Beautiful Mistake

.

.

.

.

.

.

.

Haruno Sakura, Uchiha Sasuke

.

.

.

.

.

.

©Aomine Sakura

.

.

.

.

.

JIKA TIDAK SUKA DENGAN CERITA YANG DIBUAT AUTHOR, SILAHKAN KLIK TOMBOL BACK! DILARANG COPAS DAN PLAGIAT DALAM BENTUK APAPUN!

DLDR!

Selamat Membaca!

oOo

"Sasuke-kun, tunggu aku."

"Untuk apa kamu kemari? Aku tidak mau bertemu denganmu."

"A-Aku bisa menjelaskan semuanya."

"Cut!"

Seorang pria menghela napas panjang dan berjalan menuju salah satu tenda. Seorang pria berambut perak yang sedang membaca sebuah buku bangkit dari posisi duduknya.

"Kerja Bagus." Kakashi Hatake selaku manager dari seorang aktor tampan yang sedang naik daun itu tersenyum di balik maskernya. "Ingin minum apa?"

"Apa saja, yang penting dingin."

"Baiklah."

Namanya adalah Uchiha Sasuke dan dia adalah seorang aktor yang sedang naik daun. Usianya dua puluh tujuh tahun dan sedang berada di Puncak karirnya. Memiliki tubuh yang atletis dan wajah yang tampan, dia benar-benar sukses menarik perhatian warga Jepang. Ditambah lagi, dia sukses besar memerankan beberapa perannya dalam film layar lebar ataupun drama yang dibintanginya.

Awalnya, dia hanyalah seorang pelayan restaurant yang bekerja paruh waktu dan harus bekerja keras untuk memenuhi hidupnya dan juga keluarganya. Ayahnya meninggal saat dia masih berumur belasan tahun dan belum sempat melihatnya menjadi sukses seperti ini.

Ketika dia sedang bekerja paruh waktu pada sebuah restaurant. Seorang wanita bernama Tsunade menawarkannya pekerjaan menjadi seorang model. Siapa yang menyangka, saat dia melakukan pemotretan pertamanya, banyak tawaran yang masuk untuk menjadikannya public figure.

"Ini minumanmu, Sasuke." Kakashi memberikan soft drink pada Sasuke.

"Hn." menerima minuman dari tangan Kakashi, Sasuke meneguknya hingga habis. "Kakashi, aku ingin jalan-jalan."

.

.

.

"Sarada, ingin sarapan apa?"

Seorang wanita berambut pink mengikat rambutnya yang panjang sepunggung dan membuka kulkasnya. Seorang gadis kecil berusia lima tahun mengancingkan seragamnya sebelum melirik ibunya yang sedang mengobrak-abrik isi dapur.

"Sala ingin tomat."

"Oh baiklah, bagaimana dengan sup tomat?"

Wanita berambut pink itu tertawa memandang putrinya yang sangat menggemaskan. Ah, putri kecilnya itu sangat cantik dengan rambut hitam dan mata hitamnya. Persis seperti ayahnya. Menghidupkan kompor, dia mulai menyiapkan bahan-bahan yang dibutuhkan.

Haruno Sarada duduk di kursinya dengan manis. Gadis kecil berusia lima tahun itu sangat menggemaskan sekali, Sakura terkadang merasa gemas dan ingin sekali menciumi pipi gembul milik putrinya. Sarada anak yang sangat manis, tidak seperti anak lain yang cerewet. Sarada sangat pengertian dan tidak pernah rewel.

Namanya adalah Haruno Sakura dan dia adalah seorang dokter juga seorang penulis novel. Beberapa karyanya sudah terbit meski tidak mendapatkan titel best seller. Meski begitu, dia cukup puas dan ingin menghasilkan karyanya lagi.

Matanya memandang putrinya yang sedang duduk di kursi makan dengan tenang. Ah, Putri kecilnya itu sangat menggemaskan dan dia begitu menyayangi Putri kecilnya lebih dari apapun.

