Kyungsoo dan Jongin dipertemukan oleh kedua orang tua mereka ketika Kyungsoo berumur delapan tahun dan Jongin tujuh tahun. Kedua orang tua mereka bersahabat dan sering makan bersama. Ini membuat Jongin dan Kyungsoo lebih sering bertemu tapi keduanya tidak bisa mengakrabkan diri.
Kedua orangtua mereka telah lelah mencoba segala permainan agar mereka menjadi akrab. Seperti bermain monopoli yang dimenangkan mutlak oleh Kyungsoo dan membuat Jongin cemberut. Bermain robot-robotan yang membuat Kyungsoo menangis karena anak anjing Jongin mengigit robotnya hingga patah. Bermain mobil remote control yang membuat keduanya dimarahi karena saling menabrakkan mobil mereka untuk membuktikan mobil siapa yang paling hebat.
Hingga akhirnya kedua orang tua mereka menyerah dan lebih memilih membiarkan keduanya menjalani hubungan bagaimana saja asal keduanya tidak bertengkar besar-besaran.
Mungkin karena telah berusaha, akhirnya usaha mereka terbalas. Jongin dan Kyungsoo mulai bisa mendekat setelah mereka sama-sama memasuki jenjang sekolah Gedeunghakkyo (SMA).
.
.
"Eomma, kenapa aku harus pergi bersama Jongin?" Kyungsoo mengeluh.
"Kyungsoo sayang, Jongin sekarang satu sekolah denganmu. Tidak ada salahnya kalian pergi bersama bukan?" ujar Eommanya dengan lembut.
"Tapi aku tidak suka padanya. Dia kekanakan dan sangat manja. Dia selalu menggangguku. Aku tidak tahan berlama-lama bersamanya" protes Kyungsoo.
Eomma menghela napas. "Kyungsoo, ini tidak seperti kalian akan jalan kaki bersama-sama menuju sekolah dan memakan waktu yang lama. Kalian sama-sama naik sepeda dan itu hanya sebentar. Kamu tidak akan berlama-lama dengannya".
Kyungsoo cemberut. Dia sungguh tidak suka bersama dengan Jongin. Kalau perlu, tidak usah bertemu sekalian. Tapi hal itu kini mustahil dilakukan karena Jongin berada di sekolah yang sama dengannya. Kyungsoo sampai habis pikir dari sekian banyak sekolah bagus, kenapa Jongin memilih sekolahnya.
T ing Tong. Suara bel rumah berbunyi. Eomma bangkit dari kursi meja makan dan melihat layar kamera pengawas yang terpasang di atas bel rumah.
"Ah! Jongin ternyata!" eomma berseru senang.
Jongin berbicara melalui lubang suara. "Selamat pagi Eommoni. Apa Kyungsoo sudah siap?".
Eomma melirik Kyungsoo yang masih terkejut karena Jongin datang menjempuntnya. Oke, menjemputnya.
"Aku rasa dia sudah siap. Ambil tasmu Kyungsoo. Jangan membuat Jongin lama menunggumu!".
Kyungsoo mengerutu. Kadang dia bertanya-tanya siapa sebenarnya putra eomma, dia atau Jongin. Karena eomma juga memanjakan Jongin sejak kecil.
Kyungsoo keluar dari rumah dengan tampang merengut. Eomma berada di belakangnya.
"Halo Jongin. Siap untuk pergi ke sekolah yang baru?" sapa eomma.
"Lebih dari siap eommoni" Jongin tersenyum manis.
Kyungsoo memutar malas bola matanya. Dia naik ke atas sepedanya sendiri. Eomma mencium pipinya.
"Hati-hati sayang. Jangan bertengkar!" peringat eomma ketika keduanya mulai mengayuh pergi sepeda mereka.
Kyungsoo mengayuh sepedanya lurus, tanpa sekalipun menoleh ke samping kearah Jongin.
"Hei Kyungshoot. Apa tidak ada jalan pintas ke sekolah?".
"Jangan mengubah namaku sembarangan, Jongout".
Jongin tersenyum jahil. "Karena kau melarangnya maka aku akan semakin sering mengubahnya, Kyungshutup".
Kyungsoo memaki. "Sial Jongin! Jangan membuatku emosi di pagi hari! Ini sebabnya aku tidak suka bersama denganmu! Kau membuatku kesal! Dan sekarang, kau masuk ke sekolahku dan penderitaanku akan semakin bertambah!".
