YOUNG FICTION AVENGERS
EPISODE 1: "NEW MEMBER"
Harry Potter sedang duduk di bangku stasiun Waterpeak ketika kereta terakhir berangkat. Dia melirik arloji buatan-Muggle-nya sesekali. Tadi pagi, dia mendapat kabar dari Penyeleksi bahwa para pahlawan di Asrama Pahlawan Muda akan kedatangan tamu. Anggota baru bernama Percy Jackson, seorang pahlawan fiksi yang setelah bertahun-tahun lamanya akhirnya berhasil lolos uji untuk bergabung bersama pahlawan-pahlawan lainnya di asrama. Harry dulu juga mengalami hal yang sama, tetapi tidak terlalu lama. Syarat-syarat yang diajukan Penyeleksi dipenuhinya dengan mudah. Fiksi Harry Potter di mana Harry berperan sebagai tokoh utama berhasil lolos seleksi Usia, Klimaks, dan Ending. Seleksi Usia dengan udah dilewati karena sesuai dengan usia para pembacanya yang berkisar antara 11 sampai 17 tahunan, sesuai dengan usia Harry dalam buku. Selanjutnya, setelah seleksi Usia, buku tersebut juga lolos seleksi Klimaks karena klimaks buku tersebut sangat terasa di benak para pembaca. Pertarungan Harry melawan Voldemort, Turnamen Triwizard, dan makhluk-makhluk sihir jahat lainnya berhasil menyedot banyak peminat ke dalam Dunia Sihir-nya. Selanjutnya, di seleksi Ending, buku-buku yang serupa dengan Harry Potter akan dipilih, mana yang memiliki ending cerita paling menarik. Namun, ujian-ujian untuk menyeleksi buku juga dipengaruhi dua faktor, yaitu faktor penggemar dan faktor adaptasi. Harry beruntung bukunya memiliki penggemar dari berbagai kalangan, dari tua, muda, sampai anak-anak kecil, yang berjibun banyaknya. Harry juga menyaksikan filmnya menyedot banyak keuntungan dan merchandise yang diproduksi begitu laku terjual. Setelah film terakhir diputar di bioskop, Harry diberi undangan oleh Asrama untuk menjadi anggota perkumpulan pahlawan fiksi.
Tetapi Harry bingung, Percy Jackson adalah tokoh fiksi yang nyaris seusia dirinya, tetapi dia membutuhkan waktu lama untuk diuji. Katniss Everdeen, tokoh trilogi Hunger Games, tidak membutuhkan waktu selama Percy, bahkan tanpa menunggu film Mockingjay-nya keluar, dia sudah bisa lolos seleksi. Hal ini dikarenakan faktor penggemar Katniss dan klimaks ceritanya yang mendapat nilai plus. Meski demikian, Harry sudah diwanti-wanti oleh Penyeleksi supaya dia memperlakukan Percy dengan baik. Yang Harry tahu, Percy adalah putra dewa laut, Poseidon, yang tinggal di negeri manusia bersama ibunya, seorang manusia. Setidaknya Percy beruntung masih punya orangtua di luar sana, pikir Harry, sebab Harry sudah menjadi yatim-piatu semenjak berusia satu tahun.
Harry mendengar peluit ditiup saat kereta selanjutnya akan tiba di stasiun. Ia merapatkan jaket sambil menunggu. Sejenak kemudian, terdengar bunyi mesin beradu dengan roda besi. Kereta yang membawa Percy sudah tiba. Harry bangkit dari duduknya, lalu menyeruak diantara para penumpang yang turun dari gerbong-gerbong, yang kebanyakan langsung menuju pintu keluar. Harry belum melihat Percy. Oiya, dia ingat sekarang. Dia hanya perlu melambaikan kertas bertuliskan P. JACKSON di atas kepalanya. Kertas itu buatan Jared Grace, bocah kecil yang kini berusia 12 tahun. Dua tahun setelah film Spiderwick dibuat, Jared lolos tes dan akhirnya masuk Asrama. Dia menjadi anggota paling muda saat itu. Harry merogoh kertas yang dia kantongi tersebut, lalu melambai-lambaikannya di atas kepala, berharap ada orang yang balas melambai ke arahnya. Dari perwatakan pada namanya, Percy Jackson pastilah orang bertubuh tinggi kurus; seperti kakak sobat karibnya, Ron Weasley, yang kebetulan juga bernama Percy. Tapi baginya, nama 'Jackson' bukan nama yang cocok disandingkan dengan nama 'Percy,' meskipun kedengarannya unik. Harry sendiri merasa namanya cukup unik.