"Sarapannya sudah siap." Sakura tersenyum dan meletakan semangkuk sup tomat kesukaan Sarada di meja makan.

"Apa mama akan pulang malam lagi?" tanya Sarada.

"Maafkan mama, Sarada. Hari ini mama ada operasi yang tidak bisa ditunda." Sakura tersenyum dan mengecup Puncak kepala putrinya dengan lembut. "Nanti malam, mama akan usahakan untuk pulang lebih awal dan kita makan bersama di rumah nenek, bagaimana?"

Putri kecilnya itu menganggukan kepalanya dengan patuh dan membuat Sakura gemas. Dia mencium pipi Putri kecilnya itu dengan sayang.

.

.

.

"Oh Teme."

Sasuke masuk ke dalam restaurant yang sebelumnya sudah dipesan private. Teman-temannya sudah berkumpul dan di meja sudah disediakan berbagai minuman dan makanan. Seorang pria berambut kuning tersenyum lebar dan menepuk kursi di sampingnya.

"Duduklah disini, Teme. Nyahahaha.. Aku tidak menyangka akhirnya temanku yang sekarang terkenal bisa berada disini."

Hyuuga Neji meneguk minumannya dan memandang Sasuke.

"Tentu saja, dia adalah aktor yang sedang naik daun."

Sasuke meneguk minumannya sebelum menyandarkan punggungnya. Teman-temannya telah menjadi orang yang sukses sekarang. Uzumaki Naruto kini sedang berjaya dengan perusahaannya yang sedang melambung tinggi. Hyuyga Neji kini menjadi penulis ternama dan Nara Shikamaru sukses sebagai seorang psikolog. Dan diantara teman-temanya hanya dirinya yang masih belum memutuskan untuk menikah.

"Ah, aku juga mengundang-"

"Sasuke-kun!"

Baru saja Naruto akan menyebut namanya, seorang wanita berambut merah datang dan langsung memeluk sahabatnya begitu saja. Uzumaki Karin tersenyum dan memandang kekasihnya yang tiap hari semakin tampan.

"Hn, apa yang kamu lakukan disini, Karin?" tanya Sasuke.

"Aku kan merindukanmu." Karin merajuk manja. "Kamu selalu sibuk dengan pekerjaanmu dan bahkan tidak ada waktu untuk menelponku."

"Dia selalu marah-marah saat main kerumahku dan membuat gendang telingaku serasa mau pecah." Naruto menggerutu. "Jadi, saat kamu mengatakan akan kemari aku mengajaknya, karena aku pikir kalian juga tidak bertemu."

Sasuke meneguk minumannya sebelum memagut bibir Karin dengan lembut.

.

.

.

"Baiklah, kalian sekarang boleh pulang."

Beberapa anak berlari keluar dari kelasnya dengan semangat. Sarada berjalan keluar dan memandang sekelilingnya. Sepertinya, pamannya terlambat menjemputnya lagi seperti biasanya. Menuju salah satu ayunan yang ada di sekolahnya, Sarada mulai duduk dan mengayunkan ayunannya dengan pelan.

Namanya adalah Haruno Sarada, di usianya yang ke enam tahun, dia dijuluki jenius karena sudah bisa menghafal perkalian hingga angka seratus. Lagi pula, dia tidak memiliki kegiatan lain selain membantu neneknya memasak kue, bermain boneka dengan kakeknya atau membaca buku bersama dengan pamannya. Dia juga sering bermain dengan ibunya, namun jika ibunya sedang sibuk, maka kakek atau pamannya yang akan menjemputnya.

"Sarada, sendirian saja?"

Seorang bocah laki-laki seusianya duduk di sampingnya dan Sarada hanya diam tidak menanggapi. Sarada sibuk dengan dunianya sendiri yang ada di dalam pikirannya.