Jongin tertawa. "Sekolah itu bukan hanya milikmu Kyung. Aku berhak masuk sekolah manapun".
"Kenapa sekolahku?!".
"Jawabannya sudah jelas kan? Tentu saja untuk membuatmu kesal seperti sekarang hahahaha".
"Demi Tuhan Jongin! Kenapa kau selalu menggangguku?" jerit Kyungsoo.
"Kenapa tidak kau cari tahu sendiri jawabannya?" Jongin masih tersenyum nakal.
"Jongin, kau memang...!". Kyungsoo berhenti mengumpat karena Jongin tertawa mengejek. Dia berhasil membuat Kyungsoo kesal lagi.
Kyungsoo mendorong sepeda Jongin dengan tangannya. Sepeda Jongin sedikit melambung ke bawah dan kayuhannya hampir tidak terkendali. Beruntung refleks Jongin bagus sehingga dia tidak jatuh.
"Sial Kyungsoo! Bagaimana kalau tadi aku jatuh?!" Maki Jongin.
"Aww. Apakah seseorang akan mengadu pada eommanya kalau dia jatuh dari sepeda tadi? Apa kau sudah merindukan eommamu Jongin?" Kyungsoo mengisengi Jongin.
Jongin mengerang kesal. Dia mengangkat tangan kirinya, lalu dengan keras dan cepat dia memukul kepala Kyungsoo. Kyungsoo menjerit kesakitan. Dia berniat membalas tetapi Jongin sudah mengayuh kencang sepedanya meninggalkan Kyungsoo di belakang.
"YAK! KIM JONGIIIINNNN!" teriak Kyungsoo. Jongin tertawa keras mendegar jeritannya.
Kyungsoo mengayuh sepedanya dengan lebih kencang. Mencoba mengejar Jongin. Tapi hasilnya tetap saja dia kalah dengan tambahan hadiah napasnya sesak karena dia mengayuh sepeda dengan sekencang-kencangnya. Sedangkan Jongin hanya terlihat seperti habus marathon kecil.
Kyungsoo tidak pernah seperti ini sebelumnya. Dia tidak pernah mengayuh kencang sepedanya saat perjalanan ke sekolah. Dia selalu membawa sepedanya dengan santai. Menikmati udara pagi hari. Masuk gedung sekolah dengan perasaan senang dan tenang.
Tidak seperti saat ini. Kelelahan. Berkeringat. Napas sesak. Kaki pegal. Terima kasih ini semua karena Jongin.
.
.
Kyungsoo tidak percaya kalau ucapannya mengenai Jongin berada di sekolahnya akan menambah penderitaannya, benar-benar terwujud. Kyungsoo yakin hari-harinya tidak akan pernah menjadi lebih baik lagi sekarang karena Jongin akan terus membuatnya kesal.
Jongin berteriak memanggilnya "Kyungshoot!". Jongin datang ke kelasnya saat jam istirahat dan mengikuti Kyungsoo ke kantin. Jongin dengan sesuka hatinya duduk bersama Kyungsoo dan teman-temannya dan makan siang bersama mereka tanpa meminta izin dari Kyungsoo terlebih dahulu. Jongin mengatakan pada teman-temannya kalau Kyungsoo menangis saat robotnya patah, Kyungsoo akan menjadi pengusaha tanah yang hebat dan bermacam lainnya yang tidak bisa Kyungsoo sebutkan lagi.
Dan setiap ada orang yang bertanya apa sebenarnya hubungan mereka, Jongin akan menjawab dengan riang "Kami sudah bersama-sama sejak kecil!".
Dalam sehari Kyungsoo menjadi terkenal di sekolah karena Jongin mengikutinya sepanjang hari di setiap ada waktu kosong. Hidup Kyungsoo benar-benar menderita sekarang.
"Aku akan menunggumu saat pulang sekolah nanti Kyungshoot hyung!" teriak Jongin di koridor sekolah sebelum dia menuruni tangga.
Semua murid di koridor melihat Kyungsoo. Kyungsoo menutup wajahnya dengan frustasi dan malu.
"Astaga. Apa salahku hingga bertemu dengan setan cilik seperti dia" desah Kyungsoo frustasi.
