api yang mengamuk bak badai, petugas-petugas mengenakan pakaian tahan api dengan warna serupa, berbondong-bondong menyemprotkan air dari dalam tangki truk pemadam kebakaran.
Pemuda itu baru saja pulang dari sekolahnya, ia merasakan terakhir kalinya kehangatan dari ayah-ibunya pagi tadi.
Salah satu kapten pemadam itu berusaha menenangkannya, dan menjelaskan apa yang terjadi tanpa menunggu lontaran pertanyaan dari pemuda kecil itu.
Ayah sedang membaca, Ibu sedang berkebun. Tanpa sadar ada aliran listrik yang konslet dan api sudah merambat. Begitulah kesimpulan yang dijelaskan oleh si kapten.
"Ayah.. Ibu..." Tuturnya pelan.
Iris hitamnya menangkap dua bungkusan seukuran manusia, tergotong oleh beberapa petugas pemadam. Tungkai kecilnya itu berlari kearah mayat orang tuanya.
Tak ada lagi yang menyayanginya, tak ada lagi yang menjawab salamnya setiap pulang dan berangkat sekolah, tak ada yang mau menampungnya. Ia tahu betul soal itu.
Keluarga dari ayahnya, ibunya, tak ada yang benar.