"Oiiii!" panggil seorang anak laki-laki yang buru-buru menghampiri Harry. Dia tidak lebih tinggi dari Harry, walaupun tidak lebih pendek juga, tetapi badannya lebih gemuk sedikit dari Harry. Rambutnya cokelat gelap dan kedua matanya berwarna sebiru laut. Di bahunya ada sebuah ransel yang sudah butut. Dia tersenyum lebar sambil menjabat tangan Harry.
"Aku sudah menduganya! Rupanya mereka mengirimmu untuk menjemputku!"
"Kau Percy Jackson, ya?" ujar Harry. "Wah, aku sudah menunggumu sejak lama. Ayo!"
"Kau pasti Harry Potter yang terkenal itu, kan?" kata Percy ceria. "Hm, aku sudah banyak dengar tentangmu. Kata mereka, kau punya fanbase berisi orang-orang eksentrik yang suka berdandan dengan jubah dan tongkat sihir, apa itu benar?"
Harry terbatuk dengan gaya sok penting. "Menjelaskannya nanti saja, kita harus bergegas sebelum portalnya menutup. Keretamu terlambat sepuluh menit rupanya."
"Dan kau masih menggunakan aksen British-mu! Ini luar biasa!" Percy masih tak bisa menahan kekagumannya. "Omong-omong, portalnya di sebelah mana?"
Harry membawa Percy menyeberangi peron 45, begitulah tertulisnya, lalu menuju ke barat, berbelok ke koridor yang membawa mereka menuju kamar mandi pria.
"Pegang ini," kata Harry sambil menyodorkan tiket berwarna kuning kepada Percy. "Masukkan ke kotak di sebelah sana." Ia menunjuk sebuah kotak tisu yang juga berwarna kuning di dekat wastafel. Percy menurut. Dia memasukkan tiket tersebut, kemudian kotak tisu tadi berdering seperti jam beker.
"Harry Potter, anggota Asrama Pahlawan Muda. Silakan masuk, portal Anda menutup dalam lima puluh detik," kata sebuah suara wanita dari dalam kotak tisu.
"Ayo! Cepat!" kata Harry sambil menuntun Percy memasuki bilik.
"Apa yang harus kulakukan?" tanya Percy kebingungan.
"Pijak klosetnya dengan dua kaki, lalu tekan tombol bilasnya," kata Harry. "Cepat, kita tak punya banyak waktu!"
"Jangan konyol! Aku nggak mau bepergian lewat saluran kakus!" sergah Percy.
"Lakukan saja!" Harry memerintah. Percy tidak bisa menolak lagi. Dengan hati-hati dia menjejakkan satu kakinya ke dalam lubang kloset. Ekspresinya terlihat jijik, tapi dia melakukan apa yang Harry perintahkan. Dia lalu menekan tombol bilas dengan tangan kiri. Sekejap kemudian, Percy merasakan pusing yang amat sangat ketika kloset itu berpusing di bawah kakinya. Ia seperti tersebot ke dalamnya, tetapi anehnya tidak basah. Dia bisa melihat lorong beraneka warna terbentang di hadapannya sementara dirinya terus berpusing melewati lorong tersebut. Ada cahaya putih di ujung lorong. Percy menggapai cahaya putih itu, megap-megap ketika mendapati dirinya dilontarkan keluar dari lorong. Sepatunya basah, tapi pakaiannya tidak sama sekali. Sebelum dia menyesuaikan diri dan menyadari apa yang terjadi, Harry sudah mendarat di sebelahnya dengan posisi telentang. Percy mencoba bangkit setelah Harry membantunya.
"Punggungku sakit sekali," keluh Percy. "Itu tadi... portal?"
"Wah, kau baru tahu rupanya?" kata Harry tak peduli.
"Mengapa mereka memasangnya di toilet?"
"Kementerian Sihir juga pernah melakukannya. Memang akan membuat sepatumu basah, tapi jangan khawatir, portal itu efektif kalau kau mau melarikan diri dari Dunia Manusia tanpa takut dicurigai."