Joonmyeon tertawa kecil. "Aku pikir dia lucu dengan tingkah-tingkahnya".
"Joon, kau masih tidak percaya kalau aku bilang dia itu jahat? Dia itu jahat. Sangat jahat" ujar Kyungsoo dengan dramatisir.
"Tapi tetap saja dia manis. Mau bagaimanapun kelakuannya dan kata-katanya. Kau lihat bukan di kantin tadi? Semua orang menatapnya karena wajahnya yang tampan".
Kyungsoo mengerang pelan. Dia tidak tau apa hal yang bagus dari Jongin. Jongin itu setan kalian tau masa kecilnya dan sifat aslinya, kalian akan menyesal telah mengenalnya.
"Dan sekarang kau jadi terkenal di sekolah karena Kim Jongin menjadikanmu sebagai targetnya. Seharusnya kau lihat bagaimana semua orang cemburu padamu". Joonmyeon tertawa.
"Umm Joonmyeon, kau tidak salah? Mereka cemburu karena aku terus bertengkar dengan Jongin? Seharusnya aku memberitahu mereka betapa menderitanya aku harus menghadapi Kkamjong sejak dari kecil".
Joonmyeon menyeringai."Itu sebabnya mereka semakin iri padamu. Selain kau dekat dengan Jongin, kau juga mengenalnya sejak kecil. Mereka berpikir mereka tidak seberuntung dirimu".
Kyungsoo tertawa remeh."Beruntung? Beruntung katamu?".
"Mereka naksir pada Jongin. Tapi tidak bisa mendekatinya. Kau lebih beruntung" jelas Joonmyeon.
"Well aku tidak menyukai Jongin. Aku membencinya" aku Kyungsoo.
"Kau tau Kyungsoo, cinta dan benci itu bedanya tipis".
Kyungsoo terdiam. Dia tampak sedang memikirkan sesuatu. Joonmyeon terkekeh karena berhasil membuat Kyungsoo terperangkap dengan ucapannya.
.
.
Ketika Kyungsoo tiba di tempat sepeda, dia melihat Jongin sedang berdiri menunggunya. Jongin melihatnya dan tersenyum nakal. Perasaan Kyungsoo menjadi tidak enak.
Joonmyeon mendorong Kyungsoo dari belakang. "Kyungsoo. Sana datangi dia dan pulang bersama. Dia sudah menunggumu sejak tadi. Tidak baik jika kau mengabaikannya".
Kyungsoo tidak bergerak dari tempatnya. Joonmyeon mendorong lagi. "Kyungsoo. Sana".
Kyungsoo menyerah. Dia mengambil sepedanya dan menaikinya. "Bye Joonmyeon!" teriak Kyungsoo.
"Bye Joonmyeon hyung!" teriak Jongin juga.
Keduanya mengayuh sepeda dengan pelan. Jongin bersenandung dan Kyungsoo hanya diam. Jongin melirik Kyungsoo.
"Hei Kyungshoot. Kenapa kau diam? Kau tidak akan memarahiku dengan berkata bahwa aku harus berhenti bernyanyi karena suaraku tidak enak didengar?" tanya Jongin.
Kyungsoo tidak menjawab. Jongin melirik kepada Kyungsoo lagi.
"Kyungsoo?" panggil Jongin.
"Erggh. Tidak Jongin" jawab Kyungsoo dengan malas.
"Oke".
Jongin tidak melanjutkan kata-katanya. Kening Kyungsoo terlipat. Dia terlihat seperti sedang kesal karena suatu hal. Jongin tidak mau membuat Kyungsoo marah.
Tidak berapa lama Kyungsoo berhenti. Dia turun dari sepeda. Duduk di jalan, punggungnya bersandar pada tembok sebuah rumah.
Jongin berhenti. Turun dari sepeda dan berjalan mendekatinya. "Kyungsoo. Ada apa?".
"Kakiku sakit Jongin".
Jongin melihat Kyungsoo yang kelihatan sangat menderita dan kesakitan. "Ada apa dengan kakimu? Aku yakin kau tadi tidak terkilir atau berlari.."
"Ini semua karenamu bodoh. Karena aku mengejarmu tadi pagi aku mengayuh sepeda dengan sangat kencang. Sekarang kakiku sangat kaku dan pegal". Kyungsoo memeluk kakinya. Dia meringis kesakitan.