Teman-temannya mengejeknya karena dia tidak memiliki seorang ayah dan itu membuatnya tidak ingin bergabung dengan mereka. Hanya Akimichi ChoChou yang mau menemaninya karena ibunya bersahabat dengan kedua orang tua Chochou. Dia juga pernah menanyakan tentang ayahnya namun ibunya tidak mau mengatakannya dan mengalihkan pembicaraan. Paman, kakek dan neneknya juga tidak mau menceritakan tentang siapa yang menjadi ayahnya.

Namun, dia tidak mau memaksa ibunya. Meski rasa keingintahuannya sedang membumbung tinggi, dia tidak ingin membuat ibunya menjadi sedih. Setiap pagi, dia melihat ibunya sudah bangun dan membuatkan sarapan untuknya. Saat dia terbangun tengah malam, dia melihat ibunya sedang berkutat dengan laptopnya. Dia hanya tahu, jika ibunya adalah seorang dokter dan penulis yang hebat. Dia sudah membaca semua novel milik ibunya dan dia mencintai semua karya milik ibunya

Setiap hari dia melihat ibunya bekerja keras. Jadi, dia hanya mencoba menjadi anak yang baik dan membuat ibunya tersenyum padanya.

"Sarada, kamu melamun."

Shimura Inojin memandangnya dengan pandangan bingung. Sarada memandang teman laki-lakinya itu. Dia dan Inojin sudah saling mengenal bahkan dari mereka masih bayi. Ibunya Inojin adalah sahabat ibunya dan dia sudah menganggap orang tua Inojin seperti orang tuanya sendiri. Dia sudah terbiasa dengan kehadiran Inojin di sisinya.

"Apa yang kamu lakukan disini? Bibi Ino belum menjemputmu?" tanya Sarada.

"Kaa-san sepertinya terlambat."

Sarada hanya menganggukan kepalanya dan tidak merespon. Dia menyukai keluarga Shimura. Tidak seperti temannya yang bernama Boruto, bocah laki-laki berambut pirang itu sangat menyebalkan dan usil, Boruto suka sekali mencari perhatian dan dia tidak menyukai laki-laki seperti Boruto. Inojin tidak terlalu mempermasalahkan tentang dirinya yang tidak memiliki ayah, karena mereka sudah mengenal bahkan dari mereka belum bisa melihat.

"Sarada! Hosh.. Maaf paman terlambat." Sasori berlari menghampiri keponakan kecilnya dengan napas yang ngos-ngosan.

"Tidak apa, paman." Sarada bangkit dari duduknya dan memandang Inojin. "Inojin, bagaimana dengan dirimu?"

"Aku masih menunggu kaa-san." Inojin tersenyum.

"Oh, kamu yakin tidak mau diantarkan sekalian?" Sasori memandang putra dari sahabat adiknya itu.

"Terima Kasih, paman. Tapi aku tidak mau membuat kaa-san khawatir."

Sasori tersenyum.

"Baiklah kalau begitu. Sampai jumpa."

Sarada membiarkan pamannya menggenggam tangannya dan membawanya berjalan menjauh sebelum menolehkan kepalanya. Matanya memandang Inojin yang tersenyum sebelum melambaikan tangannya. Kemudian, matanya memandang pamannya yang fokus memandang ke depan.

Dia pikir, rasanya tidak apa-apa jika dia tidak mengetahui siapa ayahnya. Karena baginya, memiliki keluarga yang menyayanginya itu sudah cukup.

"Sarada, ingin makan apa?" tanya Sasori memandang keponakannya yang lucu itu.

"Terserah paman saja." Sarada semakin menggenggam tangan pamannya. "Sala sayang paman."

Sasori terkejut ketika mendengar apa yang diucapkan oleh keponakannya itu. Sasori mengusap rambut hitam Sarada dengan penuh Kasih sayang.