Percy ber-'oooh' panjang, sementara ia mengikuti Harry menyusuri jalan berbatu-batu hitam yang lebar. Jalan itu naik-turun melewati bukit, mengarah ke desa utama yang rumah-rumah penduduknya begitu jarang. Masing-masing rumah dihiasi lentera kuning mirip lampu minyak. Di ujung jalan menuju desa yang membentuk persimpangan terdapat plang dari kayu yang bertuliskan ASRAMA PAHLAWAN MUDA ke kanan, DESA WAYTHORNE lurus sedangkan yang kiri bertuliskan DESA ULAR PITON.
"Koper-kopermu dibawa kemari seminggu yang lalu," kata Harry padanya sementara mereka terus berjalan. "Jangan khawatir soal kamarmu. Nanti Penjaga akan menunjukkannya padamu. Tapi sebelumnya, kita akan menghadiri makan malam besar di aula Asrama. Kau lapar?"
Percy mendengar perutnya bergemuruh, tapi dia berusaha menyembunyikannya. "Aku sudah makan cokelat di jalan, trims. Aku mau langsung melihat kamarku saja."
"Terserah kau saja," kata Harry sambil nyengir. "Cepat atau lambat kau akan lapar lagi, bukan? Ayo, waktu makan malam sudah dekat!" Dan mereka pun berbelok ke kanan menuju Asrama.
Langit menggelap disusul bunyi petir di balik awan hitam yang memayungi bumi. Hujan turun deras begitu Harry dan Percy tiba di halaman luar Asrama. Percy hampir-hampir tak bisa menahan ketakjubannya melihat bangunan megah itu berdiri kokoh di hadapannya. Asrama itu mirip kastil, dengan menara-menara tinggi mengitarinya, juga benteng setinggi lima meteran yang menutupi sebagian menara-menara itu. Harry membawanya menuju gerbang Asrama yang berwarna hitam dengan hiasan gambar singa terukir pada besinya. Percy mengikuti Harry memasuki gerbang yang langsung terbuka begitu mereka lewat, lalu berhenti di sebuah undak-undakan batu.
"Siapa itu?" seru sebuah suara. Dan seorang pria tua ringkih datang dari balik bayangan sambil membawa sebatang sekop. Namun kedua matanya, yang putih dan berkabut, lebih terang daripada lampu minyak di tangannya yang keriput, yang menerangi wajah dua pemuda di hadapannya.
"Halo, Igor," sapa Harry. "Malam yang tenang, ya?"
"Ah, Mr Potter rupanya," kata Igor sambil tersenyum. Gigi-giginya sudah hilang sebagian, sementara yang lain berwarna kekuningan. "Kejutan! Tamu itu sudah datang rupanya!"
"Ini Percy Jackson," kata Harry memperkenalkan. "Percy, ini Igor, tukang kebun Asrama. Dia sudah di sini selama tiga puluh tahun."
"Salam, Mr Jackson," kata Igor dengan penuh hormat. Ia membungkuk dalam-dalam. "Sungguh kehormatan aku bisa melihat anak-anak baru datang setiap tahun kemari. Kau sungguh beruntung bisa terpilih."
"Terima kasih," kata Percy, balas membungkuk. "Aku harap bisa bersenang-senang dengan teman baru di sini."
"Aula besar ada di balik pintu itu," kata Harry setelah mereka berpamitan dengan Igor, menunjuk pintu besar berlapis besi yang mungkin tingginya sekitar sepuluh meter. "Pastikan kau berada di belakangku, oke? Dan jaga sikapmu. Aku sudah diwanti-wanti agar memperlakukanmu dengan baik."
"Jangan cemas soal itu," kata Percy. "Aku orang yang mudah beradaptasi."
"Hei," kata Harry, "kau mengingatkanku pada saat aku pertama masuk Hogwarts. Itu adalah hal paling mengagumkan dalam hidupku. Oh, ya, sepatumu! Aku hampir saja lupa."
Harry mengeluarkan tongkat sihirnya dari balik jaket, lalu mengarahkannya pada sepatu Percy. Dia menjentik sedikit, lalu sepatu Percy melayang dari kaki pemiliknya. Sepatu itu berputar-putar sebentar di udara sebelum jatuh dengan bunyi buk keras.