Jongin menatap diam pada Kyungsoo dengan cukup lama. Tiba-tiba Jongin bertempuh satu kaki di depan Kyungsoo yang membuat dia terkejut bukan main. Tangan Jongin memegang punggung Kyungsoo sedangkan tangan lainnya mengangkat kedua kaki Kyungsoo. Setelah tersadar, Jongin sudah menggendong Kyungsoo ala pengantin.
Kyungsoo protes sambil mencoba menarik lepas dirinya. Kyungsoo terus meminta lepas. "Turunkan aku! Turunkan aku! Aku bisa jalan sendiri! Jongin!".
Jongin mengeratkan pegangannya. "Diamlah Kyungsoo. Atau aku akan menjatuhkanmu dan bokongmu akan mendarat kuat di aspal dan sakit selama seminggu penuh. Atau mungkin tulangmu bisa patah" ucap Jongin dengan sadis.
Kyungsoo langsung terdiam. Jongin mengerikan. Kyungsoo takut.
Jongin menyadari Kyungsoo yang terdiam. Apa dia sangat kejam tadi? Sungguh Jongin tidak sengaja.
Jongin membawa Kyungsoo duduk di sepeda miliknya kembali. "Tahan sedikit Kyungsoo. Aku akan mengambil sepedaku. Lalu aku akan mendorong jalan sepedamu".
Maka mereka pulang dengan Kyungsoo duduk di sepeda dan kakinya menekuk ke atas pada tubuh sepeda. Satu tangan Kyungsoo berpegangan pada tangan sepeda sedangkan satu lagi memegang sepeda Jongin. Sementara Jongin mendorong sepeda Kyungsoo dengan satu tangan Jongin di tangan sepeda dan satu lainnya memegang tempat duduk sepeda Kyungsoo. Otomatis, sepeda Jongin yang dipegang Kyungsoo ikut berjalan.
Mereka terdiam untuk beberapa saat. Setelah Kyungsoo merasa nyaman dengan posisinya dan Jongin mulai terbiasa mendorongnya, Kyungsoo mengajak Jongin bicara.
"Apa kau tidak keberatan mendorongku?".
"Tidak" jawab Jongin.
"Kau marah samaku?" tanya Kyungsoo lagi.
"Tidak".
"Lalu kenapa kau mendadak diam?".
Jongin menatap Kyungsoo. Mata Kyungsoo yang bulat balas menatapnya. Kyungsoo terlihat seperti anak kecil yang meminta jawaban atas pertanyaan mengejutkannya. Jongin tersedak ludahnya sendiri. Gugup, dia membuang muka.
Kyungsoo memiringkan kepalanya untuk melihat wajah Jongin. "Jongin?".
"Seharusnya kau bilang padaku kalau kakimu sakit" Jongin berkata dengan nada tidak jelas tapi Kyungsoo bisa mendengarnya.
"Tapi sakitnya tidak parah" jawab Kyungsoo.
"Bagaimana tidak parah? Kau sampai tidak bisa mengayuh! Itu berarti sakitnya parah!" sahut Jongin.
"Tapi kakiku sungguh tidak apa-apa Jongin. Aku masih bisa berjalan".
"Sudahlah. Setelah tiba di rumah nanti, aku mau kau hanya berbaring di tempat tidurmu seharian dan jangan bergerak kalau tidak penting. Aku akan bilang begitu pada eommoni".
Kyungsoo tidak berkomentar apa-apa. Ada sesuatu yang aneh di dalam hatinya. Tapi dia tidak mengerti apa itu.
Sampai di rumah, Jongin menggendong Kyungsoo lagi. Eomma Kyungsoo sangat panik melihat putranya yang digendong.
"Apa yang terjadi pada Kyungsoo? Dia terluka? Kyungsoo, nak, kau baik-baik saja?".
"Aku baik eomma. Kakiku hanya pegal" jawab Kyungsoo.
"Aku akan membawa Kyungsoo ke kamarnya eommoni" ujar Jongin.
"Yah. Hati-hati dengan tangganya Jongin". Lalu eomma berlari ke dapur untuk menyiapkan kompres.