"Paman juga menyayangimu, Putri kecil." Sasori tertawa. "Bagaimana jika kita membeli es krim?"

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

"Bagaimana dengan pasien bernama nyonya Yamazaki?"

Sakura berjalan di lorong rumah sakit bersama dengan perawat yang membacakan data pasien yang harus dia tangani atau harus dia observasi. Entah mengapa, hari ini cukup banyak pasien yang datang entah dengan keluhan ringan atau sedang.

"Sensei, kami membutuhkan anda di ruang operasi." Seorang perawat mendekatinya dengan tergesa.

"Dimana dokter yang menangani pasien ini?" Sakura membaca sekilas riwayat data pasien.

"Hari ini Yugao sensei tidak bisa datang karena harus membimbing beberapa koass dan juga bangsal di rumah sakit butuh penanganan karena pasien yang banyak."

"Baiklah, aku segera kesana. Cito."

Sakura memberi perintah bahwa operasi ini tidak bisa ditunda dan harus segera di lakukan. Dia mengusap keringat di dahinya sebelum memakai handscoon dan juga pakaian operasi. Dia cukup heran, rumah sakit kali ini rasanya seperti sebuah rumah sakit para tentara. Semua orang sibuk dan tidak sempat memikirkan dirinya sendiri.

Memasuki ruang operasi, Sakura sudah siap untuk menangani pasien yang sedang gawat. Saat melihat pasiennya, rasanya matanya seperti ingin lepas.

.

.

.

.

.

.

"Kau kemana saja, Sasuke. Kenapa tidak mengangkat teleponku."

"Aku sedikit sibuk tadi." Sasuke melirik ke belakang. Karin sedang tidur dengan nyenyak karena pertarungan panjang mereka. "Bagaiman dengan kondisi kaa-san?"

"Dokter sudah menanganinya dan aku harap kaa-san baik-baik saja." terdengar helaan napas. "Kau sibuk sekali dengan urusan pekerjaanmu, kaa-san ingin sekali bertemu denganmu."

"Kau benar, aniki. Mungkin besok aku akan ke rumah sakit."

.

.

.

.

.

.

"Tadaima."

Sakura membuka pintu rumah orang tuanya dan tidak menemukan siapapun. Ah, dia lupa jika ini sudah hampir larut malam dan mungkin Sarada sudah terlelap tidur. Tadinya, dia ingin menjemput Sarada dan membawanya makan malam di sebuah restaurant keluarga, namun karena pekerjaannya sungguh menyita waktu sehingga dia harus mengurungkan niatnya.

Rumahnya sangat sepi. Melangkahkan kakinya menuju kamarnya, emeraldnya memandang ibunya yang sedang membacakan dongeng untuk Putri kecilnya itu. Terkadang, dia merasa bersalah karena terlalu banyak bekerja, mungkin dia akan sedikit mengurangi waktu bekerjanya.

"Jadi begitulah ceritanya."

Mata hitam milik Putrinya memandangnya. Mebuki menolehkan kepalanya sebelum tersenyum.

"Itu kaa-sanmu sudah pulang." Mebuki tersenyum.

Sakura mendekat dan mencium putrinya dengan gemas.

"Mou, kaa-chan bau." Sarada merengut kesal namun di mata Sakura sangat lucu dan menggemaskan.

"Kau benar, mungkin kaa-san harus mandi."

Beranjak dari ranjang putrinya, Sakura keluar dari kamar dan membiarkan ibunya kembali membacakan cerita untuk Sarada. Di ruang keluarga, ayahnya dan kakaknya sedang ribut menonton pertandingan sepak bola. Keduanya memang tidak bisa diam jika sedang menonton pertandingan sepak bola favorit mereka.