"Oh, tidak," kata Harry. "Belum terlalu kering. Maaf, aku tidak terlalu menguasai mantra sehari-hari. Temanku Hermione pasti lebih menguasainya."
"Bukan masalah," kata Percy. "Aku masih bisa menjemurnya di jendela nanti, kalau aku sudah sampai di kamarku."
Harry mengetuk pintu besi itu tiga kali. Tiba-tiba terdengar suara berderak pelan, lalu pintu itu terbuka. Percy menduga dia bakal kena serangan jantung saat melihat aula besar yang mewah itu. Lampu-lampu gantung berkilau di langit-langit yang dilapisi emas. Ada lima buah meja panjang yang membentang dari ujung ke ujung berisi penuh makanan yang aromanya sungguh menggiurkan. Percy juga melihat ornamen dari semak ivy yang merambat di pilar-pilar dekat dinding dilengkapi daun-daun zaitun, mengingatkannya akan kuil Zeus. Ornamen seperti tapestry juga menggantung di dinding dekat jendela yang berhias mosaik aneka warna. Peri-peri pohon, sprite, terbang di dekat lampu sambil terkikik-kikik gembira. Percy melihat bahwa penghuni kastil asrama ini begitu beragam. Mereka datang dari berbagai dongeng dan kisah kepahlawanan. Percy berharap bisa menemukan Jason di sini, tapi dia kurang beruntung. Ada Peter Pan dan peri sahabatnya, Tinker Bell, yang terbang berputar-putar mengelilingi langit-langit, mencoba menangkap salah satu sprite. Yang heboh lagi adalah Kapten Jack Sparrow, yang tampak mabuk sehingga menari-nari di atas mejanya. Ada ketiga bersaudara Baudelaire dari kisah yang Percy tidak ingat namanya. Ada juga si kecil Oliver Twist yang pemalu, juga Monster Frankenstein yang terus menerus mengoceh tentang adegan kematiannya yang terus menerus diperdebatkan.
Seorang anak laki-laki berambut cokelat, berwajah nakal, dan tingginya tidak lebih dari pundak Harry berlari menyongsong mereka.
"Harry! Kau berhasil membawanya! Kau berhasil!"
"Dia agak cerewet tadinya," kata Harry sambil mengacak rambut anak itu. "Ayo, Jared, kenalan dulu dengan teman baru kita, Percy Jackson."
Begitu mendengar nama Percy disebut, orang-orang di aula yang sedang sibuk makan langsung berhenti, lalu semuanya berebut ingin berjabat tangan dengan Percy. Percy kewalahan menghadapi mereka, terutama Harry dan Jared yang terdorong-dorong sampai ke dinding. Saat Percy berpikir dirinya akan mati karena terus terdesak kerumunan, tiba-tiba, ada suara terompet yang berbunyi keras. Kerumunan itu pun langsung berhenti. Percy mendongak menatap seekor centaurus yang mirip sekali dengan Chiron, tetapi tampak jauh lebih tua, berdiri diantara kerumunan. Tangan kanannya memegang terompet tanduk yang besar.
"Wah, wah, wah," katanya sambil menenangkan orang-orang itu. "Kita tidak bisa membunuh pahlawan baru kita di aula besar. Sebaiknya kita berkenalan dengan dia satu per satu."
"Itu benar," kata seekor gryphon bersayap kemerahan. Ia mendarat di atas kepala seorang bajak laut sambil berkaok pelan. "Kita harus memperlakukan anak baru ini dengan baik, seperti itulah pesan Penyeleksi kepada kita."
"Dan yang paling penting," kata si centaurus lagi. "Perlakukan dia seperti keluarga kita. Besok Raja Lancelot akan datang kemari. Jangan buat masalah lebih lanjut."
Yang lain menyetujui perkataannya. Akhrinya, si gryphon berkata, "Ayo, kita makan-makan kembali!" Namun keributan masih berlangsung cukup lama, ketika tokoh-tokoh utama wanita berebut meminta Percy duduk bersama mereka. Terutama diantara mereka adalah para elf yang tinggi dan berwajah agung. Tetapi Harry dan Jared memanggil Percy dari meja lainnya, lalu Percy memutuskan duduk bersama mereka.
"Siapa centaurus itu tadi?" tanya Percy kepada Jared.