Ini pertama kalinya jarak mereka sedekat ini. Kyungsoo tidak pernah tau bahwa tubuh Jongin sangat kuat dan entah bagaimana rasanya nyaman bersandar di dadanya. Jongin tidak pernah tau bahwa tubuh Kyungsoo sangat kecil dan entah kenapa rasanya menyenangkan memeluk tubuh mungil tersebut.
Jongin membaringkan tubuh Kyungsoo secara perlahan di ranjangnya. Eomma datang membawa sebuah ember berisi air dan handuk kecil. Eomma mengompres kaki Kyungsoo dengan handuk. Beliau memijat pelan-pelan kaki Kyungsoo, lalu membungkus kaki Kyungsoo dengan handuk basah.
"Merasa baikan?" tanya eomma dengan lembut.
"Yah. Terimakasih eomma" Kyungsoo tersenyum lemah.
"Eomma akan turun ke bawah. Panggil eomma jika kau membutuhkan sesuatu, mengerti?"
"Iya Ma"
"Bagus". Eomma berdiri dari kursi. Eomma tersenyum pada Jongin yang dibalas Jongin dengan senyuman juga. Eomma keluar dan menutup pintu kamar Kyungsoo.
Kemudian Jongin duduk di kursi yang sebelumnya di duduki oleh eomma.
"Kau tidak pulang?" tanya Kyungsoo dengan bingung.
"Aku akan menunggumu sampai tertidur" jawab Jongin.
"Kenapa?"
"Karena aku yang membuatmu begini. Aku perlu bertanggung jawab".
"Sudah kubilang kakiku tidak apa-apa Jongin...".
"Tidur saja Kyungsoo. Oke? Tidurlah" pinta Jongin dengan lembut.
Kyungsoo mengangguk. Rasanya tubuhnya dia perlahan mulai melemas. Suara lembut Jongin yang memintanya tidur terus mengalir di indera pendengarannya. Membuat perasaan Kyungsoo damai. Dan tidak berapa lama Kyungsoo tertidur.
Jongin menekan pelan lengan Kyungsoo. Tidak ada reaksi. Berarti Kyungsoo sudah tertidur. Jongin menghela napas lega.
Mata Jongin mengedar ke seluruh penjuru ruangan kamar Kyungsoo. Sudah lama dia tidak masuk kamar Kyungsoo. Sejak terakhir kedua orangtua mereka menyuruh mereka untuk bermain bersama.
Setelah tau bahwa tidak ada gunanya berusaha mengakrabkan Jongin dan Kyungsoo, kedua orangtua mereka menyerah dan tidak meminta mereka bermain bersama lagi. Sejak itu pula Jongin dan Kyungsoo tidak pernah memasuki kamar mereka satu sama lain.
Mata Jongin berhenti pada sebuah frame yang tertutup oleh susunan tiga buku ke atas. Jongin mendekati rak buku tersebut. Dia mengambil ketiga buku. Jongin langsung terkejut ketika dia melihat gambar yang terpasang pada frame.
Foto mereka berdua, Jongin dan Kyungsoo, saat mereka masih kecil. Jongin tidak ingat pasti berapa umur mereka di foto ini. Tapi dia ingat kejadian yang terekam di foto.
Ini adalah saat dimana Kyungsoo menangis karena mainan robotnya patah. Merasa bersalah, Jongin memberikan mainan robot kesayangannya pada Kyungsoo.
Keduanya tidak tau kalau salah satu dari orangtua mereka mengambil gambar mereka tersebut. Jongin yakin yang mengambil foto mereka adalah orangtua Kyungsoo. Karena Jongin tidak pernah melihat foto seperti ini di rumahnya.
Jongin mengambil frame photo tersebut. Dia terkejut kembali melihat benda yang berada di belakang frame. Mainan robotnya saat masih kecil!
Jongin mengambil robotnya. Dia menggumam seru. Sudah lama sekali dia tidak melihat mainan robotnya. Dia tidak tau kalau Kyungsoo menyimpannya.
Tunggu. Apa tadi? Kyungsoo menyimpannya. Sejak kecil. Hingga sekarang.
Jongin berpikir sejenak, kemudian dia tersenyum manis. Jongin mengembalikan buku kepada letaknya. Frame photo dan mainan robot, Jongin meletakkan keduanya di atas meja belajar Kyungsoo.