Menuju kamar mandi, dia segera membersihkan tubuhnya. Rasanya seluruh beban dan rasa lelahnya menghilang seketika. Ah, dia merasa hidup kembali. Kemudian, pikirannya melayang pada pria yang telah menanamkan benih di rahimnya. Pria yang sampai sekarang masih singgah di hatinya dan tidak mau pergi barang sedikit pun. Dan itu membuatnya kesal.

Menggelengkan kepalanya, dia segera keluar dari kamar mandi untuk makan. Mungkin segelas susu dan sepotong roti dengan selai strawberry bisa menemaninya sebelum tidur.

"Oh, kau sudah pulang."

"Hm.." Sakura melirik kakaknya yang mengambil sebotol jus jeruk di kulkas. "Yah, kau dan tou-san sangat asyik menonton pertandingan hingga tidak memperdulikanku."

"Kau ini, masih saja manja." Sasori mengacak rambut Sakura. "Memangnya berapa umurmu, tidak malu pada Sarada?"

"Jangan mulai menyebalkan, nii-chan." Sakura meneguk susunya.

"Berbicara tentang Sarada, dia sangat menggemaskan sekali." Sasori berbicara dengan semangat. "Dia bahkan bilang jika menyayangiku. Hei, Sakura! Kau mau kemana?! Dasar adik durhaka!"

Sakura tidak bisa menahan senyum gelinya ketika Kakaknya mulai menggerutu panjang lebar, biar saja kakaknya itu marah-marah sendiri. Rasakan itu!

Saat Sakura sampai di kamarnya, dia menemukan putrinya sedang tidur dengan nyenyak. Ah, dia tidak menyangka jika Sarada sudah sebesar ini, dia banyak kehilangan waktu bersama putrinya. Mungkin, dia akan mengatakan pada atasannya untuk mengurangi jadwal pekerjaannya. Lagi pula, dia masih ingin melakukan banyak hal.

Memeluk Putri kecilnya dengan sayang, Sakura mulai memejamkan matanya.

.

.

.

.

.

.

Hyuuga Neji melangkahkan kakinya masuk ke dalam apartemen miliknya yang sepi. Sebagai seorang pria yang mapan, dia memang memutuskan untuk tinggal sendiri. Mengingat jika dia tidak sedang ingin terikat dan menjalin hubungan dengan seseorang.

Mengambil ponselnya, matanya memandang foto wanita yang ada di ponselnya. Meski dia mengatakan jika dia tidak ingin menjalin hubungan dengan wanita manapun, namun entah mengapa harapan masih singgap di hatinya.

Menekan nomor yang sudah dia hafal di luar kepalanya, Neji menunggu hingga sebuah suara terdengar di seberang telepon.

"Bagaimana dengan tawaranku? Kamu mau mengambil kesempatan ini?"

.

.

.

.

"Bagaimana kondisi kaa-san? Apakah kaa-san butuh sesuatu?"

Sabaku- Uchiha Temari sangat telaten dan sangat perfeksionis dengan sekitarnya. Dia sangat menyayangi keluarga kecil mereka. Jadi, ketika mendengar mertuanya semalam operasi, dia dan keluarganya duduk di ruang tunggu semalaman.

"Aku baik-baik saja, Temari-chan."

Uchiha Mikoto adalah wanita paruh baya yang saat ini usianya memasuki enam puluh tahun. Namun, di usianya yang sudah termasuk berumur, wajahnya masih terlihat awet muda untuk ukuran usianya.

"Jika kaa-san butuh sesuatu, kaa-san bisa meminta pada Itachi-kun atau Itazura. Tema ingin membeli sarapan sebentar." Temari menatap putranya. "Ayo, Itazuna."

Itachi tersenyum ketika memandang istrinya yang pergi keluar kamar rawat ibunya. Ah, dia jadi ingat bagaimana perjuangannya agar bisa menikah dengan Temari. Apalagi dengan kedua anak kembarnya yang membuat keluarga kecilnya semakin hangat.

"Itachi-kun." Mikoto memanggil Putra sulungnya. "Kamu benar-benar beruntung mendapatkan Temari-chan."