"Namanya Philades, dan dia penjaga ketertiban," jawab Jared. "Tentunya kau pernah melihat gryphon sebelumnya, bukan? Nah, gryphon itu bernama Louis. Dia adalah kepercayaan Raja Lancelot, pendiri Asrama, dan Philades bekerjasama dengannya."
Harry, Percy, dan Jared duduk di dekat tapestry bersama seorang gadis jangkung berwajah serius, seorang pemuda yang sedikit lebih mirip peri daripada manusia, dan seorang pria kecil berwajah lebar tetapi menyenangkan. Mereka mengangguk mempersilakan Percy duduk.
"Aku Percy Jackson, putra Poseidon," kata Percy kepada mereka. "Aku berasal dari novel karya penulis Amerika, Rick Riordan."
"Berapa filmmu?" tanya si gadis.
"Film—oh—aku punya dua, tapi bukuku berjumlah lima," jawab Percy.
"Aku hanya punya satu film, padahal bukuku ada empat," kata si pemuda antusias. "Apa yang terjadi padamu? Apakah kau sempat diblokir? Mereka bilang kau baru bisa lolos seleksi setelah mengajukan proposal kepada Dewan."
"Itu, eh, hanya kesulitan belaka, kau tahu. Kesulitan akses biasa," kata Percy kepadanya.
"Aku Katniss Everdeen," gadis berwajah serius itu memperkenalkan diri. Suaranya terdengar lebih ramah dari sebelumnya. "Selamat datang di Asrama."
"Aku Eragon Bromson, yang dikenal sebagai Shadeslayer," kata si pemuda. "Dan teman kecil kita yang hebat ini seorang hobbit. Namanya Frodo Baggins."
"Halo," sapa pria kecil itu. "Kau terlalu memujiku berlebihan, Master Shadeslayer, tapi aku memang cukup bangga dengan prestasiku di dalam novel."
"Aku Jared Grace, seperti yang Harry katakan padamu," kata Jared. "Apa benar keretamu terlambat sepuluh menit?"
"Bisa dibilang begitu," kata Percy. "Masinisnya lamban sekali. Aku sudah hampir kehilangan kesabaran. Tapi, yah, bagaimana kalau kita makan saja dahulu?"
"Tuh, kan, sudah kubilang kau pasti lapar," kata Harry sambil tertawa.
Percy tidak peduli. Dia menjejalkan segenggam kentang goreng ke dalam mulutnya. "Wah, ini enak sekali! Aku belum pernah memakan makanan seenak ini. Siapa yang membuatnya?"
"Peri-rumah," jawab Katniss. "Harry mengundang mereka dari Dunia-nya untuk dipekerjakan di sini. Dia rindu pada sekolah lamanya, jadi dia ingin membuat Asrama semirip mungkin dengan Hogwarts."
Tiba-tiba terdengar suara bel entah dari mana dan keriuhan langsung berhenti. Makanan-makanan di meja dalam sekejap berganti menjadi puding dan buah-buahan. Centaurus yang tadi dijumpai Percy, Philades, naik ke sebuah tribun di ujung aula. Begitu dia melangkah, semua orang yang ada di aula langsung berhenti makan.
"Selamat malam, semuanya!" kata Philades dengan suaranya yang keras dan ramah, diikuti teriakan dan gemuruh tepuk tangan dari berbagai penjuru. Tiga ekor gryphon berbulu keemasan bertengger di atas cagak dekat kepalanya yang tinggi, menyisiri bulu mereka. Percy menatap ketiga makhluk anggun itu dengan takjub. "Aku di sini ingin mengumumkan bahwa aku—dan seluruh staf Asrama—dengan senang hati menyambut anggota baru kita. Dia baru saja datang dari perjalanan jauh. Tentu kalian mungkin ada yang belum mengenalnya, tapi kuharap sebagian dari kalian akan memperlakukannya dengan baik. Silakan beri aplaus meriah untuk Mr Perseus Jackson!"
Seluruh aula bergemuruh dengan dentingan piring, sorak-sorai, dan tepuk tangan yang riuh. Percy merasa seperti presiden terpilih yang baru saja memenangkan pemilu. Sebetulnya dia ingin menenggelamkan diri saja ke dalam tanah karena grogi, tapi dia memaksa diri untuk tersenyum, demi memberi kesan pertama yang baik. Eragon dan Frodo mengangkat gelas berisi sari labu mereka tinggi-tinggi, diikuti para Pahlawan lain. Harry menepuk pundak Percy sambil mengangkat kedua alisnya. Tatapannya terlihat bangga, seolah dialah yang paling berjasa karena menjadi penjemput Percy.