Jongin kembali pada Kyungsoo. Dia tersenyum damai melihat wajah tenang Kyungsoo yang tertidur pulas. Jongin duduk di tepi ranjang. Tangannya membelai rambut di kening Kyungsoo.
Jongin sempat marah pada dirinya sendiri tadi. Dia tidak menyadari lebih awal kalau kaki Kyungsoo sakit. Lebih parah dia yang membuat Kyungsoo kesakitan karena tingkah bodohnya ingin membuat Kyungsoo kesal.
Tapi Jongin tidak bisa menahan keinginannya untuk tidak menganggu Kyungsoo. Dia suka membuat Kyungsoo kesal. Karena Jongin tau Kyungsoo akan membalas lawanannya dan itu berarti perhatian Kyungsoo sepenuhnya tertuju kepada Jongin.
Jongin tidak mau Kyungsoo mengabaikannya dan beralih ke orang lain. Meski Jongin sadar dia salah melakukannya dengan membuat Kyungsoo kesal setiap saat. Tapi hanya itu yang bisa dilakukannya. Karena sejak kecil hanya dengan membuat Kyungsoo kesal Jongin bisa mendekatinya.
Tapi kini karena kelakuannya, Kyungsoo sakit. Orang macam apa dia ini melukai Kyungsoo yang seharusnya dlindunginya jika dia tidak ingin Kyungsoo mengabaikannya.
Jongin tidak mau Kyungsoo dimiliki orang lain. Dia ingin Kyungsoo menjadi miliknya sendiri. Karena itu dia mengikuti Kyungsoo seharian. Mengatakan kepada semua orang kalau mereka saling mengenal sejak kecil. Agar semua orang tau bahwa Kyungsoo miliknya.
Jongin bergerak maju. Dia mencium pelan kening Kyungsoo. Lama dan dalam. Setelah puas, Jongin mengelus pipi Kyungsoo.
"Cepat sembuh Kyungsoo. Mimpi yang indah".
.
.
Kyungsoo terbangun dari mimpi anehnya. Dia mengucek matanya dan melihat kamarnya. Jongin tidak ada. Mungkin dia sudah pulang karena Kyungsoo melihat hari sudah malam melalui jendelanya. Kyungsoo bangki dan bersandar pada kepala ranjang. Dia mengingat mimpinya sebentar.
Dia bermimpi, Jongin mencium keningnya dengan lembut dan penuh kemesraan. Kyungsoo merasa sangat bahagia dan jatungnya berdebar-debar baik di dalam mimpi maupun di dunia nyata.
Dan Kyungsoo menjadi panik. "Bodoh! Apa yang kau pikirkan Kyungsoo?".
Kyungsoo berusaha menyadarkan pikirannya. Pandangannya tertuju pada suatu hal yang aneh pada meja belajarnya.
"Shit! Kenapa frame photo dan robot itu ada di meja belajar?! Bagaimana kalau Jongin tadi melihatnya?!".
Kyungsoo menurunkan kakinya. Dia meringis ketika sakit masih dirasakannya pada kakinya. Pelan-pelan, Kyungsoo berdiri dan berjalan ke meja belajar.
Dari jauh Kyungsoo melihat sebuah kertas berwarna merah jambu berdiri di depan frame. Kyungsoo mengambil kertas tersebut dan membaca tulisannya.
"Aku sungguh minta maaf, atas semuanya"
Kyungsoo ingin menangis. Hatinya terasa sakit. Ini semua bukan hanya kesalahan Jongin. Ini semua juga kesalahan Kyungsoo.
Seandainya sejak dari kecil Kyungsoo tidak terbawa emosi dan bisa lebih bersabar menghadapi Jongin, mungkin mereka sudah menjadi teman baik saat ini. Tidak seperti sekarang. Penuh emosi, kata-kata kasar, dan perang mulut diantara mereka.
Seandainya mereka lebih dewasa saat mereka masih kecil, mungkin mereka tidak akan mengalami hubungan dingin seperti yang mereka jalani sekarang.
Seandainya Kyungsoo bisa lebih sabar menghadapi kenakalan Jongin sejak dulu, mungkin dia bisa memiliki Jongin sekarang.