Ya. Dia tahu akan hal itu.

Namun, dia merasa ada yang mengganggunya. Dia memikirkan adiknya. Jujur saja, bagi seorang anak sulung, dia bahkan tidak pernah memikirkan dirinya sendiri dan saat dia memikirkan dirinya sendiri, dia menyesal karena telah menutup matanya dan mengabaikan wanita setulus Temari yang bahkan siap berkorban demi dirinya. Sekarang, dia tidak mau adiknya bernasib sama dengannya.

Terlambat menyadari jika seseorang yang tulus telah menantinya. Ya, dia tahu. Jika Sasuke sedang merasa kasmaran dengan model cantik yang sedang naik daun, Uzumaki Karin. Dia tahu, jika semua yang dikatakan adiknya adalah bohong.

Bohong, jika dia tidak tahu, semalam adiknya bersama dengan Karin. Kakashi sudah menghubunginya dan mengatakan jika drama yang dimainkan Sasuke sudah selesai prosesi syutingnya, jadi Sasuke memiliki banyak waktu luang.

Firasatnya mengatakan, jika Sasuke akan menyesal karena telah menyia-nyiakan seseorang yang tulus untuknya.

"Permisi, saya ingin mengecek kondisi Mikoto-san."

"Oh, bukankah kamu temannya Sasuke-kun?"

Itachi mengangkat kepalanya ketika mendengar apa yang dikatakan ibunya. Dan seketika matanya terbelalak kaget ketika melihat siapa yang ada dihadapannya.

"Sakura-chan?"

"Ara~ Itachi-kun, kamu mengenalnya?" tanya Mikoto.

"Hahaha, aku tidak menyangka jika bibi maupun Itachi-nii masih mengingatku." Sakura tertawa kecil. "Perkenalkan, nama saya Haruno Sakura dan saya teman semasa kecilnya Sasuke-kun. Saya adalah dokter yang menangani bibi."

"Bukankah seharusnya Yugao yang menjadi dokternya?" tanya Itachi.

"Kebetulan saya yang menangani bibi Mikoto menggantikan Yugao-san." Sakura mengeluarkan stetoskopnya. "Biar saya cek sebentar, apakah ada keluhan?"

Demi Kami-sama. Itachi merasa seperti mimpi. Bagaimana mungkin Sakura ada disini? Apakah wanita itu baik-baik saja? Dia pikir, dia tidak akan bertemu dengan Sakura. Ternyata Tuhan memang sudah menggariskan semuanya pada buku takdirNYA.

"Baiklah, jika ada keluhan saya ada disini sampai shift siang." Sakura tersenyum manis. "Aku senang bertemu dengan bibi."

"Bibi juga." Mikoto tidak bisa menahan senyumnya. "Terima Kasih banyak, Sakura-chan."

"Kalau begitu, saya permisi."

Tepat saat itu, Temari datang bersama Itazuna. Sakura tersenyum manis sebelum berlalu dari kamar rawat Uchiha Mikoto. Temari balas tersenyum tanpa rasa curiga. Lalu, saat dia melihat suaminya, barulah dia merasa terkejut. Suaminya sangat pucat.

"Itachi-kun, apa yang terjadi?"

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

Tbc

Hai hai haaaiiiiiiiiiiiii... Kembali lagi dengan Saku disini!

Entah kenapa, Saku lagi suka bikin cerita kayak power of Love gitu deh.. Yah, ada sesuatu hal yang bikin Saku jadi suka sama tema gitu..

Cerita ini mungkin hampir sama dengan cerita Saku yang judulnya Power of Love. Cuma untuk ending, Saku masih belum ada bayangan. Mungkin, kalian bisa mengatakan jika ini cerita Power of love versi SasuSaku..

Semoga kalian suka yaaa.. Jangan lupa Review!

-Aomine Sakura-