"Baiklah, cukup! Cukup!" kata Philades, dan keriuhan di aula pun berhenti perlahan-lahan. "Sekarang, karena waktu sudah kelewat larut, aku persilakan kalian menyantap hidangan penutup kalian. Ingat, besok adalah hari yang besar bagi kita. Karena untuk pertama kalinya, Raja Lancelot akan melakukan kunjungan secara pribadi ke asrama ini, dan kita akan bekerja menyiapkan sambutan yang pantas bagi beliau. Aku harap Mr Jackson juga dapat membantu, dan sekali lagi, sungguh kehormatan besar bisa menerima anggota baru di tengah-tengah kita. Selamat malam!"
Makanan penutup di meja pun habis dalam beberapa menit, lalu lenyap dan aula menjadi gelap seiring datangnya bel kedua.
"Waktunya tidur," kata Eragon. "Huaaah, aku ngantuk sekali! Aku akan ke istal dan memberitahu Saphira bahwa anak baru sudah datang."
"Kau kan bisa berkomunikasi dengannya melalui telepati," kata Frodo.
"Ya, tapi hanya kalau dia dekat denganku," jawab Eragon. "Kami berhubungan batin, aku dan Saphira. Dia nagaku dan aku penunggangnya. Tapi, yah, kita bisa bahas itu besok pagi. Sekarang aku ngantuk sekali."
"Ayo," kata Harry kepada Percy, "kita menuju kamarmu segera."
"Apa Eragon melakukan itu setiap hari?" tanya Percy saat mereka berpisah.
"Dia sayang sekali pada naganya," jawab Harry. "Asal kau tahu saja, dia suka tidur di istal bersama naganya."
Ketika menyusuri lorong, Percy berpapasan dengan para nymph yang terus menerus terkikik saat melihatnya. Harry membawanya menuju lorong lain yang di sisi-sisinya dijaga oleh baju-baju besi. Lalu Harry mengetuk sebuah pintu batu di ujung lorong, yang dalam sekejap berubah menjadi jalan menuju tangga berputar. Mereka menaiki tangga berputar itu hingga sampai di sebuah ruangan lebar berbentuk lingkaran yang dindingnya dihiasi ornamen-ornamen emas.
"Ini ruang pertemuan," kata Harry. "Kami jarang menggunakannya, kecuali untuk saat-saat genting. Ruanganmu lewat sini."
Harry membawa Percy naik undak-undakan di sebelah timur ruangan. Di balik undak-undakan itu adalah kamarnya yang terbuka lebar. Seorang laki-laki berambut pirang sedang mengelap wajahnya menggunakan handuk sambil bersandar di tiang tempat tidur bertingkat ketika Harry dan Percy masuk. Dia mengenakan jubah longgar panjang dan celana cokelat yang terlihat seperti sarung. Di kasurnya tergeletak sebuah benda kecil seukuran senter biasa.
"Halo!" sapa laki-laki itu. "Teman baru kita, ya? Selamat datang!"
Percy langsung mengenali laki-laki itu. "Luke Skywalker! Kau adalah idolaku semasa aku kecil!"
"Yah, semua orang di sini juga bilang begitu, kecuali yang datang dari masa-masa kuno atau masa depan seperti diriku," kata Luke. "Kejutan yang menyenangkan, Mr Potter."
"Aku akan kembali ke kamarku," kata Harry. "Sampai ketemu besok pagi, Percy!"
Percy masih tidak percaya, dia sekamar dengan tokoh favoritnya di serial Star Wars. Percy pernah merengek minta dibelikan mainan ksatria Jedi oleh ibunya, tapi karena mereka kekurangan uang, keinginan itu pun pupus sudah. Tapi kini, dia sekamar dengan Luke Skywalker yang juga ksatria Jedi, dan itu sungguh tidak bisa diutarakan dengan kata-kata.
"Nah, kata orang-orang kau kesulitan saat proses seleksi, betul?" tanya Luke ingin tahu. "Aku sebetulnya lebih menginginkan Leia dan Han ikut bersamaku, tapi dari satu cerita hanya boleh diambil satu tokoh utamanya, jadi aku tak bisa mengajak mereka ikut."