Sesungguhnya Kyungsoo sudah lelah terus bertengkar dengan Jongin. Pertengkaran mereka tidak ada gunanya. Tapi Kyungsoo tau, jika mereka tidak bertengkar, Kyungsoo tidak akan bisa berdekatan dengan Jongin. Jika Kyungsoo mengabaikan gangguan Jongin, lalu Jongin mulai bosan karena dia tidak bisa menganggu Kyungsoo lagi, Kyungsoo takut Jongin akan meninggalkannya dirinya.
Ada banyak orang di luar sana yang menginginkan Jongin. Beberapa diantara mereka memiliki kepribadian dan tampang yang hampir mencapai sempurna. Kyungsoo sadar dirinya bukan apa-apa, dan tidak ada yang istimewa darinya.
Itu sebabnya Kyungsoo rela melelahkan dirinya dengan marah-marah pada Jongin, asalkan Jongin tetap berada di sisinya. Tidak penting seberapa lelah Kyungsoo berpura-pura, asalkan Jongin tidak pergi.
.
.
Kyungsoo berdiri di sebuah jalan. Dia mencengkeram satu tali ransel yang melingkar di kedua tangannya. Kaki Kyungsoo sudah sembuh. Tapi dia merasa tidak bisa mengendarai sepedanya.
Sudah dua puluh menit berlalu. Tinggal sepuluh menit lagi bagi Kyungsoo untuk berangkat sekolah sebelum dia terlambat. Tapi Kyungsoo serasa tidak bisa bergerak.
Dia tidak mau pergi ke sekolah. Dia tidak mau bertemu Jongin. Kyungsoo tidak mau melihat Jongin pergi dari hadapannya.
"Kyungsoo!".
Sebuah teriakan dari suara yang familiar terdengar. Kyungsoo menoleh.
Jongin?
Itu Jongin?
Itu Jongin!
Jongin mengayuh sepedanya ke arah Kyungsoo. Dia mengangkat satu tangannya sambil memanggil Kyungsoo. Jongin tersenyum cerah seperti senyum yang dia berikan biasanya.
Kyungsoo merasa hatinya sangat senang melihat Jongin. Kyungsoo balas tersenyum manis.
Jongin berhenti dan turun dari sepedanya. "Kakimu sudah sembuh?" tanya Jongin dengan senang.
Kyungsoo mengangguk semangat. "Aku sudah bisa berjalan sekarang".
"Syukurlah Kyungsoo". Jongin merasa sangat lega Kyungsoo sudah sembuh.
Tanpa sadar tangan Jongin bergerak membelai pipi Kyungsoo. Kyungsoo menikmati belaian Jongin. Kyungsoo menyandarkan pipinya pada telapak tangan Jongin.
Sadar pada apa yang dilakukannya, Jongin cepat-cepat menarik tangannya. Jongin menatap heran pada telapak tangan kanannya. Kyungsoo melihat bingung. Tapi Jongin segera menggeleng dan tersenyum lembut.
"Ayo kita pergi sekolah. Aku akan memboncengmu di belakang".
Jongin menaiki sepedanya. Kyungsoo berdiri di atas besi panjang yang dipasang pada roda belakang. Kedua tangan Kyungsoo memegang bahu Jongin.
"Pegangan yang erat. Aku tidak akan ngebut, tapi aku juga tidak akan pelan. Waktu kita tinggal sedikit" seru Jongin.
"Aku mengerti" sahut Kyungsoo.
Jongin pun mulai mengayuh sepedanya dengan sedikit kencang. Kyungsoo tertawa kesenangan dengan angin pagi yang menyapa mereka. Jongin tertawa karena mendengar Kyungsoo tertawa senang.
Jongin ada disini sekarang! Jongin tidak pergi!
Kyungsoo tidak kesal lagi padaku! Kyungsoo tidak mengabaikanku meski aku tidak mengganggunya!
Aku tidak akan membiarkan Jongin pergi!
Aku tidak akan melepaskan Kyungsoo!
Karena Kyungsoo sangat penting bagiku.
Karena Jongin sangat berharga bagiku.
End
.
.
.
Ada yang mau epilog? Hana akan memberikannya jika kamu menginginkannya!
Terima kasih bagi yang telah bersedia meninggalkan review, bagi yang menfavorite, bagi yang memfollow. Juga bagi kalian para silent readers yang sudah mau memberikan waktu untuk membaca cerita ini. Thanks a lot!
Wish you have a happy life !