"Sayang sekali, ya?" kata Percy. "Aku juga penggemar tokoh Han Solo... dan Master Kenobi!"
"Kau mengikuti serial dengan baik rupanya," kata Luke. "Bisa dibilang, aku termasuk seniormu di sini, karena aku sudah di sini sejak tahun 80-an."
"Tapi kau terlihat tak berubah, lho," kata Percy. "Maksudku, tidak menua!"
"Tokoh lain juga begitu," kata Luke. "Mereka bisa berhenti menua sesuai usia yang mereka perankan di dalam buku maupun film. Tapi tidak bagi Jared Grace dan Lyra Belacqua, tokoh anak-anak itu. Mereka tetap tumbuh secara perawakan maupun mental. Jared sudah berusia 11 tahun saat masuk kemari, dan kini dia sudah berusia 12 tahun jika dihitung dengan perhitungan buku. Batas pertumbuhan mereka adalah saat usia 17 tahun hitungan buku. Jadi, meskipun dunia berubah, mereka akan terus berusia 17 tahun. Tidak terlihat tua maupun muda, kecuali pemikiran mereka yang semakin diperluas oleh dunia. Hal itu juga berlaku buatku. Semua itu karena kekuatan Waktu di sini yang menahan kami bertambah tua."
"Jika aku ke dunia luar sepuluh tahun lagi, apakah aku masih akan tetap sama?" tanya Percy.
"Ya," jawab Luke. "Lihatlah aku! Tapi, yah, pikiranku sekarang jauh lebih terbuka. Aku merasa tua, tapi juga muda di saat bersamaan. Aku rasa umurku seperti diulur oleh tangan yang tak terlihat, sehingga aku tak tahu kapan dia berakhir."
"Dan teman-teman kita di luar sana juga begitu?" tanya Percy kaget.
"Tidak, mereka akan menua, tapi tidak akan mati," jawab Luke. "Pemeran mereka dalam film mungkin mati, tetapi tokoh fiksi tidak akan pernah mati kecuali dibunuh dalam cerita yang dia perankan. Mereka akan tetap hidup dalam pikiran manusia, itulah yang membuat mereka tetap hidup."
Percy terdiam sejenak. "Wah, tadi itu motivasi yang luar biasa. Hm, apakah kau masih bisa mengunjungi teman-temanmu setelah masuk kemari?"
"Saat musim panas, ya," jawab Luke sembari merapikan peralatannya.
"Dan para Jedi?" Percy terus memancing. Matanya terarah pada benda yang tergeletak di kasur Luke. Ksatria Jedi itu langsung tertawa sembari buru-buru memasukkan benda tersebut.
"Kau meragukan hal itu, ya? Tentu saja mereka akan kemari mengunjungiku, atau sebaliknya. Terutama Leia, kau tahu, dia selalu mencerewetiku dengan berbagai macam hal. Padahal kami kan kembar. Nah, sekarang cepat bereskan dirimu. Kopermu ada di sana, tuh, di kasur tingkat kedua di sayap barat."
"Siapa lagi sih yang sekamar dengan kita?" tanya Percy sambil membolak-balik bantal untuk memeriksa keempukannya. "Di sini ada empat kasur bertingkat dua, yang berarti totalnya ada delapan buah kasur."
"Masing-masing kamar diatur paling banyak enam orang," jawab Luke. "Ini kamar baruku. Aku dulu satu kamar dengan John Silver, Jack Sparrow, dan Bilbo Baggins, tetapi akhirnya seiring berjalannya waktu, dengan dimasukkannya para pahlawan muda, kastil harus direnovasi dan kamar kami harus dipindah. Aku dipindah kemari, untuk sementara tanpa teman sekamar. Sementara itu, John dan Bilbo memilih tempat di menara utara. Kapten Sparrow juga diikutkan bersama Lone Ranger dan Indiana Jones (perkumpulan orang-orang aneh itu) di menara utara. Di sanalah kebanyakan dari pahlawan yang sudah dewasa tinggal."
Percy mengangguk. "Nah, setidaknya kini kau punya teman sekamar." Ia membongkar kopernya, lalu mengeluarkan peralatan sikat giginya. "Aku hanya ingin memulai hari yang baru besok pagi."
TO BE CONTINUED
